Ads 468x60px

Sabtu 09 Januari 2016


Sesudah Epifani
1Yoh 5:14-21;Mzm 149:1-2,3-4,5,6a,9b; Yoh 3:22-30

“In Omnibus Christus - Dalam semuanya adalah Kristus. ”
Itulah keutamaan iman Yohanes Pembaptis yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius). Ia adalah seorang yg mempunya integritas: Ia berhati tulus dan tidak merasa tersaingi dengan kehadiran orang lain. Ia tidak mempunyai aneka intrik-taktik-politik yang kerap memandang orang lain sebagai “saingan/kompetitor.”

Bagi saya pribadi, spiritualitas seorang Yohanes Pembaptis adalah spiritualitas “misdinar” al:

1.”MIS’kin di hadapan Tuhan: 
Ia mempunyai “humilitas”, kerendahan hati. Kitab Suci sangat menjunjung sikap rendah hati: Ia mendahului kehormatan (Ams 15:33). Ganjarannya adalah kekayaan-kehormatan dan kehidupan (Ams22:4). Ia sadar diri bahwa hidup dan karyanya adalah alat/sarana, untuk membantu orang berjumpa dengan Tuhan. Ia adalah “keledai tunggangan Yesus”, yang dalam bahasa para orang kudus: “kuas di tangan Sang Pelukis” (Escriva), ‘instrumentum cum Deo - pensil di tangan Tuhan” (Bunda Teresa), “Ancilla Domini - Hamba Tuhan” (Bunda Maria). Disinilah, rendah hati adalah sikap yang selalu merendah dan terbuka kepada Allah serta ikut bersukacita akan hidup dan kebaikan yang ada pada sesama.

2.Mengab”DI” untuk Tuhan: 
Ia mempunyai “caritas”, cinta kasih. Hidup-warta dan karyanya hanya untuk cintanya pada Tuhan. Dalam bahasa Ignatius Loyola bagi para Jesuit, “Ad Maiorem Dei Gloriam - Semuanya demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar”. Dalam bahasa Angela Merici bagi para Ursulin, “Soli Deo Gloria - Hanya bagi kemuliaanNya”.

3.Bersi”NAR” karena Tuhan: 
Ia punyai “simplicitas”, kesederhanaan. Jelasnya, dia menjadi bersinar, dikagumi dan dicintai karena hidup dan imannya yang bersahaja. Bukankah Tuhan sendiri datang sebagai yang sederhana di tempat yang bersahaja? Bukankah semua cara di dunia, terlebih hidup yang sederhana dan hati yang bersahaja dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan Kristus? Dengan sikap dan hidup sederhana yang “tidak neko-neko”, ia menjauhkan diri dari bahaya kelekatan dan ketakutan yang kadang disebut 'post power syndrome'. "O sancta simplicitas - O kesederhanaan yang kudus”.

“Ada pena ada tinta - hiduplah sederhana dan penuh cinta.”

Salam HIKers,
Tuhan emberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0


NB:

1. "Altissimus - Yang Maha Tinggi."
Inilah yang diwartakan Yohanes Pembatis tentang diri Yesus. Kitapun diajak untuk menjadi "pewarta" yang berani bersaksi tentang keunggulan Yesus sebagai Yang Maha Tinggi dengan tiga modal dasar yang diteladankan Yohanes Pembaptis, antara lain:
1.Kesadaran diri:
Ia sadar dan jujur mengakui bahwa dirinya adalah "suara yang berseru-seru di padang gurun". Ia sadar bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia dan bukan Nabi yang akan datang.
2.Kerendahan hati:
Ingatlah sepenggal kalimatnya,"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil" (Yoh 3:30). Pernyataan ini sarat dengan semangat kerendahan hati yang sejati, bukan?
3.Kesederhanaan:
Yohanes tinggalkan kemapanan. Ia hidup sederhana di padang gurun semata untuk menyiapkan jalan Tuhan. Ia mencukupkan hidup dengan apa yang ada: Ia memakai jubah bulu onta, makannya hanya belalang dan madu hutan. Simple!

"Dari Cikarang ke Surabaya - Jadilah orang yg hidupnya bercahaya." (RJK)


2."Serviam - Aku Melayani:" 
Inilah semangat dasar pelbagai sekolah Ursulin dan sekaligus pesan pokok pada hari ini yang secara jelas ditampilkan oleh Yohanes Pembaptis. Ia hadir dengan rendah hati untuk menyiapkan kedatangan Yesus.

Adapun tiga kalimatnya sebagai seorang yang selalu siap ber-"serviam", antara lain:

A."Aku bukan Mesias tapi aku diutus untuk mendahuluiNya": 
Ia tulus hati, jujur dan terbuka akan identitas dirinya, tidak ada kepentingan untuk  
berdusta/memalsukan diri.

B."Yang empunya mempelai perempuan ialah mempelai laki-laki, tapi sahabat mempelai yang berdiri dekat dia dan mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku dan sekarang sukacitaku itu penuh": 

Ia mengajak kita untuk suka hati dan selalu hidup dengan rasa syukur karena meyakini hidup dan karya kita sebagai bagian dari karya Allah yang besar.

C."Ia harus makin besar, tapi aku harus makin kecil": 
Ia mengajak kita untuk rendah hati, miskin di hadapan Allah karena kita semata hanyalah alat di tanganNya, dalam bahasa Bunda Teresa: "instrumentum cum Deo", dalam bahasa Jose Maria Escriva: "kuas di tangan sang pelukis, dalam bahasa Paulus: "bejana tanah liat, " dalam bahasa Maria: "Hamba Tuhan."
Pastinya, semoga tiga semangat hati ini: “tulus hati – suka hati dan rendah hati” boleh tinggal di hidup kita, lewat “KUD”, Karya - Ucapan dan Doa kita setiap harinya.

"Cari pines di Hutan Jati - St Yohanes ajar kami rendah hati." 

Tuhan memberkati + Bunda merestui.

Fiat Lux! (@RomoJostKokoh)


3.Daily Quote from the early church fathers
Saturday (January 9): Christ is the husband of the church his bride, by Ambrose of Milan, 339-397 A.D.
"This means he alone is the husband of the church (John 3:29), he is the expectation of the nations, and the prophets removed their sandals while offering to him a union of nuptial grace. He is the bridegroom; I am the friend of the bridegroom. I rejoice because he is coming, because I hear the nuptial chant, because now we do not hear the harsh penalties for sinners, the harsh torments of the law, but the forgiveness of offenses, the cry of joy, the sound of cheerfulness, the rejoicing of the nuptial feast." (excerpt from ON THE PATRIARCHS 4.22)
"Fidelis est, qui vocat vos, qui etiam faciet" (1Tes 3:24)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar