Ads 468x60px

St. bernard dari Clairvaux 5


HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Suatu perjalanan kembali ke Allah:
"Saint Bernard, Un itine'raire de retour, a Dieu"
BAGIAN II (B)
AJARAN SANTO BERNARDUS (5 - 7).
5. TINGKAT-TINGKAT KASIH.
Pada titik tolak pendidikan, kembali terdapatlah kasih kodrati manusia akan diri sendiri. Pertama-tama tiap orang mengasihi diri sendiri demi diri sendiri, dan bukannya karena suatu ketidakberesan kehendak kodrati, melainkan karena keharusan kodrat. Bagaimana mungkin orang hidup, kalau ia pertama-tama tidak memikirkan makanan, pakaian, perumahan dan pembelaan diri?
Tingkat pertama kasih ini memang dipusatkan sepenuhnya pada pribadinya sendiri. Meskipun begitu kasih tersebut bukannya tidak mampu meluaskan jangkauannya sampai mencakup juga obyek-obyek lain.
Di sinipun, “pertimbangan" akan diri sendiri tak bisa dielakkan oleh orang yang mau memilih jalan lurus ke Allah. Mengenal kemalangannya sendiri sekaligus juga berarti menyadari kemalangan orang lain. Jika mengukur dalamnya kejatuhan kita, mau tidak mau kita mengalami kerendahan diri yang menimbulkan rasa iba akan diri kita sendiri. Tetapi dengan sendirinya kita juga merasa iba akan kemalangan serupa yang juga diderita oleh sesama kita.
Jadi kasih duniawi yang dimiliki tiap orang terhadap dirinya sendiri berkembang menjadi kasih sosial yang terungkap dalam sedekah dan karya amal yang dipraktikkan di mana-mana oleh orang Kristen sejati.
Tidakkah Kristus sendiri memberikan teladan kepada kita? Tidak satupun karya amal yang dapat dibandingkan dengan penjelmaan seorang Allah yang menjadi manusia untuk mengalami kemalangan kita dan menderita sengsara yang menyakitkan demi bela rasa dengan kita. Pribadi Yesus Kristus adalah bela rasa dan kasih ilahi yang menjelma supaya dapat dilihat oleh mata duniawi yang pengenalannya berakar pada indra.
Oleh. sebab itu devosi indrawi kepada Kristus mendapatkan tempat penting sekali dalam spiritualitas Santo Bernardus. Tiada seorangpun bicara tentang hal ini dengan lebih baik dengan tekanan lebih mantap dan emosi lebih mendalam daripada dia.
Dalam doktrin Santo Bernardus, devosi kepada Kristus termasuk inti seperti juga dalam spiritualitas lain. Misalnya dalam spiritualitas fransiskan yang didapati dalam Santo Bonaventura.
Meskipun begitu, devosi tersebut hanyalah penyucian bela rasa kodrati yang dimiliki orang terhadap sesama saudara yang berada dalam kemalangan yang diilahikan oleh penjelmaan dan kematian Yesus Kristus.
Orang yang dijiwai oleh kasih ini mudah membiarkan diri digerakkan oleh amanat yang diucapkan Yesus. Ia mendengarkan, membaca dan merenungkan dengan senang hati segala sesuatu yang ada hubungannya dengan penebusan, yang namanya saja sudah merupakan sumber renungan yang tak tertimba habis dan sumber rahmat bagi orang yang tak jemu-jemunya mengulang-ulanginya. Kalau sahabat Kristus memandang dan mendoakan obyek kasihnya, maka yang mengunjungi rohnya ialah gambar indrawi Kristus yang lahir, menjadi besar, mengajar, meninggal dunia, bangkit dan naik ke surga.
Kasih ini merupakan pengantara seperti Yesus sendiri dan anugerah besar sekali. Tetapi ia dimasukkan untuk mengantar kepada tingkat-tingkat tertinggi, yaitu dengan mengangkat jiwa dari Sabda yang menjelma ke Sabda Kebijaksanaan yang kunjungannya merupakan rahmat paling tinggi yang dapat diterima manusia di dunia ini.
Dengan demikian, semenjak di tingkat kasih duniawi rahmat sudah mengerjakan transfigurasi yang. mengubah kasih kodrati menjadi kasih adikodrati dan rohani dalam arti kata yang sesungguhnya.
Tingkat pertama kasih di mana orang mengasihi diri sendiri demi sendiri diam-diam mengantar perenung naik ke tingkat kedua, di mana orang mencari batu loncatan untuk keluar dari kemalangannya, dan yang ditemukannya tidaklah lain kecuali Allah. Mengasihi Allah pertama-tama dan lebih-lebih demi kebaikan yang diharapkan sendiri sebenarnya masih sama dengan mengasihi diri sendiri pertama-tama, sebab kasih tersebut masih merupakan kasih berpamrih yang lebih demi sendiri dari pada demi Allah.
Meskipun begitu, sekali ia mengasihi Allah demi kepentingannya pribadi, orang seakan-akan sudah menjalin hubungan pribadi dengan Dia. Dengan memikirkan Allah karena memerlukan bantuannya, orang membaca kitab suci untuk mengambil pelajaran dari padanya, ia berdoa kepada Allah, ia bicara dengan Allah dalam kemalangannya, ia mencari kehendak-Nya dan taat kepada-Nya. Dengan demikian terjalinlah hubungan kekeluargaan antara jiwa dan Allah.
Setelah menikmati manisnya pergaulan tersebut, orang mencapai kasih ketiga, dimana ia mengasihi Allah baik demi kepentingannya maupun demi Allah sendiri. Kebanyakan orang Kristen berada pada tingkat ini. Di dunia ini orang tidak mungkin naik melebihi tingkat ini secara definitif, bahkan yang paling sempurnapun tidak bisa.
Naik lebih tinggi, yaitu mencapai kasih tingkat keempat berarti mengasihi Allah hanya demi Allah semata-mata tanpa ada bekas kasih akan diri sendiri sedikitpun juga. Tingkat ini akan dicapai oleh para pilihan dalam kehidupan abadi. Tetapi sekarangpun, meskipun hanya untuk sekejap mata saja, tingkat ini sudah dicapai oleh jiwa yang dikunjungi Sabda dalam kegembiraan ekstasis.
Kehendak orang yang menerima rahmat ini berada dalam kesatuaan sempurna dengan Allah yang dikasihinya demi Allah sendiri seperti Allah mengasihi demi diri-Nya sendiri.
Dengan demikian, sekaligus dicapai kemiripan sempurna antara makhluk dan Penciptanya. Di sinilah letak kesatuan paling erat yang dapat dibayangkan antara manusia dengan Allah.
6. PENGALAMAN MISTIK.
Kalau harus melukiskan keadaan mistik tersebut di atas Santo Bernardus mengakui bahwa ia berhadapan dengan sesuatu yang tak terungkapkan.
Akal budi tidak mampu menangkap hal ygng dicapai oleh pengalaman. Meskipun ia rendah hati dan lebih senang berdiam diri, ia sendiri harus mengakui bahwa pengalaman tersebut tidak asing baginya.
Sebab tanpa adanya pengalaman tersebut, ia akan terpaksa harus diam sama sekali tentangnya. Dalam membicarakan hal tersebut ia menekankan juga bahwa pengalaman mistik yang paling tinggi adalah juga yang paling pribadi, atau barangkali malahan unik.
Di situ, lebih dari pada di mana saja, tiap jiwa adalah seperti taman rahasia yang diutarakan oleh kitab suci, tiap orang harus minum dari air yang ditimba dari sumbernya sendiri: hortus conclusus, fons signatus (taman tertutup, sumber termeterai).
Tanpa bermaksud memberanikan diri membicarakan ekstasis yang dialami orang lain, Santo Bernardus melukiskan bahwa ekstasis yang dialaminya adalah mendadak, tak terduga sebelumnya, jarang dan singkat.
Kehadiran sabda di dalam jiwa dapat dikenal dari kegembiraan affektif yang murni. Yaitu suatu emosi hati yang polos tidak tercampur dengan kata ataupun gambar sama sekali. Sejauh ia dapat mengatakannya sesudah pengalaman itu berlalu, pada waktu itu jiwa mengalami kesan seakan-akan jiwa ditembus sepenuhnya oleh Sabda dan luluh sama sekali di dalam-Nya, seperti sepotong besi yang dibakar dan tidak terpisahkan dengan api tukang besi tanpa kehilangan dirinya sendiri di dalam perapian itu. Maka selesailah sudah semua pertanyaan dan jawaban. Kalau Sabda menembus demikian ke dalam jiwa, Ia bukan lagi pribadi yang ditanya, diinginkan, ditunggu, apalagi Ia bukan lagi hakim yang ditakuti.
Dalam keadaan seperti itu kasih Allah melulu yang berkuasa dalam hati manusia segala ketakutan lenyap di dalam damai dan istirahat yang tak tergoyangkan: O si durasset! O sekiranya keadaan itu bertahan!
Tetapi saat-saat seperti itu jarang terjadi dan singkat saja. Semuanya itu hadir serentak dan menenggelamkan kita dalam keagungan Allah selama kehadirannya berlangsung terus.
Tetapi sekali ia menarik diri, jiwa seperti air mendidih yang mendadak dijauhkan dari nyala api, segera jiwa berhenti bergetar. Ia jatuh kembali pada dirinya sendiri. Lalu ia menjadi dingin meskipun masih tetap menyimpan pengalaman itu dan sangat merindukan kedatangannya kembali. Ia juga tetap, merasa adanya pembaharuan kehidupan batin, nafsu-nafsunya tertekan, atau lebih tepat dagingnya dikuasainya dengan tenang. Ini semua mewartakan tranfigurasi yang akan dialaminya dalam kemuliaan.
Theologi mistik Santo Bernardus dari Clairvaux tetap merupakan salah satu puncak tertinggi pikiran Kristen. Orang-orang abad pertengahan melihat ini dengan baik,sehingga bahkan pada awal abad 14 tatkala theologi skolastik sudah menghasilkan karya-karya agung yang paling sempurna, kepribadian agung Santo Bernardus masih tampak sebagai lambang utama bagi hidup bersatu dengan Allah.
Di dalam “Divina Comedia”, Santo Bernarduslah yang akhirnya mengantar jiwa Kristen kepada ekstasis final yang menutup kidung suci. Beatric sendiri mengundurkan diri di hadapan tokoh tua yang digelorakan oleh kasih Allah, ditranfigurasikan oleh kasih menjadi gambar kasih, tokoh yang selagi masih di dunia ini sudah mulai menikmati suka cita surgawi.
Jadi orang tidak bisa memahami arti arti terdalam”Divina Comedia” tanpa harus mengadakan kontak dengan pribadi dan theologi mistik Santo Bernardus. Ini berarti bahwa memang sudah sewajarnya bahwa karya-karya Santo Bernardus harus mendapatkan tempat di dalam koleksi “Orang Kristen dari segala zaman”.
7. MISTIK SEJATI DAN MISTIK PALSU.
Kehadiran Santo Bernardus dalam koleksi tulisan-tulisan Kristen sepanjang zaman dapat merupakan bahaya. Yaitu kalau tulisan-tulisannya dijadikan bahan sastra semata-mata bagi orang yang ingin tahu, menjadi bahan hiburan bagi akal budi atau lebih parah lagi, menjadi dalih untuk penyesatan-penyesatan rohani bagi beberapa mistik amatir.
Keaslian sejati pengalaman rohani Santo Bernardus menyebabkan dia di mata orang-orang sezamannya seperti dimeterai oleh tanda suci dan diliputi oleh keagungan yang tak dapat didekati oleh siapapun juga di zaman itu.
Muridnya yang paling dekat, bahkan murid yang melanjutkan kotbahnya tentang madah agung, yaitu Gilbert dari Hoyland, langsung menyatakan dirinya tidak kompeten menyusun pasal tentang mistik. Bagaimana mungkin mempertahankan komentarnya pada tingkat kehidupan mistik yang hanya bisa dibicarakan jika didasarkan atas pengalaman? Dan pengalamannya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pengalaman Santo Bernardus.
Gilbert memang punya pengalaman yang bisa dipandang sebagai pendekatan ilahi, sekurang-kurangnya kalau itu memang benar. Tetapi pengalaman itu berhenti seketika dan lebih menyerupai loncatan serangga dari pada penerbangan burung, "donec iterum locustarum more subitum excutiar in saltum", “sampai akhirnya aku seperti belalang dikebaskan lagi ke dalam lembah”, demikianlah kata Gilbert.
Oleh sebab itu orang tidak heran kalau dengan demikian Gilbert berpendapat lebih bijaksana menurunkan komentarnya dari arti mistik ke arti moral: "Quapropter de mysteriis ad mores descendamus”, “Karena itu marilah kita turun dari mistik ke moral”.
Gilbert mengingatkan kita akan hak hidup yang dimiliki oleh moral dan askesis. Peringatan ini sungguh tepat bagi kita.
Ekstasis yang dialami oleh Santo Bernardus merupakan mahkota yang diberikan cuma-cuma oleh Allah bagi perjuangan heroik kehendak yang berperang mati-matian melawan diri sendiri, yang berusaha terus-menerus untuk mengikis habis sampai seakar-akarnya “proprium” (kehendak sendiri) yang memisahkan jiwa dengan Allah.
Jangan lupa, bahwa teladan Santo Bernardus adalah teladan seorang pahlawan askesis Sistersiensis. Usaha nyata untuk menjadi kurang buruk sedikit merupakan tanda lebih baik bahwa orang memaharmi Santo Bernardus, dari pada menulis buku besar tentang doktrinnya atau menyamakan impian dengan ekstasis.
Lebih baik tinggal. dalam tingkat pertama kerendahan hati dari pada mengira sudah melewati tingkat keduabelas. Bahkan lebih baik tidak pernah membuka karya Santo Bernardus sama sekali dari pada melemparkannya bagi nafsu ingin tahu yang sia-sia.
Yang diajarkan oleh Santo Bernardus termasuk doktrin paling ketat, semacam ilmu paling eksak, yang seluruh bangunannya akan runtuh kalau satu saja.dari pondamennya goyah.
Kekeliruan yang dapat terjadi dalam hal ini dan yang khususnya mengancam orang abad 20 ini ialah: menurunkan mistik Santo Bernardus menjadi semacam emosi poetis yang kabur di mana jiwa rnerasa disatukan sesecara kodrati dengan prinsip ilahi segala hal.
Meskipun hanya singkat, analisa theologi mistik Santo Bernardus yang kami paparkan di atas sudah cukup untuk menghancurkan jembatan antara dia dan segala macam pantheisme sentimentil yang sejenis.
Tetapi kalau hanya berhenti pada hal ini saja, orang belum menyentuh masalah yang sesungguhnya. Untuk mengukur bobot problem yang sebenarnya orang harus mengerti bahwa paradoks hanya terletak pada mistik yang otentik saja. Sebab paradoks tersebut memang adalah hakekat mistik itu sendiri.
Tidak ada mistik dalam arti yang sesungguhnya jika transendensi radikal Allah tidak membuat persatuan jiwa dengan Allah secara kodrati mustahil dan memberikan kepada ekstasis sifat adikodrati dalam arti teknis sepenuh-penuhnya.
Segala macam pantheisme, meskipun yang paling lembutpun, tidak menguntungkan mistisisme melainkan menghancurkannya. Jika kita menempatkan jiwa yang pada hakikatnya ilahi dalam suatu alam pada hakikatnya ilahi, kita bukannya mendefinisikan data problem mistisisme melainkan meniadakannya. Sebab orang akan mudah menarik kesimpulan bahwa mistik semacam itu akan menjadi kodrati.
Dalam konteks semacam ini, kita berada di luar segala mistik Kristen pada umumnya, dan di luar mistik Santo Bernardus pada khususnya. Sebab yang dituntut oleh mistik Santo Bernardus ialah justru bahwa tidak mungkin ada pemecahan kodrati bagi problemnya. Satu-satunya Allah kristianisme adalah transenden terhadap segala ciptaannya dan tak terjangkau oleh mereka. Dialah satu-satunya penyebab yang mengadakan ekstasis kalau harus ada “pengilahian” (divinisasi) makhluk, hal ini hanya dapat terjadi atas prakarsa Allah sendiri tanpa jasa sedikitpun juga dari pihak makhluk.
Allah sendirilah yang dapat membuat manusia mengarungi jarak tak terbatas yang memisahkan dia dengan Penciptanya.
Allah memang menghendaki pengilahian ini.
Hal ini dinyatakan oleh Yesus Kristus sendiri. Di dalam Yesus terdapat kesatuan konkrit yang sempurna antara kodrat ilahi dan kodrat insani. Dengan demikian, Yesus bukanlah hanya janji ekstasis mendatang, ia juga merupakan substansi, jaminan dan sarana bagi pengangkatan integral manusia oleh Allah yang dialami sebagai prarasa dalam ekstasis di kehidupan ini dan akan terjadi secara penuh di kehidupan mendatang.
Menyangkal adanya jarak tak terbatas antara manusia dan Allah tidaklah memudahkan pengalaman-pengalaman tersebut. Penyangkalan tersebut malahan berarti melupakan syarat fundamental bagi kemungkinannya dan sekaligus secara radikal meniadakan problem yang sebenarnya dipecahkan oleh pengalaman-pengalaman itu.
Oleh sebab itulah maka dalam doktrin seperti yang diajarkan oleh Santo Bernardus pengilahian kodrat insani tidak berarti penghancuran kodrat insani itu sendiri.
Disini tidak ada kemiripan dengan Budhisme. Sebaliknya semuanya menentangnya. Justru karena jarak yang memisahkan manusia dengan Allah tak terbatas, orang tidak dapat memikirkan kesatuan maupun antara keduanya, betapapun akrabnya, di mana percampurnan kedua kodrat meniadakan jarak itu. Baik transendensi Allah, maupun substansis manusia tetap utuh.
Mistik Kristen yang diajarkan oleh Santo Bernardus dari Clairvaux justru mentransfigurasikan manusia dalam kemungkinannya yang paling luhur, meniadakan segala sesuatu yang mengurangi martabat manusia karena merusak wujudnya yang sebenarnya, menempatkan manusia secara final dalam kesempurnaan gambar ilahi sebagaimana dikehendaki oleh Allah sendiri. Tidak ada yang lebih asing bagi Santo Bernardus dari pada negativisme yang sering mencengkam banyak ahli filsafat dewasa ini.
Mistik Santo Bernardus membebaskan kita dari absurdisme, dari kemualan dan dari putus asa. Bahkan kegelapannyapun sebenarnya merupakan jalan menuju ke Cahaya. Sebagai gambar Allah, manusia dapat dan harus mendambakan kesadaran penuh akan dirinya, asal sebelumnya ia mendambakan pengenalan akan Allah.
=====
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar