Ads 468x60px

Selasa, 09 Oktober 2018

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Selasa, 09 Oktober 2018
Hari Biasa Pekan XXVII
Galatia (1:13-24)
(Mzm 139:1-3.13-14ab.14c-15; R:13b)
Lukas (10:38-42)
"Iluminata et Illuminatrix - Cerah dan Mencerahkan.
Itulah semangat iman yang mesti kita wartakan lewat “dokar”, doa dan karya, lewat dimensi aktif dan kontemplatif kita setiap harinya.
Mengacu pada bacaan hari ini, tercandra ada tiga kebiasaan buruk yang membuat kita sulit menjadi orang yang “cerah dan mencerahkan, al:
1. "Kurang bersekutu"
Keaktifan melakukan berbagai macam pelayanan seperti yang dilakukan Marta tentu baik tapi menjadi tidak baik kalau keaktifan itu menjadi berlebihan sehingga kita mengalami "kekeringan/turun mesin", karena tidak mengalami persekutuan dengan Tuhan seperti yang dilakukan Maria.
2."Mudah menggerutu"
Marta menerima Yesus di rumahnya dan sibuk sekali melayaniNya. Figur Marta adalah pewarta, yang menekankan dimensi “aktif” dari Gereja.
Satu kelemahannya adalah mudah merasa diri lebih baik dan suka menggerutu: "Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku."
Marta mudah membanding-bandingkan diri sehingga mudah menggerutu, lupa bersyukur tapi asyik berkeluh karena merasa beban hidupnya berat dan orang lain tidak memperhatikan dirinya.
Dengan kata lain:
Hidup kita kadang hanya menyibukkan diri dengan perbuatan dan karya seperti Marta, padahal yang diinginkan Allah adalah hati kita, bukan?
3. "Kurang mengatur waktu"
Kita kadang kurang seimbang, "sibuk untuk Tuhan" tapi lupa "sibuk dengan Tuhan". Kita sibuk menjadi figur yang aktif tapi tidak kontemplatif sehingga bisa terjebak pada rutinitas harian yang dangkal dan tidak reflektif.
Disinilah kita diajak punyai habitus untuk mengatur waktu harian dengan lebih bijak, seimbang antara doa & karya sehingga tidak membuat timpang salah satunya.
Lebih lanjut, kisah Maria bisa dilihat sebagai sebuah cara menghayati hidup keberimanan, yakni “kontemplatif”. Figur Maria hadir sebagai pendoa. Ia “duduk dekat kaki Tuhan”, bukankah Paulus juga “dididik dekat kaki Gamaliel” (Kis 22:3).
Secara sederhana, istilah “dekat kaki” ini mau menunjuk sikap seorang yang ingin menjadi murid. Harapannya: Semoga kita bukan hanya menjadi murid yang "sibuk untuk Tuhan" seperti Martha tetapi terutama menjadi murid yang "sibuk dengan Tuhan" seperti Maria, karena bukankah setiap pagi dan sepanjang hari, kita diberkati oleh tangan Tuhan yang tak kelihatan?
“Ali baba pergi ke Pattaya - Mari berlomba dalam doa dan karya"
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
MADAH HARIAN PAGI
(Selasa, 9 Oktober 2018)
Gelap berkurang, malam hampir hilang
Fajar gemilang menyebarkan terang.
Marilah kita memanjatkan doa
Kepada Bapa.
Semoga Bapa berbelaskasihan
Membimbing kita dalam pengabdian
Dan merestui karya darma bakti
Sepanjang hari.
Ya Bapa kami, sudilah kabulkan
Harapan hati yang kami ungkapkan
Secara tulus demi Yesus Kristus
Dalam Roh Kudus. Amin.
DOA
Allah yang mahakuasa, segala kebaikan dan setiap keindahan Kauciptakan dalam cinta kasih-Mu. Semoga kami memulai hari ini dengan sukacita dan mengisinya dengan usaha cinta kasih bagi-Mu dan bagi semua saudara kami. Demi Yesus Kristus, Putera-Mu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
A.
“Gaudete - Bergembiralah!”
Allah mengajak kita bergembira seperti para tokoh dalam bacaan hari ini. Maria dan Martha bergembira karena dikunjungi Yesus.
Mereka berdua yang adalah saudari dari Lazarus (Eleazar: Allah yang menyelamatkan) mempunyai tujuan yang sama yakni ingin memberikan yang terbaik untuk Tuhan.
Martha mewakili orang yang berdaya roh karya/aksi, sedangkan Maria mewakili roh doa/kontemplasi. Pastinya, kesibukan karya yang berlebihan membuat kita kadang melupakan hidup doa sehingga dapat menyebabkan kita teralienasi (terasing) dari diri sendiri, sesama dan Tuhan?
Oleh sebab itulah, tiga nilai kebaikan bisa kita petik agar kita benar benar bergembira, al:
1.Intimitas:
Seperti Maria dan Martha, kita diajak memiliki intimitas, semacam “keakraban” dengan Tuhan lewat hidup doa dan karya kita, sehingga Tuhan berkenan hadir dan datang di hati kita. Kenyataan bahwa Tuhan berada di dekat kita dan kita tidak menyadari kehadiranNya, karena kita kerap hanya “mengetahui” tentang Tuhan tapi tidak "mengalami Tuhan".
Disinilah, kita diajak untuk setia menemukan Tuhan di dalam segala doa dan karya atau dalam bahasanya Jerónimo Nadal SJ: Contemplatio In Actione, yang memperlihatkan relasi antara aksi dan kontemplasi.
2. Skala Prioritas:
Martha memang sibuk dengan karya. Namun jika terlalu sibuk, ia bisa jatuh pada pastoral dan rutinitas kegiatan yang terus menerus.
Disinilah, kita diajak untuk mempunyai skala prioritas dalam menjaga keseimbangan hidup beriman. Di tengah carut marut hidup karya, kita diajak untuk terus bertekun dan setia “duduk di dekat kaki Yesus.”
Harapannya, kita bukan hanya "SIBUK UNTUK TUHAN " dengan pelbagai karya/aksi seperti Martha, tetapi terutama kita juga diajak untuk"SIBUK DENGAN TUHAN" seperti Maria lewat doa dan perjumpaan pribadi/kontemplasi kita dengan Tuhan karena sebenarnya puncak pengetahuan manusia mengenai Tuhan adalah mengetahui bahwa kita tidak tahu apa-apa mengenai Tuhan.
3. Diversitas:
Sebenarnya Yesus tidak sedang menyalahkan Marta, ketika berkata: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara".
Sikap Maria juga tidak dipersalahkan karena mendengarkan dan merenungkan sabda adalah amat penting juga. Bisa jadi, tindakan Marta yang sangat sibuk itulah yang dianggap terlalu berlebihan (“lebay - alay”) sehingga Martha mudah menggerutu dan merasa tidak dipedulikan. Martha merasa bahwa yang penting hanyalah “berkarya”, padahal sebenarnya “berdoa” juga sangat penting.
Disinilah kita diajak untuk menyadari adanya diversitas, semacam keanekaragaman karya dan karisma yang tentunya saling melengkapi, dan kita dajak untuk melakukannya dengan hati yang gembira.
Idealnya: hendaklah kita mempersatukan doa Maria dengan karya Martha, dengan demikian keduanya saling menyucikan. Lebih jauh lagi, hidup orang banyak kadang hanya menyibukkan diri dengan perbuatan dan karya, padahal yang diinginkan Allah adalah hati mereka, bukan?
B.
Philosophia – Pecinta Kebijaksanaan.
Kisah Injil hari ini sudah sering kita dengarkan dan renungkan. Marta dan Maria adalah dua bersaudara. Menurut Injil Yoh 11, mereka adalah dua saudari dari Lazarus, sahabat-sahabat Yesus. Lukas tidak memuat kisah mengenai Lazarus yang dibangkitkan oleh Yesus dari mati.
Selain itu di dalam Lukas (lihat perikop di atas) tidak disebut bahwa kampung mereka bernama Betania (bdk. Yoh 11:1). Terjemahan Injil Yoh 11 dalam Indonesia memberi kesan bahwa Marta lebih muda dari Maria.
Namun begitu, kita dapat meragukannya, karena teks aslinya tidak memberi penjelasan mengenai hal ini. Kisah Lukas memberi kesan yang lebih meyakinkan, Marta kiranya lebih tua daripada Maria.
Kalau kita membaca perikop Lukas mengenai Marta dan Maria, kita mungkin bertanya di manakah Lazarus waktu itu. Tidak ada keterangan mengenai hal ini. Oleh karena itu kita andaikan saja dia tidak berada di rumah sehingga Maria terpaksa menggantikan fungsi Lazarus yaitu menemui Yesus.
Seperti biasanya, jika ada tamu, tuan rumah menemui tamu sedangkan isterinya sibuk di dapur mempersiapkan makanan. Oleh karena itu, cukup beralasan bahwa Marta protes ketika melihat Maria duduk di dekat kaki Yesus untuk mendengarkan pengajaran-Nya. Seolah-olah Maria enak-enak saja menemui tamu. Itu adalah tugas yang seharusnya dilakukan oleh kepala keluarga (Lazarus?).
Padahal, apa yang dilakukan Maria bukan sikap seorang kepala rumah tangga, tetapi sikap seorang siswa yang sedang mendengarkan pengajaran rabinya. Biasanya siswa-siwa dari para rabi adalah laki-laki.
Dari sini kita melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Maria memang tidak umum. Dia mengambil sikap seperti seorang siswa laki-laki yang sedang mendengarkan pengajaran rabinya. Dikatakan oleh Lukas dengan jelas bahwa Marta sibuk sekali melayani Yesus. Persoalannya, apakah tindakan Maria tersebut dapat disalahkan?
Dari segi logika, dapat kita bayangkan tentu akan aneh jika Yesus sebagai tamu ditinggalkan sendirian (bersama para murid, ay. 38) tanpa ada yang menyambutnya atau mengajak-Nya bicara. Apakah layak jika Maria dan Marta sibuk menyiapkan hidangan dan membiarkan tamu-tamunya duduk-duduk tanpa ada yang menemani? Kita dapat membuat perbandingan dengan sikap keramahan khas Timur seperti yang dilakukan Abraham dan Sara sewaktu menyambut malaikat Tuhan di Mamre (Kej 18:1-9).
Dalam kasus Marta dan Maria, sebenarnya sudah ada pembagian tugas yang bagus, yaitu ada yang menemui tamu dan ada yang menyiapkan makanan. Sekali lagi soalnya adalah Maria itu perempuan. Seharusnya Maria membantu tugas Marta yang cukup menyibukkan.
Yesus menginterpretasikan tindakan Marta dan Maria secara amat unik. Ada kesan bahwa Yesus mengritik tindakan Marta dan memuji tindakan Maria. Biasanya kita dibuat bingung dengan tanggapan Yesus ini. Benarkah Yesus menyalahkan Marta? Bukankah Marta juga sedang menunjukkan keramah-tamahannya meskipun caranya lain dengan Maria? Bukankah cara dia itupun wajar bagi dunia Timur?
Sebenarnya Yesus tidak sedang menyalahkan Marta. Ia hanya mau menunjukkan suatu pelajaran penting ketika berkata: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu..."
Tekanan sabda Yesus ada pada ungkapan "engkau menyusahkan diri dengan banyak perkara". Marta telah menyusahkan diri dengan banyak perkara dan menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah satu-satunya cara untuk menyambut Yesus.
Bagi Yesus, sikap Maria tidak dapat dipersalahkan. Mendengarkan dan merenungkan sabda Yesus adalah amat penting juga, dan Maria telah memilih apa yang penting baginya itu. Wajar jika Maria memanfaatkan pertemuan pribadi dengan Yesus yang cukup langka itu.
Dan bagi Yesus, tindakan Marta yang sangat sibuk itu berlebihan. Mungkin Yesus menganggap bahwa suatu sambutan yang sederhana saja sudah cukuplah, mengapa harus terlalu sibuk untuk itu? Karena begitu sibuknya, Marta sulit memahami kebutuhan rohani adiknya untuk mendengarkan Yesus. Lebih parah lagi, Marta menganggap sepertinya Yesus tidak peduli dengan kesibukannya. Tanpa perasaan dia meminta Yesus agar menyuruh Maria membantu pekerjaannya.
Dalam perikop ini kita memang melihat dua sikap yang berbeda dalam menanggapi Yesus. Biasanya para pembaca menganggap bahwa Marta dan Maria sama-sama benar meskipun cara mereka menyambut Yesus berbeda.
Bahkan diharapkan bahwa di dalam diri kita hendaknya ada roh Marta dan Maria, yaitu roh karya dan roh doa/kontemplasi. Penafsiran ini tidak salah. Meskipun begitu, kita perlu melihat lebih teliti. Memang Marta punya semangat melayani yang hebat. Kekurangannya, dia sampai mengabaikan keramahan yang sifatnya lebih personal dengan Yesus. Dia melupakan kebutuhan itu karena kesibukannya.
Kalau kita merenung lebih jauh, bukankah kesibukan yang keterlaluan dapat menyebabkan kita terasing dari diri sendiri, sesama kita, dan Tuhan? Karena terlalu sibuk bekerja, kita melupakan kebutuhan kita untuk istirahat dan kesehatan.
Akibat lainnya, kesibukan yang keterlaluan juga bisa membuat kita tidak peka lagi pada sesama yang mengharapkan kehadiran kita. Akibat lain lagi, karena terlalu sibuk, kita dapat melalaikan hidup doa kita yang sebenarnya adalah sarana pembangun hubungan personal dengan Tuhan.
Maria memang pekerja yang hebat dan patut kita teladan. Namun jika dia terlalu sibuk (menyusahkan diri dengan banyak perkara) maka sudah tidak ideal lagi.
Bagaimana dengan Maria?
Dia dengan tekun duduk di dekat kaki Yesus, mendengarkan sabda-Nya. Dapatkah kita menyalahkan dia? Bukankah dia sedang memanfaatkan sebaik-baiknya saat yang langka untuk bertemu dengan Yesus? Apakah bijaksana jika Marta memprotesnya? Bukankah Maria juga sedang menunjukkan keramahan dengan membuka hati dan telinga untuk mendengarkan sabda Tuhan?
Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. Mengapa kesempatan yang langka untuk bertemu dengan Yesus itu harus ditinggalkan demi pekerjaan yang sudah sehari-hari kita lakukan?
Cukup menarik bahwa Yohanes mengisahkan tindakan Marta dan Maria secara kurang lebih mirip dengan kisah Lukas. Dalam Yoh 12:1-8 diceritakan bahwa Yesus mengunjungi ketiga bersaudara itu di Betania. Marta melayani perjamuan, Lazarus turut makan, sedangkan Maria mengambil minyak narwastu yang amat mahal untuk meminyaki kaki Yesus.
Bahkan untuk menunjukkan kasih dan penghormatannya kepada Yesus, Maria mengusap kaki yang diminyaki itu dengan rambutnya. Tindakan Maria menunjukkan suatu perasaan kasih dan hormat yang khas kepada Yesus. Itulah cara Maria menyambut Yesus, sambutan yang berbeda dengan Marta dan Lazarus. Dari kisah Yohanes, kita dapat memahami dengan lebih baik kisah Marta dan Maria menurut Lukas.
Apa yang dapat kita renungkan?
Kita dapat meneliti diri kita, apakah kita sering bersikap seperti Marta yang terlalu sibuk sehingga sering kurang peka terhadap relasi pribadi dengan Tuhan dan sesama? Apakah kita bisa meneladan Maria yang dengan tekun mendengarkan sabda Yesus dan dengan penuh tulus menunjukkan kasih kita yang nyata?
C.
"Fides et ratio - Iman & akal budi."
Inilah salah satu surat kepausan yang menandakan kaitan erat/"dia.lo.gue" antara proses iman dan akal budi dalam menghayati teladan khas dua kakak Lazarus, yakni: St Marta yang kerap mewakili dimensi "aktif" dan melengkapi dimensi "kontemplatif" Maria.
Mereka memang adalah "socius dei-sahabat ilahi", beberapa kali Yesus singgah di rumah mereka, entah sekedar mampir (Luk 10:38) atau khusus untuk datang (Yoh 11:7).
Nah bersama dengan teladan para sahabat Yesus dari Betania ini dan secara khusus, Marta (Ibr: "Ibu") yang dikasihi Yesus (Yoh 11:5; Yoh 11:3), kita mendapatkan 3 dimensi iman dari 3 ucapan dialogis Marta kepada Yesus ketika Lazarus adiknya meninggal dunia, antara lain:
1. Penyadaran:
"Tuhan sekiranya Engkau di sini, (aku SADAR) saudaraku pasti tidak mati."
Inilah sebuah tahap "KONSIENTISASI/kesadaran" karena Marta sadar tentang apa yang sedang dihadapi dan siapa yang dijumpai. Ia tidak larut-hanyut dalam dukacita berkepanjangan sehingga benar-benar hidup sebagai orang beriman yang penuh kesadaran dalam harapan akan penyelenggaraan ilahi.
2.Pemahaman:
"Aku TAHU" bahwa Allah akan memberikan kepadaMu segala sesuatu yang Engkau minta kepadaNya".
Marta mulai menggunakan dimensi kognisi/akal budinya, "KOMPETENSI"/pemahamannya terhadap figur Yesus. Dengan kata lain: Ia tidak cuma "sadar" tapi "tahu" bahwa Yesus sungguh hadir sebagai "Sang Kebangkitan dan Kehidupan."
3.Penyerahan:
"Ya Tuhan aku "PERCAYA" bahwa Engkaulah Mesias Anak Allah."
Inilah jawaban Marta ketika Yesus Kristus bersabda, "Akulah kebangkitan dan hidup! Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati..." Inilah juga puncak iman Marta yang tidak hanya disadari atau dipahami tapi benar-benar diyakini.
Keyakinan inilah yang kerap disebut sebagai tahapan "INTERNALISASI", semacam pembatinan sehingga bisa berpasrah sepenuh hati kepada kerahiman ilahi dan sekaligus membuat Yesus berkenan mengadakan mukjizatNya. Pengakuan iman Marta bahwa Yesus adalah Anak Allah sekaligus juga sungguh menyatakan penyerahan diri kepada yang ilahi.
"Naik kereta ke Surabaya - St Marta doakanlah kami semuanya."
D.
Actio et Contemplatio – “Berkarya” dan “Berdoa”
Kisah Injil hari ini sudah sering kita dengarkan dan renungkan. Marta dan Maria adalah dua bersaudara.Menurut Injil Yoh 11, mereka adalah dua saudari dari Lazarus, sahabat-sahabat Yesus. Lukas tidak memuat kisah mengenai Lazarus yang dibangkitkan oleh Yesus dari mati. Selain itu di dalam Lukas (lihat perikop di atas) tidak disebut bahwa kampung mereka bernama Betania (bdk. Yoh 11:1).
Terjemahan Injil Yoh 11 dalam Indonesia memberi kesan bahwa Marta lebih muda dari Maria. Namun begitu, kita dapat meragukannya, karena teks aslinya tidak memberi penjelasan mengenai hal ini. Kisah Lukas memberi kesan yang lebih meyakinkan, Marta kiranya lebih tua daripada Maria.
Kalau kita membaca perikop Lukas mengenai Marta dan Maria, kita mungkin bertanya di manakah Lazarus waktu itu. Tidak ada keterangan mengenai hal ini.
Oleh karena itu kita andaikan saja dia tidak berada di rumah sehingga Maria terpaksa menggantikan fungsi Lazarus yaitu menemui Yesus.
Seperti biasanya, jika ada tamu, tuan rumah menemui tamu sedangkan isterinya sibuk di dapur mempersiapkan makanan.
Oleh karena itu, cukup beralasan bahwa Marta protes ketika melihat Maria duduk di dekat kaki Yesus untuk mendengarkan pengajaran-Nya. Seolah-olah Maria enak-enak saja menemui tamu. Itu adalah tugas yang seharusnya dilakukan oleh kepala keluarga (Lazarus?).
Padahal, apa yang dilakukan Maria bukan sikap seorang kepala rumah tangga, tetapi sikap seorang siswa yang sedang mendengarkan pengajaran rabinya. Biasanya siswa-siswa dari para rabi adalah laki-laki.
Dari sini kita melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Maria memang tidak umum. Dia mengambil sikap seperti seorang siswa laki-laki yang sedang mendengarkan pengajaran rabinya. Dikatakan oleh Lukas dengan jelas bahwa Marta sibuk sekali melayani Yesus.
Persoalannya, apakah tindakan Maria tersebut dapat disalahkan?
Dari segi logika, dapat kita bayangkan tentu akan aneh jika Yesus sebagai tamu ditinggalkan sendirian (bersama para murid, ay. 38) tanpa ada yang menyambutnya atau mengajak-Nya bicara. Apakah layak jika Maria dan Marta sibuk menyiapkan hidangan dan membiarkan tamu-tamunya duduk-duduk tanpa ada yang menemani?
Kita dapat membuat perbandingan dengan sikap keramahan khas Timur seperti yang dilakukan Abraham dan Sara sewaktu menyambut malaikat Tuhan di Mamre (Kej 18:1-9).
Dalam kasus Marta dan Maria, sebenarnya sudah ada pembagian tugas yang bagus, yaitu ada yang menemui tamu dan ada yang menyiapkan makanan. Sekali lagi soalnya adalah Maria itu perempuan. Seharusnya Maria membantu tugas Marta yang cukup menyibukkan.
Yesus menginterpretasikan tindakan Marta dan Maria secara amat unik. Ada kesan bahwa Yesus mengritik tindakan Marta dan memuji tindakan Maria. Biasanya kita dibuat bingung dengan tanggapan Yesus ini. Benarkah Yesus menyalahkan Marta? Bukankah Marta juga sedang menunjukkan keramah-tamahannya meskipun caranya lain dengan Maria? Bukankah cara dia itupun wajar bagi dunia Timur?
E.
Kutipan Teks Misa.
"WWF - WALK WITH FRANCIS"
Unusquisque nostrum est homo vulneratus ille et Samaritanus est Iesus, qui nobis adest nostrique curam habet.
Each of us is the wounded man, and the Good Samaritan is Jesus, who approached us and took care of us.
Kita masing-masing adalah orang yang terluka, dan Orang Samaria yang Baik adalah Yesus, yang mendekati kita dan merawat kita.
Kamu akan tetap selamat jika kamu tidak membiarkan rasa sombong menguasai dirimu dan jika kamu tidak memisahkan diri dari Yesus. (St. Ignatius dari Antiokhia)
Kita harus mengingat bahwa kita bukan pencipta liturgi, kita adalah pelayannya yang rendah hati, tunduk pada disiplin dan hukumnya. Kita juga bertanggungjawab membina mereka yang membantu kita dalam pelayanan liturgis baik dalam hal semangat dan daya liturgi serta regulasinya. Terkadang saya melihat imam menyingkir untuk mengijinkan prodiakon (pelayan tak lazim) membagikan Komuni Suci: ini salah, ini penyangkalan pelayanan imamat dan juga klerikalisasi umat awam. Ketika ini terjadi, ini adalah tanda bahwa formasinya sangatlah keliru, dan hal ini perlu dikoreksi. (Kardinal Robert Sarah, Prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen 5 Juli 2016 dalam Konferensi Internasional Sacra Liturgia)
Antifon Pembuka (Mzm 139:13)
Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, Engkaulah yang menenun aku dalam kandungan ibuku.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang penuh kasih, dalam diri Yesus Kristus, Putra-Mu, Engkau berkenan untuk hadir di tengah-tengah kami. Kami mohon, bukalah hati kami agar siap sedia menerima kehadiran-Mu yang senantiasa membawa berkah bagi kami. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, kini dan sepanjang masa. Amin.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Galatia (1:13-24)
"Allah berkenan menyatakan Anak-Nya dalam diriku agar aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa."
Saudara-saudara, kalian tentu telah mendengar tentang hidupku dalam agama Yahudi dulu. Tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dalam agama Yahudi itu aku jauh lebih maju dari banyak teman sebaya di antara bangsaku, karena aku sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku. Tetapi Allah telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh karena kasih karunia-Nya. Ia berkenan menyatakan Anak-Nya dalam diriku, agar aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa lain. Pada waktu itu sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia. Aku juga tidak pergi ke Yerusalem untuk mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku. Tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik. Baru tiga tahun kemudian aku pergi ke Yerusalem untuk menemui Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi rasul-rasul yang lain tak seorang pun yang kulihat, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus. Di hadapan Allah kutegaskan: Apa yang kutulis kepadamu ini benar, aku tidak berdusta. Kemudian aku pergi ke daerah-daerah Siria dan Kilikia. Tetapi aku tidak dikenal oleh jemaat-jemaat Kristus di Yudea. Mereka hanya mendengar, bahwa orang yang dahulu menganiaya mereka sekarang memberitakan iman, yang pernah hendak dibinasakannya. Dan mereka memuliakan Allah karena aku.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = a, 2/4, PS 830
Ref. Aku wartakan karya agung-Mu, Tuhan, karya agung-Mu karya keselamatan.
Ayat. (Mzm 139:1-3.13-14ab.14c-15; R:13b)
1. Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku. Engkau mengetahui apakah aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku kalau aku berjalan atau berbaring segala jalanku Kaumaklumi.
2. Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, Engkaulah yang menenun aku dalam kandunagn ibuku. Aku bersyukur kepada_mu oleh karena misteri kejadianku; ajaiblah apa yang Kaubuat.
3. Jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aaku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Berbahagialah yang mendengarkan sabda Tuhan dan melaksanakannya.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (10:38-42)
"Marta menerima Yesus di rumahnya. Maria telah memilih bagian yang terbaik."
Dalam perjalanan ke Yerusalem Yesus dan murid-murid-Nya tiba di sebuah kampung. Seorang wanita bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Wanita itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria itu duduk di dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan sabda-Nya. Tetapi Marta sangat sibuk melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata, “Tuhan, tidakkah Tuhan peduli, bahwa saudariku membiarkan daku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Tetapi Yesus menjawabnya, “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, padahal hanya satu saja yang perlu. Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Mengasihi keduanya—baik Allah maupun sesama—tidak selalu mudah untuk dilaksanakan. Mengasihi sesama yang lebih nyata dan mudah terlihat, lebih mudah dilakukan, namun mengasihi Allah yang tidak terlihat, sering luput dari perhatian kita. Bacaan Injil hari ini menunjukkan hal tersebut. Tuhan Yesus mengunjungi Marta dan Maria, dan dari sikap mereka menerima Yesus, kita mengetahui bahwa memberi pelayanan maupun perhatian adalah sesuatu yang baik, namun Tuhan Yesus menunjukkan mana yang lebih utama. Sekilas dari kisah Injil ini, sejumlah orang berpandangan, bahwa Marta telah melakukan kesalahan dengan kesibukannya melayani—mungkin termasuk menyiapkan makanan—untuk Yesus, Sang Tamu Agung. Tetapi sebenarnya, Tuhan Yesus tidak mengecam sikap Marta, atau mengatakan bahwa yang dilakukannya tidak berarti. Namun Tuhan Yesus menunjukkan bahwa kesediaan untuk mendengarkan-Nya lebih baik daripada menyusahkan diri untuk melayani Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar