Ads 468x60px

Selasa, 19 Juni 2018



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Selasa, 19 Juni 2018
Hari Biasa Pekan XI
1 Raja-Raja (21:17-29)
(Mzm 51:3-4.5-6a.11.16)
Matius (5:43-48)
“Deus caritas est - Allah adalah kasih.”
Itulah ensiklik pertama Paus Emeritus Benediktus XVI yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius).
Ya, karena Allah adalah kasih, kita juga diharapkan selalu memancarkan wajah Allah yang penuh dengan vitamin “C “ - CINTAKASIH.
Jelasnya, seperti Allah yang menjadi “gift/kado” bagi hidup kita, kita juga diajak menjadi “gift/kado” bagi hidup sesama dan dunia kita.
Dalam buku saya, “TANDA” (RJK, Kanisius), ada dua jalan iman supaya kita bisa menjadi “kado” dan berbagi ”kado”, yakni: "KAsihi dan DOakan", bahkan termasuk kepada orang yang menjadi ”musuh”: menyakiti hati/membenci diri kita: “KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Mat 5:44).
Musuh sendiri bisa berarti seseorang yang kita benci, mungkin karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kekecewaan/kejatuhan, dan karenanya mereka ini tidak layak diampuni apalagi dikasihi. Tapi bukankah cinta itu kasih dan bukankah kasih itu adalah inti hukum kristiani?
Pertanyaannya: Mengapa kita harus menjadi “kado”? Alasannya adalah karena dengan menjadi “kado”, kita bisa menjadi anak-anak Bapa: "Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar."
Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection."
Plummer benar! Membalas kebaikan dengan kejahatan berarti membiarkan iblis memasuki hati kita. Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah sesuatu yang insani, sedangkan membalas kejahatan dengan kebaikan adalah sifat ilahi.
Untuk kehidupan kita, rasa sakit hati dan kebencian tidaklah sehat. Kita tidak akan pernah bisa hidup bahagia dalam damai dan sukacita jika kita terus menyimpan dendam dan kebencian. Kita tidak bisa ubah mereka tapi kita bisa ubah cara pandang kita tentang mereka.
Lihatlah bagaimana tindakan Yesus menjadi “kado” di atas kayu salib (wasiat pertama, Luk 23:34). Sudahkah kita juga belajar menjadi “kado”?
"Pak Widodo makan kurma - Jadilah kado bagi sesama.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Domus Pacis - Rumah Damai".
Inilah nama sebuah rumah singgah buat para imam projo di kota Jogja. Kita juga diajak mjd "rumah damai" dg semangat kasih+pengampunan.
Adapun hari ini Yesus ajak kt u/mempunyai "rumah damai" dg berbagi "kado" yg punyai 2 jalan cintanya, al:
A.KA-sihi musuhmu:
Mengasihi org yg mengasihi kita adl hal yg biasa, tp yg luar biasa, hari ini Yesus ajak kt u/mengasihi musuh, yakni org yg membenci+menyakiti hati, kdg menjatuhkan+menyingkirkan kt. Sulit tp inilah yg dimintaNya spy kt mjd org yg luar biasa dlm Tuhan krn sll hidup dg nada dasar "C", Cinta.
B.DO-akan org yg menganiaya kt:
Kt mjd sakit/terluka ktika dianiaya dg kata/sikap/tind yg menjatuhkan+menjelekkan hdp kt: dicap buruk-disingkirkan+dikorbankan.. Bukankah sakit/luka hati kita itu butuh obat spy bisa sembuh? St Thomas Aquinas mengatakan, "doa yg panjang adl obat mujarab."
Ya, Yesus ajak kt u/iklas mendoakan mrk yg menganiaya kt dg hati besar krn dg bgitu kt mjd anak-anak Allah. Ya, Yesus mengajak kt mjd pribadi yg luar biasa dg nada dasar "D", Doa dlm hdp kt stiap harinya..
"Cari arang dan selasih - Jadilah org yg berbelaskasih".
2.
"Misericordia - Kerahiman Ilahi."
Inilah salah satu devosi yang ditekankan pada Tahun Yubileum lalu yang sarat dengan pesan kerahiman.
Adapun hari ini Yesus sang Raja Kerahiman berkata kepada para muridNya: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Dengan kata lain: Kita diajak menjadi orang yang memiliki "kerahiman ilahi" dengan memiliki "kado": "KAsihi+DOakan". Kita diajak menjadi "kado", terlebih bagi musuh yakni orang yang menyakiti dan membenci kita. Tidak usah dibalas/digerutu, cukuplah dikasihi dan didoakan.
Bagi banyak orang, musuh sendiri adalah orang yang dibenci karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kecewa-terpuruk-gagal dll, bisa rekan seiman dan seimam, serumah/se-tempat kerja.
Yang pasti, akibat adanya musuh, kita malahan bisa dikotori oleh perasaan benci dan keinginan untuk membalas dendam serta menghancurkan orang lain. Atau paling tidak, kita ingin melihat mereka menderita. Manusiawi tapi sebenarnya dengan cara demikian, kita malahan akan selalu dipenuhi perasaan dan pikiran negatif, mudah marah dan tersinggung.
Hari inilah, seperti wasiat Yesus yang pertama di atas salib, yang juga ditunjukkan oleh martir pertama bernama Stefanus, kitapun diajak berani berjiwa besar dengan berseru: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Mengapa harus demikian? Karena dengan mengasihi dan mendoakan musuh lah kita menjadi anak Bapa yang menerbitkan matahari bagi org jahat dan orang baik serta menurunkan hujan bagi org benar dan tidak benar.
Seorang penulis, Alfred Plummer pernah berkata: "membalas kebaikan dengan kejahatan= membiarkan iblis masuk di hati kita, membalas kebaikan demgan kebaikan= hal yang insani dan wajar terjadi, tapi membalas kejahatan dengan kebaikan= sifat insani.
Bukankah ini yang dimintaNya, supaya kita menjadi sempurna, mempunyai sifat ilahi? Bukankah rasa benci yang terus dipupuk tidak menyehatkan? Dan, bukankah kita tidak pernah bisa hidup bahagia kalau masih menyimpan dendam dan luka kepada sesama?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berjiwa besar."
3.
"Giver"
Inilah julukan yang kerap saya berikan kepada orang yang selalu berani menjadi orang yang "positif", yang selalu berjuang mengasihi-melayani dan mengampuni sesamanya, bahkan sesamanya yang kadang menyakiti hati dengan gosipan-fitnahan/ucapan yang tidak tulus.
Keutamaan "giver" ini berbanding terbalik dengan "taker", yang suka ber-negatif ria, penuh intrik-taktik, palsu dan tidak tulus.
Mengacu pada pesan ilahi hari ini, adapun dua hal yang bisa diperbuat seorang "giver" adalah menjadi "kado", KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kalian".
Inilah juga yang dikatakan Yesus sebagai syarat untuk menjadi anak-anak kerajaan surga, yang selalu belajar berpikir positif-sportif dan produktif.
Sebuah cerita tambahan: 12 Mei 2014, dalam salah satu sharingnya, Jorge alias Paus Fransiskus mengatakan bahwa suatu kali, ketika masih frater, ia melakukan bimbingan dengan Bapa Rohaninya. Ia bercerita panjang lebar kalau sedang marah/berkonflik dengan salah satu temannya. Namun, Bapa Rohaninya hanya menanggapi dengan satu perkataan singkat: "Dimmi, tu hai pregato per lui?" (Katakan padaku, apakah kamu berdoa untuknya). Dan Jorge menjadab, "No". Lalu, Bapa Rohaninya melanjutkan, "Abbiamo finito" (Bimbingan kita selesai).
Disinilah, kita diajak untuk berani menjadi "giver" dengan mulai berjiwa besar untuk mendoakan orang lain karena bukankah dengan doa kita juga bisa sekaligus menjadi "teacher/guru" dan "healer/penyembuh" bagi banyak orang dan bagi diri kita sendiri?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berhati besar."
4.
"Sanctitas - Kekudusan."
Lima kali dalam kitab Imamat, Allah berkata, “Haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus”. (11:44,45, 19:2, 20:7,26). Yesus menggemakan tema ini lagi ketika berkata: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yg di surga” (Matius 5:48).
Jelasnya, Ia mengajak kita memiliki kasih dan kekudusan sempurna: “berkatilah mereka yang mengutuk kamu dan berbuatlah baik kepada yang membenci kamu”.(Luk 6:27).
Secara insani, kita wajar diajak untuk mengasihi sesama (Im 19:18; Mat 19:19; 22:39; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9; Gal 5:14; Yak 2:8) dan membenci musuh (Ul 23:6; Maz 139:21,22). Dalam bahasa Qumran:"mengasihi semua orang yang telah dipilihNya dan membenci semua orang yg telah ditolak-Nya (1 QS 1.4). Inilah yang kerap disebut sebagai ajaran lex talionis (mata ganti mata, gigi ganti gigi).
Tapi secara imani, kita dituntut “lebih”, yakni menjadi “kado”: KAsihilah+DOakan musuh.
Bisa jadi, hal ini dikarenakan di dunia ini sudah ada terlalu banyak kebencian dan terlalu sedikit belas kasihan, dimana kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggerutu ketimbang bersekutu, menghakimi daripada memahami dan menyakiti ketimbang memberkati.
Adapun salah satu cara untuk menjadi kado+“menghancurkan” musuh adalah dengan menjadikannya seorang sahabat. Karena itu, dengan pertolongan Allah, kasihilah musuh, doakanlah dan berbuat baiklah kepada mereka.
Seperti halnya Tuhan, bersiaplah untuk membalas kejahatan dengan kebaikan (Luk 23:34): "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi.
"Di Tangerang ada banyak pasar-Jadilah orang yang berjiwa besar."
5.
“Amor vincit omnia – Cinta mengalahkan segala!”
Bicara soal cinta kasih, kita mengingat ajakan Yesus untuk mengasihi musuh. Kasih (agapaƍ) yg diperintahkan disini ialah kasih yg membebaskan. Kasih itu sejenis dengan tindakan kasih Allah terhadap orang-orang yang memberontak (Yoh. 3:16), sehingga menunjukkan bahwa orang yang mengasihi sedemikian itu adalah benar-benar anak-anak Bapa.
Sebagaimana kasih Allah itu sempurna, tidak kekanak-kanakan, demikianlah kita harus berusaha mendewasakan diri di dalam hal ini (bdg. Ef. 5:1, 2).
De facto, dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy (Lat: inimicus - "bukan sahabat"), orang yang tidak bersahabat karena membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa, sakit, dsb.
Tapi Yesus mengatakan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:44).
Ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis karena:
a. Membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.
b.melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang. Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan.
Dengan memahami makna ajaran "KADO": KAsihi + DOakan musuh, kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk next level sebagai org beriman.
"Ada selasih ada kemiri-Andalkan kasih setiap hari."
6.
Kutipan Teks Misa
“Betapa besar belas kasih Tuhan Yesus kepada kita. Betapa banyak kasih sayang dan kebaikan-Nya!” (St. Siprianus)
Antifon Pembuka (Mzm 51:5-6a)
Aku sadar akan pelanggaranku, dosaku selalu terbayang di hadapanku. Terhadap Engkau, terhadap Engkaulah aku berdosa.
Doa Pembuka
Allah Bapa sumber belas dan cinta kasih, Engkau memancarkan sinar matahari kepada siapa pun, baik orang baik-baik maupun orang jahat. Kami mohon, semoga kami menaruh cinta kasih kepada musuh, serta mendoakan mereka yang membenci kami. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Kematian Nabot membuat Tuhan mengutus Nabi Elia kepada Ahab. Atas nama Tuhan, Elia mengutuk dan mengecam perbuatan Ahab tersebut. Teguran keras Elia akhirnya menyadarkan Ahab, sehingga dia mau bertobat.
Bacaan dari Kitab Pertama Raja-Raja (21:17-29)
"Engkau menyuruh orang Israel berbuat dosa."
Sesudah Nabot dibunuh, Tuhan bersabda kepada Nabi Elia, orang Tisbe, “Bangunlah, pergilah menemui Ahab, Raja Israel di Samaria. Ia telah pergi ke kebun anggur Nabot untuk mengambil kebun itu menjadi miliknya. Katakanlah kepadanya demikian, ‘Beginilah sabda Tuhan: Engkau telah membunuh dan merampas!’ Katakan pula kepadanya, ‘Beginilah sabda Tuhan: Di tempat anjing telah menjilat darah Nabot, di situ pulalah anjing akan menjilat darahmu’.” Kata Ahab kepada Elia, “Sekarang engkau mendapat aku, hai musuhku?” Jawab Elia, “Memang sekarang aku akan mendapat engkau, karena engkau sudah memperbudak diri dengan melakukan apa yang jahat di hadapan Tuhan. Sungguh, aku akan mendatangkan malapetaka kepadamu. Aku akan menyapu engkau dan melenyapkan setiap orang laki-laki dari keluarga Ahab, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya di Israel. Aku akan memperlakukan keluargamu sama seperti keluarga Yeroboam bin Nebat dan seperti keluarga Baesa bin Ahia. Sebab engkau telah menyakiti hati-Ku dengan menyebabkan orang Israel berbuat dosa. Juga mengenai Izebel Tuhan telah bersabda, ‘Anjing akan memakan Izebel di tembok luar Yizreel. Siapa saja dari keluarga Ahab yang mati di kota akan dimakan anjing, dan yang mati di padang akan dimakan burung di udara’. Sesungguhnya tidak pernah ada orang seperti Ahab yang memperbudak dirinya dengan melakukan yang jahat di mata Tuhan, karena ia telah dibujuk oleh Izebel, isterinya. Bahkan ia telah berlaku sangat keji. Ia mengikuti berhala-berhala, seperti orang Amori yang telah dihalau Tuhan dari depan orang Israel. Segera sesudah Ahab mendengar perkataan itu, ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung pada tubuhnya, dan berpuasa. Bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban. Maka bersabdalah Tuhan kepada Elia orang Tisbe itu, “Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan-Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya. Barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan do = bes, 4/4, PS 812
Ref. Kasihanilah, ya Tuhan, Kaulah pengampun yang rahim, dan belas kasih-Mu tak terhingga.
Ayat. (Mzm 51:3-4.5-6a.11.16)
1. Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, menurut besarnya rahmat-Mu hapuskanlah pelanggaranku. Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!
2. Sebab aku sadar akan pelanggaranku, dosaku selalu terbayang di hadapanku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sendirilah aku berdosa.
3. Palingkanlah wajah-Mu dari dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku! Lepaskanlah aku dari hutang darah, ya Allah, penyelamatku, maka lidahku akan memasyhurkan keadilan-Mu!
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 13:34)
Perintah baru Kuberikan kepadamu, sabda Tuhan. Kasihilah sesamamu sebagaimana Aku mengasihi kamu.
Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya untuk saling mengasihi, bahkan terhadap musuh sekalipun. Yesus ingin agar para murid-Nya berlaku sempurna seperti Bapa yang mengasihi semua orang tanpa diskriminatif.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (5:43-48)
"Kasihilah musuh-musuhmu."
Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata, “Kalian telah mendengar bahwa disabdakan, ‘Kasihilah sesamamu manusia, dan bencilah musuhmu’. Tetapi Aku berkata kepadamu, ‘Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kalian’. Karena dengan demikian kalian menjadi anak-anak Bapamu di surga. Sebab Ia membuat matahari-Nya terbit bagi orang yang jahat, dan juga bagi orang yang baik. Hujan pun diturunkan-Nya bagi orang yang benar dan juga bagi orang yang tidak benar. Apabila kalian mengasihi orang yang mengasihi kalian, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kalian hanya memberi salam kepada saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu kalian harus sempurna sebagaimana Bapamu di surga sempurna adanya.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Kita semua dipanggil untuk menjadi sempurna, karena Allah kita sempurna adanya. Kita diundang menjadi murah hati dan mudah mengampuni, sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang tidak berdosa. Yesus memberikan perintah kepada kita untuk saling mengasihi satu sama lain bahkan pada musuh sekalipun. Apakah kita mampu memaafkan mereka yang disebut musuh dan telah menganiaya kita?
Doa Malam
Allah Bapa, sumber belas dan cinta kasih, semoga kami memiliki belas kasih kepada siapa pun, sebagaimana Engkau mengasihani kami. Semoga Kauampuni dosa kami, sehingga dapat semakin mengagumi keagungan-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.
7.
"WWF - WALK WITH FRANCIS"
Pope Francis:
Omnibus in rerum adiunctis operam demus Regni Dei laetitiae ostendendae!
Let us try to express the joy of God’s Kingdom in every way possible!
Marilah kita mencoba untuk mengungkapkan sukacita Kerajaan Allah dalam segala cara!
===
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA 18 Juni 2018 :
"SKANDAL DAN KOMUNIKASI JAHAT MENCIPTAKAN KEDIKTATORAN."
Bacaan Ekaristi :
1Raj 21:1-16; Mzm 5:2-3.5-6.7; Mat 5:38-42
Tatacaranya kurang lebih selalu sama. Sejak zaman Kristus, sampai penganiayaan orang-orang Yahudi di abad terakhir, hingga zaman kita dengan "pemalsuan" demokrasi. Semuanya dimulai dari "kebohongan", dan, "setelah menghancurkan seseorang dan situasi dengan fitnah tersebut", kita menghakimi, mengecam dan, seringkali, mempersiapkan landasan untuk pembentukan kediktatoran.
Rasul Yakobus mengartikannya "komunikasi yang memfitnah", "komunikasi jahat", yang menghancurkan orang, lembaga dan sistem. Inilah yang diuraikan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi 18 Juni 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan.
Paus Fransiskus mengacu pada Bacaan Pertama (1Raj 21:1-16) yang menceritakan Nabot, sang pemilik kebun anggur. Raja Ahab menginginkan kebun anggur orang itu dan menawarkannya uang, tetapi tanah itu adalah bagian dari warisan leluhurnya dan oleh karena itu Nabot menolak tawaran itu.
Tetapi Ahab, yang "plin-plan" seperti anak-anak "yang menangis ketika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan", dan atas saran dari "istrinya yang kejam, Izebel", telah "membuat tuduhan palsu terhadap Nabot, dan membunuhnya saat ia mengambil alih kepemilikan kebun anggur tersebut”.
Kisah tersebut merupakan contoh : Nabot adalah “martir kesetiaan terhadap warisan” yang ia terima dari leluhurnya. Warisan yang melampaui kebun anggur, "warisan hati", Paus Fransiskus menunjukkan.
Sang pemilik kebun berbagi nasib yang sama dengan nasib banyak martir yang difitnah dan dihukum : Yesus Kristus, pertama-tama, kemudian Santo Stefanus yang mencoba membela diri terhadap orang-orang yang menuduhnya, tetapi mereka lebih suka melempari dia dengan batu daripada mendengarkan kebenaran. Seperti dia banyak saksi iman lainnya selama berabad-abad.
Cara bertingkah laku ini, kata Paus Fransiskus, sama seperti “banyak kepala negara atau pemerintahan”. Catatan rentetan sejarah internasional menunjukkan hal ini : “Bahkan saat ini, di banyak negara, metode ini digunakan : menghancurkan kebebasan berkomunikasi.
Misalnya: ada undang-undang tentang media, tentang komunikasi, undang-undang tersebut dibatalkan; seluruh perangkat komunikasi diberikan kepada satu perusahaan, kepada perusahaan yang memfitnah, mengatakan kebohongan, melemahkan kehidupan demokrasi. Kemudian para hakim datang untuk menghakimi lembaga-lembaga yang lemah ini, orang-orang yang dihancurkan ini, kemudian dihukum, dan inilah cara kediktatoran melangkah maju.
Kediktatoran, semuanya, mulai seperti ini, dengan memalsukan komunikasi, dengan menempatkan komunikasi di tangan orang yang tidak bermoral, pemerintah yang tidak bermoral”.
Apakah tragedi-tragedi abad lalu tidak memenuhi pikiran kita? Paus Fransiskus mengutip contoh yang mencolok, penganiayaan orang Yahudi. “Suatu komunikasi yang memfitnah terhadap orang Yahudi; dan mereka berakhir di Auschwitz karena mereka tidak layak untuk hidup. Oh ... itu adalah hal yang mengerikan, tetapi hal yang mengerikan yang terjadi hari ini : di masyarakat kecil, pada orang-orang dan di banyak negara. Langkah pertama adalah mengambil alih komunikasi, dan setelah itu : kehancuran, penghakiman, dan kematian”.
Hal ini terjadi dalam sistem yang hebat, tetapi "juga dalam kehidupan sehari-hari", Paus Fransiskus menegaskan : kalian ingin menghancurkan seseorang? Kemudian “mulailah dengan komunikasi : berbicara buruk dan memfitnah, berbicara tentang skandal”.
Dan skandal memiliki daya tarik yang kuat : "Kekuatan rayuan yang luar biasa", kata Paus Fransiskus. "Kabar baik tidak menggoda : "Apa yang mereka lakukan sangat bagus! Dan itu berlalu ... Tetapi sebuah skandal : "Tetapi apakah kalian mendengar? Apakah kalian mendengarkan hal ini? Apakah kalian mendengarkan apa yang ia lakukan? ... Tetapi tidak bisa terus seperti ini! Jadi komunikasi tumbuh, dan orang itu, lembaga itu, negara itu berakhir dengan kehancuran”.
Jelas : "Bukan orang-orang yang dihakimi pada akhirnya". “Reruntuhan orang-orang atau lembaga-lembaga dihakimi, karena mereka tidak dapat membela diri. "Kekuatan rayuan skandal dalam sudut komunikasi orang-orang". "Ini menghancurkan", Paus Fransiskus mengulangi. "Inilah drama keserakahan manusia ... begitu banyak orang, pada kenyataannya, dihancurkan oleh komunikasi jahat ... begitu banyak negara dihancurkan karena kediktatoran yang jahat dan memfitnah".
Oleh karena itu, Paus Fransiskus mengundang untuk membaca ulang kisah Nabot dan kemudian memikirkan serta mendoakan banyak korban - pria, wanita, anak-anak, seluruh bangsa - yang dihancurkan oleh "begitu banyak kediktatoran dengan 'sarung tangan putih'".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar