Ads 468x60px

ANTOLOGI RENUNGAN H.I.K


HIK – HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN, IMAN, KASIH.
ANTOLOGI RENUNGAN H.I.K
1.
Kis 8:1b-8
Yoh 6:35-40
"Venite - Datanglah!"
Pernyataan "Aku adalah roti hidup" yang mengundang kita untuk datang kepadaNya adalah nubuat pertama dari 7 nubuat "Aku adalah" dalam Injil Yohanes (Bdk: “Bulan Bintang Matahari”, Kanisius, RJK). Pernyataan ini memberitahukan kita bahwa Kristus adalah makanan yang memelihara jiwa (Yoh 6:53).
Adapun 6 pernyataan lainnya adl:
"terang dunia" (Yoh 8:12),
"pintu" (Yoh 10:9),
"gembala baik" (Yoh 10:11,14),
"kebangkitan+hidup" (Yoh 11:25),
"jalan-kebenaran-hidup" (Yoh 14:6)
dan "pokok anggur yg benar" (Yoh 15:1,5).
Indahnya, Yesus sebagai "roti hidup" berjanji akan menerima semua orang yang datang kepada-Nya. Mereka yang datang kepada Yesus datang sebagai jawaban terhadap kasih karunia yang diberikan Allah dengan beberapa inti permenungan iman, al:
1) Bukan kehendak Allah bahwa seorang beriman jatuh dari kasih karunia (Gal 5:4) dan dengan demikian terpisah dari Allah; juga bukan kehendak-Nya jikalau ada orang binasa (2Pet 3:9) atau gagal datang kepada kebenaran dan diselamatkan (1Tim 2:4).
2) Akan tetapi, ada perbedaan besar di antara kehendak Allah yang sempurna dengan kehendak-Nya yang mengizinkan.
Dia tidak meniadakan tanggung jawab manusia untuk bertobat dan percaya sekalipun itu berarti kehendak-Nya yang sempurna tidak tercapai (Luk 19:41).
3) Keinginan Allah bahwa orang beriman akan dibangkitkan pada akhir zaman tidak membebaskan mereka dari tanggung jawab untuk menaati dan mendengarkan suara-Nya serta mengikuti-Nya (Yoh 10:27; 14:21).
Pastinya, “Semua orang yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu ia tidak akan Kubuang”.
Yesus mau mewujudkan kehendak Bapa di dalam hidupNya dengan menerima dan menebus semua orang yang datang kepadaNya.
Misi Yesus adalah menyelamatkan semua orang.
Bagaimana dengan kita?
"Makan bubur di Taman Sari - Mari menabur kasih stiap hari."
2.
Kis 2:36-41; Mzm 33:4-5.18-19.20.22; Yoh 20:11-18.
"Visio beatifica - Pandangan yang membahagiakan!"
Itulah yang dialami oleh Maria Magdalena sehingga ia bersaksi, "Aku telah melihat Tuhan!” Maria Magdalena sendiri adalah murid perempuan yang paling terkenal, yang tercatat dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Namanya disebut 12 kali dalam ke-4 Injil, kebanyakan pada saat penyaliban dan kebangkitan Yesus.
Henri-Dominique de Lacordaire, dalam “Sainte Marie Madeleine 1860”, malahan menegaskan: “Magdalena tak setinggi Petrus dalam hirarki tapi lebih dekat kepada Yesus melalui hatinya". Paus Gregorius juga mengatakan bahwa “Dia adalah seorang perempuan, yang menemukan hidup baru dalam Kristus.”
Beberapa sifat dasarnya sehingga bisa mendapatkan visio beatifica, antara lain:
a.Pertobatan:
Ia adalah wanita pendosa yang mengurapi kaki Yesus (Luk 7) dan yang dibebaskan dari 7 roh jahat (Luk 8). Ia adalah perempuan berdosa yang bertobat, yang memperoleh pengampunan sekaligus persahabatan dengan Kristus.
b.Perjuangan:
Ia berjuang menjadi saksi. Ia adalah saksi karya mukjizat dan ajaranNya (Luk 8:2); Saksi sengsara dan wafatNya (Mat 27:56; Mark 15:40,Yo 19:25); Saksi pemakamanNya (Mat 27:61, Mark 15:47) dan yang pasti ia menjadi saksi kebangkitan Yesus: melihat makam terbuka (Yoh 20:2), bertemu malaikat (Mat 28:1; Mark 16:1; Luk 24:10) dan bertemu dengan Yesus yang bangkit (Mat 28:1; Mark 16:9; Yoh 20:8). Dengan kata lain: Ia menjadi teladan bagi setiap orang yang dengan tulus hati berjuang menjadi saksi dan mengejar kekudusan, dalam bahasa Uskup Agung Genoa, Jacobus de Voragine, ia menjadi “illuminata et illuminatrix-Cerah dan Mencerahkan.”
c.Pengorbanan:
Ketika jenazah Yesus hilang dan ketika para murid pergi, Ia tetap tinggal sendirian dan menangis; terbakar oleh rasa kasih yang hebat pada Tuhannya. Ia yang tinggal sendirian untuk mencari Kristus adalah satu-satunya yang pertama melihat Dia. Karena pengorbanan dan ketekunan diperlukan dalam setiap perbuatan baik, seperti sang kebenaran mengatakan kepada kita: “orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.
"Makan nasi di Cikini - Mari bersaksi dan mengimani."
3.
Kis 13:14,43-52; Why 7:9,14b-17; Yoh 10:27-30,22
“Pastores Dabo Vobis - Aku memberikan kamu para gembala”.
Inilah salah satu janji Yesus yang bisa kita kenangkan pada Minggu Paskah IV yang sejak tahun 1963 juga dijadikan sebagai Hari Minggu Panggilan. Bacaan Injil jelasnya mengajak kita untuk merenungkan figur dan tutur Yesus sebagai “Gembala Baik” (Lat: Pastor Bonus).
Adapun tiga kebaikan dasarNya, yakni:
- menyelamatkan/salvator,
- menghidupkan/animator dan
- membebaskan/liberator.
Bersama dengan Minggu Panggilan inilah, kita juga terpanggil dan terpilih untuk menjadi “pastor bonus” yg mau berjuang menyelamatkan, menghidupkan dan membebaskan hidup setiap orang di sekitar kita, entah sebagai rasul-rasul awam maupun secara khusus sebagai imam, bruder, dan suster.
Adapun sebuah cara sederhana spy kita bs mjd “pastor bonus” adl “dia.lo.gue” (baca: dialog), yakni sebuah ruang perjumpaan diri kita dengan “the others", yang lain - liane” yang kaya dan terbuka akan kontak sosial, al:
a. ”Dia.lo.gue” dengan Tuhan:
Inti masa Paskah yang masih kita rayakan pada hari ini adl mengenangkan dan mensyukuri karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Dengan adanya kesadaran iman yang terus di dialogkan dalam doa dan olah rohani inilah, kita memiliki akar yang kuat untuk selalu BERSYUKUR karena telah diselamatkan. Inilah makna teologisnya.
b. ”Dia.lo.gue” dengan sesama:
Kesadaran dan syukur atas karya keselamatan Allah yang berlaku universal ini menumbuhkan semangat kita untuk juga terus BERBAGI dengan sesama, terlebih orang yang kecil dan tersingkir, tanpa pandang bulu dan suku, lintas agama, gaya dan budaya, tentunya demi keselamatan jiwa-jiwa, atau dalam bahasa Romo Mangun: “mengangkat manusia-memuliakan Allah”. Inilah juga yang diwartakan Paulus dan Barnabas dalam bacaan pertama (Kis 13:47), bahwa mereka juga diutus “menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah dan membawa keselamatan sampai ke ujung bumi” Inilah makna sosiologisnya.
c. ”Dia.lo.gue” dengan alam:
Universalitas keselamatan Allah juga ditegaskan dalam bacaan kedua, dimana Yohanes menyampaikan penglihatannya bahwa orang-orang yang diselamatkan itu “merupakan kumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku, kaum dan bahasa” (Why 7:9). Mereka yang telah mengalami keselamatan itu “tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi; matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi” (Why 7:16).
Yah, semua alam semesta dari pelbagai belahan dunia turut mengalami “syalom” karena telah turut diselamatkanNya. Kesadaran akan universalitas kasih Allah ini membuat kita juga seharusnya bisa selalu BERPEDULI terhadap alam sekitar. Inilah makna ekologisnya.
Adapun ketiga “dia.lo.gue” dasar ini mengandaikan sudah adanya juga kebiasaan untuk ber-“dia.lo.gue” dengan diri sendiri sebagai ruang untuk selalu ber-refleksi dan ber-instrospeksi.
Untuk melengkapi pelbagai “dia.lo.gue” di atas, baiklah kita ingat sepenggal pesan Bapa Suci Benedictus XVI (emeritus) untuk hari Minggu Panggilan: “Tuhan tinggal di tengah komunitas para murid, yaitu Gereja, dan hingga hari ini Dia masih memanggil orang-orang untuk mengikuti Diri-Nya. Panggilan dapat muncul setiap saat. Hari ini juga Yesus terus-menerus berkata: Datanglah ke mari dan ikutilah Aku”
“Naik skuter di Taman Sari - Ayo jadi suster dan masuk seminari”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui. Fiat Lux!
4.
Kis 12:24-13:5a;
Mzm 67:2-3,5,6,8;
Yoh 12:44-50
“Lumen Gentium - Terang Para Bangsa”.
Inilah salah satu judul dokumen Konsili Vatikan II yang terpenting bahwa Tuhan datang sebagai “Lux Aeterna – Terang Abadi”:
"Aku datang sebagai terang supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan."
Secara ideal, inilah misteri Allah yg harus kita maknai:
Belajar menerangi tanpa menyakiti, tegar menghangatkan tapi tidak menyilaukan
Secara real, kita senyatanya hidup di dunia yang gemerlap dengan terang “hedonis-egois dan materialis, dimana segala sesuatu kini terang-terangan menjadi sangat komersial sekaligus dangkal: Uang menjadi seakan ”hosti”, mall menjadi seakan “gereja”, komputer dan televisi menjadi seakan “tabernakel”, bahkan kedirian seakan menjadi “Tuhan” bagi sesama.
Di tengah terang dunia yang tidak benar-benar terang inilah, kita kadang turut masuk dalam pusaran dan lingkaran kegelapan.
Hidup menjadi seolah seperti komedi putar: makin cepat dan makin cepat, namun tidak bisa keluar dari putaran itu sendiri.
Dunia yang kita tinggali adalah dunia yang instan: ambil uang tinggal tekan tombol, ingin makan tinggal pesan di KFC atau Mc D, malas mencuci pakaian-langsung bawa ke laundry.
Jelasnya, kita hidup di dunia pasca-aksara, di mana mimpi dan kenyataan berlapis-lapis, yg nyata kadang seperti maya atau sebaliknya, yg maya mjd nyata.
Implikasinya: banyak orang beriman yang mengalami “malam gelap”: kaya harta tapi miskin cinta, cantik tapi kadang terjerat narkotik, sibuk "di luar" tapi hampa "di dalam",
terkenal tapi sebenarnya kesepian dan pelbagai topeng kepalsuan yang dialami oleh banyak pribadi dari pinggir desa sampai tengah kota.
Berangkat dari konteks real-aktual inilah, adapun tata nilai dasar yang saya usulkan supaya kita bisa menjadi “terang sejati” bagi yang lain adalah "4S", seperti yang saya tulis dalam buku “Via Veritas Vita”, al:
a."Solitude/Kesendirian”:
Bukankah Yesus punya kebiasaan untuk pergi dan sendirian bersama Allah di tempat yang sunyi?
Setiap kali kembali dari “persembunyiannya”, wajahnya menjadi bercahaya.
Harus diakui bahwa kita pasti memerlukan kesendirian “alone with GOD”-hanya bersama Allah yang sangat mencintai, supaya wajah kita juga bisa memancarkan terang Allah yang mendamaikan.
b."Silence/Keheningan”:
Bukankah seorang empu pembuat keris tidak hanya membuat pisau tajam berkelak-kelok belaka, tapi harus ada pamor nya?
Bukankah seorang penari tidak hanya menari dengan baik, tapi harus memiliki greget nya?
Dan, bukankah itu menjadi lebih ranum dan harum dalam keheningan?
c."Stillness/Ketenangan”:
“Lilin Lilin Kecil”. Inilah lagu yg mengajak kita untuk perlahan tapi pasti setia menanggalkan “gelap” dan mengenakan “terang”:
Yang lemah akan menjadi kuat-
yg kuat akan menjadi lemah,
yg skrg berjalan akan berhenti, dan yg skrg brdiri akan jatuh.
Siapa yang tenang tentu dialah yang siap “menang”, ya walau kadang terang kita diperdaya oleh iri dan dengki sesama, tapi kita diajak untuk berani terus menerus berdaya-cahaya dengan tenang, karena bukankah tepat kata Yeremia bahwa kita berharga di mataNya? (Bdk: Yer 29:11-14).
d."Simplicity/Kesederhanaan:
Bukankah lebih banyak orang yang jatuh dan salah arah, dari pada mereka yang berkembang?
Untuk sampai pada kesempurnaan hidup rohani, orang yang demikian harus mengalami proses 'dark night of the soul'.
Satu sikap yang paling utama untuk bisa berkembang mengatasi situasi itu adalah "simplicity"-kesderhanaan yang dekat-lekat dengan 'humility-kerendahan hati', karena membiarkan Allah yang benar-benar menyelenggarakannya.
Harapannya: In nomine Dei feliciter, dalam nama Tuhan semoga makin berbuah krn jelaslah kita hanyalah pantulan sinar dari matahari, hanyalah air yang mengalir dari sumbernya bukan?
"Sabun Lux ada di Tangerang - Fiat Lux jadilah terang!"
5.
Kis 13:44-52;
Mzm 98:1,2-3ab;
Yoh 14:7-14
“In Omnibus Quaerant Dei -
Dalam segala sesuatu menemukan Tuhan.”
Inilah harapan iman kita bahwa kita selalu bisa melihat Tuhan dalam keseharian. Permintaan Filipus kepada Yesus: “Tuhan, tunjukkan Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” mewakili kita yg kadang bingung tentang kehadiran Tuhan.
Yesus pun menjawab: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, Ia telah melihat Bapa.”
Lewat pertanyaan sederhana Filipus itulah, Penginjil Yohanes mau memaparkan cara Yesus menyatakan misteri dan identitas diri-Nya bahwa dalam diri Yesus, Allah yang tak kelihatan menjadi tampak: “Ecce homo et Deus est - Lihatlah manusia dan kamu akan melihat Tuhan”.
Menurut tradisi, Filipus sendiri dikenal sebagai penulis “Injil Filipus” yang ditemukan di Nag Hammadi dan penulis “Perbuatan-perbuatan Filipus”.
Adapun tiga sikap dasar Filipus yg bisa kita petik, al:
a. Sederhana:
Filipus adalah orang yang mempertemukan orang lain (Natanael) kepada Yesus.
Ia adalah seorang sederhana yang tertarik untuk lebih mengerti Yesus dan mengantar banyak orang kpd Yesus. Filipus lebih suka berbuat dari pada berbicara.
Ia tidak meladeni Natanael dan tidak mengajak orang-orang Yunani untuk berdiskusi adu ber-argumentasi, tetapi membawa mereka langsung pada intinya, yaitu bertemu dengan Yesus. Mempertemukan orang lain kepada Yesus merupakan pilihan hidupnya. Bahkan ketika merasa bingung karena tidak serta-merta bisa melihat dan mengenali Allah yang bersatu denganNya, ia langsung bertanya kepada Yesus.
Ya, begitu dia menghadirkan manusia, sekaligus dia
juga menghadirkan Allah; begitu dia melihat manusia, dia juga sekaligus melihat Allah.
Sederhana bukan?
b. Setia:
Filipus tetap mengikuti Yesus walau kadang ia merasa bingung dan tidak langsung mengerti tentang Yesus.
Ia tipikal orang yang tahan uji dan mudah percaya. Ia tetap setia menjadi muridNya, bahkan ketika krisis melanda murid-murid Yesus dan banyak yang mengundurkan diri serta tidak lagi mengikuti Yesus karena perkataan Yesus yang keras dan kadang tidak mudah dimengerti (Yoh 6:60-71).
c.Semangat:
Filipus itulah yang setelah kebangkitan Yesus, bersama dengan sebelas murid yang lain diutus menjadi rasul dan menerima kuasa untuk mewartakan Yesus yang bangkit.
Ia juga menerima pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kis 1:13; 2:1-4). Ia bersemangat mewartakan Injil di Perancis, Rusia Selatan, Asia Kecil dan India sampai dipenjarakan di Skitia.
Menurut Uskup Polikarpus dan Antiokhia dan Kiemens dan Aleksandria, Filipus dianiaya dan meninggal sebagai martir di Frigia — Hierapolis dengan disalibkan terbalik. Jenazahnya kemudian dibawa dan dikuburkan di Konstantinopel, lalu ke Roma. Pada abad ke-6 Paus Pelagius mendirikan Gereja yang didedikasikan kepada St. Filipus dan St. Yakobus Alfeus.
Gereja itu disebut “Gereja para Rasul Kudus” dan kedua jenazah mereka dimakamkan di bawah altar utama.
“Cari semangka di Tarsus-Kita bersuka punya Tuhan Yesus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar