Ads 468x60px

Tuntunan Praktis Meditasi

1. Persiapan Doa 

a. Tempat 
Tempat doa yang ideal adalah bersih dan udara bisa keluar masuk secara leluasa sehingga tidak pengap. Dalam berdoa, alangkah baiknya jika tidak berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Semakin suatu tempat sering dimanfaatkan untuk berdoa, semakin baik untuk kegiatan berdoa. Contohnya, tempat perziarahan Lourdes atau tempat makam Fransiskus Assisi, yang membuat banyak peziarah benar-benar bisa merasa dekat dengan Tuhan pada saat berdoa di tempat itu. 

b. Sikap tubuh 
Tubuh manusia sebenarnya dapat mengungkapkan keadaan jiwanya. Bila seseorang sedang dalam keadaan tegang, seluruh badannya ikut tegang seperti terutama tampak pada mimiknya yang berkerut dan otot-otot lehernya yang kaku. Untuk membantu, gunakanlah petunjuk yang sudah sangat terkenal, yakni metode “YESUS”. Tentang metode “YESUS” ini, lihat bab “Meditasi = Doa Hening” (BAGIAN KEDUA). Di sana, telah diberikan uraian secara rinci tentang metode “YESUS” ini. 



2. Daya Manusia 
Dalam doa, manusia menggunakan seluruh daya untuk mencapai kehadiran Allah. Santo Bonaventura, salah satu tokoh mistik zaman kuno dan uskup, menguraikan daya manusia itu sebagai herikut: 

a. Memoria (ingatan) 
Bagian ini digambarkan sebagai alat penyimpan data yang merekam pengalaman-pengalaman selama hidup seseorang. Memori ini menjadi semacam latar belakang atau horizon untuk daya-daya lain dan manusia. Berkat bagian ini, manusia bisa mengingat kembali peristiwa atau kejadian-kejadian pada masa lampau dan dapat mengantisipasi apa yang kemudian bakal terjadi. Memoria juga merupakan prinsip dasar dan abadi untuk segala pengetahuan selanjutnya. Berkat memoria, manusia bisa mengingat Allah yang menciptakan manusia walaupun sangat samar-samar. Akan tetapi, ingatan bukanlah fakultas atau kemampuan sebagai pangkal kegiatan tertentu. 

b. Mens (daya pengenal) 
Melalui daya pengenal in manusia bisa mencari dan mengolah informasi tentang sesuatu dan lingkungan sekitarnya. Daya ini diurai menjadi tiga kemampuan, yaitu: 
1. Sensus et imaginatio (daya pancaindra dan daya khayal) Pancaindra oleh manusia digunakan untuk berhubungan dengan dunia luar yang berbeda dengan dunia dalam manusia sendiri. Daya khayal dapat digambarkan sebagai bentuk kerinduan manusia akan Tuhan-Nya. 
2. Ratio et intellectus (daya penalaran dan pemahaman) Penalaran digunakan untuk melihat hubungan dan memilah-milah objek. Pemahaman digunakan untuk menangkap sesuatu yang sifatnya rohani. Berkaitan dengan hal ini, St. Agustinus berkata, “Intelek tidak cukup untuk mendekati Allah. Kalau berbicara tentang Allah, tidak mengherankan kalau tidak mengerti sebab seandainya engkau mengerti, itu bukanlah Allah.” 
3. Intuisi (penangkapan secara langsung) 
Daya intuisi ini merupakan daya yang paling efektif untuk mendukung doa. 

c. Voluntas (daya/hasrat untuk mengasihi) 
Voluntas berarti daya mengasihi dan dengan daya ini manusia dapat melampaui daya intuisi. Meskipun demikian, daya intuisi tetap merupakan prasyarat dan pengandaian voluntas. Pengalaman rohani tidak berlangsung dalam daya memoria, tetapi dalam daya pancaindra, daya imajinasi, daya intuisi, dan terutama daya voluntas. “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (l Yoh 4:1 6b). 
Dengan mengembangkan daya mengasihi, manusia semakin dekat dan bersatu dengan sumber kasih, yakni Allah sendiri. Kemauan untuk mengasihi merupakan daya seseorang untuk mengembangkan daya mengampuni terhadap kesusahan karena daya tidak merugikan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Santa Teresa Avilla berkata, “Yang penting adalah bukan banyaknya berpikir, tetapi banyaknya mencintai.” 


3. Sikap Batin 
Peribahasa Latin berkata, “Lex orandi, lex credendi,” artinya hukum doa adalah hukum percaya pada Tuhan. Dengan doa, seseorang akan tampak kepercayaannya. Sementara itu, iman, kepercayaan, dan harapan merupakan prasyarat untuk mengasihi. Di antara iman, harapan, dan kasih, yang terbesar adalah kasih. Sikap batin waktu berdoa adalah penuh kepercayaan kepada Tuhan, penuh kerinduan kepada-Nya karena Ia akan memberikan rahmat sebanding dengan iman, harapan, dan kasih orang itu. 
Bayangkanlah, ada seorang yang begitu mengharapkan bertemu dengan seseorang yang lain. Dan, dalam selang waktu yang tidak lama, ternyata orang itu benar-benar hadir di hadapannya. Peristiwa itu tidak hanya menggembirakan, tetapi juga sangat bermakna bagi orang itu. Kalau dia tidak begitu berharap, kehadiran orang itu biasa-biasa saja. Ternyata banyak orang tidak berdasarkan iman, pengharapan, dan kasih dalam berdoa. Mereka berdoa dengan terpaksa dan selanjutnya yang didapatkan hanya kebosanan, perbuatan itu seakan-akan hanya sia-sia. Apabila Anda belum rnempunyai kerinduan, mintalah dahulu kerinduan dan rahmat itu dari Tuhan. 


4. Gangguan dalam Berdoa 
Banyak orang mengeluh karena dalam berdoa ia mengalami banyak gangguan, misalnya ketegangan, pikiran yang melayang-layang, emosi-emosi negatif, atau beban batin lainnya. Ketegangan sebenarnya dapat diatasi dengan cara rilaksasi seperti diuraikan di atas. Dengan demikian emosi-emosi negatif atau beban batin dapat dipandang sebagai halangan doa karena berlawanan dengan kehendak Allah yang penuh kasih itu. Akan tetapi, sebagai pengalaman mistik yang negatif dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak berdoa. Rasa dahaga akan kasih Allah dapat membuat rindu dan mengerti apa itu makna Allah sebagai sumber kasih. 

Sementara itu, jika pikiran melayang-layang saat berdoa, masalahnya adalah bagaimana menidurkan atau menjinakkan pikiran liar itu. Setiap mencoba memejamkan mata untuk menghilangkannya, yang terjadi justru sebaliknya, pikiran semakin melantur. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasinya, yaitu: 
a. Jangan sekali-sekali menutup mata terlalu rapat. Karena cara itu akan menjadikan pikiran semakin melantur merajalela. Cobalah membuka mata sedikit dan arahkanlah pandangan Anda pada suatu titik tertentu di depan Anda. Akan tetapi, jangan pusatkan diri Anda pada titik itu. Jangan berkonsentrasi pada pikiran yang mengembara dan tidak terarah itu. 
b. Ambillah posisi duduk tegak lurus. Cara ini hingga Sekarang sudah terbukti kemanjurannya. 
c. Dengan cara berdoa yang sifatnya diulang-ulang (repetitif). Cara mengulang-ulang doa itu akan membantu kita menidurkan pikiran yang sedang kacau. Hampir semua agama besar di dunia ini mengajarkan doa seperti itu. Buktinya, mereka menggunakan sarana tasbih atau dala, sementara orang Katolik menggunakan rosario. Kegunaan benda itu adalah membantu kita agar jangan menghitung atau berpikir selama berdoa. Kita juga mengenal doa Yesus yang dilakukan oleh seorang peziarah.
d. Dengan mengawasi pikiran yang muncul. Seperti anjing kecil yang mengikuti langkah-langkah kaki kita, demikian kita mengawasi setiap pikiran yang akan muncul, tetapi bukan menilai atau menolak perasaan itu. Kita juga bisa membiarkan begitu saja pikiran-pikiran yang muncul ke permukaan. Datang dan perginya perasaan dan pikiran itu bagaikan langit biru yang membiarkan mega-mega berlalu, dan akhirnya langit akan menjadi bersih dan kembali berwarna biru. 


5. Tahap-Tahap Doa 

a. Purgatio (pembersihan) 
Tahap awal ini harus dilakukan untuk menciptakan kedamaian dan ketenteraman hati dengan cara menjauhkan diri dari segala yang berlawanan dengan kasih Allah. Konkretnya adalah menjauhkan diri dari dosa, dari hawa nafsu yang dapat merugikan sesama atau makhluk lain, dan terutama dari cinta diri yang sangat berlebihan. Kegiatan ini disebut askese. Meskipun sebenarnya banyak orang tidak begitu tertarik pada cara yang semula diperkenalkan oleh St. Fransiskus Assisi ini, askese atau olah tapa untuk pengendalian diri ini dapat dikatakan merupakan unsur dasar bagi seluruh jalan menuju Allah. 

b. iluminatio (penerangan) 
Tahap ini merupakan tahap kedua yang bertujuan mengantar seseorang pada kebenaran dirinya sendiri sehubungan dengan kelemahan diri (dosa). Seorang pujangga Gereja, St. Bonaventura, berkata, “Via illumimativa consist it in imitatione.” Maka, imitatione tidak ada hubungannya dengan asketik atau moralistik. Artinya, melihat dan menilai segala sesuatu yang sempurna sebagai firman Allah yang menjelma menjadi gambaran Allah yang sempurna. Gambaran itu memancarkan cahaya yang menerangi segala sesuatu. Kristus sebagai kebenaran menyinari segala sesuatu. 

c. Via perfectiva/unitiva (persatuan sempurna) 
Langkah terakhir yang diharapkan sudah mencapai tujuan yang sesungguhnya, yaitu sampai pada kasih Allah (caritas). Hal itu berarti bahwa manusia telah melepaskan kasihnya dan segala bentuk benda dan makhluk di dunia dan secara positif kasih itu telah melampaui diri manusia kepada mempelai Yang Ilahi. Pada tahap ini, manusia diarahkan kepada hal yang menyenangkan dan membahagiakan. 
Ketiga tahap itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ketiganya saling mendukung. Oleh St. Bonaventura, ketiga tiganya disebut “jalan rangkap tiga menuju Tuhan”. Menurut St. Bonaventura, hal itujuga sebagai upaya manusia (industria) meskipun selalu bertumpu pada rahmat pertolongan Allah (gratia). Di sini, sebenarnya ditekankan kembali apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia untuk sampai dan dapat bersatu dengan Tuhan. 


6. Pengalaman Mistik 
Pengalaman persatuan dengan Tuhan adalah sesuatu yang mistik. Santo Bonaventura membedakan antara pengalaman mistik negatif dengan pengalaman mistik positif. Pengalaman mistik negatif adalah pengalaman akan Allah yang transenden, tidak terhampiri, dan tidak hadir. Di sini, manusia menyadari ketidak berdayaannya sebagai ciptaan Allah. Pengalaman ini terjadi pada saat manusia mengalami kehampaan, kekosongan, kefanaan, ketidakberdayaan, ketidakberartian sebagai manusia, dan sebagainya. 

Pengalaman mistik positif adalah pengalaman akan kehadiran Allah, pengalaman persatuan, dan kepenuhan dengan Yang Ilahi. Pengalaman ini merupakan pengalaman yang disadari, tetapi di luar lingkup kesadaran diri atau kesadaran akan dunia. Pengalaman ilahi bisa dialami seolah-olah di luar diri kita. Misalnya, saat menikmati pemandangan alam yang indah, sang mistikus menembus permukaan kesadaran dunia dan sampai pada dasar atau sumbernya, yaitu Sang Pencipta. 
Dapat dikatakan bahwa pengalaman mistik itu sulit dilukiskan karena tidak dapat diwakili oleh kata-kata. Bahasa manusia tidak cukup untuk melukiskannya. Santo Bonaventura merumuskan batasan itu sebagai berikut, “Jika engkau bertanya bagaimana hal itu terjadi, bertanyalah kepada rahmat, jangan pada ajaran. Bertanyalah kepada hasrat, jangan pada pengertian. Bertanyalah kepada keluhan doa, bukan pada mempelajari kuliah. Bertanyalah kepada pengantin, bukan kepada guru. Bertanyalah kepada Allah dan tidak kepada manusia. Bertanyalah kepada kegelapan bukan pada penerangan. Tidak kepada cahaya, tetapi bertanyalah kepada api yang menyalakan segala-galanya dan secara menyeluruh membawa orang kepada Allah melalui pengurapan dan kehangatan kasih yang teramat mengobarkan dalam pengalaman itu.” 
Semua itu terjadi dengan amat rahasia dan melampaui segala pengertian, yang tidak diketahui seorang pun, kecuali mereka yang telah mengalaminya. Pengalaman akan persatuan dengan Allah bukan perkara otak (intellect’us), melainkan perkara hati (affect’us). Pengalaman ini berada di luar batas kemampuan pikiran manusia. Mereka mengalami Yang Ilahi, Yang Abadi, Allah yang ada di luar kesadaran manusia. Manusia dalam tahap ini sudah diangkat ke taraf yang lebih tinggi, di luar lingkup pikiran. Santo Bonaventura melukiskan keadaan ini dengan kata-kata sebagai berikut, “Di sana akal menjadi gelap sebab tidak dapat menyelidiki untuk menemukanjawaban yang memuaskan.” Ubi deficit intellectus, ibi profi cit affectus, di mana otak mundur di situ hati maju. 



7. Metode Doa 
Ada beberapa metode doa yang ditawarkan sesuai dengan kemampuan, kecenderungan, dan karakteristik setiap orang. Metode doa ini merupakan latihan agar manusia dapat mengalami persatuan dengan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar