Ads 468x60px

Gadis Kecil Cina dan Sakramen Mahakudus



HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
"Gadis Kecil Cina dan Sakramen Mahakudus".
Tidak banyak orang dalam 2000 tahun sejarah Gereja yang memberi pengaruh rohani yang posittif serta luar biasa dalam Gereja Katolik, seperti yang telah dilakukan oleh Uskup Fulton Sheen (1895-1979).
Sebagai penulis dari banyak buku dan pewarta Injil melalui televisi yang pertama, ia menyentuh hidup berjuta-juta orang di seluruh dunia.
Yang menjadikan orang pilihan Tuhan ini seorang yang amat istimewa adalah perpaduan antara kecerdasannya yang gemilang dengan kerendahan hatinya yang luar biasa.
Seringkali ia mengatakan bahwa rahasia keberhasilannya dalam menggugah hati dan memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus adalah setiap hari sepanjang hidupnya ia selalu menyisihkan satu jam sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus.
Yaitu sembah sujud di hadapan Yesus yang sungguh nyata hadir secara pribadi dalam Sakramen Mahakudus.
Uskup Sheen menyebut saat-saat itu sebagai saat-saat yang penuh kuasa, dan tujuan dari setiap khotbah yang dibawakannya adalah untuk mengilhami setiap orang, baik imam maupun awam untuk melakukan adorasi selama satu jam setiap hari.
Ia mengutip Yesus yang mengatakan bahwa barangsiapa tinggal di dalam Dia dalam “Sakramen Mahakudus” selama satu jam dalam doa akan “menghasilkan banyak buah”.
 Beberapa bulan sebelum wafatnya, Uskup Fulton Sheen diwawancarai dalam sebuah siaran televisi nasional.
Salah satu pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah:
“Uskup Sheen, anda telah mengilhami berjuta-juta orang di seluruh dunia. Siapakah yang mengilhami anda? Apakah Bapa Suci?"
Uskup Sheen menjawab bahwa bukanlah seorang Paus, Kardinal, Uskup, imam atau pun biarawati, melainkan seorang gadis kecil Cina berusia sebelas tahun.
Bapa Uskup kemudian menceritakan bahwa ketika Komunis mengambil alih kekuasaan di Cina, mereka memenjarakan seorang imam di pastorannya sendiri dekat Gereja.
Setelah mereka mengurungnya di wisma pastoran, dari jendela kamarnya sang imam dengan gemetar melihat mereka memasuki gedung Gereja, lalu menuju samping altar di mana tabernakel ditempatkan.
Dengan kebencian yang sangat mereka mengeluarkan sibori lalu mencampakkannya ke lantai sehingga Hosti Kudus jatuh berceceran.
Imam itu tahu dengan pasti jumlah Hosti Kudus dalam sibori: tiga puluh dua.
Ketika orang-orang komunis itu pergi, mereka tidak memperhatikan atau mungkin mengacuhkan kehadiran seorang gadis kecil yang sedang berdoa di bangku belakang gereja, dan melihat semua yang telah terjadi.
Malam itu si gadis kecil datang kembali ke gereja. Ia menyelinap melewati pengawal di pastoran, lalu masuk ke dalam gereja. Di sana ia bersembah sujud selama satu jam, suatu tindakan kasih yang menghapuskan tindak kebencian.
Selesai bersembah sujud, ia menuju samping altar, berlutut, membungkuk dan dengan lidahnya menerima Yesus dalam Komuni Kudus, karena pada masa itu awam tidak diperkenankan menyentuh Hosti Kudus dengan tangan.
Gadis kecil itu terus kembali setiap malam untuk bersembah sujud dan menerima Yesus dalam Komuni Kudus dengan lidahnya.
Pada malam yang ketiga puluh dua, setelah ia menyantap Hosti Kudus yang terakhir, secara tak sengaja ia menimbulkan kegaduhan yang membuat pengawal terjaga dari tidurnya. Pengawal lari mengejarnya, menangkap si gadis kecil, lalu menderanya dengan gagang senapan hingga tewas.
Kemartiran yang gagah berani itu disaksikan oleh imam yang melihat kejadian tersebut dengan hati pilu lewat jendela kamarnya.
Ketika Uskup Sheen mendengar kisah ini, ia begitu tersentuh hingga berjanji kepada Tuhan bahwa ia akan melewatkan satu jam sembah sujud di hadapan Yesus dalam Sakramen Mahakudus setiap hari sepanjang hidupnya.
Jika gadis kecil Cina ini berani mempertaruhkan nyawanya setiap hari untuk menyatakan cinta kasihnya kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus dengan satu jam sembah sujud dan Komuni Kudus, maka, setidak-tidaknya, Bapa Uskup berpikir bahwa ia harus melakukan hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar