Ads 468x60px

100 Tahun Fatima: Malaikat Turun Ke Bumi

Salve, Regina, Mater misericordiae!
Vita, Dulcedo, et Spes nostra!
Salve.
Salam, ya Ratu, ya Bunda Kerahiman!
Hidup, penghiburan  dan pengharapan kami.
Salam.

Pada tahun 1916, di sebuah pedesaan Portugal, adalah hal yang biasa bagi anak-anak untuk menggembalakan ternak keluarga mereka ke padang rumput.
Inilah juga yang sering dilakukan anak-anak keluarga Marto dan Santos,
yang bersepupu: Lucia Santos, Francisco Marto dan Jacinta Marto.


Seringkali, tiga sekawan dari Fatima ini, Lucia, Francisco dan adiknya Jacinta, dengan senang hati melakukan tugas ini. Mereka riang gembira karena berkesempatan untuk bisa bermain di luar rumah sembari membawa domba-domba mereka merumput.

Biasanya, mereka juga membawa beberapa ekor domba keluarga mereka untuk merumput di lahan-lahan kecil milik orang tua mereka di bagian lain di dataran tinggi pegunungan desa Fatima, (dimana terdapat gereja paroki) dan Aljustrel (tempat tinggal anak-anak itu).

Dua tempat yang paling sering mereka datangi adalah bukit yang menghadap Aljustrel, dekat sebuah tonjolan yang disebut Loca do Cabeco dan Cova da Iria yang terletak sedikit di luar desa Fátima.

Di dua tempat inilah, terjadi penampakan “Maria Fatima”, yang kemudian akan mengubah perjalanan hidup anak-anak ini dan sejarah dunia abad ke-20.

==========

DICERITAKAN OLEH LUCIA :
Pada waktu itu, kami pergi ke lahan tanah perumahan orang tua saya, yang terletak di bawah Cabeco, menghadap ke timur. Tempat ini disebut Chousa Velha.

Sekitar pertengahan pagi itu, mulai turun gerimis dan kami naik ke bukit, diikuti oleh domba-domba kami, mencari tempat untuk berteduh.
Dan itulah saat pertama-kalinya kami masuk ke tempat, yaitu di tengah kebun zaitun milik bapak permandian saya, Anastacio. Darisanalah bisa terlihat desa kelahiran saya, rumah ayah, dan juga Casa Velha dan Eira da Pedra.
Kebun zaitun milik orang-orang lain, terentang sepanjang tempat ini.

Kami lalu menghabiskan sepanjang hari di sana, walau hujan telah berhenti dan matahari kembali bersinar di langit cerah.
Kami memakan bekal siang dan berdoa rosario.
Setelahnya, kami mulai bermain-main dengan kerikil.

Hanya sesaat kemudian, angin kencang mulai menggoyangkan pohon-pohon dan kami menengok ke atas untuk melihat apa yang terjadi, karena waktu itu adalah hari yang tenang.

Dan kemudian kami mulai melihat, di kejauhan, di atas pohon yang membentang sampai ke timur, suatu cahaya yang lebih putih daripada salju dalam bentuk seorang pemuda, tembus pandang, dan sebening kristal di bawah sinar matahari.

Saat ia datang mendekat, kami dapat melihat wajahnya. Kami sangat keheranan, takjub dan takzim, “speechless”, tak dapat berkata apapun satu sama lain.

Dia berkata:
“Jangan takut. Akulah malaikat perdamaian. Berdoalah denganku.”

Dia berlutut, membungkukkan kepalanya ke tanah. Suatu dorongan dari dalam hati membuat kami melakukan hal yang sama, dan mengulangi mengucapkan kata-kata yang dia ucapkan:

“Tuhan, aku percaya, aku menyembah, aku berharap, dan aku mengasihi Engkau. Aku memintakan ampun bagi mereka yang tidak percaya, yang tidak menyembah, yang tidak berharap, dan tidak mencintai-Mu.”

Setelah mengulangi doa ini tiga kali malaikat itu bangkit dan berkata kepada kami:
“Berdoalah seperti ini. Hati Yesus dan Maria siap untuk mendengarkanmu.”

Lalu dia menghilang. Dia meninggalkan kami dalam suasana ilahi yang begitu kuat bagi kami untuk waktu yang lama sampai kami tidak menyadari keberadaan kami sendiri. Kehadiran Yang Ilahi terasa begitu kuat dan dalam sehingga kami tak dapat berbicara bahkan di antara kami sendiri.

Sampai pada hari berikutnya, suasana yang sama ini masih menyelubungi kami, dan baru kemudian secara bertahap menjadi berkurang dan menghilang.

Tak satu pun dari kami terpikir untuk membicarakan tentang peristiwa itu walau tidak saling berjanji untuk merahasiakannya, kami menjadi diam dengan sendirinya.

==========

Adapun efek dari penampakan malaikat terhadap ketiga anak ini sangat berbeda dari pengalaman penampakan Bunda Maria pada tahun berikutnya.

Menurut pengakuan Lucia:
 “Aku tidak tahu mengapa, tapi penampakan Bunda Maria memiliki efek terhadap kami yang cukup berbeda dari penampakan malaikat. Kami merasakan rasa kebahagiaan mendalam yang sama, damai dan sukacita, tapi Bunda Maria lebih membawa suatu perasaan dan dorongan kebebasan; dan bukan rasa kehampaan di hadapan ilahi, kami sangat merasa bersukacita dalam kegembiraan yang penuh. Tidak ada kesulitan berbicara pada kemunculan Bunda Maria, bahkan saya merasa ada hasrat untuk terus bisa berkomunikasi.”


Perbedaan ini mungkin bisa dijelaskan demikian :
Para malaikat, keberadaan mereka bersama-sama dengan Tuhan memiliki sifat rohani yang tidak tercampur dengan keduniawian. Kebaikan diri mereka, penuh dengan keilahian sesuai dengan tingkat kemuliaan yang diberikan Tuhan kepada mereka masing-masing. Mereka memancarkan kesucian tanpa cela, walau tergantung juga dari kemampuan penerimaan manusianya terhadap mereka. Bukan tanpa alasan bahwa Alkitab menunjukkan; kemunculan seorang malaikat kepada manusia mudah disalahsangka sebagai kemunculan Allah sendiri (Wahyu 19:10, 22: 9).

Sedangkan pada Bunda Maria, meskipun kemuliaannya lebih besar daripada malaikat tertinggi, selubung kemanusiaannya yang mulia terasa akrab, seperti sifat kemanusiaan yang dipancarkan Tuhan kita, bahkan setelah kebangkitan-Nya.

Malaikat ini muncul dalam bentuk yang lebih sederhana, disesuaikan dengan tujuan ilahi untuk mengungkapkan sesuatu dari kekudusan Allah kepada anak-anak. 

Lucia memberitahu kepada kita; pengaruh yang lama terhadap mereka :
“Kata-kata malaikat itu meresap begitu dalam ke alam pikiran kami dan tak terlupakan, dan pernah kami berlutut begitu lama mengulangi kata-katanya sampai kami sendiri jatuh kelelahan, dan malaikat itu langsung muncul lagi di dekat kami serta berkata: “Apa yang kamu lakukan? Kalian harus berdoa! Berdoalah. Hati Yesus dan Maria penuh dengan belas kasihan untuk kalian. Kalian harus mempersembahkan doa-doa dan pengorbanan kepada Allah, Yang Maha Tinggi.”

"Tapi bagaimana cara kami berkorban?" tanyaku.

"Dalam setiap hal, kamu dapat mempersembahkan korban kepada Allah sebagai silih bagi dosa-dosa dimana Dia telah dihina, dan memohonkan untuk orang-orang berdosa. Dengan cara ini kamu akan membawa perdamaian ke negaramu, karena akulah malaikat penjaga. Di atas semuanya, tanggunglah dan terimalah dengan kesabaran akan penderitaan yang akan Tuhan kirimkan pada kalian."

Adapun penampakan ini memberi efek mendalam yang sama, seperti yang mereka dapatkan dari penampakan yang pertama kali. Francisco, yang dari keseluruhan penampakan, baik dari malaikat dan Bunda Maria, -dapat melihat namun tidak dapat mendengar-, tidak berhasil 'mengorek" dari para gadis; kata-kata yang diucapkan malaikat kepada mereka sampai pada hari berikutnya.

Lucia mengatakan:
“Kata-kata malaikat terbenam ke dalam jiwa kami seperti nyala obor, menunjukkan tentang siapa itu Tuhan, bagaimana kasih-Nya kepada kita, dan bagaimana Ia menginginkan kita untuk mengasihi-Nya juga; Nilai-nilai pengorbanan dan bagaimana hal itu menyenangkan hati-Nya; 
bagaimana Ia menerimanya untuk pertobatan para pendosa. Itulah sebabnya sejak saat itu kami mulai mempersembahkan kepadaNya apapun yang dapat kami korbankan.

Setelah kami mengulangi doa ini (saya tidak tahu berapa kali), kami melihat cahaya aneh di atas kami. Kami mengangkat kepala untuk melihat apa yang terjadi.

Malaikat memegang di tangan kirinya; piala, dan di atasnya, di udara, adalah sebuah hosti yang  meneteskan darah yang jatuh ke dalam piala. Malaikat meninggalkan piala itu di udara, berlutut di dekat kami dan memberitahu kami untuk mengulangnya sebanyak tiga kali:

"Tritunggal Maha Kudus: Bapa, Putra, dan Roh Kudus, aku menyembah-Mu dengan mendalam, dan aku mempersembahkan kepada-Mu; Tubuh Paling Berharga, Darah, Jiwa dan Keilahian Yesus Kristus, hadir di semua tabernakel di dunia, silih untuk penghinaan, sakrilegi dan pengabaian yang karenanya telah menghina Dia. Dan oleh kebaikan tak terhingga dari Hati Suci-Nya dan Hati Maria Tak Bernoda, aku mohonkan pertobatan bagi para pendosa yang malang."

Setelah itu ia bangkit, mengambil lagi piala dan hosti tadi dengan tangannya.
Ia memberikan hosti kepadaku dan isi piala ia berikan kepada Jacinta dan Francisco, dan pada saat yang sama ia mengatakan,
"Makan dan minumlah Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang telah sangat dihina oleh orang-orang yang tidak tahu berterima kasih. Persembahkanlah doa demi mereka dan untuk menghibur Allah."

Sekali lagi ia membungkuk ke tanah sambil mengulangi bersama kami doa yang sama tiga kali:
"Oh, Tritunggal Maha Kudus,...",  lalu ia menghilang.
Terlingkupi penuh oleh suasana yang begitu ilahi, kami menirukan malaikat itu dalam segala hal, berlutut dan bersujud seperti yang ia lakukan serta mengulangi kata-kata doanya.

Itulah cara yang diajarkan Malaikat tentang berdoa, tentang menanggung penderitaan, dan doktrin Ekaristi Kudus, dan diperkuat oleh "Roti Para Malaikat". Dan, dengan itulah menjadi jelas bahwa anak-anak dari Fátima disiapkan untuk kunjungan Ratu Rosario, Santa Perawan Maria Tak Bernoda.

======

“Hendaklah kita mencari rahmat, dan marilah kita mencarinya melalui Maria.”


Salam Bintang Laut, Cahaya Nirmala
Tolonglah yang papa
Bimbinglah yang buta
Hiburlah yang duka
Sembuhkan yang luka

Salam Bintang Laut, Cahaya Nirmala
Bantulah yang jatuh
Dampingilah yang teguh.
Kuatkanlah yang rapuh
Bangunkanlah yang runtuh

Salam Bintang Laut, Cahaya Nirmala
Dengarkanlah kami semua
Yang bermohon dan berdoa, dengan hati yang percaya
Bila ditimpa bencana, kami mohon pertolongan
Bila terancam dosa, kami mohon perlindungan
Bila senja hidup tiba, kami mohon penyertaan

Salam Bintang Laut, Cahaya Nirmala
Kami mohon pengharapan,
Kami mohon iman,
Kami mohon kasih
Izinkanlah kami meneladani jejakmu dengan gembira
Tariklah kami mengikuti engkau dalam harum kesucian.
Ya Bintang Laut, Cahaya Nirmala 
(RJK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar