Ads 468x60px

Jumat 14 Juni 2013


“Sapere aude."

Pekan Biasa X
2 Kor 4:7-15; Mat 5:27-32

Sapere aude - Beranilah menjadi bijak!” Inilah semboyan Pencerahan dan kutipan bahasa Yunani dari karya Horatius yang pernah saya buat sebagai semboyan di jurnal Fenomena Yogyakarta dan logo di kaos mahasiswa Driyarkara Jakarta pada tahun 2000.

Hari ini, Yesus bersama Paulus juga mengajak kita berani menjadi orang bijak, yang arifin dan arifat dengan selalu “aware- bersadar diri” dan menggunakan setiap bagian dari tubuh kita hanya bagi semua pekerjaan baik.

Adapun tiga karakter supaya kita bisa belajar menjadi bijaksana, al:

1.Rendah hati:
Paulus berkata: “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” Jelaslah bahwa bukankah semua yang kita miliki dari kepala sampai ujung kaki, dari harta sampai cinta merupakan anugerah Tuhan? Bukankah semua ini hanya titipan ilahi yang tidak kita miliki secara abadi?

2.Tegar hati:
“Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” Seperti Paulus, kita juga diajak untuk bertegar hati dalam setiap pergulat-geliatan karena satu keyakinan iman bahwa Allah adalah Allah yang turun tangan, yang ikut terlibat dalam suka duka hidup kita. Ia tidak pernah meninggalkan kita sendirian (Jw: “Gusti ora sare”).

3.Hati-hati:
Idealnya: Sebuah harapan yang dimunculkan adalah supaya hidup dan tubuh kita dapat menjadi “terang”: sarana untuk mewujudkan surga di bumi. Dalam bahasa Ignatian: “Setiap manusia diciptakan untuk memuji dan memuliakan Tuhan dan setiap benda yang ada di muka bumi ini ada untuk membantu manusia mencapai tujuan ia diciptakan yakni untuk memuji dan memuliakan Tuhan.” Tapi, realnya: Kita kadang malahan menjadikan hidup dan tubuh kita “gelap”: Kita menggunakan mata untuk memandang sinis orang lain; menggunakan mulut untuk mengumpat, bergosip dan menjelek-jelekkan orang lain; menggunakan hati dan akal budi untuk mendendam dan berprasangka buruk pada orang lain; menggunakan tangan dan kaki untuk mencuri dan melakukan kekerasan kepada sesama, bahkan juga merusak tubuh dengan makanan dan minuman yang tidak menyehatkan, dsbnya.
Marilah kita semakin berhati-hati dalam berkata dan bertindak, dalam menggunakan semua anugerah Tuhan dengan bijaksana. “Potius sero quam numquam-Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, bukan?

“Ada galah di depan istana-Jadilah orang yang bijaksana.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!









Top of Form











Top of Form
Bottom of Form








Top of Form
Bottom of Form





Tidak ada komentar:

Posting Komentar