Ads 468x60px

100 Tahun Fatima: EPILOG: Admiranda et Amanda

EPILOG
Admiranda et Amanda

Inilah salah satu dari pelbagai keutamaan yang diberikan kepada seorang wanita utama bernama Maria yang kerap berjubah biru dalam wajah pasrah-haru. Ia sungguh “dikagumi” sekaligus “dicintai”: O clemens, o pia, o dulcis Virgo Maria. Ia Perawan yang rahim, penuh belas kasihan dan manis. 

Bunda kita, yang dalam buku ini disebut “Maria Fatima”, senantiasa hadir untuk segarkan yang lelah, tenangkan yang resah, lipurkan yang sendu dan hidupkan yang layu. Ia adalah gejala yang menakjubkan. Di tengah segala macam budaya patriarki, Maria menjulang dan bercahaya. Tak satu bintang pun meredupkannya. Ia terus hadir tanpa banyak bicara, mengiringi perjalanan Gereja dengan segala ruwet rentengnya. 


Ya, Bunda Maria yang dikagumi sekaligus dicintai adalah nama yang saat disebutkan tak mengenal akhir, de Maria numquam satis! Lebih dari dibicarakan, melainkan diteladani, diikuti, di-eja wantah-kan, dibumikan secara aktual saat ini atau sampai nanti saat Putranya datang lagi. Bunda Maria adalah segalanya, dan segala kekatolikan terkait dengan Bunda Maria.  O Sancta simplicitas!

Yang pasti, buku “100 Tahun Fatima – Sebuah Memoar” ini tidak hadir di langit sana atau di awan-awan. Ia hadir di atas bumi sekarang ini. Ia masuk ke dalam kancah tawa dan tangis hidup di zaman ini, dan di dunia ini. Adapun buku “100 Tahun Fatima – Sebuah Memoar” ini merupakan sebuah persembahan sederhana untuk Bunda Maria yang “tremendum et fascinosum” – menggentarkan sekaligus menggetarkan karena selalu “turun tangan” meneguh-kokohkan carut marut dan ruwet renteng perjalanan hidup saya sebagai seorang imam muda di sebuah negeri  kaya raya bernama Indonesia. 

Lewat buku sederhana inilah, saya juga ingin mengajak semua orang untuk semakin yakin ber-“tribute” kepada Maria Fatima, walaupun memang tak akan pernah cukup adanya. Dalam kata-kata Abbas Francone: “puji-pujian kepada Maria merupakan suatu sumber yang tak habis-habisnya: semakin diperluas semakin penuh, dan semakin engkau mengisinya semakin terlebih lagi ia diperluas” (“Laus Mariae fons est indeficiens, qui, quanto longius extenditur, tanto amplius impletur, et quanto amplius impletur, tanto latius dilatatur.”). 

Pastinya, Bunda Maria memang hanya mempunyai satu gagasan. Satu-satunya gagasan, sederhana tapi luhur tiada hingganya, yaitu: Maria selalu “memikirkan” Tuhan: Ia “memikirkan Tuhan” lewat Yesus, dan ia juga memikirkan Tuhan dalam dan bersama Yesus. Lewat jalan biasa inilah, tanpa mukjizat dan tanpa ekstase, Maria telah berjalan untuk memandu kita menuju surga. 

Akhir kata, semoga dengan hadirnya sintesa sederhana tentang dan bersama Bunda Maria Fatima dalam buku  “100 Tahun Fatima – Sebuah Memoar” ini, kita bisa semakin disadarkan sekaligus disandarkan untuk selalu menempatkan diri sebagai anak yang membutuhkan “BUNDA” (Ibu, Jw: simbok, Ing: mother, mom, Lat: mater). 


Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
@Rm Jost Kokoh Prihatanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar