Ads 468x60px

PW S. Aloysius Gonzaga, Biarawan


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
21 Juni..
PW S. Aloysius Gonzaga, Biarawan
"Ad Maiorem Dei Gloriam - Demi semakin besarnya kemuliaan Tuhan.”
Itulah motto dan mars SMA Kolese Gonzaga Jakarta yang kerap saya dengar ketika menjadi frater moderator di Gonzaga pada tahun 2002-2003.
Adapun motto ini berangkat dari semboyan para Jesuit yang mengedepankan semua “harta” semata bagi kemuliaan Tuhan.
Bersama dengan teladan St Aloysius (Luigi) Gonzaga, seorang frater Jesuit yang kita kenangkan hari ini, adapun “kaki” iman yang bisa diterapkan dalam hidup harian dan pekerjaan supaya “harta” kita (entah secara materil/spiritual) bisa lebih memuliakan nama Tuhan yakni: "Komunikatif - Afektif - Kreatif - Integratif":
A.Komunikatif:
Gonzaga selalu berupaya terbuka menjalin komunikasi insani dengan sesamanya, terlebih yang kecil dan tersingkir. Ia tidak tertutup dan lekat-pekat pada kemapanan dan kekayaan dunia. Hatinya lepas bebas.
Hal ini didasari karena ia juga terbuka dan menjalin komunikasi yang intensif dengan Yang Ilahi. Ia sendiri mempunyai empat devosi khusus: devosi kepada Sakramen Maha Kudus, devosi kepada Sengsara Kristus, devosi kepada para Malaikat dan yang pasti juga devosi kepada Bunda Maria. Itu sebabnya, ia digambarkan sebagai seorang frater muda berjubah dengan memegang rosario yang menunjukkan sikap devotifnya yang komunikatif dengan “Yang Kudus.”
B.Afektif:
Gonzaga yang adalah pelindung kemurnian kaum muda kerap juga dilambangkan dengan seseorang yang memegang bunga lili (bakung). Bukankah ini melambangkan rasa perasaan yang terbuka dan tulus? Inilah sebuah perasaan yang suci dan murni, tidak ada udang di balik batu. Ia berbuat baik bukan karena untuk dipuja-puji atau supaya menjadi “selebritis”, tapi karena memang hatinya penuh dengan sikap yang berbelarasa pada sesama.
Jelasnya, ia bukan orang yang sekedar efektif, tapi sekaligus juga orang yang punya “hati”, semacam kasih “afektif” karena semua tindakannya didasari dengan hati yang tulus dan tidak penuh akal bulus.
Adapun motto yang membimbingnya ke seminari: “Saya ibarat sepotong besi yang telah bengkok. Saya ingin agar Tuhan yang meluruskannya kembali”. Ketulusan afeksinya berdasarkan pada semangat kesadaran diri dan kerendahan hati yang terus terolah, bukan?
C.Kreatif:
Gonzaga sebagai putra tertua Marchese (bangsawan) dari Castiglione tentunya mempunyai banyak pemahaman dan pengalaman untuk mencari ruang kreatif dalam menemukan Tuhan. Sejak kecil, ia biasa berdoa dengan mendaraskan mazmur-mazmur secara kreatif.
Sebuah kisah:
Pada tahun 1591, ketika terjadi wabah pes dan kelaparan di Italia, maka ia secara kreatif mengumpulkan dana dengan “mengemis” di Roma bagi daerah-daerah yang terkena wabah. Ia juga dengan pelbagai cara kreatif bekerja langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit, memandikan mereka dan memberi mereka makan serta mempersiapkan mereka untuk penerimaan sakramen-sakramen. Bukankah Tuhan bisa juga ditemukan lewat hal-hal kreatif yang kita kerjakan secara nyata bagi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa?
D.Integratif:
Gonzaga juga dilukiskan dengan gambaran seorang laki-laki muda yang mengenakan jubah hitam dengan superpli putih dan memegang salib. Ini menunjukkan kesetiaan dan pengorbanannya sepanjang hidup secara utuh penuh dan menyeluruh. Ia tinggalkan “harta”, keluarga, kekayaan dan kebangsawanannya demi Allah. Ia tidak mencari harta dunia, tapi sungguh berjuang untuk mencari dan menemukan harta surgawi. Matanya terang mencari keabadian dan bukan kesementaraan. Hidupnya sibuk pada perkara-perkara “yang diatas”, bukan yang remeh-temeh seperti yang kerap kita jumpai ketika orang saling licik dan penuh intrik berebut harta, tahta dan kuasa.
“Naik Tangga cari indomie - Aloysius Gonzaga doakanlah kami.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Doa St Aloysius Gonzaga
(Buku Tour de Maria, RJK)
"Santa Maria, Ratu junjunganku, aku menyerahkan diriku
kepada perlindunganMu yang suci dan pemeliharaan khususmu
serta pangkuan belas kasihmu, hari ini dan setiap hari serta pada saat aku mati. Aku serahkan jiwa ragaku kepadamu. Aku percayakan kepadamu harapan dan hiburanku, kesedihan dan kesengsaraanku, seuruh hidup dan akhir hayatku. Melalui perantaraanmu yang paing suci dan melalui jasa-jasamu, semoga segala tindakanku diarahkan sesuai dengan arah kehendakmu dan kehendak Puteramu." (St.Aloysius Gonzaga, 1568-1591).
B.
Lex natura - Hukum alam."
Inilah yang menjadi fokus inti bacaan injili bahwa segala sesuatu yang kamu kehendaki diperbuat orang kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka".
Hal ini berangkat dari sebuah keyakinan dasar bahwa "yang baik pasti menarik yang baik" atau dalam bahasa filsafat Yunani: "yang sama mengenal yang sama". Jelaslah bahwa etika kristiani juga menekankan hubungan timbal balik: Kita ingin dihormati orang lain? Hormatilah orang lain! Kita minta dilayani? Jadilah pelayan! Mau mendapat kemurahan hati? Bermurah hatilah senantiasa! Begitu pula jika kita mengharapkan pengampunan maka tiket yang mesti kita bayar adalah kesediaan untuk juga rela mengampuni: "yang murah hati akan memperoleh kemurahan Allah" (.Mat 5:7)
Adapun tiga tujuan dasar hidup yang bisa kita petik dari "hukum alam" ini, al:
1."Bergema":
Hidup itu seperti "echo", kalau kita mewartakan suara kasih maka kita akan mendapatkan suara kasih itu kembali pula. Inilah gema kehidupan yang dapat dirasakan-dilihat dan didengar oleh hati karena "gravitasi hidup" adalah juga menuai apa yg kita tabur serta mendapatkan dari apa yang telah kita berikan.
2."Berguna":
Bukankah tepat kata Darwin bahwa: "tak seorangpun sia-sia di dunia ini ketika ia meringankan beban hidup sesamanya? Disinilah hidup kita yang hanya sementara ini mestinya bisa menjadi "berkat", bermanfaat bagi banyak org lain, bukannya malah menjadi "batu sandungan" karena kata dan warta kita kadang penuh gosipan dan sindiran.
3."Bermakna":
Bukankah hidup akan bermakna, bila kita "mau memberi" dan "tidak mengambil"? Bukankah "dengan memberi, kita malahan bisa menjadi "kaya"? Inilah hidup yang penuh makna yang selalu dimulai dengan nada dasar "C", Cinta, karena tepatlah "dimana ada cinta disitu ada kehidupan, bukan? Yang pasti, "per tutto stato di grazia - Untuk semua yang sudah terjadi katakanlah trimakasih."
Selamat bergema, berguna dan bermakna setiap harinya dengan doa, kata dan warta nyata.
"Cari arang di Ramayana - Jadilah orang yang hidupnya bermakna."
C.
BAPA- Bersama Allah Penuhlah Aku..
(Buku "FAMILY WAY". RJK. KANISIUS).
Cinta menyembuhkan, baik si pemberi maupun si penerima.
Love cures people, both the ones who give it and the ones who receive it
Satu hal yang pasti, dalam sebuah keluarga, tentu ada ibu - juga ada bapak, bukan?
Sebagai orang timur, kita tidak terlalu mengenal tradisi pesta ‘hari bapak, atau Father’s Day’.
Namun demikian figur seorang bapak dalam kehidupan keluarga dipandang sangat penting. Kehadiran dan peranannya sebagai kepala keluarga sangat menentukan jalannya kehidupan keluarga itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia, kita juga mengenal pelbagai macam istilah bapak:
Ada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka,
Presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan,
Usmar Ismail sebagai Bapak Perfilman,
Koentjaraningrat sebagai Bapak Antropologi,
Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme,
Cak Nur dan Romo Magnis sebagai Bapak Bangsa, dan sebagainya.
Sebuah informasi lain:
Selama Piala Dunia 2010 yang lalu berlangsung Cristiano Ronaldo ternyata juga menunggu perubahan statusnya menjadi "bapak".
Setelah Portugal kalah, ia mengumumkan dirinya baru saja mempunyai anak. Kabar Ronaldo baru menjadi bapak langsung menjadi trending topic di jejaring sosial twitter. Ini dikarenakan orang yang bersangkutan sendiri yang mengumumkan kabar tersebut.
Pada postingannya, tertanggal 3 Juli 2010, dalam akun twitter pemain termahal dunia itu tertera kalimat: "Sungguh kebahagiaan dan emosi tak terkira. Dengan ini saya beritahukan, baru-baru ini saya telah menjadi bapak seorang anak laki-laki. Sebagaimana disepakati dengan ibunya, yang ingin identitasnya tetap dirahasiakan, anak saya akan berada dalam penjagaan eksklusif. Tak ada informasi lebih jauh soal itu, dan saya meminta semua orang menghormati penuh hak privasi saya (dan anak saya itu), paling tidak pada hal-hal yang menyangkut pribadi."
Selain di akun twitter-nya, pesan yang sama tertulis dalam status di akun resmi Cristiano Ronaldo, yang juga ditampilkan di situs pribadinya, www.cristianoronaldo.com. Pemain Real Madrid berusia 25 tahun itu, yang menjadi kapten Portugal di Afrika Selatan 2010, dikenal sering gonta-ganti pasangan yang berasal dari kalangan selebriti. Ia pernah dikabarkan berpacaran dengan sosialita Amerika, Paris Hilton dan Kim Kardashian, aktris Inggris Gemma Atkinson, model Spanyol Nereida Gallardo, presenter TV Italia Leitizia Filippi, dan model Italia Raffaela Fico.
Nah, lepas dari pelbagai figur bapak di atas, di sebelah selatan dari Gereja Kenaikan Tuhan di Israel berdiri sebuah gereja yang indah, bernama Gereja Pater Noster (Bapa Kami), yang didirikan berdasarkan tradisi bahwa di situlah Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para rasulNya.
Tradisi ini didukung oleh Injil Lukas yang menempatkan doa itu langsung sesudah kunjungan Yesus di rumah Maria dan Marta (Luk 10:38, 11:4), yang menurut Injil Yohanes (11:1, 12:1) tinggal di Betania.
Gereja Pater Noster yang ada sekarang ini adalah gereja yang ketiga. Gereja yang pertama didirikan oleh Kaisar Konstantinus pada awal abad ke 4. Tahun 614 dihancurkan oleh pasukan Persia. Pada abad ke-12 para Pejuang Salib membangun lagi sebuah gereja di tempat yang sama, namun ketika mereka meninggalkan Yerusalem, gereja ini dihancurkan lagi oleh penguasa Islam, lalu tanahnya dijadikan milik mereka.
Pada tahun 1868 tempat ini dibeli oleh seorang wanita bangsawan Perancis, Puteri Aurelia de Bossi. Gereja yang sekarang berdekatan dengan biara Suster Karmelit yang didirikan pada tahun 1875.
Ketika saya berkunjung ke tempat ini, saya ingat-ingat ternyata di tembok gang gereja dan biara ini dapat dibaca teks doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa dari seluruh dunia, termasuk bahasa etnik dari setiap negara.
Syukurnya, terdapat juga doa Bapa Kami dalam bahasa Indonesia, dan juga bahasa Batak. Sedangkan kemungkinan besar saat itu Yesus mengajarkan doa Bapa Kami dalam bahasa Aramaich (bahasa sehari-hari masa itu) dan Bahasa Ibrani (bahasa khusus untuk keperluan religius saat itu).
Banyak dari kita mensyukuri adanya doa Bapa Kami ini, sebab lewat doa dasar inilah, kita semakin diajak mengenal Tuhan Allah sebagai seorang Bapa yang dekat-lekat dan akrab dengan gulat-geliat hidup kita masing-masing.
Baik untuk kita ketahui juga: Bagi orang Yahudi, Tuhan Allah disebut sebagai Yahwe. Inilah sebuah kata yang paling penting dalam Perjanjian Lama.
Yahwe (יתרת , YHWH) ditemukan kurang lebih sebanyak 6823 dalam Perjanjian Lama. Menurut tradisi Yahudi, nama Yang Mahasuci tersebut tidak boleh diucapkan untuk menghindari kemungkinan pelanggaraan Hukum Taurat dalam perintah yang ke-3 ("Jangan menyebut nama יתרת, Allahmu dengan sembarangan ..." Keluaran 20:7).
Oleh sebab itu, setiap kali terdapat kata יתרת dalam Alkitab, orang Yahudi membacanya dengan kata אך׳ני (Adonay) 'Tuhan'. Sedangkan, dalam kacamata kita sebagai orang Kristen, bukankah Tuhan Allah kita sungguh dekat? Tuhan Allah kita sebut sebagai אבא (lafal= abba) artinya Bapaku dan makna yang sama אבא (lafal:av) artinya Bapak, nenek moyang; terikat אבי (lafal= avi); אבות (lafal= avot) (Aram; Yeremia 31:32).
Bicara soal Bapa, Leo Tolstoy, seorang bapak novelis Rusia pernah mengatakan, “cinta Bapa adalah cinta putih, yang mampu memberikan putihnya pada pakaian kita yang hitam, serta memberikan cahayanya pada jiwa kita yang kelam."
Disinilah, sebagai seorang anggota keluarga Gereja Katolik, tentulah kita ingat nama Bapa Paus kita yang pertama, yaitu Simon Petrus. Dari sosok Petrus inilah, kita akan belajar menjadi seorang Bapak yang baik dalam hidup kita setiap harinya.
Saya mengamati ada tiga sikap dasar yang dimiliki Petrus, sehingga ia bisa menjadi seorang Bapak yang baik, antara lain:
Sikap dasar yang pertama, yaitu siap berubah: “Engkaulah Petrus” (Mat 16:18).
Ia diajak berubah oleh Tuhan:
Dari Simon (pendengar) menjadi Petrus (batu karang),
dari nelayan menjadi pelayan,
dari penjala ikan menjadi penjala manusia,
dari hamba menjadi sahabat,
dari murid menjadi guru,
dari orang yang penakut dan mudah menyangkal Yesus menjadi orang yang berani dan rajin bersaksi tentang Yesus, serta
dari karyanya hanya di sekitar danau Galilea berubah menjadi karyanya bagi segala dan seluruh penjuru dunia.
Angelo Roncalli alias Paus Yohanes XXIII juga pernah mengatakan, “Setiap hari adalah panggilan bagi kita untuk berubah, jangan sampai hari-hari kita menjadi menakutkan seakan-akan kita tak dapat berkembang lebih baik lagi.”
Dalam bahasa Davis Miles, “Marilah kita belajar memenuhi panggilan Ilahi untuk mencipta, karena “Aku selalu berpikir mengenai mencipta. Masa depanku mulai ketika aku bangun tiap pagi. Tiap hari aku menemukan sesuatu yang baru, yang kreatif dalam hidupku.”.
Pada kenyataannya, dalam konteks sebuah pernikahan misalnya, seringkali lelaki memasuki perkawinan dengan harapan istrinya tidak berubah sementara perempuan memasuki perkawinan dengan harapan suaminya berubah.
Maksudnya: si suami menginginkan isterinya tetap muda, cantik, bergairah sementara si isteri menginginkan suaminya berubah: bertambah bijak, setia, mencintai, dan sukses/kaya. Suatu bentuk egoisme yang memperanakkan rangkaian tragedi, bukan?
Disinilah menjadi wajar jika seorang Aristoteles pernah berkata bahwa keputusan menikah adalah semacam perjudian besar: “Bila kau dapat pasangan yang tepat, bahagialah kau, tapi bila mendapat pasangan yang tidak tepat, kau akan menjadi seorang filsuf.”
Disinilah juga, satu hal yang perlu diperhatikan, mencintai seseorang lalu mencoba mengubahnya menurut standar kita, itu artinya bukan mencintai tetapi menistai.
Kesalahan fatal yang diperbuat orang adalah kerap mempersalahkan pasangan/keluarga/orang yang dicintainya secara berlebihan dan sekaligus membenarkan dirinya, bukan?
 Bukankah sangat jauh lebih baik, jika semua perubahan itu datang dari dalam dan berawal dari diri sendiri. Itulah sebuah transformasi, yang sungguh datang dari dalam hati kita sendiri, sebuah kesadaran pribadi untuk mau berubah menjadi lebih baik.
Sikap dasar yang kedua, yaitu siap bertobat: Ketika Yesus ditangkap, Petrus ketakutan. Saat itulah, Petrus berbuat dosa dengan menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Tapi, syukurnya Petrus bertobat: ia menyesali perbuatannya dengan sepenuh hati. Ia menangisi penyangkalannya sepanjang hidupnya.
Di Israel, ada sebuah gereja dengan nama Gereja Petrus Ayam Berkokok (Church St.Peter Galicantu) bekas rumah Kayafas. Sebuah permenungan singkat: Yesus bisa jadi sangat sedih karena penyangkalan Petrus, murid kepercayaanNya.
Sekarang ini, Yesus yang sama juga sedang menatap kita. Dia berharap bahwa kita pun akan mau belajar seperti Petrus: mau bertobat - mengeluarkan air mata penyesalan atas dosa-dosa kita. Bukankah benar isi sebuah teks yang tertulis pada Scala Santa, “semakin kita menangis dan menyesali dosa kita karena menyebabkan kesedihan yang mendalam terhadap Yesus, akan semakin kuat cinta kita akan Yesus.”
Scala Sancta sendiri adalah “Tangga Suci”, yang dipercaya sebagai tangga marmer dari bagian luar bekas rumah Pontius Pilatus di Yerusalem, yang dilalui Yesus saat hari penghukumanNya. Scala Santa ini sendiri terdiri 28 buah anak tangga yang ditutupi dengan papan kayu untuk melindunginya. Para peziarah dapat memperoleh indulgensi dengan cara naik tangga ini sambil jalan berlutut.
Yakinlah, seperti Tuhan, cinta itu juga perlahan mencoba mengajak kita untuk terus bertobat: untuk berani meminta maaf jika kita yang bersalah, dan tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain kalau kita menjadi korbannya.
Cobalah (memang perlu waktu) untuk memahami kesalahan orang lain, dan proses itu sering mengarah ke rekonsiliasi, sebuah suasana penuh damai dan pengampunan.
Cobalah juga meminta maaf jika malahan kita yang bersalah. Ada begitu banyak cara bertobat secara nyata, yang bisa kita buat. Beberapa saran praktis, seperti: selingkar Pelukan, secercah senyuman, seutas tali humor, setetes air mata menyesal, sekilas pandangan tulus, sebilah salam, selembar tepukan/sentuhan, seuntai lagu, sekuntum bunga, sesorot wajah minta maaf serta sebungkus hadiah kecil dan sederhana.
Salah satu teknik lain yang menandakan bahwa kita juga siap bertobat, yaitu ketika kita mau “mendengarkan” dalam sebuah konflik yang terjadi.
De facto, biasanya pada saat bertengkar, tiada suatu pihak yang sudi mendengar. Mereka selalu bersamaan mengeluarkan semburan kata-kata pembelaan diri, menyalahkan pihak lain. Padahal pertengkaran baru efektif bila salah satu pihak menutup mulut dan memasang telinga dan hati, bukan?
Sikap dasar yang ketiga, yaitu siap berkarya: Petrus pergi dari Israel menuju kota Roma. Roma sendiri adalah pusat seluruh Kerajaan Romawi pada waktu itu. Di sanalah, Petrus berkarya: mewartakan Injil sekaligus mempertobatkan banyak orang.
Di akhir hidupnya, Petrus meminta juga agar ia bisa menjalani hukuman mati dengan cara disalibkan, tetapi dengan kepalanya berada di bawah, sebab ia merasa tidak layak menderita seperti Yesus. Ia akhirnya wafat sebagai martir di Bukit Vatikan sekitar tahun 67.
Sebuah informasi: pada abad keempat, karena cintanya kepada Gereja, Kaisar Konstantinus membangun sebuah gereja besar di atas tempat sakral tersebut.
Dari sikap yang ketiga ini, baiklah juga kalau kita ingat bahwa tidak akan ada cinta yang diterima sebelum kita juga berani belajar memberikan cinta buat orang lain.
Maka adalah tindakan yang amat baik, bila kita berani berkarya: memberi cinta sekaligus per-HATI-an, menunjukkan dan membuktikan cinta dan kehangatan kita terlebih dahulu. Kadang kita juga lupa, semua karya baik kita: kehangatan, cinta kasih dan dukungan, ternyata juga bisa meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan kita sendiri. Ini lebih dari sekedar hasil studi.
Janice Kiecolt-Glaser, PhD, Direktur Kesehatan Psikologi di Ohio State University College of Medicine, AS, mengatakan, kasih sayang dan perhatian, bisa mengurangi risiko penyakit jantung. Itulah pentingnya menjalin hubungan baik, saling menyayangi, menghargai, serta saling mendukung.
Tak terbatas pada hubungan suami istri, tapi juga anggota keluarga, sahabat, bahkan lingkungan sekitar. "Punya tempat mengadu dan melepas "unek-unek", entah itu kakak, adik atau sahabat, sangatlah menguntungkan.
Bagi suami-istri, hal itu dapat menjamin harmonisasi ikatan rumahtangga," ujar Kiecolt-Glaser. Siap berkarya, dalam artian mau memberi kasih sayang dan dukungan, tak hanya menguntungkan orang lain, tapi juga diri sendiri. "Mereka merasa terbantu dan termotivasi, sementara kita akan merasa senang dan puas melihat mereka bisa terbebas dari masalah." Secara medis, hal itu berguna bagi stabilisasi tekanan darah, kesehatan jantung, bahkan kesehatan secara umum. "Hingga kita akan merasa jauh lebih sehat, baik secara lahir maupun batin." Itulah kenapa sosiolog Linda Waite dari University of Chicago, AS, mengatakan bahwa hubungan harmonis dan saling mendukung, punya manfaat yang sama besar seperti diet dan olahraga rutin. Bahkan, mungkin jauh lebih baik.
Akhirnya, saya sungguh mengamati sekaligus menyadari, bahwa dalam setiap keluarga, ada saat dimana perselisihan juga pergulatan dan beban menjadi begitu parah, sehingga kita atau pasangan serta keluarga kita amat menderita: komunikasi macet, dia tampaknya keras-kepala, kita yakin dia tidak sudi minta maaf, atau kita sendiri tidak diterima maafnya. Seakan-akan semua pintu tertutup dan semua jalan menjadi buntu.
Pada situasi inilah, kita diajak meyakini, ketika kita bersama Allah dengan “tiga S” ini (siap berubah, siap bertobat dan siap berkarya), maka niat baik kita ini bisa mengubah segalanya. Percayalah akan keajaiban ini: Ketika kitapun angkat tangan, Allah Bapa tetap turun tangan.
Dkl: jika kita punya “tiga S” ini, maka surga siap turun ke dunia, Tuhan siap datang dalam pergulatan hidup dan cintaNya siap melimpah dalam derita kita, karena kita mau terus belajar menjadi Bapak, “Bersama Allah penuhlah aku”.
Dia pun akan berseru kepada-Ku:
'Bapaku Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku.'
Mazmur 89:27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar