Ads 468x60px

100 Tahun Fatima: Para Saksi Mata

Salam, ya Ratu surgawi
Salam, Bunda Putra Ilahi
Darimulah hidup kami
Memperoleh terang suci
Bersukalah, ya Maria
Bunda yang paling jelita
Hiduplah, Bunda mulia
Doakanlah kami semua.”
(Ofisi Singkat SP Maria)

KESAKSIAN PARA SAKSI MATA :
Voyes comme’est simple, il suffit d’aimer
lihatlah bagaimana sederhananya semua yang kau lakukan untuk mencintai


O Seculo (Koran Lisbon yang pro pemerintah, anti-hirarki) :
“Dari jalan, dimana kendaraan-kendaraan diparkir dan ratusan orang (yang tidak berani masuk ke tanah berlumpur) berkumpul, orang bisa melihat cahaya besar menuju ke arah matahari, yang terlihat berasal dari puncak awan.
Matahari dapat terlihat langsung oleh mata tanpa membuat membuat silau.
Tampak seperti plakat perak dan sepertinya telah terjadi gerhana.
Orang-orang berseru, "Sebuah keajaiban! Keajaiban!!"

Di hadapan pandangan keheranan dari orang-orang yang bersemangat,
tiba-tiba matahari bergetar, membuat gerakan tiba-tiba yang luar biasa yang tidak dapat dijelaskan dalam hukum pergerakan alam semesta; matahari bergerak naik turun berputar-putar, seperti "menari".


Berdiri pada sebuah mobil van, ada seorang pria tua.
Dengan wajahnya menghadap ke matahari, ia mengucapkan "Credo- Aku Percaya" dengan suara nyaring. Aku bertanya siapa dia, dan diberitahu, itu adalah Senhor Joao da Cunha Vasconcelos.

Aku melihat, kemudian dia menegur beberapa orang yang berdiri di dekatnya, orang-orang yang masih memakai topi mereka. Ia bersikeras meminta mereka untuk membuka topinya di hadapan fenomen alam yang luar biasa atas kehadiran Tuhan.

Hal yang sama terjadi di sekitar, di salah satu tempat seorang wanita berteriak: "Betapa buruknya ! Bagaimana bisa, ada pria-pria yang bahkan yang tidak membuka topi mereka di hadapan keajaiban luar biasa ini."

Orang-orang kemudian mulai saling bertanya dan membandingkan satu sama lain, apa yang telah mereka lihat. Sebagian besar mengaku melihat matahari bergetar dan menari, yang lain lagi merasa melihat wajah Bunda Maria;
yang lain lagi, bersumpah melihat matahari berputar dan turun ke permukaan bumi seakan hendak membakarnya dengan sinarnya. Orang lain lagi mengatakan mereka melihat sinar matahari berubah-ubah warna secara menakjubkan.”
==========


O Dia (Harian Lisbon, edisi 17 Oktober 1917)
“Pada pukul satu tengah hari, hujan berhenti. Langit berwarna abu-abu mutiara, luas menghampar diterangi cahaya aneh. Matahari diselubungi suatu selubung tipis tembus pandang sehingga bisa dilihat dengan mudah dengan mata telanjang.

Warna abu-abu langit lalu berubah menjadi bagaikan lembaran perak yang kemudian terkoyak oleh awan dan matahari perak, diselimuti cahaya abu-abu tipis, terlihat berputar dan bergerak membuat gerakan lingkaran pada awan.
Semua orang bersuara takjub dan orang-orang jatuh berlutut di tanah berlumpur.

Cahaya kemudian berubah menjadi warna biru yang indah, (dan seakan-akan seperti cahaya yang menembus jendela kaca Gereja Katedral), menyinari orang-orang yang berlutut dengan tangan terentang. Cahaya biru pudar perlahan, dan kemudian cahaya berganti warna, tampak seperti melalui kaca kuning. Warna kuningnya jatuh di atas saputangan putih, di atas gaun-gaun para wanita, pada pepohonan, pada batu dan pada lembah.

Orang-orang menangis dan berdoa dengan kepala mereka tanpa tudungan,
di hadapan mukjizat yang telah mereka nantikan. Beberapa menit itu terasa seperti beberapa jam, dan sangat nyata.”
==========


Ti Marto (ayah dari Jacinta dan Francisco) :
“Kita dapat dengan mudah menatap matahari, yang karena sebab tertentu, tidak menyilaukan mata. Matahari nampaknya berkedip-kedip, dengan cara yang berbeda-beda. Sinarnya menyinari ke berbagai arah, ke pepohonan, orang-orang, udara, tanah, dengan warna yang berbeda-beda.

Tapi apa yang paling luar biasa, saya pikir, adalah bahwa matahari tidak menyakiti mata kita. Semuanya orang diam dan tenang, dan melihat ke atas.
Kemudian pada saat tertentu, matahari nampak berhenti berputar,
lalu mulai bergerak dan menari di langit, sampai tampaknya bagai terlepas dari tempatnya dan seakan hendak jatuh menimpa kita, itu adalah saat yang mengerikan.”
==========

Maria de Capelinha (salah satu dari orang-orang percaya yang paling awal) :
“Matahari berubah-ubah warna, kuning, biru, dan putih, kemudian berguncang dan bergetar, tampak seperti roda api yang akan jatuh pada orang-orang.
Mereka mulai berteriak, "Kita semua akan terbunuh!"

Yang lainnya berseru-seru kepada Bunda Maria untuk menyelamatkan mereka. Mereka membacakan doa tobat. Seorang wanita berlutut dan mulai mengakui dosa-dosanya dengan suara keras, mengatakan bahwa dia telah melakukan ini dan itu.

Ketika akhirnya matahari berhenti melompat-lompat dan bergerak, kami semua bernapas lega. Kami masih hidup, dan keajaiban yang telah diramalkan anak-anak telah dilihat oleh semua orang.”

Hari itu, saya melihat ke tempat penampakan dengan diam, mengharapkan sesuatu terjadi, dengan rasa ingin tahu yang semakin memudar karena waktu sudah lama berlalu dan tidak terjadi apapun.

Kemudian saya mendengar teriakan dan orang banyak tiba-tiba membalikkan punggung dan mengarahkan pandangan ke sisi yang lain dari langit.

Saat itu sekitar pukul dua tengah hari. Beberapa saat sebelumnya, matahari telah menembus lapisan tebal awan yang menyembunyikannya, dan bersinar dengan jelas dan terang. Matahari kemudian terlihat bagai sebuah disc yang bersih, bercahaya dan bersinar, tetapi yang tidak menyakiti mata. Saya tidak setuju dengan pendapat lain bahwa itu terlihat bagai piringan perak kusam.

Ia jelas, jernih, berwarna terang, sedikit berkilau mutiara.
Ia tidak sedikitpun menyerupai bulan pada malam yang cerah. Ia terasa hidup. Ia sama sekali tidak berbentuk seperti bulan, juga tidak berwarna yang sama.
Ia tampak seperti roda mengkilap terbuat dari mutiara, juga tidak bisa disamakan dengan seperti memandangnya lewat kabut. (dan saat itu sedang tidak ada kabut). Ia tidak buram, atau terselubung. Ia memberi cahaya dan panas, dan muncul dengan jelas.

Di langit terdapat awan tipis-tipis dengan sedikit warna biru di sana-sini, tapi cahaya matahari jelas di langit yang cerah. Awan bergerak dari barat ke timur dan tidak mengaburkan cahaya matahari, awan seakan bergerak lewat di belakang matahari, warna putihnya menjadi bernada biru dan merah muda ketika melewatinya.

Adalah hal luar biasa bahwa orang dapat melihat cahaya dan panas ini tanpa merasa sakit di mata atau menyilaukan retina, hanya dua kali saja pengecualian ketika nampaknya matahari menyemburkan panas dan terang yang besar yang membuat orang harus berpaling sesaat. Fenomena ini berlangsung terus sekitar sepuluh menit. Gerakan matahari, teratur, bukanlah seperti berputar-putar sendiri tanpa pusaran.

Lalu, tiba-tiba, orang-orang menjerit ketakutan, ketika matahari berputar liar, tampaknya seakan terlepas dari cakrawala dan hendak menghantam bumi dengan kekuatannya. Saat itu sangat mengerikan.

Selama fenomena matahari berlangsung, terjadi perubahan warna di udara.
Saya melihat bahwa segala sesuatu di sekitar menjadi lebih gelap.
Saya pertama melihat obyek terdekat dan kemudian mengarahkan pandangan lebih jauh sejauh cakrawala, saya melihat semuanya dalam cahaya warna-warni keunguan.

Benda-benda di sekitar saya, langit dan udara, berwarna sama.
Pohon oak terdekat pun mempunyai bayangan warna ini di tanah.
Kuatir bahwa mata saya terganggu,-karena tidaklah mungkin semua obyek terlihat dalam warna keunguan-, saya berbalik dan menutupi mata dengan tangan, namun ketika saya membuka mata kembali, semuanya masih terlihat dalam warna keunguan.

Segera setelahnya, saya mendengar seorang petani yang berada di dekat saya berteriak dengan nada keheranan: "Lihat, wanita itu menjadi kuning!"
Dan bahkan segala sesuatu yang lain, baik dekat dan jauh, telah berubah, menjadi berwarna kuning tua. Orang tampak seolah-olah mereka menderita sakit kuning, dan saya ingat merasa geli saat melihat mereka terlihat sangat jelek dan tidak menarik. Tangan saya sendiri juga berwarna sama.

Semua fenomena yang telah saya uraikan, diamati oleh saya dalam keadaan sadar, tenang dan pikiran jernih, dan tanpa gangguan emosional apapun.
Biarlah orang lain bisa mengartikannya sendiri; apakah itu yang telah terjadi.”
==========

Dr. Domingos Coelho (dilaporkan di koran Ordem) :
“Matahari, pada satu saat, dikelilingi dengan cahaya berwarna merah,
di saat lain dengan warna kuning dan ungu tua, nampak dalam gerakan sangat cepat dan berputar-putar, dan pada suatu saat bagai hendak jatuh dari langit dan mendekati bumi, memancarkan panas dengan kuat.”
==========


Pastor Manuel Pereira da Silva (dalam suratnya kepada seorang teman) :
“Matahari muncul dengan lingkaran penuh dan seolah-olah berada sama tinggi dengan awan lalu mulai berputar-putar seperti bola api. Ini berlangsung sekitar delapan menit. Suasana di udara menggelap dan orang-orang disinari cahaya kuning. Semua orang berlutut bahkan dalam lumpur.”
==========

Senhor Alfredo da Silva Santos (Lisbon) :
“Kami telah merencanakannya, dan pergi dengan tiga mobil pada pagi hari tanggal 13 Oktober itu. Ada kabut tebal, dan mobil yang berada di paling depan ternyata salah jalan sehingga kami semua kehilangan waktu dan baru tiba di Cova da Iria pada tengah hari. Disana sudah benar-benar penuh sesak dengan orang, tapi saya tidak merasakan ada perasaan atau suasana religius.

Ketika Lucia berseru: "Lihatlah matahari!" perkataan itu diulang-ulang setiap orang: "lihat matahari!"

Hari itu bergerimis panjang, namun hujan telah berhenti sesaat sebelum kejadian itu. Saya sungguh sulit memakai kata-kata untuk menggambarkan apa yang kemudian terjadi. Matahari mulai bergerak, dan pada suatu saat tampaknya seperti terlepas dari langit dan meluncur bagai hendak menghantam kami seperti roda api.

Istri saya (kami baru saja menikah belum lama) pingsan, dan saya terlalu emosional untuk menolongnya, sehingga ipar saya-lah, Joao Vassalo, yang memeganginya.

Saya jatuh berlutut, merasa bingung dan kacau akan segala yang telah terjadi, dan ketika bangun, saya tidak tahu apa yang saya ucapkan. Rasanya saat itu saya juga mulai menangis seperti orang-orang lain. Seorang pria tua dengan janggut putih mulai menyerang dengan lantang para ateis dan menantang mereka untuk mengatakan apakah ada atau tidak sesuatu yang supernatural telah terjadi.”
==========


Alfonso Lopes Vieira (berada dari jarak hampir 25 mil) :
“Pada hari itu 13 Oktober 1917, tanpa menghubungkannya dengan ramalan anak-anak Fatima, saya terpesona oleh apa yang terlihat di langit,
sesuatu yang luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saya melihatnya dari beranda rumah saya, berjarak sekitar 25 mil dari Fatima.”
==============

Pastor Ignacio Lorenco (Alburitel, 11 mil jauhnya) :
“Saya berusia sembilan tahun saat itu, dan bersekolah di desa setempat.
Pada sekitar tengah hari kami dikejutkan oleh teriakan dan tangisan orang-orang yang lewat di jalan di depan sekolah.

Guru kami, seorang wanita yang baik; meskipun gugup, adalah orang pertama yang berlari keluar ke jalan, dengan anak-anak di belakangnya.
Diluar, orang-orang berteriak dan menangis dan menunjuk ke matahari.
Itu adalah suatu keajaiban besar, yang dapat terlihat dengan jelas dari atas bukit di mana desa saya berada.

Keajaiban matahari, disertai dengan semua fenomena yang luar biasa.
Saya merasa tidak mampu menjelaskan apa yang saya lihat dan rasakan. Saya menatap lekat-lekat pada matahari, yang tampak pucat dan tidak menyakiti mata. Tampak seperti bola salju yang bergerak-gerak, tiba-tiba tampak turun zig-zag, mengarah ke bumi.

Ketakutan, saya berlari dan menyembunyikan diri di antara orang-orang yang tengah menangis dan mengira inilah saat akhir dunia. Di dekat kami, berdiri seorang yang tidak percaya, yang sejak pagi telah terus mengejek "orang-orang tolol" yang telah pergi ke Fátima hanya untuk melihat "seorang gadis biasa".
Dia sekarang tampak lumpuh, matanya tertuju pada matahari.
Setelah itu ia gemetar dari kepala sampai kaki dan mengangkat lengannya,
lalu jatuh berlutut di lumpur, menangis dan menyerukan nama Bunda Fatima.

Sementara itu, orang-orang terus menangis dan menangis, meminta Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa mereka. Kami semua berlari ke dua kapel di desa, yang dengan segera menjadi penuh sesak.

Selama saat keajaiban matahari tersebut, benda-benda di sekitar kami berubah berwarna warni pelangi. Kami melihat diri kami sendiri dalam warna biru, kuning, merah. Semua fenomena aneh ini meningkatkan kekuatiran orang-orang. Setelah sekitar sepuluh menit kemudian, matahari, yang sekarang kusam dan pucat, kembali ke tempatnya.

Ketika orang-orang menyadari bahwa bahaya itu berakhir, ada ledakan sukacita, dan semua orang bergabung dalam ucapan syukur dan pujian kepada Bunda Maria.”
==========

Wartawan Avelino de Almeida :
“Pada malam sebelum peristiwa penampakan terakhir, terjadilah badai besar. Para peziarah sudah mulai datang, mereka terdiri dari berbagai usia dan latar belakang berjuang di kegelapan malam di atas jalanan yang penuh lumpur, air hujan, dan salju.

Ada yang berjalan kaki, ada yang naik hewan tunggangan, ada yang naik kereta kuda, ada yang naik mobil, semua menuju Cova de Iria. Hampir semua orang, baik pria maupun wanita, bertelanjang kaki. Para wanita menjinjing sepatu-sepatu mereka yang sudah dimasukkan dalam kantong. Sementara para prianya berjalan merunduk menentang badai sambil mencengkeram payung kuat-kuat.

Orang bisa melihat bahwa mereka seakan tidak menyadari apa yang sedang terjadi, juga tidak menyadari kehadiran peziarah lain. Seolah-olah mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing sambil berdoa Rosario dengan sedih. Seorang wanita mendaraskan bagian pertama Doa Salam Maria, dan orang di sekitarnya menyambung mendaras bagian kedua.

Dengan langkah pasti, mereka menyusuri jalanan di antara pohon-pohon Pinus dan semak Zaitun agar mereka bisa tiba di lokasi penampakan sebelum malam tiba. Mereka telah bersiap untuk tidur di bawah bintang-bintang yang memancarkan sinar dingin, tetapi membawa perasaan damai.

Esok paginya, hujan turun terus tiada henti. Ketiga anak itu kemudian tiba, berjalan menembus kerumunan peziarah yang berlindung di bawah payung masing-masing.

Tiba di lokasi tepat tengah hari, Lucia meminta orang-orang untuk menutup payung-payung mereka. Mereka patuh, tetapi tidak terjadi apa-apa.
Orang-orang mulai menggerutu, bahwa Bunda Maria “tidak tepat waktu”.

Namun, sesaat kemudian wajah Lucia berbinar-binar, anak-anak itu berlutut di lumpur dan orang-orang dapat mendengar ia berkata, 
“Apa yang kau inginkan dariku ?”

Kemudian perhatian orang banyak teralihkan oleh sebuah pemandangan mempesona. Hujan sudah berhenti dan matahari mulai bersinar lebih terang dari biasanya.

Luar biasanya, semua orang bisa melihat matahari langsung tanpa kesilauan.  Kemudian seakan-akan sedang bergembira, matahari mulai menari-nari. Bergulung-gulung seperti roda raksasa, berhenti, berputar lagi, dan kemudian memancarkan cahaya besar merah tua yang lalu menyemburatkan warna-warna pelangi. Semua penuh warna : hijau, biru, ungu, dan jingga.

Kemudian terjadi bersamaan, matahari tampak bergetar, dan bergerak zigzag ke arah orang banyak yang sedang terkagum-kagum. Semua orang berteriak dan berlutut untuk berdoa, mengira inilah akhir dunia. Matahari lalu bergerak mundur dan zig-zag kembali ke tempatnya semula di langit, menjadi matahari tengah hari biasa lagi.

Begitu pulih dari keterkejutan, orang-orang mulai berteriak-teriak: “Mukjizat! Mukjizat! Terpujilah Tuhan! Terpujilah Bunda Maria!” sambil menangis bahagia, sementara air mata mengalir di wajah, mereka berdoa dan berseru penuh sukacita.

Banyak orang bisa menyaksikan mukjizat matahari itu sampai beberapa kilometer jauhnya dari lokasi. Beberapa orang mengaku juga melihat apa yang dilihat anak-anak itu, sementara ada yang mengatakan melihat wajah Maria tersenyum di langit.

Apa pun yang mereka lihat, semua orang pulang dari Cova da Iria dengan pemahaman bahwa mereka telah menyaksikan sesuatu yang ajaib, sesuatu yang kudus.”
==========


“Hendaklah kita mencari rahmat, dan marilah kita mencarinya melalui Maria.”


Ya Maria cahaya kami,
Yang berselubungkan matahari,
Yang bertahtakan bulan
Yang bermahkotakan dua belas bintang

Bagaikan Bulan Bintang Matahari yang bersinar di tengah gelapnya cahaya hidup kami –
Engkaulah pintu surgawi dan jaminan harapan kami.
Bagaikan Bulan Bintang Matahari yang berpendar di tengah belukar duri hidup kami
- Engkau sungguh mengagumkan dan melimpahkan penghiburan yang mengilhami.

Ya Maria cahaya kami,
Laksana bulan di atas cakrawala
Laksana bintang di gelora samudera.
Laksana surya ceria di fajar dan senja
Engkau mengantar kami ke dalam hidup mulia

Terpujilah Engkau Ya Maria, Perawan yang bersukaria.
Terberkatilah engkau Ya Maria, Cahaya yang gembira
Doakanlah kami di hadapan Puteramu.
Sekarang dan pada waktu kami mati.
(RJK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar