Ads 468x60px

Libertas - Kemerdekaan!

Dan 3:14-20.24-25.28; Yoh 8:31-42.

"Libertas - Kemerdekaan!"
Inilah yang menjadi salah satu pesan inti hari ini bahwa: "setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa dan tidak tetap tinggal di rumah; yang tetap tinggal dalam rumah adalah anak. Bila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka."
Hari ini bangsa kita juga menyelenggarakan pemilu legislatif sebagai bangsa yang merdeka. Adapun pemilu yang ke-11 sejak bangsa kita merdeka ini mengajak kita untuk selalu mengisi kemerdekaan dengan keterlibatan dan keberpihakan. Itu sebabnya Johann Baptist Metz, seorang teolog politik pernah memberikan definisi tersingkat dari agama yaitu
interupsi/unterbrechung/keterlibatan. Agama itu berangkat dari interupsi Allahke tengah dunia yg carut marut. Agama mengkhianati panggilannya bilaberhenti membuat interupsi, bukan? Jelasnya, kita sbg anak-anak Allah yang merdeka juga perlu terus melakukan interupsi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap dunia yg ada di sekitar.
Dalam intensi seperti ini, kita sebagai warga gereja yang merdeka hendaknya tidak meninggalkan sesama di pinggir jalan sendirian, tapi mestinya menjadi gereja yang merdeka, yang hadir dan mengalir di tengah pasar, tidak melulu di altar dan mimbar. Memang, dalam bahasa Rm Mangun, kita kerap seperti ‘Putri Duyung Yang Mendamba’, di satu sisi mau mencapai bintang di langit dengan lengan-lengan manusianya, tapi kakinya masih tertangkap dalam air dan terbungkus sirip ikan. Disinilah kita tidak usah menanti sempurna tapi harus terus menyuarakan hati nurani, wahyu Ilahi dan nilai kemanusiaan, sehingga kita sungguh menghorisontalkan kerajaanNya: “Gaudere cum gaudentibus, et fiere cum fientibus - Bersukacita dengan yang bersukacita dan menangis dengan yang menangis". Jelasnya, Tuhan ingin kita terlibat di tengah gulat geliat kehidupan dan mau menghidup-kembangkan iman sebagai sebuahinterupsi untuk selalu menghadirkan kemerdekaan sebagai anak anak Allah.
"Ada penculik cari cuka - Jadilah orang Katolik yang merdeka!"
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Ecclesia semper reformanda -Gereja harus selalu diperbarui."
Johann Baptist Metz, seorangteolog politik yang ingin selalu memperbarui gereja pernah memberikan definisi tersingkat dari agama, yaitu interupsi (Unterbrechung). Agama itu berangkat dari interupsi Allah ke tengah dunia. Agama itu hadir sebagai satu bentuk interupsi di tengah dunia yang carut marut.
Agama-agama mengkhianati panggilannya apabila mereka berhenti membuat interupsi, bukan?Bagi saya, jelas bahwa Gereja kita juga perlu terus melakukan interupsi, baik terhadap dunianya sendiri maupun terhadap dunia yang ada di sekitarnya.
Dalam intensi seperti ini, Gereja dengan segala interupsinya hendaknya tidakmeninggalkan manusia di pinggir jalan sendirian, mestinya menjadi gereja yang hadir dan mengalir di tengah pasar, tidak melulu di altar dan mimbar. De facto, dalam bahasa Rm Mangun, kita itu memang seperti ‘Putri Duyung Yang Mendamba’ ... di satu sisi, mau mencapai bintang di langit dengan lengan-lengan manusianya, tetapi kakinya masih tertangkap dalam air dan terbungkus sirip ikan.”
Disinilah kita harus terus menyuarakan hati nurani kolektif, sabda, wahyu Ilahi, kemanusiaan, dan jawaban manusia sehingga apa yang diharapkan sungguh menjadi kenyataan bagi dunia, menghorisontalkan kerajaanNya: “Gaudere cum gaudentibus, et fiere cum fientibus-Bersukacitalah dengan yang bersukacita dan menangislah dengan yang menangis".
Jelasnya, Tuhan ingin kita terlibat di tengah gulat geliat kehidupan secara terbuka. Tuhan juga tidak pernah memisah-misahkan apalagi mengotak-kotakkan Gerejanya, bukankah kita yang kerap malah mengotak-kotakkannya? Kiranya, kita juga mau untuk terus menghidup-kembangkan iman sebagai sebuah interupsi yang nyata. Deus vult! Tuhan menghendakinya!
2.
“In Memoriam".
Romo Mangun adalah seorang rohaniwan-cendekiawan dan budayawan yang selalu me-nama-kan arus politiknya sebagai "politik hati nurani", yang tampak dalam pernyataannya sbb:
"Memanglah ada dua paradigma dan pengertian dan pengartian dasar politik.
Yang pertama lebih terkenal dan biasanya dikira satu-satunya, yakni politik dalam aspek kekuasaan; penyelenggaraan kekuasaan, pemilihan, pertahanan, perebutan, penikmatan, pelestarian, status quo kekuasaan dan seterusnya; pendek kata, segala yang menyangkut "power"; termasuk kekuasaan mental, spiritual, rohani dan agama, yakni yang berciri pemaksaan/hegemoni kehendak oleh pihak yang lebih kuat kepada yang lemah. Lazimnya khalayak ramai mengartikan politik melulu dalam arti pertama ini sehingga ada ucapan yang terbang di mana-mana: “politik itu kotor”.
Namun bagi orang terpelajar, ada politik berparadigma ke-2 yang sebenarnya lebih asli dan otentik, bisa ilmiah tapi dengan praksis ataupun sesuai kodrat alam manusia dan masyarakat (tapi kurang terkenal populer), yakni politik dalam arti: segala usaha demi kepentingan dan kesejahteraan umum; jasmani dan rohani. Bukan untuk kepentingan golongan saya atau faksi dia, atau partai itu atau umat agama tertentu, akan tetapi demi kepentingan dan kesejahteraan umum, semua warga bahkan universal semua bangsa, tanpa pandangsiapa dan golongan, luas; misalnya, sila ke-2 (kemanusiaan yang adil dan beradab), sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat). Juga demi perdamaian, kemerdekaan dan nilai-nilai moral, kebenaran, dan sebagainya demi tata hidup bersama yang membangun iklim budaya mulia, budi pekerti tinggi, yang menyemarakkan kesetiakawanan dan menumpas egoisme, individualis maupun kolektivisme yang mencekik serta penghapusan hukum rimba survival of the fittest, dan sebagainya dan seterusnya.Ini politik dalam arti asli kodrat dan alami, demi kehidupan dan penghidupan bersama yang menciptakan kesejahteraan umum atau politik dalam dimensi utuh, moral dan iman."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar