Ads 468x60px

Sabtu 15 Juni 2013

“Memoria historia.”
Pekan Biasa X
2 Kor 5: 14-21; Mat 5:33-37

“Memoria historia – Ingatan kesejarahan”. Inilah salah satu keutamaan iman yang kita perlukan, karena tepatlah kata Erich Kastner: “Siapa lupa akan apa yang indah - dia akan jadi jahat, siapa lupa akan apa yang jelek”. Sebenarnya sejak Yunani kuno, terutama lewat Plato, ingatan (anamnese) adalah cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan sejati (episteme) agar kita tidak menjadi orang jahat dan bodoh. Anamnese sendiri dilakukan ketika orang sudah membebaskan dirinya dari kelekatan materi dan kebutuhan jasmani. Kemudian, teori ingatan yang dikembangkan Mazhab Frankfurt lewat Walter Benjamin juga menggarisbawahi pentingnya memoriae. Jelaslah, kita perlu suatu “memoria historia–Ingatan kesejarahan” karena sebagai orang beriman, kita juga mudah “pendek ingatan”, ”lupa ingatan” dan bahkan ”sakit ingatan.” 

Nah, mengacu pada bacaan injil hari ini, adapun modal dasar yang diberikan Yesus agar kita tidak mudah ”pendek ingatan”, ”lupa ingatan” dan ”sakit ingatan”, yakni hidup dengan pola ”3K”:

1. Kesetiaan: 
“Peganglah sumpahmu di depan Tuhan”. Kita diajak untuk menjadi orang yang setia (“selalu taat dan ingat Allah”): berada dan tinggal dalam janji Tuhan, karena seperti kata Paulus: “Siapa yang berada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru.” Dengan kesetiaan atau “konsistensi” kepada Tuhan, kita senantiasa dilahirkan kembali sebagai manusia baru. Sebaliknya dengan ketidaksetiaan,maka ajaran kehilangan daya, jalan yang terbentang terasa lengang, tujuan menjadi tidak karuan, harapan yang bertunas bernas berangsur-angsur layu dan lanas.

2. Kejujuran:
"Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak" (Mat 5:37). Ini adalah salah satu ajakan Yesus agar kita ber-“diskresi”, pembedaan roh sehingga tidak mudah “plin plan” dan bermental “slinthat slinthut”/sembunyi-sembunyi. Di lain matra, bukankah kalau dulu dikatakan, “politik adalah panglima”, maka sekarang “komunikasi adalah panglima”, tapi kerap informasi dan komunikasi yang beredar bisa sangat menyesatkan, isinya kadang penuh gosipan dan permainan kepentingan. Disinilah, kita diajak untuk sungguh sungguh jujur: berpikir dan berkata benar, bersikap dan bertindak benar pula. Bukankah integritas kita terlihat ketika mulut sepadan dengan hati, tingkah laku selaras dengan perkataan? Bukankah orang juga lebih mudah percaya pada mata dibanding telinga mereka sendiri? 

3. Kerendahan hati:
“Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun.” Setiap orang diajak untuk rendah hati di hadapan Tuhan, karena Dia mahakuasa dan kita terbatas, Dia mahabesar dan kita sangat kecil. Inilah keutamaan yang ketiga, yakni kerendahan hati, berani “miskin” di hadapan Tuhan. Dengan modal “3K” ini, kita semakin disadarkan bahwa kita menjadi "tanda yang kelihatan dari rahmat yang tak kelihatan" (the visible sign of an invisible grace), bukan?

“Cari barang di Desa Tajur-Jadilah orang yang jujur.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar