Ads 468x60px

Misteri Paskah & Kerahiman Ilahi

(Paus Yohanes Paulus II, Ensiklik “Dives in Misericordia”).

Peristiwa-peristiwa Jumat Agung dan, bahkan sebelum itu, dalam doa di Getsemani, menghantar pada suatu perubahan fundamental ke dalam keseluruhan rangkaian pewahyuan kasih dan belas kasihan dalam misi mesianik Kristus. Dia yang “berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang” dan “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan” sekarang Ia Sendiri tampaknya teramat mengharapkan dan memohon belas kasihan, ketika Ia ditangkap, dianiaya, dijatuhi hukuman mati, didera, dimahkotai duri, ketika Ia dipaku pada kayu salib dan mati dalam penderitaan penuh sengsara. Pada saat itulah Ia secara istimewa pantas mendapatkan belas kasihan dari orang-orang kepada siapa Ia telah berbuat kebajikan, namun Ia tiada mendapatkannya. Bahkan mereka yang paling dekat dengan-Nya tak dapat melindungi-Nya dan merenggut-Nya dari tangan-tangan para penganiaya. Pada tahap akhir dari aktivitas nesianik-Nya ini, kata-kata yang diucapkan para nabi, terutama Yesaya, mengenai Hamba Yahwe digenapi dalam Kristus: “Oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”



Kristus, sebagai manusia yang menderita hebat dan dalam suatu cara yang menggugah hati di Taman Zaitun dan di Bukit Kalvari, berseru kepada Bapa - Bapa yang kasih-Nya Ia wartakan kepada manusia, yang belas kasih-Nya Ia beri kesaksikan sepanjang pewartaan-Nya. Tetapi Ia tidak dibebaskan - bahkan dari sakrat maut dahsyat di salib: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita,” demikian tulis St Paulus, dengan meringkas dalam beberapa kata saja keseluruhan kedalaman salib dan pada saat yang sama dimensi ilahi dari realita Penebusan.

Sungguh, Penebusan ini adalah pewahyuan yang terutama dan definitf dari kekudusan Allah, yang adalah kepenuhan mutlak kesempurnaan: kepenuhan keadilan dan kasih, sebab keadilan didasarkan pada kasih, mengalir darinya dan terarah padanya. Dalam sengsara dan wafat Kristus - dalam kenyataan bahwa Bapa tidak membebaskan PutraNya Sendiri, melainkan “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” - keadilan mutlak dinyatakan, sebab Kristus menanggung sengsara dan salib karena dosa-dosa umat manusia. Ini bahkan merupakan suatu keadilan yang “amat berlimpah-ruah”, sebab dosa-dosa manusia “ditebus” oleh kurban Allah-Manusia. Namun, keadilan ini, keadilan yang sesuai “ukuran Allah,” sepenuhnya berasal dari kasih: dari kasih Bapa dan Putra, dan sepenuhnya berbuah dalam kasih.

Tepat karena alasan inilah keadilan ilahi yang dinyatakan dalam salib Kristus adalah sesuai “ukuran Allah,” sebab berasal dari kasih dan digenapi dalam kasih, menghasilkan buah-buah keselamatan. Dimensi ilahi dari penebusan berdayaguna tidak hanya dengan mendatangkan keadilan atas dosa, melainkan juga dengan memulihkan kasih sehingga manusia mendapatkan kembali jalan kepada kepenuhan hidup dan kekudusan yang berasal dari Allah. Dengan cara ini, penebusan melibatkan pewahyuan belas kasih dalam segala kepenuhannya....

Salib Kristus di Kalvari berdiri di samping jalan commercium yang mengagumkan, dari pengkomunikasian diri Allah kepada manusia, yang juga menyangkut panggilan manusia untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan ilahi dengan memberikan diri, dan dengan dirinya keseluruhan dunia yang kelihatan, kepada Allah, dan bagai seorang anak angkat menjadi partisipan dalam kebenaran dan kasih yang ada dalam Allah dan mengalir dari Allah. Tepat di samping jalan pemilihan abadi manusia ke martabat menjadi anak angkat Allah di sanalah berdiri sejarah salib Kristus, satu-satunya - Putra Tunggal, yang, sebagai “terang dari terang, Allah benar dari Allah benar,” datang untuk memberikan kesaksian akhir pada perjanjian mengagumkan antara Allah dengan umat manusia - yang diperbaharui kembali dengan satu orang terpilih, yang sama dengan perjanjian baru dan definitif, yang ditetapkan di sana di Kalvari, dan tidak terbatas bagi satu orang saja, bagi Israel, tetapi terbuka bagi semua dan setiap orang.

Jadi, apalah lagi yang dikatakan salib Kristus kepada kita, salib yang dalam makna tertentu adalah sabda terakhir dari pesan dan misi mesianik Kristus? Namun demikian, ini belumlah akhir Sabda Allah dari perjanjian: yang akan dimaklumkan pada fajar ketika pertama-tama para perempuan dan kemudian para rasul datang ke makam Kristus yang disalibkan, mendapati makam kosong, dan untuk pertama kalinya terdengar pesan: “Ia telah bangkit.” Mereka akan mengulang pesan ini kepada yang lain dan akan menjadi saksi-saksi Kristus yang bangkit. Meski demikian, bahkan dalam kemuliaan Putra Allah ini, salib tinggal tetap, salib yang - melalui segala kesaksian mesianiknya Putra Allah menderita sengsara dan wafat di atasnya - mengatakan dan tak pernah berhenti mengatakan mengenai Allah Bapa, yang setia mutlak kepada kasih abadi-Nya kepada manusia, sebab “begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Percaya kepada Putra yang tersalib berarti “melihat Bapa,” berarti percaya bahwa kasih hadir di dunia dan bahwa kasih ini lebih berdaya kuasa dari kejahatan apapun di mana orang-perorang, umat manusia, ataupun dunia terlibat di dalamnya. Percaya pada kasih ini berarti percaya akan belas kasihan Allah, Kerahiman Ilahi. Sebab kerahiman adalah dimensi kasih yang teramat penting, adalah seolah nama kedua dari kasih dan, pada saat yang sama, suatu cara yang sepesifik dengan mana kasih dinyatakan dan berdampak dalam melawan realita kejahatan yang ada di dunia, yang mempengaruhi dan menyerang manusia, yang dengan licik bahkan merasuk ke dalam hati manusia dan mengakibatkan manusia “binasa dalam Gehenna.”

“Seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.”
(Yohanes 19:34)

“Darah dan Air,
yang telah memancar dari Hati Yesus
sebagai sumber kerahiman bagi kami.
Engkaulah andalanku!”


DARAH DAN AIR: SUMBER KERAHIMAN ILAHI
(St Faustina Kowalska, Rasul Kerahiman Ilahi)

Ketika dalam suatu kesempatan bapa pengakuan memintaku untuk menanyakan kepada Tuhan Yesus makna dua berkas sinar dalam lukisan, aku menjawab, “Baik, aku akan menanyakannya pada Tuhan.”

Pada waktu doa, aku mendengar kata-kata ini dalam diriku, “Kedua sinar itu melambangkan Darah dan Air. Sinar pucat melambangkan Air yang menguduskan jiwa-jiwa. Sinar merah melambangkan Darah yang adalah hidup jiwa-jiwa…. Kedua sinar ini memancar dari kedalaman belas kasih-Ku saat Hati-Ku yang sengsara dibuka oleh sebilah tombak di atas Salib. Kedua sinar ini melindungi jiwa-jiwa dari murka BapaKu. Berbahagialah jiwa yang tinggal dalam naungannya, sebab tangan keadilan Tuhan tidak akan menimpanya. Aku menghendaki hari Minggu pertama sesudah Paskah dirayakan sebagai Pesta Kerahiman Ilahi.

Mintalah hambaku yang setia (Pater Sopocko) agar pada hari ini ia mewartakan kerahiman-Ku ke seluruh dunia; bahwa siapa pun yang menghampiri Sumber Kehidupan pada hari ini akan dianugerahi penghapusan penuh atas dosa dan penghukuman.

Umat manusia tak akan mendapatkan kedamaian hingga ia berpaling dengan penuh kepercayaan kepada belas kasih-Ku.

Oh, betapa banyak Aku menderita karena ketidakpercayaan suatu jiwa! Jiwa yang demikian mengaku bahwa Aku Kudus dan Adil, namun tidak percaya bahwa Aku penuh Belas Kasih dan tidak percaya akan Kebajikanku. Bahkan para setan memuliakan Keadilan-Ku, tetapi tidak percaya akan Kebajikan-Ku.

Hati-Ku bersukacita dalam gelar Kerahiman ini. Wartakanlah bahwa kerahiman adalah sifat Allah yang paling utama. Segala karya tangan-Ku dimahkotai dengan belas kasih.”

Wahai Kasih yang Kekal, aku rindu agar segenap jiwa-jiwa yang Engkau ciptakan mengenal-Mu. Aku ingin menjadi imam, agar aku dapat berbicara tanpa henti mengenai belas kasih-Mu kepada jiwa-jiwa berdosa yang tenggelam dalam keputusasaan. Aku ingin menjadi misionaris dan menghantar terang iman kepada bangsa-bangsa barbar guna memaklumkan Engkau kepada jiwa-jiwa; aku rindu dipakai sehabis-habisnya demi mereka dan mati sebagai martir, seperti Engkau telah wafat bagi mereka dan bagiku. Ya Yesus, aku tahu benar bahwa aku dapat menjadi imam, misionaris, pengkhotbah, dan bahwa aku dapat mati sebagai martir, dengan mengosongkan diri sepenuhnya dan menyangkal diri demi kasih kepada-Mu, ya Yesus, dan kasih kepada jiwa-jiwa baka.

MINGGU KERAHIMAN ILAHI
(Paus Emeritus Benediktus XVI, Castel Gandolfo)

Saudara dan Saudari terkasih,
Dalam Tahun Jubileum 2000, Hamba Allah yang terkasih, Yohanes Paulus II, menetapkan bahwa di segenap Gereja hari Minggu sesudah Paskah hendaknya disebut Domenica in Albis dan Minggu Kerahiman Ilahi. Ini sejalan dengan kanonisasi Faustina Kowalska, seorang biarawati Polandia yang bersahaja yang dilahirkan pada tahun 1905 dan wafat pada tahun 1938, seorang utusan yang penuh semangat dari Yesus yang Berbelas Kasih. Sungguh, belas kasih adalah inti pokok dari pesan Injil; adalah nama Allah sendiri, Wajah dengan mana Ia menyatakan diri dalam Perjanjian Lama dan menyatakan diri sepenuhnya dalam Yesus Kristus, inkarnasi dari Kasih yang mencipta dan menebus. Kiranya belas kasih ini juga bersinar di wajah Gereja dan menyatakan dirinya melalui sakramen-sakramen, teristimewa Sakramen Rekonsiliasi, dan dalam karya-karya amal kasih, baik secara bersama maupun perorangan. Kiranya segala yang dikatakan dan dilakukan Gereja menyatakan belas kasihan Allah kepada manusia, dan karenanya kepada kita. Dari kerahiman ilahi, yang mendatangkan damai di hati, damai sejati mengalir ke dalam dunia, damai di antara orang-orang yang beraneka-ragam, budaya dan agama.

Seperti Sr Faustina, Yohanes Paulus II, menjadikan dirinya seorang rasul Kerahiman Ilahi. Di malam yang tak terlupakan pada hari Sabtu, 2 April 2005, ketika ia menutup matanya di dunia ini, tepat pada malam Minggu Paskah Kedua, banyak orang mencermati kebetulan yang langka ini yang mengkombinasikan dimensi Maria - Sabtu pertama dalam bulan - dengan dimensi Kerahiman Ilahi. Inilah sesungguhnya inti dari masa pontifikat Yohanes Paulus II yang panjang dan kompleks. Keseluruhan dari misinya dalam melayani kebenaran mengenai Tuhan dan manusia dan melayani perdamaian dunia diringkas dalam pernyataan ini, sebagaimana beliau sendiri katakan di Krakow-£agiewniki pada tahun 2002 ketika ia mentahbiskan Tempat Ziarah Kerahiman Ilahi: “Selain dari Kerahiman Ilahi tiada sumber pengharapan lain bagi umat manusia.” Dengan demikian, pesan Yohanes Paulus II, seperti juga pesan St Faustina, menghantar kita kembali ke Wajah Kristus, perwujudnyataan terluhur dari kerahiman ilahi. Kontemplasi terus-menerus pada Wajah-Nya adalah pusaka yang beliau wariskan kepada kita yang dengan sukacita kita sambut dan kita jadikan milik kita sendiri.

“Saudara dan Saudari terkasih, kiranya perantaraan St Faustina dan Hamba Allah Yohanes Paulus II membantu kalian untuk menjadi saksi-saksi sejati belas kasih.”

Sengsara Yesus adalah karya kasih Allah yang paling agung dan paling luar biasa ~ St Paulus dari Salib

Marilah kita memandang darah Kristus dan mengakui betapa bernilai itu untuk BapaNya; karena dicurahkan demi keselamatan kita, ia membawa rahmat pertobatan untuk seluruh dunia ~ Klemens dari Roma, Kor. 7,4

Tuhan, yang menjadi anak domba, mengatakan kepada kita bahwa dunia diselamatkan oleh Dia yang Tersalib, bukan oleh mereka yang menyalibkan-Nya. Dunia ditebus oleh kesabaran Tuhan; dihancurkan oleh ketidaksabaran manusia ~ Paus Benediktus XVI

Allah, Bapa yang Maharahim,
dalam PutraMu, Yesus Kristus, Engkau telah menyatakan kasih-Mu
dan mencurahkannya atas kami dalam Roh Kudus, Roh Penghibur.
Kami percayakan kepada-Mu pada hari ini, nasib dunia
dan nasib setiap laki-laki dan perempuan.
Membungkuklah kepada kami orang-orang berdosa,
sembuhkanlah cacat cela kami,
taklukkanlah segala yang jahat,
dan kiranya segenap umat manusia di bumi
boleh mengalami belas kasihan-Mu.
Dalam Engkau, Allah Tritunggal,
kiranya mereka mendapatkan sumber pengharapan.
Bapa yang Kekal,
demi Sengsara dan Kebangkitan PutraMu,
berbelas kasihanlah kepada kami dan kepada seluruh dunia!
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar