Ads 468x60px

Selasa, 26 Maret 2019

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Selasa, 26 Maret 2019
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Daniel (3:25.34-43)
(Mzm 25:4bc-5ab.6-7bc.8-9; Ul:10)
Matius (18:21-35)
"Dimitte nobis debita nostra sicut et nos dimittimus debitoribus nostris - Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami.”
Inilah salah satu semangat pengampunan dalam doa Bapa Kami dan pesan iman hari ini bahwa Tuhan selalu “rahim”. Ia bermurah hati dan berbelas kasih.
Kita juga diajak untuk selalu ber-“misericordia vultus” – berwajah kerahiman: bermurah hati dan berbelas kasih dengan berani mengampuni, karena setiap relasi manusia biasanya terdiri dari komposisi: 70% memaafkan dan 30% mencintai: “Yang murah hati akan memperoleh kemurahan Allah”.
Dalam salah satu buku saya “XXX-Family Way” (RJK, Kanisius), ada dua jenis pengampunan, al:
a. Pengampunan formal:
Mulut memaafkan tapi hati tetap panas. Pemazmur menegurnya: ”Biarlah doanya menjadi dosa” (Maz 109:7) sebab berdoa dengan mulut memuji Tuhan, tapi dengan hati yang masih sesak oleh amarah dan rasa dendam adalah dosa.
Selain itu, sebenarnya benci/dendam tidak menyakiti orang yang kita benci, tapi setiap hari perasaan itu malahan akan menggerogoti hidup kita sendiri.
b. Pengampunan sementara:
Sekarang memaafkan tapi siap mengungkit-ungkitnya kembali. Dkl: Kesalahan orang itu hanya disimpan di ”gudang” dan siap dikeluarkan kapan saja.
Padahal, jika kita mengharapkan pengampunan Allah secara penuh, maka kita juga harus mau mengampuni sesama secara utuh. Bukankah orang-orang yang tidak pengampun adalah mereka yang dengan sengaja menutup pintu pengampunan bagi dirinya sendiri, karena begitu mudahnya minta pengampunan tapi begitu sulitnya mengampuni? Walaupun sulit dan kadang sangat menyakitkan , siapkah kita selalu belajar untuk mau mengampuni?
Dari perumpamaan yang disampaikan Yesus hari ini, setidaknya ada 3 pertimbangan mengapa kita harus mengampuni.
Pertama, kita semua adalah orang berdosa namun Tuhan selalu berbelas kasih dan mengampuni kita (ay.27).
Kedua, dosa dan kesalahan kita terhadap Tuhan dan sesama sangat tidak sebanding dengan dosa dan kesalahan orang lain pada kita.
Itulah yang digambarkan dengan angka 10.000 talenta. Kalau 1 talenta kurang lebih 6.000 dinar dan 1 dinar itu setara dengan upah kerja sehari, berarti kita harus bekerja selama 200 tahun lebih untuk bisa melunasi hutang tersebut, padahal umur kita kerap tidak sampai seratusan tahun.
Ketiga, kalau kita tidak mau mengampuni, maka kita pun akan kehilangan rahmat pengampunan (ay.35). Dan kalau kita sampai kehilangan rahmat pengampunan, padahal dosa kita banyak, kita akan menjadi orang yang celaka.
Pastinya, satu hal yang mendasar bahwa Allah hanya berkenan mengampuni orang yang pengampun: “Jika kamu tidak mengampuni maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Mark 11:25-26).
“Dari Pontianak ke Jatiasih - Jadilah anak yang penuh belas kasih.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Miserere mei Deus - Kasihanilah aku ya Allah!”
Sampai berapa kali kita harus mengasih pengampunan? 7 kali tidaklah cukup tapi harus 70 x 7 kali atau dengan kata lain tak terbatas. “7” sendiri melambangkan karakteristik sempurna dalam bangsa Yahudi.
Kita melihat imam harus memerciki darah/minyak di hadapan Tuhan sebanyak 7 kali (Im 4:6; Im 14:16). Mereka juga memerciki darah sebanyak 7 kali kepada orang yang ditahirkan dari kusta (Im 14:7).
Kita juga melihat bahwa angka 7 dipakai dalam peristiwa tembok Yeriko, “dan 7 orang imam harus membawa 7 sangkakala tanduk domba di depan tabut. Tetapi pada hari yang ke7, 7 kali kamu harus mengelilingi kota itu sedang para imam meniup sangkakala.” (Yos 6:4).
Bahkan dikatakan dalam Maz 119:164: “7 kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau”. Kitab Wahyu juga menuliskan tentang gulungan kitab yang dimaterai 7 materai (lih. Why 5:1).
Dengan kata lain: angka 7 menyatakan sesuatu yg penuh dan sempurna, dan Yesus menegaskan bahwa pengampunan yang kita berikan juga haruslah penuh dan sempurna.
Contohnya:
Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan (Kej 45:5-15; Kej 50:10-21). Musa mengampuni Harun dan Miryam yg memberontak (Bil 12:1-13). Daud juga mengampuni Saul, walaupun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya (1Sam 24:10-12; 1Sam 26:9; 1Sam 26:23; 2Sam 1:14-17 ) dan Daud juga memaafkan penghinanya (2Sam 16:9-13; 2Sam 19:23; 1Raj 2:8-9).
Dan akhirnya, contoh paling sempurna adalah seperti yang saya tulis dalam buku "Bulan Bintang Matahari" (RJK. KANISIUS), Yesus mempunyai tujuh mukjizat, tujuh semangat, tujuh nubuat, tujuh maklumat, tujuh tabiat dan indahnya ketika di kayu salib Yesus mengatakan wasiat pertamanya dari tujuh wasiatNya di Golgota: “Ya Bapa, ampunilah mereka.."(Luk 23:34).
Bagaimana dengan kita sendiri?
"Ada karang di Goa Sriningsih - Jadilah orang yang selalu berbelaskasih."
B.
"Way of Love"
Memang bagi kita manusia, ‘mengampuni’ adalah sesuatu yang tidak mudah, dan karenanya kita perlu memohon kekuatan dari Tuhan.
Sebenarnya, Yesus tidak mengajarkan bahwa orang yang bersalah kepada kita itu harus minta maaf terlebih dahulu baru kemudian ‘layak’ kita ampuni.
Berikut ini adalah beberapa ayat Alkitab yang menunjukkan bahwa kita harus mengampuni tanpa syarat, seperti yang diajarkan oleh Tuhan:
1) Dalam doa Bapa Kami, kita setiap kali berdoa, “Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami…” (Mat 6: 12). Di sini tidak dikatakan “asalkan mereka minta maaf kepada kami”. Jadi sesungguhnya apapun yang terjadi, Tuhan menghendaki agar kita mengampuni orang yang bersalah pada kita- tanpa ada syarat apa-apa lagi.
2) Pada khotbah-Nya di bukit, Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mt 5:44) Di sini tidak dikatakan apakah musuh itu harus minta maaf atau menyesal dahulu, baru kita ampuni/ kasihi. Makna “kasihilah” di sini adalah sesuatu yang lebih dalam daripada mengampuni, karena mengampuni saja sudah sulit, apalagi mengasihi dan mendoakan mereka.
3) Yesus memberikan sendiri contoh yang sempurna terhadap pengajaran-Nya ini dengan menyerahkan Diri-Nya di kayu salib. Pada saat Ia tergantung di salib, ketika tangan-Nya terentang antara langit dan bumi, Ia berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat ” (Luk 23: 34). Dalam kesatuan-Nya dengan Allah Bapa, Yesus mengampuni mereka yang telah menyalibkan Dia, walaupun pada saat itu mereka tidak bertobat atau minta ampun pada Yesus.
4) Rasul Paulus mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa.” (Rom 5:8). Jadi Kristus memilih untuk wafat di salib untuk menebus dosa-dosa kita manusia, meskipun pada waktu itu manusia belum bertobat. Dan kasih Allah yang besar inilah yang sesungguhnya malah mengantar kita kepada pertobatan.
5) Sebenarnya kita mengampuni bukanlah melulu demi orang yang bersalah kepada kita, seolah-olah jika kita mengampuni maka ‘dia yang untung dan kita yang rugi’. Sebaliknya, jika kita mengampuni sesungguhnya itu adalah untuk kebaikan kita sendiri, karena dengan kita mengampuni, kita dibenarkan oleh Tuhan karena kita mengikuti teladan-Nya dan kita menjauhkan dari diri kita segala bentuk sakit penyakit badani dan rohani yang berkaitan dengan kekecewaan, kesesakan, kepahitan dan sakit hati yang terpendam.
Kitab Mazmur mengatakan, “Kasihanilah aku ya, Tuhan, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku. Sebab hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah; kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah…” (Mz 31: 10-11). Tentulah karena Tuhan mengasihi kita, maka Ia ingin agar kita belajar mengampuni, agar kita tidak menyimpan sakit hati yang dapat mendatangkan hal-hal negatif terhadap diri kita sendiri, baik rohani maupun jasmani.
Contoh yang paling indah saya rasa adalah bagaimana Bapa Paus Yohanes Paulus II yang mengampuni Mehmet Ali Agca, yang telah berusaha membunuhnya, dengan menembaknya pada tgl 13 Mei 1981.
Begitu Bapa Paus sembuh, beliau mengunjungi Ali di penjara, dan menyatakan bahwa beliau mengampuni Ali, walaupun setahu saya, tidak didahului oleh permintaan maaf dari Ali. Entah bagaimana jika kita yang ada di posisi Bapa Paus, sanggupkah kita mengampuni orang yang telah berusaha membunuh kita?
Memang, mengampuni bukan sesuatu yang mudah, namun itu adalah pengajaran Tuhan yang tak bisa ditawar. Maka kita semua memang harus berusaha untuk melakukannya, tentu dengan bantuan rahmat Tuhan. Jika kita dizinkan Tuhan untuk mengalami pengalaman disakiti oleh orang lain, maka kita diberi kesempatan oleh-Nya untuk merasakan sedikit dari penderitaan-Nya di kayu salib.
Dan untuk itu, obat yang paling mujarab adalah: kita kembali mempersembahkan rasa sakit hati/ hati yang hancur kita di hadapan Tuhan (lih. Mzm 51:19), dan mempersatukannya dengan korban Yesus dalam Ekaristi Kudus, agar kita memperoleh buah-buahnya, yaitu dosa kita diampuni, sakit hati kita disembuhkan, dan kita diberi kekuatan oleh Tuhan untuk mengampuni, dengan kekuatan yang bukan berasal dari diri kita sendiri, tetapi dari Tuhan.
Dengan pertolongan rahmat Tuhan, maka kita akan dapat mengampuni sesama yang bersalah pada kita, walaupun yang bersangkutan tidak minta maaf pada kita.
Hal ini dapat terjadi sekaligus, ataupun merupakan perjuangan yang bertahap, namun kita harus terus mengusahakannya, sebab inilah yang dikehendaki oleh Tuhan bagi kita, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:35).
(katolisitas)
C.
ULASAN EKSEGETIS
Injil kembali berbicara mengenai pengampunan. Kali ini, Petrus bertanya sampai berapa kalikah pengampunan bisa diberikan.
Pada dasarnya jawaban Yesus hendak mengatakan, tak usah menghitung-hitung, lakukan terus saja. Kemudian ia menceritakan perumpamaan untuk menjelaskan mengapa sikap pengampun perlu ditumbuhkan (ay. 23-35).
Pembaca setapak demi setapak dituntun agar menyadari mengapa sikap mengampuni dengan ikhlas itu wajar. Tapi juga yang wajar inilah yang akan membuat Kerajaan Surga semakin nyata.
Sampai Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali.
GUS: Matt, apa sih maksud “7 kali” dan “70 kali 7 kali” dalam pembicaraan antara Petrus dan Yesus?
MATT: Itu gaya berungkap orang Yahudi dulu. Ingat Kej 4:24? Menghilangkan nyawa Kain akan mendatangkan balasan “tujuh kali lipat”, tetapi kejahatan terhadap nyawa Lamekh, keturunan Kain, bakal dibalas bahkan sampai tujuh puluh tujuh kali lipat.
GUS: Kain kan bersalah membunuh Habel, adiknya, karena dengki.
MATT: Benar. Tetapi Kain kan ditandai Allah agar nyawanya tidak diganggu-gugat. Yang membunuhnya sebagai balas dendam malah akan kena hukuman balas sampai tujuh kali lipat (Kej 4:15), maksudnya sampai penuh. Lamekh juga membunuh orang yang melukainya (Kej 4:23). Memang untuk membela diri, bukan karena dengki seperti Kain. Dan siapa membalas dendam dengan mengakhiri nyawa Lamekh akan terkena hukuman yang tak terperi besarnya – tujuh puluh tujuh kali lipat – artinya, tanpa batas.
GUS: Jadi orang Perjanjian Lama mulai sadar bahwa kebiasaan balas dendam tidak boleh dilanjut-lanjutkan, dan bila dilakukan malah akan memperburuk keadaan.
MATT: Persis, ya begitulah. Kembali ke pertanyaan Petrus. Kata-katanya menggemakan upaya membatasi sikap balas dendam tadi. Bila seorang saudara menyalahi untuk pertama kalinya, ditolerir saja dah, begitu juga untuk kedua kalinya, dan seterusnya sampai ketujuh kalinya. Tapi sesudah tujuh kali dianggap kelewat batas dan tak perlu diampuni lagi! Amat longgar, walau masih tetap ada batasnya. Tetapi Yesus hendak mengatakan semua itu tak cukup. Orang mesti berani mengampuni sampai “tujuh puluh kali tujuh kali”, artinya, tak berbatas. Malah tak usah memikirkan sampai mana. Sikap pengampun jadi sikap hidup.
GUS: Kalau begitu, pengampunan tak berbatas itu kutub lain dari gagasan yang mendasari ancaman balasan hukuman yang tak berbatas seperti dalam seruan Lamekh tadi.
MATT: Tapi sebenarnya pusat perhatian Injil lebih dalam daripada mengampuni tanpa batas. Kan sudah diandaikan para murid punya sikap itu.
GUS: Lho lalu apa?
MATT: Begini, sikap pengampun memungkinkan Kerajaan Surga menjadi nyata di muka bumi ini. Itu tujuan Mat 18:23-35.
GUS: Dalam Sabda Bahagia antara lain disebutkan, orang yang berbelaskasihan itu orang bahagia, karena mereka sendiri akan memperoleh belas kasihan (Mat 5:7). Katanya begitulah cara hidup di dalam Kerajaan Surga. Bolehkah disebutkan, di muka bumi Kerajaan ini baru terasa betul nyata bila ada sikap belas kasihan satu sama lain?
MATT: Benar. Kerajaan Surga memang sudah datang, tapi baru betul-betul tumbuh dan bisa disebut membahagiakan bila yang mempercayainya juga ikut mengusahakannya. Yesus memahami sikap pengampun bukan sebagai kelonggaran hati atau kebaikan semata-mata, melainkan sebagai upaya ikut memungkinkan agar Kerajaan Surga menjadi kenyataan, bukan angan-angan belaka.
GUS: Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13) berawal dengan seruan pujian bagi nama Allah Yang Mahakuasa sebagai Bapa dan diteruskan dengan permohonan agar KerajaanNya datang dan kehendakNya terlaksana dan permintaan agar diberi kekuatan cukup untuk hidup dari hari ke hari.
MATT: Dan baru setelah itu, dalam Mat 6:12, disampaikan permohonan agar kesalahan “kami” diampuni “seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Jelas kan? Ukuran bagi dikabulkan tidaknya permintaan ampun tadi ialah kesediaan mengampuni saudara yang kita rasa menyalahi kita.
GUS: Rasa-rasanya Yesus hendak menggugah kesadaran bahwa pengampunan hanya mungkin bila disertai kesediaan seperti terungkap dalam doa Bapa Kami tadi.
Perumpamaan.
Petikan hari ini juga memuat sebuah perumpamaan (ay. 23-35). Pada bagian pertama (ay. 23-27) digambarkan kebesaran raja yang pengampun terhadap hambanya yang tak dapat membayar hutangnya yang amat besar – 10.000 talenta.
Dalam keadaan biasa hamba itu mesti dijual untuk menebus hutangnya, begitu juga anak dan istrinya serta seluruh harta miliknya. Tetapi ia meminta kelonggaran. Ia mohon agar raja bersabar. Dan sang raja tergerak hatinya dan malah menghapus hutang yang besar itu. Raja itu sanggup merugi karena mau sungguh-sungguh menunjukkan belas kasih terhadap hamba yang kesempitan itu.
Siapakah raja itu? Mungkin kita cepat-cepat menganggapnya ibarat bagi Tuhan Allah yang berbelas kasih. Tapi pemahaman ini tidak amat jitu. Matius sendiri memberi isyarat bahwa bukan itulah maksudnya.
Pada awal perumpamaan itu, disebutkan Kerajaan Surga itu seumpama “seorang raja” (ay. 23). Dalam teks Matius dipakai ungkapan “anthropos basileus”, harfiahnya, “manusia yang berkedudukan sebagai raja” dan juga “raja yang tetap manusiawi”.
Memang boleh dimengerti bahwa ungkapan itu mencerminkan gaya bahasa Semit dan “manusia” di situ berarti “seorang”, tak penting siapa. Bagaimanapun juga, hendak ditonjolkan bahwa tokoh ybs. itu orang, manusia seperti orang lain, sesama yang saudara, walau beda kedudukannya.
Gagasan di atas bisa diterapkan kepada siapa saja yang mempunyai kuasa atas orang lain. Jadi yang hendak ditampilkan ialah kebesaran orang yang berkedudukan. Makin tinggi kedudukannya makin patutlah ia menunjukkan kemurahan hati terhadap yang dibawahinya. Kan pada dasarnya sama-sama manusia. Makin beruntung makin boleh diharapkan sanggup merugi, sanggup kehilangan sebagian miliknya, sebesar apapun, agar membuat orang bisa ikut merasakan keberuntungan. Ini keluhurannya.
Berapa yang dilepaskannya? Amat besar. Satu talenta nilainya antara 6.000 hingga 10.000 dinar. Dan satu dinar ialah upah buruh harian sehari. Maka sepuluh ribu talenta itu jumlah yang amat besar. Makin beruntung orang makin diharapkan dapat menyelami keadaan orang yang sedang bernasib malang.
Cara berpikir demikian ditonjolkan. Mengapa? Kiranya memang ada kesadaran bahwa setinggi apapun, sekaya apapun, orang tetap sesama bagi orang lain. Tapi juga semalang apapun, seterpuruk apapun keadaan sosialnya, orang tetap bisa mengharapkan bantuan dari saudara yang lebih beruntung. Inilah yang bakal membuat Kerajaan Surga menjadi kenyataan di dunia ini juga.
Ini spiritualitas Injil Matius. Ringkasnya, bagian pertama perumpamaan itu dimaksud untuk menunjukkan bahwa Kerajaan Surga dibangun atas dasar kesediaan mereka yang berkelebihan untuk berbagi dengan yang kurang beruntung. Dimensi horisontal Kerajaan Surga digarisbawahi dengan jelas.
Pada bagian kedua muncul gambaran yang berlawanan. Hamba yang dihapus hutangnya itu tidak mau meneruskan berbelaskasihan yang dialaminya kepada rekannya yang berhutang kepadanya seratus dinar saja. Jadi hanya seperseratus dari hutangnya sendiri.
Permintaan rekannya tak digubris. Bisa dicatat, tindakan bersujud dan permintaan kelonggaran rekan ini (ay. 29) sama dengan yang diucapkannya sendiri di hadapan raja majikannya tadi (ay. 26). Tetapi ia tetap tidak mau berbagi keberuntungan. Rekannya dijebloskannya ke penjara. Ada ironi. Tadi atasan bersikap longgar. Kini rekan sekerja kok malah berlaku kejam!
Dalam ay. 31 ada hal yang menarik. Rekan-rekan sekerja lain yang menyaksikan perlakuan kejam tadi menjadi sedih dan melaporkan kejadian itu kepada raja sang majikan hamba yang hutangnya dihapus tadi.
Para rekan ini bukan hanya sekadar tambahan cerita. Mereka berperan sebagai suara hati yang masih peka akan keadilan, peka akan kewajiban moral. Dan kepekaan ini menjadi keberanian bersuara mengungkapkan ketidakberesan. Tapi hamba yang kejam tak mau melihat semua ini. Ia tak mau bertindak seperti tuannya. Akhirnya ia sendiri tersiksa sampai ia melunasi hutangnya yang amat besar itu. Apa kesalahannya? Ia menolak menjadi saudara bagi rekan sekerjanya. Dan lebih dari itu, ia juga menolak menjadi saudara bagi tuannya sendiri.
Arah ke Dalam dan ke Luar.
Perumpamaan itu berakhir dengan perkataan berikut (ay. 35): “Demikianlah juga yang akan diperbuat oleh Bapaku yang ada di surga terhadap kamu bila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Terasa gema permintaan ampun dalam Bapa Kami dan Sabda Bahagia. Keikhlasan mengampuni kiranya menjadi tolok ukur integritas murid-murid Yesus. Ini menjadi cara hidup para pengikutnya.
Petrus bertanya tentang mengampuni “saudara” – dan tidak dipakai kata “sesama”. Begitu pula perkataan Yesus di atas. Seperti disinggung minggu lalu, “saudara” memang juga sesama, tapi lebih bersangkutan dengan upaya membangun umat dari dalam daripada menggarap kehidupan di masyarakat luas.
Tidak semua hal digariskan Injil walau semangatnya bisa berlaku umum. Tetapi diamnya Injil itu menjadi ajakan agar umat mencari jalan bersama dengan unsur-unsur lain di masyarakat luas agar kemanusiaan semakin pantas.
D.
Kutipan Teks Misa:
“Puasa tidak bertumbuh, kalau tidak disiram dengan amal. Kalau amal mengering, puasa menderita kekeringan, sebab puasa itu ibarat hujan bagi tanah.” (St. Petrus Krisologus)
Antifon Pembuka (Mzm 17(16):6-8)
Kepada-Mu aku berseru, ya Allah, dan Engkau mendengarkan daku. Condongkanlah telinga-Mu dan dengarkanlah suaraku. Jagalah aku, ya Tuhan, sebagai biji mata, dan lindungilah aku di bawah naungan sayap-Mu.
To you I call, for you will surely heed me, O God; turn your ear to me; hear my words. Guard me as the apple of your eye; in the shadow of your wings protect me.
Doa Pembuka
Allah Bapa Mahasetia, kami mohon, janganlah Kautarik rahmat-Mu dari kami. Semoga dengan bantuan-Mu kami menjadi abdi-Mu yang setia. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Sesuai dengan petunjuk pada Misale Romawi Indonesia Buku Bacaan II (Lectionarium), terdapat manasuka yang dapat dipakai pada salah satu hari dalam pekan Prapaskah III, terutama dalam tahun B dan C, yaitu bila Injil tentang "Wanita Samaria" tidak dibacakan pada hari Minggu Prapaskah III. Bacaan-bacaan tersebut adalah Keluaran 17:1-7; Mazmur 95:1-2,6-7,8-9, Yohanes 4:5-42
Bacaan dari Nubuat Daniel (3:25.34-43)
"Semoga kami diterima balik karena jiwa yang remuk redam dan roh yang rendah."
Tatkala dicampakkan ke dalam tanur api, Azarya berdiri dan berdoa; ia membuka mulut di tengah-tengah api itu, katanya, “Demi nama-Mu, ya Tuhan, janganlah kami Kautolak selamanya, dan janganlah Kaubatalkan perjanjian-Mu; janganlah Kautarik kembali dari pada kami belas kasihan-Mu, demi Abraham kekasih-Mu, demi Ishak hamba-Mu, dan demi Israel, orang suci-Mu, yang kepadanya Engkau telah berjanji memperbanyak keturunan mereka menjadi laksana bintang-bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut. Ya Tuhan, jumlah kami telah menjadi paling kecil di antara sekalian bangsa, dan sekarang kami pun dianggap rendah di seluruh bumi oleh karena dosa kami. Dewasa ini pun tidak ada pemuka, nabi atau penguasa, tiada kurban bakaran atau kurban sembelihan, kurban sajian atau ukupan; tidak ada pula tempat untuk mempersembahkan buah bungaran kepada-Mu dan mendapat belas kasihan. Tetapi semoga kami diterima baik, karena jiwa yang remuk redam dan roh yang rendah, seolah-olah kami datang membawa kurban domba dan lembu serta ribuan anak domba tambun. Demikian hendaknya kurban kami di hadapan-Mu pada hari ini berkenan seluruhnya kepada-Mu. Sebab tidak dikecewakanlah mereka yang percaya kepada-Mu. Kini kami mengikuti Engkau dengan segenap jiwa dan dengan takwa kepada-Mu, dan wajah-Mu kami cari. Janganlah kami Kaupermalukan, tetapi perlakukanlah kami sesuai dengan kemurahan-Mu dan menurut besarnya belas kasihan-Mu. Lepaskanlah kami sesuai dengan perbuatan-Mu yang ajaib, dan nyatakanlah kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = d, 4/4, PS 845
Ref. Tuhan adalah kasih setia bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya.
Atau. Ingatlah segala rahmat dan kasih setia-Mu, ya Tuhan.
Ayat. (Mzm 25:4bc-5ab.6-7bc.8-9; Ul:10)
1. Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya Tuhan, tunjukkanlah lorong-lorong-Mu kepadaku. Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan daku.
2. Ingatlah segala rahmat dan kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab emuanya itu sudah ada sejak purbakala. Ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya Tuhan.
3. Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum dan mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang bersahaja.
Bait Pengantar Injil, do = es, 4/4, PS 966
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Sang Raja kemuliaan kekal.
Ayat. (Yl 2:12)
Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hati, sabda Tuhan, sebab Aku ini pengasih dan penyayang.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (18:21-35)
"Jika kamu tidak mau mengampuni saudaramu, Bapa pun tidak akan mengampuni kamu."
Sekali peristiwa Petrus datang kepada Yesus dan berkata, “Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Ketika ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunasi hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isteri dan segala miliknya untuk membayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskan segala hutang itu. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih, lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Maka raja itu menyuruh memanggil hamba pertama tadi dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat! Seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonnya kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkan dia kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Demikianlah Bapa-Ku yang di surga akan berbuat terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Menghitung berturut-turut sampai tujuh (7) masih dimungkinkan, tetapi jika sampai 'tujuh puluh kali tujuh kali alias empat ratus sembilan puluh (490) rasanya jarang terjadi. Maka tanggapan Yesus atas pertanyaan Petrus perihal pengampunan tersebut berarti suatu ajakan atau perintah agar kita, murid-murid Yesus Kristus, senantiasa mengampuni tanpa kenal batas tempat dan waktu, di manapun dan kapanpun. Dalam Kitab Suci, angka “tujuh” adalah angka yang sempurna, sehingga “tujuh puluh kali tujuh kali” mau mengajarkan bagaiman kita harus mengampuni orang lain tanpa putus – putusnya, namun juga tegas. Mengampuni bukan berarti membiarkan kesalahan merajarela. Melainkan memberikan maaf setulus – tulusnya namun juga memberikan ketegasan dengan kasih kepada mereka yang berbuat salah, sehingga kita semua dapat saling memberikan didikan dan hikmat. Semoga, Injil hari ini memampukan kita untuk mengampuni orang lain tanpa putus, tidak hanya memberikan maaf di bibir, tetapi juga di hati, dengan tidak lagi bersungut – sungut dan mengungkit-ungkit kesalahan orang lain, yang terkadang memunculkan emosi baru dalam hidup kita, dan menghambat sukacita dalam hidup kita.
Antifon Komuni (Mzm 15(14):1-2; PS 848)
Tuhan, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,
Lord, who may abide in your tent, and dwell on your holy mountain? Whoever walks without fault and does what is just.
(Antifon ini dapat diulangi sesudah tiap ayat dari Mazmur 15)
Doa Malam
Allah Bapa sumber belas kasih, bila kami mau saling memaafkan, maka Engkau pun berbelas kasih kepada kami. Kami mohon, agar hati kami selalu terbuka terhadap sesama, agar dapat saling melayani dengan setia dan tulus ikhlas. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.
E.
MADAH HARIAN PAGI
(Selasa, 26 Maret 2019)
Kristus surya keadilan
Kini fajar Kaudatangkan
Enyahkanlah kegelapan
Tampilkanlah kehidupan.
S’moga pertobatan kami
Di masa Prapaskah ini
menurunkan rahmat ampun
Atas dosa yang bertimbun.
Bila tiba hari Paskah
Perkenankan para hamba
Bersorak kegembiraan
Merayakan kebangkitan.
Ya Tritunggal mahasuci
Trimalah pujian kami
Yang kami lambungkan ini
Dengan ikhlas penuh bakti. Amin.
DOA
Kami mohon, ya Tuhan, janganlah Kautarik rahmat-Mu dari kami. Semoga dengan bantuan-Mu kami menjadi abdi-Mu yang setia. Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
====
Beata Maria Virgo omnes iuvet, potissimum iuvenes, in itinere percurrendo pacis et fraternitatis quae acceptatione et remissione nituntur, alterius reverentia et amore quod est sui ipsius donum.
May the Blessed Virgin help everyone, especially young people, to follow the path of peace and fraternity, based on welcome and forgiveness, on respect for others, and on the love that is the gift of self.
Semoga Santa Perawan membantu setiap orang, terutama kaum muda, untuk mengikuti jalan perdamaian dan persaudaraan, berlandaskan penyambutan dan pengampunan, rasa hormat terhadap orang lain, dan kasih yang merupakan karunia diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar