Ads 468x60px

Selasa 16 Juli 2013

“Festina lente!”
Kel. 2:1–15, Mat. 11:20–24

“Festina lente - Bergegaslah tapi perlahan! Kalimat ini diucapkan oleh Kaisar Agustus yang dimaksudkan supaya kita melakukan segala sesuatu dengan cepat tapi dengan cermat. Hari ini,Yesus juga mengajak kita untuk bergegas melakukan pertobatan dengan cermat. Ia mengecam kota-kota yang tidak lekas bergegas untuk bertobat: ”Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Dan engkau Kapernaum!” 

Mengacu pada bacaan hari ini, kita bisa belajar bergegas dari Musa (Ibrani: מֹשֶׁה Mošé; Arab: موسى, Mūsā; Ge'ez:
ሙሴ Musse). Ia adalah anak Amram dari suku Lewi, anak Yakub bin Ishak. Namanya disebutkan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat tersebar di 31 buku di Alkitab Terjemahan Baru dan 136 kali di dalam Al-Quran. 

Indahnya, awal kehadiran Musa terjadi karena peran “kerahiman” para perempuan. Pertama, ibu kandungnya: Yokhebed (Kel. 6:19) seorang ibu rumah tangga sebuah keluarga Ibrani, keturunan Lewi. Lewat keberanian dan kecerdikannya, Musa dilindungi di rumahnya dari rencana keji Firaun untuk menumpas bayi-bayi lelaki Ibrani. Dengan hikmat Tuhan, Yokhebed kemudian menyembunyikan bayi Musa dalam sebuah peti pandan di tepi Sungai Nil. Kedua, kakak perempuan Musa: Miryam menjaga sang adik yang disembunyikan di tepi sungai Nil itu dengan setia. Tuhan memakai Miryam (Kel. 15:20) untuk menjadi penghubung bagi ibu Musa untuk menjadi inang pengasuh putranya sendiri, yang nantinya diangkat anak oleh putri Firaun. Ketiga, ibu angkat Musa: Dialah sang putri Firaun. Dalam kedaulatan Tuhan, putri Firaun jatuh hati dan mengangkat Musa sebagai anak. Dalam hikmat Tuhan, Musa mendapatkan perlindungan-Nya justru di rumah sang musuh, yaitu Firaun.
Lebih lanjut bicara soal Musa, nama Musa sendiri berarti "diangkat dari air" (Bhs Mesir kuno, "Mo"= "Air, "Sa"="Anak"). Beberapa ahli kitab masih mempercayai bahwa "air" di Alkitab kadang merupakan metafora yang menunjuk kepada bangsa kafir atau setan (sebuah pemahaman yang dapat dimengerti untuk seorang pengembara di padang gurun). Maka dari itu, nama Musa menyimbolkan sebuah pertobatan dan keselamatan oleh Tuhan (Musa: “MUSnahkan doSA”)

Seperti yang saya tulis dalam buku “3Bulan 5 Bintang 7 Matahari” (Kanisius), adapun lima jalan kehadiran Musa supaya bisa mengajak kita untuk “MUSnahkan doSA”, al: 

1.Pemimpin: 
Ia memimpin bangsa Israel dari Mesir menuju tanah perjanjian yang berlimpah susu dan madunya, yaitu tanah Kanaan. Musa juga mengajarkan bagaimana untuk menjadi seorang pemimpin yang ber-‘kompassion’: berbela-rasa dan penuh belas kasihan terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Sebuah kisah: Di dalam banyak kesempatan ketika orang Israel memberontak, Tuhan sudah "menawarkan" kepada Musa untuk mengambil jalan pintas, yaitu dengan membiarkan Tuhan memberantas seluruh orang Israel, dan akan menjadikan dari Musa, suatu keturunan, suatu bangsa yang besar. Namun sebagai pemimpin, Musa belajar untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, dan ia tetap memperjuangkan orang Israel di hadapan Tuhan. 

Di lain segi, Musa juga pemimpin yang tegas. Musa juga mampu marah bila saatnya tepat dan sasarannya juga jelas. Musa pernah sungguh-sungguh marah kepada orang Israel ketika orang Israel, bahkan sampai Harun, kakaknya, berbuat dosa dengan menyembah patung Lembu Emas, sementara Musa sedang naik ke gunung Sinai untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk bangsa Israel. Sudahkah kita juga menjadi pemimpin yang baik, yang mengantar semua orang terlebih keluarga kita untuk bisa menjumpai Tuhan? 

2.Penasehat: 
Ia juga menjadi penasehat, karena selama perjalanan, bangsa Israel terus mengeluh dan mencobai Allah. Seperti kita ketahui, sebuah akibat dari kebiasaan umat yang suka berkeluh-kesah dan tidak suka mendengarkan nasehat adalah kenyataan bahwa Allah menjadi marah dan menghukum Israel berptar-putar di padang pasir selama 40 tahun. Disinilah, Musa selama puluhan tahun, banyak memberikan nasehat. Ia mengatur kehidupan seluruh umat Israel, dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam bangsa Israel, walaupun semakin lama permasalahan itu memang semakin banyak. Mengacu pada arti nasehat,“NAikkan pujian dan bukan makian, SEgarkan iman dan bukan gosipan, HAdirkan Tuhan dan bukan setan”, sudahkah kita juga belajar untuk memberi nasehat yang baik kepada sesama kita? 

3.Penulis: 
Ia menerima Sepuluh Perintah Allah di bukit Sinai dan tak lupa untuk menuliskannya. Ia juga menulis peraturan-peraturan peribadatan dan hukum-hukum sipil yang dilakukan oleh bangsa Israel hingga hari ini. Seperti kita ketahui, Musa merupakan penulis 5 kitab pertama dari Perjanjian Lama dari Alkitab. Kitab-kitab tersebut adalah Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kitab-kitab tersebut kemudian dikenal di kalangan orang Yahudi dengan nama Taurat, karena di dalam kitab-kitab tersebut terkandung banyak sekali perintah-perintah yang disampaikan oleh Tuhan kepada Musa untuk bangsa Israel. Sudahkah kita juga belajar mengendapkan pengalaman atau menuliskan refleksi harian sehingga hidup kita menjadi lebih reflektif dan integratif? 

4.Pembimbing: 
Ia membimbing umat Israel, dengan melakukan banyak mukjizat atas nama dan atas kuasa Alah, seperti memberikan manna, air, dan burung puyuh untuk menjadi makanan pokok orang Israel selama di gurun sehingga mereka tidak kelaparan maupun kehausan. Dalam hal inilah, Musa juga berperan untuk menguak sisi-sisi pribadi Allah, yang pada zaman orang Israel dianggap sebagai pribadi yang menakutkan dan cenderung untuk menghukum. Musa menunjukkan sisi-sisi pribadi Allah yang akrab, dekat dan bersahabat, bahkan sampai disebutkan Musa berbicara berhadap-hadapan muka dengan Allah seperti seorang sahabat.
Ia juga menjadi pembimbing yang melayanai dengan lima dimensi dasarnya:

a.Pelayanan dasar/elementer: 
Inilah yang segera dilakukan Musa setelah menyeberangi laut Merah, dimana rakyat mengalami kekurangan air, roti dan daging (Kel.16-17). Musa mengenal kebu¬tu¬han-kebutuhan pokok umat Israel, Musa menyelenggarakan kebutuhan kebutuhan pokok tersebut seperti makan minum meski akhirnya tak dapat berbuat segala-galanya. Disinilah, kita juga dipanggil sekurang-kurangnya mengenal apa yang menjadi kebutuhan pokok sesama kita yang terdekat (keluarga, sahabat dan lingkungan harian kita masing-masing).


b.Pelayanan sosial: 
Musa merasakan ikut menanggung beban dan kesulitan sosial umat Israel: kekurangan, cacat serta sifat kekanak-kanakan. Sedikit demi sedikit Musa belajar menerima Israel seba¬gaimana adanya. Mis. Ul. 1:8-12: Musa merasa berat melayani umat yang bertengkar, yang mempu¬nyai banyak dan macam-macam masalah bahkan kadang-kadang memberontak. Kita pun, terlebih sebagai makluk sosial dipanggil untuk ikut menanggung masalah-masalah hidup umat, pertengkaran, beban, kesulitan dan lain-lain (Bdk: Homo Homini SOCIUS, manusia adalah sahabat bagi sesamanya, www.rumahsocius.com).

c.Pelayanan doa: 
Musa mendoakan umat Israel dan harus membayar ucapan-ucapan doa-doanya
juga. Dalam Kel. 17:11, Musa berdoa. Ini gambaran seorang hamba Yahwe yang berdoa untuk 
kepentingan umat dan dunianya. Nampak sekali di sini Musa sungguh-sungguh mengenal
rakyatnya, menyatu dan tinggal di antara umatnya. Meski terpanggil secara khusus, dia tetap tak
terpisah dan menjadi seperasaan - senasib dengan umatnya. bahkan Musa bertengkar juga dengan
Allah demi umatnya. Disinilah, kita dipanggil juga untuk menyatu secara efektif pada hidup gereja
dan masyakat setempat, dengan doa-doa kita tentunya.

d.Pelayanan penghiburan: 
Musa memberikan penghiburan, pengharapan pada bangsa/umat yang kerap berputus asa (Kel. 
14,13). Dia memberi semangat, pelayanan iman. Ia meneguhkan kepercayaan umat. Kitapun diajak 
untuk berani berbagi harapan, kekuatan dan penghiburan di tengah aneka macam pergulatan hidup \
sesama kita. 

e.Pelayanan sabda (Kel. 9,3) yang membebaskan: 
Musa menyampaikan sabda dan kehendak Allah. Ia mewartakan sabda kepada umatnya, perintah dan hukum. Kita juga diajak untuk berani menyampaikan sabda Allah kepada sesama dan anggota keluarga kita masing-masing. 

5.Pembuat Tabut Perjanjian. 
Ia membuat tabut perjanjian dan kemah suci (tabernakel), di mana dalam tabut perjanjian itu terletak dua loh batu yang berisi 10 Perintah Allah. Dalam pembuatan tabut perjanjian itu, Musa dibantu oleh Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan serta Bezaleel bin Uri bin Hur dari kaum Yehuda. Sudahkah kita menjadikan tubuh dan kata kata kita sebagai “tabernakel” yang hidup karena bukankah setiap kali kita menyambut ekaristi, Tuhan tinggal dalam hidup kita?

“Baca firman setiap hari Selasa - Dengan iman kita musnahkan pelbagai dosa.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.

Fiat Lux! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar