Ads 468x60px

Senin 19 Agust 2013

“Deo gratias!”Hak 2:11-19, Mat 19:16-22

“Deo gratias – Syukur kpd Allah”. Inilah sapaan khas orang Katolik yang kerap diucapkan oleh banyak imam dan umat beriman ketika mensyukuri rahmat Allah dalam keseharian, yang dalam budaya Jawa kerap diinkulturasikan menjadi “Berkah Dalem.”

Mengacu pada bacaan hari ini, sewajarnya kita bersyukur karena banyak dicintai dan diperkenankan menjadi muridNya yang bersemangat “magis”. Magis itu menyangkut keseluruhan ciri hidup sebagai murid Kristus yang menjadi pontifex atau jembatan antara manusia dan Tuhan untuk mencari, menemukan dan menjalani kehidupan semata bagi kemuliaan Allah yang lebih besar, bagi pelayanan kepada sesama yang makin purna, bagi usaha-usaha yang lebih nyata dan sarana-sarana pewartaan Kerajaan Allah yang lebih efektif sekaligus lebih afektif. 


Adapun tiga semangat syukur seorang murid Kristus yang penuh semangat “magis”, al:

1. Meninggalkan kelekatan.
“Pergilah, juallah segala milikmu!” Itulah pesan Yesus yang mengajak kita bersikap lepas bebas dan tidak tercekam oleh kelekatan tidak teratur pada harta dunia. Dalam bahasa Ignatius Loyola: “Ambillah Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan. Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku” (LR no. 234). Jelasnya, sifat dan karakter, sikap dan parameter yang cenderung mediocritas (yang setengah-setengah) tidak nampak dalam laku hidup Yesus dan para muridNya.

2. Mencintai orang kecil
“Berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan memperoleh harta di surga.” Seperti Yesus yang setia mencintai orang kecil, kitapun diajak untuk berani setulus hati mencintai yang kecil dan tersingkir karena jelaslah mereka yang empunya Kerajaan Surga.

3. Mendatangi Tuhan.
Yesus mengajak kita untuk setia datang dan mengikutiNya dalam hidup doa dan karya nyata kita. Di hadirat Allah inilah, kita belajar “melepaskan kasut”: tidak ada gengsi, friksi, ambisi serta emosi, tidak ada status dan kebohongan. Dengan usaha mendatangi Tuhan, kita diajak untuk mengingat sekaligus mendalami lagi tujuan hidup yang sempurna, yakni memuliakan dan memuji, mengabdi Tuhan serta menyelamatkan jiwanya sendiri. Dalam bahasa Ignatius Loyola: “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah Tuhan kita dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain diatas permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu manusia harus mempergunakannya sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi; dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut sejauh itu merintangi dirinya. Oleh karena itu kita perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada pada kita dan tak ada larangan.”

“Cari bantal bareng bang Farhan - Mari total ikuti Tuhan.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar