Sewaktu Luna hendak memutuskan hubungan dengan Luno, ia berkata kepada Luno, “Kita harus melihat dunia ini dengan pandangan yang dewasa, menikah bagiku adalah kehidupan kedua kalinya! Aku harus bisa memegang kesempatan ini dengan baik. Kamu terlalu miskin, sungguh, aku tidak berani membayangkan bagaimana kehidupan kita nanti setelah menikah...!!"
Setelah Luna pergi ke Perancis, Luno bekerja keras, dia pernah menjual koran, menjadi karyawan sementara, bisnis kecil, setiap pekerjaan dia kerjakan dengan sangat baik dan tekun.
Setelah lewat beberapa tahun, karena pertolongan teman, kerja keras dan pastinya rahmat dari Tuhan, akhirnya dia mempunyai sebuah perusahaan. Dia sudah kaya, tetapi hatinya masih tertuju pada Luna, dia masih tidak dapat melupakannya. Pada suatu hari, waktu itu hujan, Luno dari mobilnya melihat sepasang orang tua berjalan sangat pelan di depan. Dia mengenali mereka, mereka adalah orang tua Luna. Dia ingin supaya mereka melihat kalau sekarang dia bukan seorang yang miskin lagi, dia sekarang menjadi seorang yang sukses. Luno mengendarai mobilnya dengan perlahan sambil mengikuti sepasang orangtua tersebut. Hujan terus turun, tanpa henti, biarpun kedua orangtua itu memakai payung, tetapi badan mereka tetap basah karena hujan.
Sewaktu mereka sampai tempat tujuan, Luno tercegang oleh apa yang ada di depan matanya, itu adalah tempat pemakaman! Dia melihat di atas papan nisan, foto Luna tersenyum sangat manis terhadapnya. Di samping makamnya yang kecil, tergantung burung-burung kertas yang dulu pernah dibuat oleh Luno. Dalam hujan, burung-burung kertas itu terlihat begitu hidup.
Orang tua Luna memberitahunya, bahwa sebetulnya Luna tidak pergi ke Paris. Ia terserang kanker, dan sudah pergi ke surga. Luna ingin supaya Luno menjadi orang, mempunyai keluarga yang harmonis, maka dengan terpaksa ia berbuat demikian terhadap Luno dulu. Luna mengatakan bahwa dia sangat mengerti Luno, dan dia percaya kalau Luno pasti akan berhasil. Orangtuanya juga mengatakan pesan Luna, kalau pada suatu hari Luno pasti akan datang ke makamnya dan berharap dia membawakan beberapa burung kertas buatnya lagi. Luno langsung berlutut, berlutut di depan makam Luna, menangis dengan begitu sedihnya.
Hujan pada hari itu terasa tidak akan berhenti, membasahi sekujur tubuh Luno. Dingin tidak terasa lagi, yang ada hanya kepiluan hati. Luno teringat senyum manis Luna yang begitu manis dan polos, mengingat semua itu, hatinya semakin sedih. Sewaktu orangtua Luna keluar dari pemakaman, mereka melihat kalau Luno sudah membukakan pintu mobil untuk mereka.
Lagu sedih terdengar dari dalam mobil tersebut, "Hatiku tidak pernah menyesal, semuanya hanya untukmu 1000 burung kertas,1000 ketulusan hatiku, berterbangan di dalam angin menginginkan bintang yang lebat bersebaran di langit, melewati sungai perak, apakah aku bisa bertemu denganmu? Tidak takut berapapun jauhnya, hanya ingin sekarang langsung berlari ke sampingmu. Masa lalu seperti asap, hilang dan tak kan kembali, menambah kerinduan di hatiku. Bagaimanapun dicari, jodoh kehidupan ini pasti tidak akan berubah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar