Ads 468x60px

Minggu 20 Maret 2016

HARI MINGGU PALMA 
Luk 19:28-40. Yes. 50:4-7;Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp. 2:6-11; Luk. 22:14- 23:56.


“Hebdomada Sancta - Pekan Suci”.
Inilah Minggu Palma, awal Pekan Suci, dimana kita mengiringi Yesus memasuki kota Yerusalem dengan seruan "Hosanna" (Ibr: "selamatkan kami").

Dalam peta, Yerusalem adalah kota yang paling terkenal. Karen Amstrong menyebutnya: “kota tiga agama satu Tuhan” karena disanalah berasal tiga agama besar monoteis: Islam dengan Masjid Al-Aqsa, Yahudi dengan Tembok Ratapan dan agama Kristiani dengan Gereja Makam Sucinya. Yerusalem (“Hierosolyma: Kota Damai: “Dengan Allah Maka Akan Indah”) juga disebut sebagai pintu gerbang surga (Maz 122) karena banyak historiografi agama monoteis sejak zaman Abraham dan menjadi ”oase” inspirasi bagi banyak nabi-seniman-penyair-ilmuwan.

Yang pasti, Yesus mengajak kita juga untuk naik keledai seperti Dia. Keledai (Equus asinus) adalah mamalia jinak seperti kuda kecil yang digunakan untuk alat transportasi dan kerja: menarik kereta kuda/bajak ladang dan membawa beban.

Adapun 3 sikap dasar "keledai" seperti yang saya tulis dalam buku “FAMILY WAY” (RJK, Kanisius), al:

1. KE-rendahan hati: 
Kuda adalah lambang keperkasaan, tapi keledai? Raja Daud, Salomo dan Herodes Agung memasuki kota dengan menari-nari dan menaiki seekor kuda perkasa. Tidak pernah ada seorang raja memasuki sebuah kota dengan menaiki keledai. Keledai sendiri kerap menjadi mitos kebodohan: “keledai yang bodoh saja tidak mungkin masuk ke dalam lubang yang sama dua kali.” Keledai juga kerap terkesan diam, dg sikap yang suka menunduk. Ia mengajak kita belajar "menunduk": menerima dengan rendah hati, apa yang dikehendaki Allah agar terjadi pada hidup kita. Ya, keledai mengajak kita belajar “tunduk” seperti Yesus yang rendah hati menerima kehendak Bapa: “Ke dalam tanganMu, Kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:46). Ia mencintai Bapa: “LOVE for GOD”.

2. LE-mah lembut: 
“Lihat rajamu. Ia lemah lembut dan menaiki keledai” (Zak 9:9). Keledainya adalah muda dan belum pernah dinaiki orang (Yun: “polos”). Ia mengajak kitat “polos”: berhati tulus dan bukan penuh akal bulus, bersikap lemah lembut terlebih kepada orang kecil dan pendosa: Hari ini juga engkau akan ada bersamaKu di Firdaus” (Luk 23:43). Ia mencintai orang keci dan berdosa: "LOVE for the “poor”.

3. DAI-a-tahan: 
Di kota kuno Petra, ada sebuah biara tua di puncak bukit dan untuk mencapainya, kita harus melalui ribuan anak tangga sepanjang 3 kilometer yang membutuhkan waktu 120 menit, tapi jika naik “taxi alami” kita cuma butuh waktu 45 menit. Jelas, bahwa “taxi alami” alias keledai itu kuat dan tabah untuk menahan beban: Ia bagus untuk mendaki dan hidup kita tak selalu lurus dan mulus, kadang harus mendaki dan menjadi korban kelicikan dari orang lain yang membenci kita bukan? “Ya Bapa ampunilah mereka..” (Luk 23:34). Ia mencintai musuh: "LOVE for enemy”.

“Makan kentang di asrama - Selamat datang di Minggu Palma".

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0


NB:

1."Eloi, Eloi, lama sabakhtani - Allah-Ku, Allah- Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?"
Inilah salah satu seruan dari 7 wasiat Yesus di atas salib.(Luk 23:34,Luk 23:43, Luk 23:46, Mark 15:34, Yoh 19:26-27, Yoh 19:28, Yoh 19:30). Inilah seruan Anak Manusia yang harus menderita di atas kayu salib bukan karena kesalahanNya tapi karna menanggung kesalahan kita.

Salib sendiri adalah lambang penghukuman paling berat untuk penjahat paling kejam. Mati disalib berarti mati dalam penderitaan dahsyat dan kehinaan tiada tara. Itulah yang Yesus alami: Yang Adil harus menanggung hukuman yang tidak adil bahkan disalibkan di antara dua penjahat, seolah Dia adalah penjahat.

Adapun Yesus alami "tiga penyaliban" antara lain:

A.Ditinggalkan:
Yesus yang Maha Kasih telah diperlakukan tanpa kasih.
Di bawah salib, banyak orang yang mengejek dan menertawakan Dia, terlebih para pemimpin agama Yahudi. Para muridNya pun pergi meninggalkanNya.

B.Disingkirkan:
Yesus disingkirkan dari tengah kota Yerusalem ke Golgota dengan teriakan umat. Kalau pada awalnya ketika Yesus memasuki Yerusalem maka orang banyak mengelu-elukan dan menghormati Dia sebagai seorang raja (Mrk 11:1-11). Tapi kini, ketika Yesus di hadapan pengadilan, teriakan sanjungan yang Yesus terima telah diganti dengan olok-olokan.
Persahabatan disingkirkan oleh permusuhan, penghormatan dipinggirkan oleh penghinaan.

C.Dikorbankan:
Pilatus tahu bahwa penatua dan imam-imam kepala dengki dengan Yesus (Mrk 15:10). Kedengkian-lah yang mendesak mereka tega mengorbankan Yesus dan membebaskan Barabas sang pembunuh. Indahnya, Yesus yang jelas-jelas dikorbankan dan dikambinghitamkan tetap tenang dan tidak banyak bersuara. Bukan karena Dia kalah melainkan karena Dia meyakini bahwa inilah jalan keselamatan sejati bahwa dengan menjadi “korban”, dunia diselamatkan.

"Ada baki isinya kurma - Selamat memasuki minggu palma."


2.Katekese Minggu Palma

Ada apa di hari itu?
Inilah awal Pekan Suci. Pekan Suci sendiri adalah pekan di mana kita seharusnya tidak melupakan Tuhan. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita agar kita dapat hidup kekal. Kita patut melalui pekan ini sebagai pekan yang lain daripada yang lainnya, sebagai pekan yang sungguh-sungguh suci. Secara khusus pada Minggu palma, inilah pengenangan iman ketika Yesus memasuki kota Yerusalem dengan jaya.

Di masa silam para raja mempunyai kebiasaan untuk setiap tahun sekali mengunjungi berbagai desa dan kota di wilayah kerajaannya. Kunjungan seperti itu dalam bahasa Yunani disebut "Epifani". Mereka mengadakan sidang dan bertindak sebagai hakim serta menjatuhkan vonis (hukuman). Mereka juga mengumumkan peraturan-peraturan serta memungut pajak. Sebagian kunjungan epifani bersifat damai, sementara sebagian lagi lebih menyerupai perang.

Kita perhatikan, raja di Thailand memasuki kota dengan menaiki Gajah, raja di Jawa memasuki kota dengan menaiki kuda. Tapi Yesus, sang raja damai, memasuki kota dengan menunggang keledai. Yesus bermaksud menyampaikan dua pesan yang jelas kepada rakyat Yerusalem. Yang pertama bahwa Ia adalah raja, yang kedua adalah bahwa Ia bermaksud membawa damai sejahtera bagi semua orang.

Yesus sendiri datang dari Bukit Zaitun, persisnya di sebuah tempat bernama Betfage. Ia menuju lembah Kidron, di sebelah timur Bait Allah. Perjalanan yang harus ditempuh-Nya menurun dan curam. Selain jalanan di situ sempit dan kotor, hujan musim semi telah membuat jalanan menjadi licin. Orang-orang yang bersorak-sorai menyambut Yesus menebarkan ranting-ranting dan pakaian mereka di jalan supaya keledai Yesus tidak tergelincir. Sementara Yesus menuruni bukit, khalayak ramai meneriakkan "Hosanna!", (Bhs Ibrani: "Selamatkanlah Kami!")

Sebagai sebuah informasi tambahan: Tempat yang secara tradisional disebut Betfage, kini berdiri sebuah biara Fransiskan serta sebuah kapel. Menurut laporan peziarah pada abad IV, di tempat itulah Yesus berbicara dengan Marta dan Maria setelah ia datang ke situ untuk membangkitkan Lazarus, yang sudah meninggal empat hari lamanya. Sejak abad XII, perarakan Minggu Palma dimulai dari tempat itu. Perarakan itu selanjutnya menuruni Bukit Zaitun, Taman Getsemani, Gerbang Singa dan berakhir di Gereja St. Anna. Di atas altar utama gereja Betfage sekarang dapat disaksikan sebuah fresco yang menggambarkan meriahnya Yesus memasuki kota Yerusalem, dengan menaiki seekor keledai.

Mengapa Minggu itu disebut Minggu Palma?
Hanya Yohanes satu-satunya penginjil yang menyebutkan bahwa ranting-ranting yang mereka gunakan adalah dari pohon palma. Matius serta Markus hanya menyebutkan "ranting-ranting". Lukas malahan tidak menyinggung soal ranting sama sekali, ia hanya mengatakan bahwa orang banyak menghamparkan pakaian mereka di jalan.
Menurut P.Richard Lonsdale, di beberapa negara Eropa, umat merayakan Hari Minggu Palma dengan menggunakan ranting pohon willow atau ranting pohon sejenis, karena pohon palma jarang dijumpai di sana. Beberapa orang menganyam 3 lembar daun palma atau lebih untuk dijadikan salib atau mahkota duri. Tahun depan, daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Hari Minggu Palma akan dibakar menjadi abu untuk dipergunakan dalam perayaan Rabu Abu pada tahun depannya.

Mengapa ada pembacaan kisah sengsara Yesus?
Minggu Palma, sebagai pembukaan Pekan Suci, disebut juga Minggu Mengenangkan Sengsara Tuhan, sebab pada hari itu akan dibacakan kisah tentang hari-hari terakhir kehidupan Yesus di dunia yang dikenal sebagai “Kisah Sengsara Tuhan Kita, Yesus Kristus”. Hal ini kerap kita kenal sebagai “passio”

Passio sendiri berasal dari `Passio' (Bahasa Latin), yaitu suatu perasaan yang amat kuat serta mendalam. Yesus sungguh-sungguh merasakan sakit yang amat menyiksa. Penderitaan Tubuh-Nya jauh lebih besar dari yang dapat ditanggung manusia mana pun. Penderitaan batin-Nya - sejak ditinggalkan oleh para sahabat-Nya hingga cercaan serta hinaan dari mereka yang hendak diselamatkan-Nya - lebih dahsyat dari yang dapat kita bayangkan. Jadi, ketika kita mendengarkan Kisah Sengsara-Nya, kita diajak ikut masuk dalam suasana penderitaanNya. Passsio sendiri biasanya dibacakan oleh 3 orang lektor. Kita juga akan mendengarkan kisah yang sama pada hari Kamis Putih dan Jumat Agung.
Inspirasi Sederhana

Pada hari Minggu Palma, kita biasanya memperoleh dua inspirasi. Pertama, kotbah singkat ketika di luar pintu gereja. Kedua, ketika kita selesai mendengarkan passio di dalam gereja.
Untuk inspirasi pertama, mungkin baiklah kita kembali mengetahui arti kota Yerusalem, kota yang dimasuki Yesus pada Minggu Palma ini. Yerusalem kerap juga disebut sebagai Daarussalaam atau Kota Sion, yang berarti kota damai. Di dalam peta, Yerusalem bahkan dianggap sebagai kota yang paling terkenal di dunia. Karen Amstrong menyebut Yerusalem sebagai “kota tiga agama satu Tuhan”. Disanalah, hidup dan berkembang tiga agama monoteis besar yang sebenarnya juga merupakan satu keluarga besar umat Allah yang semestinya penuh dengan kedamaian: Ada Islam dengan Masjid Al-Aqsa, ada Yahudi dengan Tembok Ratapan, dan ada juga agama Kristiani dengan Taman Getsemani dan Gereja Makam Suci di Kalvari.

Bagi banyak orang beriman, Yerusalem kerap disebut sebagai pintu gerbang menuju surga: “Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Sekarang kaki kami ada di pintu gerbangmu, hai Yerusalem.” (Mzm 122). Di kota Yerusalem inilah, jelas terdapat banyak warisan sejarah, semacam historiografi agama-agama monoteis. Sebagai contoh, di Yerusalem, terdapat Bukit Moria, tempat Abraham, Bapa Orang Beriman mengorbankan Ishak, anaknya. Raja Daud pernah juga menetapkan Yerusalem sebagai ibukota kerajaan Israel. Raja Salomo, anaknya Daud juga pernah membangun Bait Suci, kediaman Allah di kota ini. Bagi banyak orang Islam, Yerusalem diyakini sebagai tempat naiknya Muhammad ke surga, tempat inspirasi bagi banyak nabi – seniman - penyair dan ilmuwan. Yerusalem adalah salah satu dari kota tersuci bagi mereka, selain Mekkah dan Madinah. Bagi umat Kristiani sendiri, Yesus banyak mengajar, disengsarakan, wafat di salib dan bangkit di kota Yerusalem ini. Nah, kalau begitu, kitapun diajak memasuki Pekan Suci dengan membawa Yerusalem di hati kita masing-masing. Yah, kota damai itu tinggal dan hidup di hati kita. Itu sebabnya, baiklah jika semua umat beriman bertobat dan menerima sakaramen pengakuan dosa. Karena, bukankah “damai” itu sendiri bisa bermakna, “Dengan Allah Maka Akan Indah?”

Untuk inspirasi kedua, baiklah kita mengingat tentang figur “keledai”. Mengapa Yesus memilih keledai, padahal banyak hewan lain yang juga sama baiknya. Sebut saja, gajah: Gagah menjelaJAH. Kuda: Kuat dan tak bernoda. Angsa: ANGgun dan tak berdoSA, atau kelinci: Kecil, LINcah dan suCI, atau bahkan semut: SEtia dan iMUT-imut.

Secara sederhana, “keledai” sebenarnya mengajak kita memiliki tiga sikap dasar memasuki Pekan Suci, antara lain:
KE - rendahan hati. 
LE - mah lembut.
DAY - a tahan.

Variasi
Yesus datang ke Yerusalem,
pada pekan Ia akan wafat,
dengan mengendarai seekor keledai,
menungganginya dengan gagah penuh wibawa.
Anak-anak berlarian menyambut-Nya,
dengan daun-daun palma di tangan, 
mereka bernyanyi:
“Hosana, Putra Daud,
Hosanna bagi raja kita!”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar