Ads 468x60px

ANTOLOGI KATEKESE SEPUTAR MARIA (2)


1. Bertobat - "Beri cinta, Tolak dosa, Bantu doa".
Hidup kita seperti sebuah perjalanan bukan? Dan ada macam-macam jalan bukan? Ada jalan buntu, jalan setapak, jalan tikus, jalan tol, jalan layang, jalan pintas, dan aneka jalan yang lainnya. Sebagai manusia biasa, kadang kita juga pernah salah jalan, bukan?
Disinilah Gereja perlu mensyukuri rahmat yang bisa dialami lewat Sakramen Tobat/Pengakuan Dosa atau Rekonsiliasi (Yoh 20:21-23, Amsal 28:13). Kristus memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya, dan para Rasul meneruskan kuasa tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu para Uskup dan Imam.
Baiklah di sini kita mengingat kembali apa arti, tujuan dan dampak sakramen tobat. Konsili Vatikan II memilih istilah sakramen tobat, bukan sakramen pengampunan. Yang terpenting memang “orang beriman yang bertobat” (LG 28). Tujuan menerima sakramen tobat bukan hanya menjadi tomat (hari ini TObat, besok kuMAT), tapi memulihkan relasi kasih dengan Allah. Berkat sakramen ini, manusia memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja (LG 11).

Sementara itu, dampak sakramen tobat ialah rasa “plong”, lega, karena tahu bahwa dosaku telah diampuni. Dan bebanpun menjadi ringan. Yesaya mengatakan, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.” (42:3).
Inti dari sakramen ini sendiri adalah bertobat. Bertobat ternyata juga bisa menjadi solusi bagi hati yang berduka, masalah yang membelit, dan bertambahnya rezeki. Selama ini, kebanyakan orang sering memahami bahwa bertobat hanya dilakukan oleh seseorang yang telah berbuat dosa besar. Maka, bagi mereka yang 'merasa' bukan pelaku dosa besar, tidak mempunyai kebutuhan untuk bertobat. Benarkah demikian?
Mengambil kacamata Islam, adalah Syekh Abu Ishak Ibrahim al-Mabtuli dalam kitabnya al-Minahu as-Saniyyah menyebutkan bahwa bertobat itu ada awal dan ada puncaknya, yang setidaknya terdapat sembilan tingkatan. Tingkatan pertama, permulaan dari tobat adalah bertobat dari dosa-dosa besar. Kedua, bertobat dari dosa-dosa kecil. Ketiga, bertobat dari perkara yang dibenci atau makruh. Keempat adalah bertobat dari perkara yang menyimpang dari keutamaan. Kelima, bertobat dari dugaan mengenai kebaikan dirinya. Keenam, bertobat dari dugaan bahwa dirinya sudah menjadi kekasih Allah. Ketujuh, bertobat dari dugaan bahwa dirinya telah benar-benar bertobat. Kedelapan, bertobat dari kehendak hati yang tidak direstui Allah. Dan puncaknya adalah bertobat sewaktu-waktu lupa dari melihat-Nya (mengingat-Nya) walau hanya dalam sekejap.
Bertobat sendiri, dalam bahasa Yunani, berarti “metanoia” (berbalik). Ia berbalik dari setan ke Tuhan, dari gelap ke terang, dari dosa ke cinta. Dkl: seseorang yang mau bertobat, tidak hanya berhenti pada kata-kata saja, tapi pada sikap dan tindakan nyata.
Bagi saya pribadi, ada tiga sikap dasar bertobat, yakni: beri cinta, tolak dosa dan bantu doa.
-Beri cinta:
Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia. Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?" Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya. Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."
Kisah di atas adalah sebuah kasih yang diberikan. Maria yang dipenuhi dengan rahmat Allah, juga memberikan cinta: menjawab tawaran Allah dengan seluruh keberadaannya. Jelasnya, dalam iman, Maria mau beri cinta: menghayati jawaban “YA” secara total karena kepercayaannya kepada Sabda. Maria membiarkan dirinya dibentuk oleh tangan Allah dan dipimpin Allah ke manapun pergi : Mesir, Nazaret, Kana, Golgota, dan ke Senakel dalam pengharapan akan Roh Kudus. Elizabeth dan jemaat gereja perdana berbicara tentang Maria sebagai, “dia yang percaya. ”Di dalam dia, Gereja melihat dirinya sebagai “komunitas orang beriman” (F.X. Kardinal Nguyen Van Thuan, “Kesaksian Pengharapan”).
Bersama dengan Maria, kita yang sudah menjawab “ya” akan tawaran keselamatan Allah dalam hidup Yesus, diajak untuk juga belajar memberi cinta kepada sesama, seperti Maria memberi cinta dengan dan bersama Elizabeth (Lukas 1:39-56). Ingatlah firman Tuhan: "Ada sukacita besar di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat." Demikian juga dinyatakan oleh Tuhan di dalam perumpamaan mengenai anak yang hilang: Betapa bapa anak itu bersukacita dan mengadakan pesta ketika anaknya yang terhilang itu kembali.
-Tolak dosa:
Karena malaikat telah memberitahukan Maria bahwa Elizabet, yang sebelumnya mandul, kini secara ajaib telah mengandung, Maria lalu segera mengunjungi kerabatnya itu, yang tinggal bersama suaminya Zakaria di sebuah kota Yudea "di daerah perbukitan" (kemungkinan di Yuttah, Yosua 15:55; 21:16, bersebelahan dengan Maon, sekitar 160 km dari Nazareth) (Lukas 1:39). Begitu Maria tiba dan menyalami Elizabet, Elizabet dengan segera menyatakan Maria sebagai "ibu dari Tuhannya". Perjumpaan Maria dengan Elizabeth ini membuat Maria bisa jatuh dalam dosa, terlebih ketika Elisabet memuji Maria, “siapakah aku ini sampai ibu tuhanku datang mengunjungi aku?” Maria bisa merasa sombong/tinggi hati (Bdk, Paulo Coelho, pintu setiap doa adalah kesombongan), tapi Maria mengajak kita untuk setia menolak dosa. Ketika Elisabeth memujinya, malahan pujian inilah yang mendorong Maria untuk semakin memuji dan memuliakan Allah, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya” (Luk 1: 46-48). Kidung Maria ini sendiri disebut Magnificat, yang berisi kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama dan menunjuk kepada kedatangan Yesus. Kidung ini sendiri sangat kuat dipengaruhi oleh kidung yang dinyanyikan Hana, ibu nabi Samuel, sesudah kelahiran anaknya lewat campur tangan Allah (1 Sam 2:1-10). Kedua kidung ini sebetulnya mengajak kita menolak dosa, sebab melihat tindakan Allah yang berkarya di tengah hidup kita.
-Bantu doa:
Ketika Yesus di salib, Ia menitipkan Maria kepada murid-murid yang dikasihiNya. “Inilah ibumu“. Sejak saat itulah Maria selalu ada di tengah murid-murid itu, membantu berdoa. Hingga sekarang, Ia disebut sebagai Ibu Gereja Universal. Gereja secara khusus memberikan waktu khusus untuk menghormatinya. Bagi orang Katolik, Maria adalah perantara doa yang sangat dihormati dan diyakini untuk meneruskannya kepada Yesus, putra Allah.
Maka, marilah kita setia bertobat dari tutur kata yang buruk, mari kita bertobat dari cara hidup yang suka-suka, mari kita bertobat dari tingkah laku yang tidak benar, mari kita bertobat dari setiap hal yang Tuhan tidak suka, karena bukankah benar kata St.Agustinus, pelindung kota Milano, vita est brevis, hidup itu singkat! Dan lewat doa, seperti kata Charles Dickens, dalam “A Tale of Two Cities”, bukankah saat-saat yang paling gelap sering menjadi saat-saat yang paling indah dan penuh rahmat juga?
Tulisan tentang pertobatan ini, saya tutup dengan sebuah puisi yang digubah St.Theresia untuk dipersembahkan kepada Adolphe Roulland, seorang imam Prancis yang menjadi saudara rohani Theresia. Rohaniwan ini kemudian diutus menjadi misionaris di Cina:
“Engkau telah mempersatukanku untuk selamanya Dengan karya-karya dari seorang misionaris dalam ikatan doa mati raga dan cinta. Dari kedalaman keheninganku Maria... Aku menangkan jiwa-jiwa lewat rasulmu, aku ingin mempertobatkan para pendosa sampai jauh keujung bumi lewat perantaraannya aku mampu mengumpulkan daun palma yang dirindukan jiwaku. Oh, betapa pengharapan ini, Bundaku tercinta Aku akan menjadi martir saudara dari seorang martir
2.
Gembira - "Gemakan Tuhan, Binasakan setan dan Rayakan iman."
“Ayo kawan (2x) berkumpul (2x) bersenang-senang semuanya
“jangan segan jangan segan bersama, bersama menyanyi bergembira, tepuk tangan 3x bergembira, sekali lagi, sekali lagi, tepuk tangan, kita semua bergembira”
Ada kabar gembira, ada susu soda gembira, ada lagu Puji Syukur ”Dengan Gembira”, ada Villa Gembira di Bali, ada Wisma Gembira di Surabaya, ada jalan Gembira di Malaysia, ada panggung gembira di Trans TV, ada malam gembira di Ancol. Ada Kebun Binatang Gembira Loka di daerah Yogyakarta.
Bicara soal arti ”gembira”, ada sebuah kisah tentang Jorge, salah satu tokoh antagonis dalam novel terkenal Umberto Eco, “The Name of the Rose”. Jorge adalah seorang rahib tua penjaga perpustakaan. Ia menemukan sebuah buku kuno yang membahas soal rasa gembira, dalam hal ini tertawa, dan mengajukan pendapat bahwa Allah itu tertawa dan bergembira ria. Bagi Jorge buku karangan Aristoteles ini amat berbahaya, bahkan menghujat Allah. Katanya,“Tertawa dan bergembira ria adalah kelemahan, pengrusakan, ketololan dari daging kita … tetapi dalam buku ini fungsi tertawa dan bergembira ria dibalik, dinaikkan derajadnya menjadi seni, pintu-pintu pengetahuan kita membuka ke arahnya, dijadikan pembicaraan filsafat, teologi yang bersifat durhaka …”
Meski demikian, sebagai pustakawan sejati, Jorge tidak tega membakar buku itu. Maka ia melumurinya dengan racun, sehingga siapa saja yang menemukan dan membacanya akan mati. Ia melakukan hal ini dengan tujuan mulia: melindungi para rahib lain dari ‘kejahatan’ tertawa dan gembira ria. Bagi Jorge, tertawa dan gembira ria membuat orang jahat lupa akan rasa takut dan menganggap sepi hukuman Allah. Apa jadinya kalau manusia tidak lagi takut pada neraka? Benarkah pandangan ini?
Pandangan macam ini menyiratkan gagasan lain bahwa Allah dan manusia tidak mungkin berhubungan sebagai sahabat yang dapat saling bercanda dan bergembira ria.
Padahal, dalam iman kita, Allah begitu dekat, dia bisa lahir lewat sebuah keluarga Nazaret, Yosef dan Maria, sehingga bukan tidak mungkin kedekatan itu terungkap dalam humor, canda, dan tawa yang penuh gembira. Bahkan tertawa dan gembira ria justru dapat semakin mengakrabkan kita dengan Allah, bukan?
Maka, kalau ternyata begitu baiknya rasa gembira, apa makna yang terkandung dalam kata gembira? Gembira bagi saya berarti, Gemakan Tuhan, Binasakan Setan dan Rayakan Iman.
-Gemakan Tuhan:
Tuhan datang sebagai orang yang peduli, tapi sekaligus rendah hati: Bartimeus yang buta dibuat melihat, Zakeus yang kesepian dibuat bersukacita, Magdalena yang dibenci dibuat hangat, Lazarus yang mati dibuat hidup lagi. Yang lapar dikenyangkan, yang haus dipuaskan, yang kusta ditahirkan, yang tuli dibuat mendengar, yang lumpuh dibuat berjalan.
Kita sendiri bisa melihat usaha Maria untuk gemakan Tuhan, dari kisah Kabar Sukacita. Ketika malaikat menampakkan diri dan memaklumkan kepadanya kehendak Allah, sebenarnya lewat perkataan dalam Lukas 1:39: “Aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu itu”, Maria menggemakan empat sifat ilahi Tuhan, al: “kerendahan hati, kekuatan iman, ketaatan dan kemurnian hidup”.
Disinilah, seperti Maria, sebetulnya hidup kitapun adalah undangan untuk mau belajar gemakan Tuhan juga. Mungkin barisan lirik ini bisa mengajak kita belajar setia menggemakan Tuhan:
Sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar - Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.
Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu - Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu - Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.
Sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.
Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.
Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai - Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.
Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh - Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.
Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu - Ingatlah akan para pengangguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.
Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain - Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.
Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu - Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini. Hidup sebenarnya adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu dengan setia gemakan Tuhan.
-Binasakan setan:
Mungkin orang bertanya, mengapa Yesus kadang tampaknya meremehkan kehormatan dan hak istimewa Maria? Ketika perempuan itu mengatakan, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau”, dst. Yesus sesungguhnya menjawab, “Ya.” Tetapi, Yesus mengatakan, “Yang berbahagia ialah ...”. Dan dalam suatu peristiwa lain, ketika orang memberitahukan kepada-Nya bahwa ibu-Nya dan saudara-saudaranya berusaha menemui Dia, Yesus menjawab “Siapa ibu-Ku?” dst. Dan di masa yang lebih awal, ketika Yesus mengadakan mukjizatNya yang pertama di mana Bunda-Nya mengatakan kepada-Nya bahwa para tamu dalam perjamuan nikah kekurangan anggur, Ia mengatakan: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, perempuan? Saat-Ku belum tiba.” Ayat-ayat ini sepertinya merupakan perkataan yang dingin terhadap Bunda Perawan, dan bisa jadi membuat Maria marah. Tapi apa yang terjadi, Maria menyimpan semuanya dan merenungkannya dalam hatiNya. Bukankah ini sebagai sebuah usaha nyata binasakan setan.
Setan sendiri adalah salah satu dari tujuh roh jahat (Ada tujuh roh jahat, malaikat neraka, yang ada dan berdiam dalam hati setiap pendosa. Mereka itu, al: Lucifer untuk orang yang sombong. Mamon untuk orang yang tamak dan mata duitan. Asmodeus untuk orang yang jatuh pada kejahatan seksual. Beelzebul untuk orang yang rakus-serakah. Leviathan buat orang yang mudah iri hati. Belphegore untuk orang yang suka malas. Satan sendiri untuk orang yang mudah marah).
-Rayakan iman:
Mengacu pada pandangan para Bapa Gereja, bahwa Bunda Maria setia merayakan iman, karena ia bergembira dalam dua hal, yakni: Ia bergembira karena menjadi Bunda-Nya; serta ia bergembira karena dipenuhi dengan semangat iman dan ketaatan.
St Agustinus mengatakan, “Bunda Maria bergembira dalam menerima iman Kristus, juga dalam menerima daging Kristus.” Serupa dengan itu, St Elisabet mengatakan kepada Bunda Maria saat kunjungannya, “Beata es quee credidisti - bergembiralah ia, yang telah percaya”. Kisah lawatan Maria ke rumah saudarinya Elisabet yang memuncak pada kidung Magnificat juga menunjukkan figur Maria yang setia rayakan iman. Kidung ini sendiri sesungguhnya merupakan nyanyian pujian kegembiraan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Lihatlah Lukas 1:46-56, “Semua bangsa akan menyebut aku bahagia”).
Disinilah, saya tampilkan sebuah puisi terakhir St. Theresia yang ingin juga merayakan imannya bersama Maria. Ia menulisnya secara utuh, Mei 1894:
“Saat aku memandangimu dalam seluruh kemuliaanmu mengatasi kemilau dari semua orang kudus hampir-hampir aku tak percaya bahwa aku anakmu.
Oh Maria, dihadapanmu aku ingin menundukkan mataku...
Oh Bundaku tercinta, dipantai pengasingan ini
Betapa banyak air matamu yang tercurah ketika Engkau mau merengkuhku kepadamu Saat merenungkan kisah hidupmu dalam Injil.
Aku memberanikan diri memandangmu dan mendekatkan diri padamu Tidaklah sulit bagiku untuk menyakinibahwa aku anakmu karena aku melihatmu sebagai manusia yang menderita sebagimana aku juga.
Oh Perawan suci yang tak bernoda Ibu yang paling lemah lembut
Saat mendengarkan Yesus, engkau berduka malah engkau bahagia manakala Dia mampu memahami kami
Betapa jiwa kami telah menjadi keluarganya didunia ini
Ya, engkau bahagia karena Dia memberikan hidup-Nya untuk kami.
Harta tak terperi dari keahlian-Nya.
Bagaimana mungkin kami tidak mencintaimu, Oh Bundaku tercinta menyaksikan sedemikian besar cintamu dan kerendahan hatimu.
Aku tak lagi takut akan kemilau kemuliaanmu Bersamamu aku telah ikut menderita, dan sekarang aku ingin bermadah dipangkuanmu, Maria mengapa aku mencintaimu dan senantiasa berucap bahwa aku anakmu...”
3.
Saksi - Siap Ajarkan Kabar Sukacita Ilahi.
“Sesudah dirimu dislamatkan,
Setelah dirimu kau tinggalkan,
Di saat hatimu jadi hampa,
Bagi yang ditimpa azab duka,
Jika cela malu di hatimu,
Dimana tiada perhatian
Dalam memaafkan kawan lawan
Dalam membangunkan masyarakat,
Refr : Jadilah saksi Kristus
Cahaya hatimu jadi terang,
Kehidupan baru kau dapatkan,
Tiada hasratmu dalam karya
Bagi yang dilanda putus asa
Jika rasa cemas tak menentu
Dimana tiada kejujuran
Dalam menggagahkan persatuan
Dalam meningkatkan nasib rakyat
Refr : Jadilah saksi Kristus
Tujuan hidupmu jadi nyata,
Api cinta Kristus kau kobarkan,
Tiada harapan kan berjuang
Bagi yang didera kegagalan
Jika beban jiwa tak tertanggung
Dimana sahabat bermusuhan
Dalam meluaskan kerja sama
Dalam membagikan suluh s’mangat
Refr : Jadilah saksi Kristus
Di tengah ruwet renteng hidup kita, ada pelbagai macam saksi bukan?
Ada saksi mata, banyak orang menjadi saksi mata kerusuhan Medio Mei 1998 di Jakarta. Ada saksi kunci,
Fabianus Tibo (alm) dianggap menjadi saksi kunci kerusuhan Poso.
Ada saksi ahli, Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan siap menjadi saksi ahli bagi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di pengadilan jika aliran itu dibubarkan pemerintah. Romo Mangun menjadi saksi ahli ketika Mgr Bello mendapat hadiah Nobel Perdamaian di Oslo.
Ada saksi sejarah, kota Muntilan, Betlehem van Java, menjadi saksi sejarah tumbuh berkembangnya iman Katolik lewat Romo Van Lith.
Ada saksi bisu, Candi Mendut menjadi saksi bisu, perjumpaan antara siswa Van Lith dan siswi Mendut, karena bila mereka mohon izin pada para pembimbing, mereka katakan, bahwa mereka hendak melihat arca-arca di candi.
Ada saksi palsu, Polycarpus, seorang pilot Garuda mungkin menjadi saksi palsu pembunuhan Munir. Ada juga saksi Yehuwa, (Jehovah Witnesses),
sebuah aliran agama yang sering secara terbuka mengaku sebagai ‘Siswa-Siswa Alkitab’ namun juga sering mengaku sebagai Kristen (namun ajarannya bersifat antitesa terhadap kekristenan) dan cenderung berpraktek melalui kunjungan dari rumah-ke-rumah.
Yang pasti dan perlu kita ingat juga ada saksi terakhir, Suster Lucia dos Santos adalah saksi terakhir yang pernah melihat penampakan Bunda Maria di Fatima, beliau wafat pada hari Minggu tanggal 13 Februari 2005 dalam usia 97 tahun, dan tepat pada hari pemakamannya pada tanggal 15 Februari 2005 telah dinyatakan sebagai hari duka nasional di seluruh Portugal.
Saksi sendiri secara umum adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan juga penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, atau alami sendiri.
Romo Magnis dalam bukunya, “Mengikuti Jejak Kristus”, menyatakan, bahwa menjadi saksi adalah panggilan setiap orang yang sudah dibaptis. “Kamu inilah saksi-saksi-Ku,’ demikianlah firman Tuhan, ’dan hambaKu yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia”, Yesaya 43:10a).
Jelaslah, dengan beriman, maka orang harus keluar dari dirinya sendiri dan berani menjadi saksi. Ini dikatakan oleh Uskup Oscar Romero:
"Berpolitik berarti melayani masyarakat bukan main kuasa. Maka orang Kristen yang berpolitik harus bermoral, tidak perlu bohong, melakukan tindakan korupsi, memakai intimidasi dan kekerasan atau mencari sasaran dengan mengorbankan kepentingan dan kesejahteraan umum, hak dan kebahagiaan orang lain apalagi orang kecil."
Bagi saya sendiri, Bunda Maria jelas adalah seorang saksi. Saksi berarti, “Siap Ajarkan Kabar Sukacita Ilahi.”
-Siap ajarkan:
Maria adalah orang yang terpanggil dan terpilih, yang selalu siap ajarkan yang baik kepada kita: menjalankan tugasnya dengan setia dan penuh tanggungjawab. Ia berjalan dari Nazaret ke Betlehem, dari Betlehem ke Mesir, dari Mesir kembali lagi ke Israel, dsbnya. Ia siap mentaati perintah Tuhan. Ia siap mengasihi sesamanya. Intervensi Maria tampak dalam saat-saat yang tepat. Maria siap pada masa-masa awal dan masa-masa akhir hidup Yesus: Maria siap ketika awal hidup Yesus di Bait Allah serta mukjijat pertamanya di Kana (Yoh 2:1-1-2). Maria siap tampil lagi ketika berdiri di kaki salib Yesus. Maria juga siap ada setelah kenaikan Yesus ke surga, ketika para murid bingung, Maria siap ada dan menemani para rasul di Yerusalem. Sungguh, Maria selalu siap. Maria siap bersalin di kandang domba karena tapak Yesus harus berbekas di jerami dan kandang yang begitu sederhana. Maria siap berlari-lari ke Mesir karena tapak-tapaknya pada batu-batu cadas gunung itu sampai pada puncaknya. Yang jelas, mengacu pada St. Ignatius Loyola dalam Latihan Rohani 230, bukankah benar bahwa cinta harus lebih diwujudkan dalam siapnya perbuatan daripada diungkapkan dalam kata-kata?
-Kabar Sukacita Ilahi:
Lihatlah dari arti huruf dalam setiap namanya, Maria (Mama/Bunda, Amabilis/yang mencintai, Regna/yang memerintah, Immaculata/yang tak bernoda dan Admirabilis/yang mengagumkan).
Maria tampil sebagai Mama, ketika Yesus berkata di atas salib, “Anak, Inilah Ibumu”.
Maria menjadi Amabilis, ketika dia berkata, “Yesus mereka kehabisan anggur”.
Maria menjadi Regna, ketika ia menyuruh para pelayan untuk mentaati apapun yang diminta Yesus.
Dia menjadi Immaculata ketika dia menyerahkan dirinya kepada Allah, “Aku ini adalah hamba Tuhan”.
Ia menjadi Admirabilis ketika ia memuji Tuhan, “Aku mengagungkan Tuhan”.
Di sinilah, menjadi tampak jelas bahwa Tuhan menghendaki kehidupan dan kesaksian Maria menjadi kabar sukacita ilahi bagi orang lain, sebagaimana disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, “Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang. Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” (2 Korintus 3:2-3).
Lalu, kita bisa belajar apa? Kita sebenarnya tidak diminta Tuhan Yesus datang ke gereja dengan konsep “5 D”. Apa maksudnya? “5 D” itu adalah , “Datang, Duduk , Diam, Dengar, Derma (baca: kolekte)”, tetapi kita perlu “5 P”, apa itu? “Persiapkan hati, Pikirkan baik-baik, Pelajari Sabda Tuhan, Pakai dalam kehidupan, dan Pergilah menjadi saksi Kristus”. Kalau begitu, seberapa pentingkah Menjadi Saksi Kristus? Lihatlah Kisah Para Rasul 1 : 8 “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Secara sederhana, seperti Maria, kita diajak siap menjadi saksi Kristus, yang bisa dimulai dari:
a. -Yerusalem: Menjadi saksi bagi keluarga sendiri dan saudara-saudara dalam satu gereja. Bagi orangtua, kakak, adik, opa, oma, suami, istri, anak-anak, cucu, mertua, menantu, paman, bibi.
b. -Yudea: Menjadi saksi bagi lingkungan masyarakat sekitar (non Kristen), tempat kuliah, tempat kerja, kampung/daerah dimana kita tinggal.
c. -Samaria: Menjadi saksi di Samaria, berarti menjadi saksi bagi lingkungan masyarakat tidak baik, lingkungan yang jahat, lingkungan yang tersingkirkan.
d. -Ujung bumi: Menjadi saksi disegala tempat, disetiap situasi dan keadaan yang bisa dibaca oleh setiap orang bahwa kita adalah murid Tuhan Yesus.
Jelaslah, bahwa kita dipanggil sebagai “Maria-Maria” jaman sekarang dimana saja, semacam surat-surat Kristus yang hidup, yang dapat dibaca oleh semua orang yang ada disekitar kita: di lingkungan masyarakat, sekolah, di tempat pekerjaan. Gereja sendiri sungguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada semua orang" (Ad Gentes 1): "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat 28:19-20).
Disinilah, seperti kehidupan Maria yang memberi pengaruh yang baik dan positif bagi orang lain, begitu pula hidup kita bukan? Semua perbuatan kita, seperti perbuatan Maria seharusnya merupakan sarana mengabarkan injil (kabar gembira/sukacita) kepada dunia, bukan?
Kini, siapkah kita menjadi saksi? Sebuah semboyan para ksatria Perang Salib, saya taruh sebagai penutup renungan ini, Deus vult! Tuhan menghendakinya!
=========
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar