Ads 468x60px

Minggu, 17 Desember 2017



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 17 Desember 2017
Minggu Gaudete (Hari Minggu Adven III)
Yesaya (61:1-2a.10-11)
(Luk 1:46-54; Ul: Yes 61:10b)
(1Tes 5:16-24)
Yohanes (1:6-8.19-28)
Yohanes - Allah Mengaruniakan Belas KasihNya - God is gracious."
Inilah nama tokoh iman yang hadir sebagai "SAKSI" (Siap Ajarkan Kabar SUKACITA Ilahi): “Ia bukan terang itu tapi harus memberi kesaksian tentang terang itu.”
Ya, bersama dengan Minggu Gaudete pekan III Advent ini (Lat: "Gaudete": Bersukacitalah! “Gaudete in Domino semper - Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan”): "Saudara-saudara, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang..." (Flp 4:4-5a), kitapun diajak menjadi saksi yang penuh sukacita.
Adapun "KPK" supaya kita juga bisa menjadi "saksi yang penuh sukacita", antara lain:
1.Kejujuran:
Di awal kesaksiannya, Yohanes memberikan penjelasan tentang identitas dirinya agar orang tidak salah paham.
Dengan jujur, ia mengakui bahwa ia bukan Mesias. Ia bukan Elia (nabi yang diyakini akan datang kembali untuk persiapan akhir zaman/Mal 3:1, 4:5, karena dia terangkat ke surga tanpa meninggal/2 Raj 2:11-12). Yohanes juga menolak anggapan bahwa dialah nabi besar yang mewartakan akhir zaman (Ul 18:18).
2.Pertobatan:
Tobat (Yun: Metanoia) yang ditandakan dengan babtisan Yohanes adalah cara untuk mengasah hati dan budi agar peka terhadap kehadiran dan tuntunan Sang Terang. Dkl: Kita diajak bertobat, "berbalik" dari kegelapan menuju ke sumber terang.
3.Kerendahan hati:
Berhadapan dengan Yesus, Yohanes siap melayaniNya sebagai hamba yang rendah dan hina, yang membuka tali kasutNya dia merasa tidak pantas.
Rabbi Joshua bin Levi menulis: “Seorang murid seharusnya melayani guru dengan melakukan semua pekerjaan yang biasanya dilakukan seorang budak terhadap tuannya, kecuali membuka tali kasutnya.” (Traktat Ketubot 96a, Babylonian Talmud). Artinya seorang budak tidak boleh dipaksa untuk membuka tali kasut tuannya bila ia menolak melakukannya.
Disinilah, Yohanes menekankan kerendahan hati di hadapan Yesus. Inilah yang membuatnya mengenal Yesus:“di tengah-tengahmu berdiri Dia yang tidak kamu kenal."
Pastinya, kerendahan hati ala Yohanes ini membuat kita mudah bersyukur (1 Tes 5:17), karna "Allah menentang orang yang congkak tapi mengasihani orang yang rendah hati. Rendahkanlah dirimu dihadapan Tuhan dan Ia akan meninggikan kamu” (Yak 4:6b.10).
"Dari Bekasi ke Kramat Jati - Jadilah saksi yang rendah hati."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Kutipan Teks Misa
Kita semua percaya akan Kristus, dan mengharapkan keselamatan di dalam Dia. (St. Agustinus)
Antifon Pembuka (Flp 4:4-5
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat.
Rejoice in the Lord always; again I say, rejoice. Indeed, the Lord is near.
Gaudete in Domino semper: iterum dico, gaudete: modestia vestra nota sit omnibus hominibus: Dominus prope est. Nihil solliciti sitis: sed in omni oratione petitiones vestrae innotescant apud Deum.
Madah Kemuliaan ditiadakan, pada Misa ini ada Syahadat.
Doa Pagi
Ya Allah Bapa kami, Engkau memperbarui dunia dalam diri Yesus Kristus, Putra-Mu. Kami mohon, teguhkanlah iman, harapan dan kasih kami untuk menyongsong kedatangan Putra-Mu, sehingga kami pun benar-benar diperbarui. Sebab Dialah Tuhan kami, Yesus Kristus, yang bersama Engkau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Yesaya (61:1-2a.10-11)
"Aku bersukaria di dalam Tuhan."
Kata nabi, “Roh Tuhan ada padaku, sebab ia telah mengurapi aku. Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati. Aku diutus untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara. Tuhan Allah berkenan kepadaku untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembalasan Allah kita. Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku. Sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin pria mengenakan hiasan kepala, dan seperti pengantain wanita memakai perhiasan. Sebab seperti bumi memancarkan tumbuh-tumbuhan, dan seperti kebun menumbuhkan benih yang ditaburkan, demikianlah Tuhan akan menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PS 840
Ref. Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.
Ayat. (Luk 1:46-54; Ul: Yes 61:10b)
1. Aku mengagungkan Tuhan, hatiku bersukaria karena Allah, penyelamatku. Sebab Ia memperhatikan daku, hamba-Nya yang hina ini.
2. Mulai sekarang aku disebut yang bahagia oleh sekalian bangsa. Sebab perbuatan besar dikerjakan bagiku oleh Yang Mahakuasa; kuduslah nama-Nya.
3. Kasih sayang-Nya turun-temurun kepada orang yang takwa. Perkasalah perbuatan tangan-Nya; diceraiberaikan-Nya orang yang angkuh hatinya.
4. Orang yang berkuasa diturunkan-Nya dari takhta, yang hina dina diangkat-Nya. Orang lapar dikenyangkan-Nya dengan kebaikan; orang kaya diusir-Nya dengan tangan kosong.
5. Menurut janji-Nya kepada leluhur kita, Allah telah menolong Israel, hamba-Nya. Demi kasih sayang-Nya kepada Abraham serta keturunannya untuk selama-lamanya.
Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Tesalonika (1Tes 5:16-24)
"Semoga roh, jiwa, dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tidak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita."
Saudara-saudara, bersukacitalah senantiasa! Tetaplah berdoa dan mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah bagi kamu di dalam Kristus Yesus. Jangan padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat! Ujilah segala sesuatu, dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan. Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. Ia yang memanggil kamu adalah setia; maka Ia pun akan menggenapinya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Bait Pengantar Injil, do = f, 4/4, Kanon, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Yes 61:1)
Roh Tuhan ada padaku. Ia mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (1:6-8.19-28)
"Di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal."
Datanglah seorang yang diutus Allah namanya Yohanes. Ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Yohanes sendiri bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Dan inilah kesaksian Yohanes ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus kepadanya beberapa imam dan orang-orang Lewi untuk menanyakan kepadanya, “Siapakah Engkau?” Yohanes mengaku dan tidak berdusta, katanya, “Aku bukan Mesias!” Lalu mereka bertanya kepadanya, “Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?” Yohanes menjawab, “Bukan!” Engkaukah nabi yang akan datang?” Ia pun menjawab, “Bukan!” Maka kata mereka kepadanya, “Siapakah engkau? Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka yang mengutus kami. Apakah katamu tentang dirimu sendiri?” Jawab Yohanes, “Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan, seperti yang telah dikatakan Nabi Yesaya. Di antara orang-orang yang diutus itu ada beberapa orang Farisi. Mereka bertanya kepada Yohanes, “Mengapa engkau membaptis, jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi yang akan datang?” Yohanes menjawab kepada mereka, “Aku membaptis dengan air, tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu Dia yang datang kemudian daripada aku. Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Hal itu terjadi di Betania yang di seberang Sungai Yordan, di mana Yohanes membaptis orang.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Antifon Komuni (bdk. Yes 35:4)
Katakanlah kepada yang tawar hati: Tabahkanlah hatimu dan jangan takut. Lihatlah, Tuhan akan datang menyelamatkan kita.
Say to the faint of heart: Be strong and do not fear. Behold, our God will come, and he will save us.
Dicite: Pusillanimes confortamini, et nolite timere: ecce Deus noster veniet, et salvabit nos
B.
Pemberitahuan
Tahun ini, umat beriman memiliki kewajiban ganda pada akhir pekan Natal.
Ada kewajiban untuk menghadiri Misa hari Minggu pada hari Minggu Ke-4 Adven dan sebuah kewajiban untuk menghadiri Misa pada hari Natal.
Setiap Misa yang dirayakan pada tanggal 23-24 Desember berakhir sebelum pukul 16.00 pada tanggal 24 Desember memenuhi kewajiban untuk Minggu Keempat Adven.
Setiap Misa dirayakan pada tanggal 24 Desember setelah pukul 16.00 sore adalah sebuah Misa Natal dan memenuhi kewajiban untuk menghadiri misa pada hari Natal.
C.
ULASAN EKSEGETIS BACAAN MISA
HARI MINGGU ADVEN III TAHUN B
17 Desember 2017 : KESAKSIAN YOHANES
Rekan-rekan yang baik!
Seperti hari Minggu yang lalu, kali ini Injil Minggu Adven III/B ( Yoh 1:6-8;19-28) juga hampir seluruhnya berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Tapi yang sekarang ditonjolkan ialah kesaksiannya. Pertama-tama ia ditampilkan sebagai yang diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi saksi bagi sang “terang” walaupun ia bukan terang itu sendiri (ay. 6-8). Kemudian kepada orang-orang yang datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia, bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau agar jalan bagi Tuhan diluruskan (ay. 19-23). Ia membaptis dengan air untuk membantu orang mengungkapkan niatan untuk hidup bersih menyongsong dia yang akan datang. Yohanes juga tegas-tegas menyatakan dirinya tak pantas melepas tali sandal dia yang bakal datang ini (ay. 27). Seperti diuraikan Minggu lalu, ungkapan ini berarti Yohanes merasa tidak patut menjalankan urusan yang menjadi hak dia yang akan datang itu.
Menumbuhkan Harapan
Yohanes Pembaptis memang sudah sedemikian dikenal sebelum orang mulai mendengar tentang Yesus. Banyak orang datang kepadanya karena warta serta tindakannya amat komunikatif bagi orang-orang pada zaman itu. Maklum, suasana di tanah suci waktu itu terasa semakin tak menentu. Zaman edan. Ada krisis identitas nasional. Ajaran nenek moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan sehari-hari. Juga tak banyak hasilnya usaha menyegarkan kembali kepercayaan itu. Kata-kata para nabi terdengar makin lirih, makin jauh. Sepi. Orang makin kecewa, apatis. Orang merasa semakin menjadi mangsa kekuatan-kekuatan yang menghimpit cita-cita mereka sebagai umat Tuhan. Harapan satu-satunya yang masih memberi mereka pandangan ke depan ialah Mesias yang bakal datang. Yang Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa akan datang untuk memimpin mereka. Kedatangannya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam Tanah Terjanji surgawi. Mereka yang tidak ada bersama mereka akan binasa bersamaan dengan kiamat. Begitulah ringkasnya alam pikiran yang kerap pula disebut “mesianisme apokaliptik”.
Ada orang-orang yang mulai menjalani hidup bertapa menyepi di padang gurun. Beberapa tulisan dari masa itu menyebut mereka sebagai kaum Esseni. Banyak dari mereka yang hidup di pertapaan sekitar Laut Mati. Salah satu di antaranya ialah komunitas Qumran yang dikenal kembali dari penemuan-penemuan sejak tahun 1947. Mereka hidup menantikan Mesias dan mengusahakan diri agar siap menghadapi bagi peristiwa besar yang bakal datang itu. Yohanes Pembaptis ada dalam gerakan kerohanian ini walau ia tidak memutuskan hubungan dengan dunia luar. Ia malah membantu banyak orang agar semakin dapat memusatkan perhatian kepada yang mereka nanti-nantikan itu.
Menantikan Mesias
Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang dalam 2Raj 2:1-18 diceritakan diangkat naik ke surga, akan datang kembali. Ada pula anggapan, seperti tercermin dalam Mal 4:5, bahwa kedatangan Elia kembali nanti itu menandai akhir zaman yang diawali oleh Mesias segera tiba. Dalam Mrk 1:6 dan Mat 3:4, Yohanes digambarkan berpakaian jubah bulu dan ikat pinggang kulit, mirip dengan cara berpakaian Elia yang disebutkan 2Raj 1:8. Memang Yohanes Pembaptis sering dianggap Elia yang kini telah kembali ke dunia. Pandangan ini kiranya hidup di dalam umat Injil Sinoptik (Mrk, Mat dan Luk). Injil Yohanes lain. Di situ sang Pembaptis justru menyangkal pendapat bahwa dirinya ialah Elia yang datang kembali (Yoh 1:21).
Sudut pandang yang berbeda ini menggambarkan dinamika perkembangan gagasan mengenai akhir zaman. Pada mulanya memang besar anggapan bahwa akhir zaman segera akan tiba. Kemudian semakin disadari bahwa peristiwa itu baru akan terjadi jauh di masa depan. Yang penting ialah masa kini ini. Perkembangan selanjutnya ialah tidak lagi menghitung-hitung kapan akhir zaman itu tiba. Dalam Injil Yohanes, gagasan yang menyibukkan perhatian orang itu dikatakan sudah terjadi. Era baru dengan kehadiran terang ilahi di dunia inilah zaman akhir jagat. Tidak lagi perlu memikirkan kapan, di mana, dan bagaimana. Sudah hadir dan kini sedang membuat kegelapan tersingkir. Yang perlu ialah menerimanya. Inilah pandangan Injil Yohanes.
Yohanes Pembaptis ditampilkan dalam Injil Yohanes lebih sebagai tokoh yang memberikan “martyria”, yaitu kesaksian mengenai siapa Yesus itu. Injil ini tidak memakai sebutan “Pembaptis” baginya, karena yang ditonjolkan ialah perannya memberi kesaksian mengenai siapa Yesus itu.
“Kesaksian” Yohanes
Apa “martyria” atau kesaksian Yohanes? Tokoh yang dikenal banyak orang itu disebut sebagai yang datang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian akan terang yang sudah bersinar dalam kegelapan. Ditandaskan bahwa ia bukan terang itu sendiri. Dari penjelasan di muka mengenai latar belakang zaman itu, maka amat berartilah penegasan bahwa ada “terang bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan tidak menguasainya” (Yoh 1:5) Apakah orang-orang langsung menerimanya dan mempercayainya? Bacaan hari ini mulai dengan kedua ayat berikutnya. Yohanes diutus untuk menjadi saksi bagi terang itu agar dengan demikian orang mulai percaya kepada terang itu sendiri. Dan dalam bagian kedua Injil hari ini (Yoh 1:18-28) dijelaskan lebih lanjut kesaksiannya itu.
Pertama-tama ada serangkaian pernyataan negatif. Yohanes bersaksi bahwa (1) ia bukan Mesias, yaitu orang yang resmi diutus Tuhan kepada umat-Nya untuk menuntun mereka kembali kepada-Nya, (2) ia bukan juga Elia, artinya ia bukan menjadi pertanda bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Ia menyatakan diri bukan pula sebagai nabi yang pada waktu itu dipercaya sebagai orang yang menyadarkan orang bahwa akhir zaman akan segera terjadi.
Dengan penyangkalan itu ia membuat orang mulai kritis terhadap harapan-harapan saleh yang sudah menjadi gaya berpikir pada masa itu. Apakah harapan seperti itu sebetulnya bukan hanya impian yang menjauhkan orang dari kenyataan? Kecenderungan untuk melarikan diri ke dalam janji-janji dan rasa aman yang diberi warna agama memang ada di mana-mana di sepanjang zaman, terutama di masa-masa sulit. Orang-orang berdatangan menemui Yohanes belum tentu dengan maksud untuk belajar darinya. Banyak yang datang kepadanya untuk mendengarkan harapan-harapan mereka sendiri. Tetapi sang Pembaptis tidak meninabobokan mereka.
Kemudian Yohanes bersaksi mengenai yang dilakukannya. Ia itu suara orang yang berseru-seru di padang gurun, tempat dulu umat Perjanjian Lama hidup dalam bimbingan Tuhan sendiri, tetapi yang kini terasa tidak lagi banyak artinya. Hubungan dengan Tuhan terasa sudah amat renggang. Tetapi justru dalam keadaan itu terdengar Yohanes yang berseru “Luruskanlah jalan Tuhan!” Seperti dalam Yes 40:3, seruan itu bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada kekuatan-kekuatan surga – tersirat amatan bahwa manusia sudah terlalu kering, sudah tak lagi peka. Dan siapa yang bakal bisa melawan kekuatan-kekuatan itu? Mereka sendiri akan bertindak menyiapkan kedatangan Tuhan. Yang diharapkan dari manusia ialah membiarkan diri dibimbing. Dan Yohanes mengajak orang menghidupi iman ini, bukan membuai diri dengan harapan-harapan saleh akan kedatangan seorang Mesias menurut idealisme mereka sendiri.
Yohanes juga menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya mengapa ia membaptis. Ia berkata, yang mereka harap-harapkan itu sudah datang. Terang sudah bersinar, hanya perlu mengenalinya! Itulah puncak kesaksiannya.
Ikut Membangun Masyarakat = “Martyria” Kaum Beriman Di Indonesia
Tema pokok dalam Injil Minggu ini ialah kesaksian Yohanes Pembaptis akan siapa yang bakal datang itu, yakni yang sudah ada di tengah-tengah umat yang tidak mereka kenal. Dia itu cahaya yang telah menerangi jalan-jalan baru. Yohanes mempersaksikan bahwa terang itu bersinar, sehingga orang percaya dan dapat memperoleh hidup dari terang itu sendiri. Berbagi hidup dengan terang itu sendiri. Kaum beriman dapat semakin belajar dari cara Yohanes bersaksi. Ia menyadarkan betapa pentingnya mengenali terang kehidupan agar supaya tidak hidup dirundung kegelapan. Kesaksian Yohanes dapat menjernihkan batin serta memberi kekuatan baru. Batin kita dipenuhi dengan macam-macam pengharapan dan niatan. Juga dengan pelbagai gambaran mengenai tokoh-tokoh besar. Pimpinan Gereja, pendiri tarekat, santo pelindung, pembimbing rohani…. Semua tokoh panutan ini akan semakin mendekatkan ke inti kehidupan batin bila dihayati sebagai “martyria” atau kesaksian seperti yang dijalankan Yohanes. Ada gunanya mendalami perutusan mereka sebagai perutusan Yohanes: mempersaksikan bahwa terang sudah menyinari kegelapan.
Kesaksian seperti ini dapat juga menjadi “martyria” kaum beriman – Gereja – di Indonesia: dalam ikutserta membangun masyarakat yang tidak membiarkan kesetujuan-kesetujuan dasar dalam hidup bermasyarakat di negeri ini menjadi kabur, mengajak semua orang yang berkehendak baik membangun wahana terang yang baru bagi kehidupan bersama. Itulah “martyria” bagi kaum beriman kini dan di sini.
Dari Bacaan Kedua (1Tes 5:16-24)
Ayat 16-22 memuat seruan Paulus agar umat di Tesalonika tetap bersuka cita, tekun dalam doa, bersyukur dalam keadaan apapun. Waktu itu orang berpendapat bahwa akhir zaman akan segera terjadi dan para murid dan pengikut berusaha agar siap dan layak untuk itu. Inilah konteks surat Paulus kali ini. Sekaligus Paulus mengarahkan perhatian umat ke masa kini mereka. Umat diajaknya menumbuhkan kepekaan akan Roh yang menggerakkan batin. Ini semua bakal menjauhkan orang dari “segala jenis kejahatan”. Pernyataan ini bukan sekadar nasihat agar menjauhi yang tak baik. Dalam ungkapan Paulus, bentuk perintah seperti itu menjadi cara untuk mengatakan hasil ketekunan menjalani hidup dalam bimbingan Roh. Dengan kata lain, menjaga diri agar tidak kehilangan kegembiraan hidup, menemukan arti doa dan syukur dalam keberuntungan maupun kesukaran, tetap terbuka bagi Dia yang menggerakkan batin – semua ini akan menjauhkan orang dari “segala yang jahat”. Yang jahat bukanlah semata-mata perkara hukum atau moral belaka melainkan kenyataan rapuhnya kehidupan manusia dan besarnya kekuatan-kekuatan yang mengancamnya. Sering tidak begitu langsung terlihat, tetapi ada kekuatan dalam masyarakat yang justru membawanya ke kemerosotan. Ada arah-arah yang melawan keadaban, ada arus-arus yang membuat kemanusiaan menjadi timpang – yang diketahui bila diperiksa dengan kepekaan rohani. Ajakan Paulus masih bisa menyapa orang sekarang, juga di Indonesia kini. Dan Gereja di Indonesia boleh merasa disapa oleh Paulus sendiri.
Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani (“roh” – pneuma ) dan berkekuatan hidup (“jiwa” – psyche ) dalam badan yang nyata (“tubuh” – soma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat – dimatikan – dihilangkan kekuatannya – sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi. Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani (“roh” – pneuma ) dan berkekuatan hidup (“jiwa” – psyche ) dalam badan yang nyata (“tubuh” – soma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat – dimatikan – dihilangkan kekuatannya – sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi.
D.
Sebuah Renungan Lain.
Minggu Adven III.
Zef 3:14-18a; Flp 4:4-7; Luk 3:10-18
01. Suasana dominan yang digambarkan dalam Bacaan I dan II hari ini adalah ajakan untuk bersukacita, bergembira. Oleh karena itu dalam tradisi liturgi hari Minggu Adven III ini disebut Minggu Gaudete. Kita diajak untuk bersyukur dalam kegembiraan, karena kedatangan Tuhan sudah semakin mendekat. Nabi Zefanya juga mengajak umat Israel bersorak gembira karena saatnya telah datang, saat penyelamatan, saat pembebasan dari penindasan. Saat Allah bertindak. Perayaan Natal sebagai kenangan dan aktualisasi kedatangan Tuhan memang selalu diwarnai dengan suasana kemeriahan dan kegembiraan. Kesemarakan pesta itu sudah mulai terasa di hari-hari persiapan saat ini, .
02. Injil hari ini masih menampilkan sosok Yohanes Pembabtis, seorang nabi yang mewartakan pertobatan dan mengajak semua orang untuk mengungkapkannya dengan menerima pembabtisan. Ada 3 aspek yang diungkapkan Yohanes Pembabtis dalam kotbahnya yakni aspek eskatologis (ay. 7-9), tuntutan etis (ay. 10-14) dan kedatangan Mesias (ay. 15-18). Injil yang diwartakan hari ini hanya membahas tentang tuntutan etis sebagai wujud pertobatan dan warta seputar kedatangan Mesias.
03. Dalam perikop hari ini pertanyaan “apakah yang harus kami perbuat” diulang sampai 3 kali (ay. 10, 12 dan 14). Dalam tulisan Lukas, pertanyaan itu merupakan ungkapan khas dari seseorang yang ingin bertobat (Misalnya, dalam Kis 2:37 diajukan oleh orang banyak setelah mendengarkan kotbah Petrus; dalam Kis 16:30 ditanyakan oleh kepala penjara di Filipi kepada Paulus; dalam Kis 22:10 disampaikan oleh Paulus yang menceritakan kisah pertobatannya). Seperti nabi-nabi Perjanjian Lama, Yohanes Pembabtis ditampilkan sebagai nabi Allah yang dapat memberikan arahan konkret yang harus dilaksanakan agar hidup selaras dengan kehendak Allah.
04. Secara umum Yohanes Pembabtis memberikan pedoman bahwa pertobatan bukan sekedar pikiran saleh atau rasa menyesal, tidak cukup hanya diwujudkan dengan berpuasa atau praktek keagamaan yang saleh seperti mempersembahkan korban penebus salah atau korban penghapus dosa di Bait Allah. Pertobatan itu diwujudkan terutama dengan tindakan konkret, dengan perbuatan kasih, dalam konteks ini kesediaan untuk saling memberikan perhatian dengan berbagi. Karena sesama adalah “yang sama” dengan kita dan menjadi bagian dari hidup kita. Ajaran tentang keadilan dan kasih itu praktis sama dengan pengajaran para nabi sebelumnya (Mi 6:8; Yes 58:6-7; Yeh 18:5-16). Dalam Kotbah di Bukit tuntutan Yesus bahkan lebih radikal, “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu” (Luk 6:29). Namun dalam Kotbah di Bukit pilihan sikap itu bukan sekedar sebagai bentuk pertobatan melainkan ungkapan kedalaman iman.
05. Kepada orang-orang yang datang untuk memohon nasehatnya, Yohanes Pembabtis memberikan petunjuk khusus dan konkret sesuai dengan godaan-godaan yang dihadapi dalam melaksanakan profesi masing-masing. Yang menarik ialah bahwa untuk mencapai kesucian hidup, Yohanes Pembabtis tidak menasehatkan agar orang meninggalkan profesinya dan menjalani hidup seperti dia. Tetapi sebaliknya, kesucian itu diwujudkan dalam menjalankan profesi masing-masing dengan baik, setia, jujur, tekun dan bertanggungjawab. Dalam arah yang sama, Paulus juga menasehatkan, “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.” (1Kor 7:17).
Dua profesi dengan sengaja dimunculkan secara khusus, yakni pemungut cukai dan prajurit karena kedua profesi ini rawan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang dan mempunyai citra yang negatif dalam masyarakat.
Pada zaman Yesus, Palestina merupakan wilayah jajahan Roma. Untuk mengeruk dana dari wilayah jajahannya, pemerintah Roma menetapkan pajak yang harus dibayar rakyat per kepala. Agar penarikan pajak dapat berjalan lancar, pemerintah Roma memberikan tender kepada orang setempat yang kaya dan “kuat”. Para pemenang tender lebih dahulu memberikan sejumlah uang kepada pemerintah Roma sesuai dengan estimasi nominal yang didapatkan dari penarikan pajak. Agar mendapatkan keuntungan yang besar, para pemungut pajak menarik lebih dari ketentuan yang berlaku. Pajak ini sangat membebani rakyat sehingga banyak yang jatuh miskin dan terus dibelenggu hutang. Profesi ini rawan dengan korupsi, pemerasan dan tindak kekerasan. Pada umumnya para pemungut pajak dibenci oleh rakyat karena dianggap penindas dan menjadi antek penjajah asing. Mereka dipandang sebagai orang-orang berdosa dan karena itu dianggap najis. Maka nasehat yang diberikan kepada mereka adalah, "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (ay. 13). Jangan menjadi serakah.
Profesi kedua yang disoroti adalah prajurit. Yang dimaksud dengan prajurit adalah tentara bayaran atau mereka yang harus menjalani wajib militer dan bertugas sebagai pasukan keamanan untuk Herodes Antipas. Menurut hukum Taurat sebenarnya wajib militer dilarang dan sejak Julius Caesar, orang Yahudi diberi dispensasi untuk tidak menjalani wajib militer. Karena mempunyai wewenang dan senjata, profesi ini rentan dengan kekerasan, pemerasan, penindasan dan “perampokan legal”. Untuk menambah pendapatannya, mereka menakuti rakyat dan memeras dengan meminta “uang keamanan”. Karena itu Yohanes Pembabtis menasehatkan, "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (ay. 14).
06. Ajakan Yohanes Pembabtis untuk memberikan wujud konkret pada pertobatan juga digarisbawahi oleh Yesus, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 7:21) yakni yang menjalankan keadilan, berbagi, mengampuni dan jujur. Kesucian tidak hanya didapatkan dalam hidup membiara tetapi juga melalui profesi yang kita tekuni setiap hari dengan semangat injil. Profesi itu dijalani sebagai bentuk pelayanan kepada sesama, dalam kasih dan kejujuran, dengan sepenuh hati dan kesabaran, dengan keramahan dan senyuman. Sehingga melalui pelaksanaan profesi kita, “mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Mat 5:16).
07. Dengan rendah hati Yohanes Pembabtis mengakui bahwa dirinya bukan Mesias. Dia hanya bertugas untuk menjadi perintis jalan bagi kedatangan Mesias. Bahkan menjadi abdi-Nya, membuka tali kasut-Nya pun tidak pantas. Sebuah kerendahan hati yang mengagumkan. Yohanes Pembabtis memberikan teladan bahwa kerendahan hati adalah titik awal pertobatan. Menerima dengan penuh keikhlasan bahwa kita adalah pendosa di hadapan Sang Penebus merupakan langkah awal yang tepat untuk sebuah pertobatan, untuk pembaharuan dalam hidup. Kesadaran akan keterbatasan ini membuat kita tidak bertahan dalam kesalahan, dosa atau ketidakpantasan. Kita membuka diri terhadap dorongan Roh Kudus yang telah kita terima dalam pembabtisan.
08. Dengan memakai kiasan alat penampi yang sudah ada di tangan Allah, Yohanes Pembabtis menegaskan bahwa pertobatan itu sangat mendesak. Tidak bisa ditunda sampai esok pagi tetapi harus dilakukan hari ini bahkan saat ini juga! Mereka yang bertobat akan diselamatkan, sedangkan yang tidak mau bertobat akan diperlakukan seperti jerami yang dibakar di dalam api yang tak terpadamkan. Meskipun sama-sama menekankan aspek "mendesak", nuansa seruan pertobatan Yohanes Pembabtis berbeda dengan seruan Yesus. Yesus lebih menekankan kehadiran Allah yang menyelamatkan sebagai alasan pertobatan, "Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat" sedangkan Yohanes lebih menekankan aspek hukuman. Pertobatan yang diwartakan oleh Yesus bernuansa kegembiraan sedangkan pertobatan yang diwartakan Yohanes diwarnai oleh ketakutan.
09. Ketika keluar dari kamar pengakuan dosa, hati ini dikobarkan oleh keinginan untuk menata hidup, ingin bertobat dengan menjalani hidup yang lebih baik, suci dan benar. Namun baru saja mengayunkan beberapa langkah dari kamar pengakuan kita kembali jatuh ke dalam dosa. Bahkan dalam dosa dan kelemahan yang sama. Rasanya hidup hanya berjalan di tempat, tidak ada perubahan atau perkembangan. Untuk berubah menjadi lebih baik memang membutuhkan keberanian dan kesungguhan. Keberanian adalah suatu sikap untuk melakukan hal-hal baru dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan gagal. Keberanian dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu tujuan hidup, tindakan nyata, dan semangat. Ketiga hal tersebut mampu mengatasi rasa takut, dan memudahkan kita untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Visi atau tujuan hidup yang jelas dan konkret mendorong kita untuk menciptakan kemajuan. Kemajuan itu berjalan secara bertahap, selangkah demi selangkah. Perubahan kecil mendorong kita untuk meraih kemajuan yang lebih besar. Tindakan nyata akan membuka peluang dan meningkatkan harapan sekaligus keberanian memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik. Dan semangat merupakan daya kekuatan untuk berubah. Kalau kita mau maka kita pasti bisa. Yang tidak mudah adalah membuat kata bisa itu menjadi sebuah kebiasaan atau “habitus”, padahal kebiasaan itu mempunyai power! Hasil dari kebiasaan yang terlatih dapat membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pertobatan ke arah kebaikan hanya bisa dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan seperti berpikir positif, antusias, optimis, disiplin, integritas dan tanggung jawab. Melatih, memelihara, dan mengembangkan kebiasaan berpikir positif terus menerus akan membentuk kebiasaan. Dan kita bisa karena biasa.
10. Dalam sebuah pisowanan agung, Raja Salomo yang terkenal kebijaksanaannya menerima kedatangan seorang ibu yang memintakan pengampunan bagi putranya yang dipenjara karena melakukan tindak kejahatan dan terancam hukuman mati. Raja Salomo menyatakan bahwa kejahatan anak itu sudah terlalu besar, dan keadilan yang paling tepat bagi tindak kejahatannya adalah hukuman mati. Sang ibu menjawab, “Yang mulia baginda raja, yang hamba mohon bukan keadilan, namun belas kasihan”. Raja Salomo berkata, “Tapi anakmu tidak layak menerima belas kasihan!” Dan ibu itu kembali memohon sambil menangis, “Mohon ampun Baginda, bukanlah belas kasihan namanya jika ia layak menerimanya”. Raja Salomo tertegun sejenak kemudian berkata, “Benar juga, engkau benar. Baiklah aku mau memberikan belas kasihan kepadanya.” Dan anak itu pun dibebaskan.
Kisah singkat itu memberi gambaran makna belas kasih. Belas kasih bukan hak yang pantas kita terima. Bukan! Belas kasih adalah anugerah yang sebenarnya tidak layak kita terima. Setiap hari kita berlumur dosa, dan hukuman yang sesuai dengan tindakan kita adalah kebinasaan. Tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Allah. Dia sangat mengasihi kita, sehingga menganugerahkan Putra-Nya yang tunggal. Dengan merendahkan Diri menjadi manusia lemah, Dia datang untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan. Maka di awal Perayaan Ekaristi atau Ibadat Sabda dengan jujur dan rendah hati kita mengakui dosa-dosa, kelemahan dan kerapuhan. Kita datang menghadap Allah dengan kesadaran penuh bahwa sebenarnya kita tidak layak menerima pengampunan dan belas kasih-Nya. Namun “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet 3:9). Kerahiman Allah, belas kasih-Nya membebaskan dan menyelamatkan kita. Setiap kali kita datang kepada-Nya dengan hati yang remuk redam, kasih Allah yang tidak terbatas selalu siap memberi pengampunan. Itulah yang ingin kita alami dan rasakan juga bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar