Ads 468x60px

Buku 100 Tahun Fatima - Sebuah Memoar (1)

"MARY - WOMAN AND MOTHER."
(RJK)


Bunda Maria dari Fatima,
sembuhkanlah orang-orang sakit yang berlindung kepadamu.
Bunda Maria dari Fatima,
hiburlah orang-orang menderita yang percaya kepadamu.
Bunda Maria dari Fatima,
berilah damai bagi dunia.
(Kutipan Doa Bunda Maria dari Fatima, Kardinal Patriarch,
Lisbon, 31 November 1938).

The "House"of the Fatima Children
Tahun 1917, ketika di wilayah sebuah pegunungan di Portugal, Bunda Allah muncul enam kali kepada tiga anak-anak dari Fatima, di tempat lain tengah berkecamuk perang besar yang pada akhirnya memakan banyak korban di Eropa, lebih dari 37 juta jiwa. 

Selain mengirimkan rakyatnya sendiri untuk ikut berperang (dan mati) di Perancis dan Afrika Utara, Portugal juga mengalami kekacauan politik di dalam negeri. Terjadi kekacauan pemerintahan yang disusul revolusi pada tahun 1910. Pemerintahan monarki/kerajaaan diganti menjadi republik, dengan konstitusi liberal yang baru, yang memisahkan Gereja dan Negara.
Pejabat pemerintah, di bawah pengaruh paham Freemason, tidak begitu bersimpati kepada iman Katolik. Tetapi bagi rakyat sendiri, iman adalah sepenting bagai udara yang mereka hirup, seperti hal-nya di Desa Aljustrel, di salah satu tempat sederhana dari deretan rumah bercat putih di jalan berdebu di paroki Fatima.

Disanalah “tiga sekawan” : Lucia, Francisco, dan Jacinta lahir dan dibesarkan. Ya, di sebuah rumah sederhana dimana pengajaran agama adalah makanan sehari-hari mereka, cerita-cerita dari Alkitab adalah hiburan bagi mereka, dan kata-kata pastor desa adalah seibarat dengan hukum bagi mereka.
==========


A. Sketsa Profil Lucia de Jesus dos Santos
(28 Maret 1907-13 Februari 2005)
Lucia lahir di Aljustrel, sebuah desa di paroki Fátima, Portugal, pada 22 Maret 1907, dan dibaptis beberapa hari kemudian pada 30 Maret, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara dari orangtuanya Antonio dan Maria Rosa dos Santos. Dia adalah seorang anak polos dengan mata berbinar dan kepribadian menarik, seorang pemimpin alami terhadap anak-anak lain dengan kasih sayang dan sikap yang penuh percaya diri. Dialah yang terutama mendapat penampakan-penampakan tersebut.
Ia menerima Komuni Pertamanya pada usia 6 tahun.
Pada umur 8 tahun dia sudah mendapat tugas untuk menggembalakan domba-domba milik keluarga, bersama-sama dengan anak-anak lain dari desanya.
Lucia berusia 10 tahun ketika pada 13 Mei 1917, Bunda Maria mulai menampakkan diri kepadanya sebanyak 6 kali selama 6 bulan sampai tanggal 13 Oktober 1917.
Pada setiap kali penampakannya, Bunda Maria mendorongnya untuk berdoa, terutama doa rosario, dan membuat pengorbanan.
Ia juga diberikan nubuat tertentu dari masa depan (akhir Perang Dunia Pertama, bangkitnya komunisme di Rusia dan propagandanya di seluruh dunia, pemusnahan bangsa-bangsa, dan akan adanya perang lain sebagai hukuman dari surga jika manusia tidak bertobat, penderitaan dan penganiayaan terhadap orang-orang baik, terutama Bapa Suci).
Pada 13 Oktober 1930, Uskup Leiria-Fátima, José Alves Correia da Silva, menyatakan bahwa penampakan Fátima lulus penilaian dan memperbolehkan devosi umat kepada Maria dengan gelar “Bunda Rosario dari Fátima”.
Setelah meninggalnya Jacinta dan Francisco oleh wabah flu di sekitar tahun 1919, Lucia sendiri tetap melanjutkan misi yang ditugaskan oleh "Wanita dari surga" itu padanya.
Pada umur 14 ia masuk ke sekolah asrama Susteran St. Dorothy di Vilar, dekat Oporto di utara Portugal.
Dia membuat kaul pertama pada tanggal 3 Oktober 1928, dan kaul kekal pada tanggal 3 Oktober 1934, menerima nama Suster Maria Bunda Berdukacita.
Dari usia 18 sampai 22 tahun, Maria menampakkan diri tiga kali lagi kepada Lucia, mendorongnya untuk terus berdoa.
Maria mengatakan betapa ia ingin Rusia dipersembahkan untuknya, mengulang salah satu pesan rahasia yang telah disampaikannya kepada anak-anak itu pada bulan Juli 1917.
Pada tahun 1946, sesuai dengan saran dari Bunda Maria, ia mencari kehidupan doa yang lebih kontemplatif dan masuk biara Karmelit St. Teresa di Coimbra, dan mengambil nama Suster Maria Lucia Yesus dan Hati Maria Tak Bernoda.
Pada tahun 1967, Suster Lucia pergi ke Fatima untuk menghadiri perayaan 50 tahun penampakan Fatima, yang dipimpin oleh Paus Paulus VI.
Dia pergi ke sana lagi pada tahun 1982, ketika Paus Yohanes Paulus II datang ke kapel pada tanggal 13 Mei untuk bersyukur atas pertolongan yang menyelamatkan hidupnya dari upaya pembunuhan dirinya pada 13 Mei 1981 di Basilika St Petrus Vatikan, oleh seorang berkebangsaan Turki yang bernama, Megmed Ali Agca. Juga, ketika Paus Yohanes Paulus II datang lagi ke sana pada tahun 1991, dan akhirnya pada tahun 2000, pada peristiwa beatifikasi Jacinta dan Francisco.
Selama bertahun-tahun itu, Sr. Lucia menulis dua buah buku, yakni: "Memoirs", yang menceritakan peristiwa Fatima dalam kata-katanya sendiri, dan "Calls from the Message of Fatima", yang memberikan jawaban atas banyak pertanyaan yang telah diterimanya bertahun -tahun mengenai "pesan-pesan Fátima" yang diberikan Maria kepadanya.
Kita ingat bahwa pada penampakan kedua di 13 Juni 1917, Lucia bertanya kepada Maria, "Apakah engkau akan membawa kami ke surga?"
Dan, Maria menjawab,
"Ya, aku akan membawa Jacinta dan Francisco segera,
tetapi kau akan sedikit lebih lama, karena Yesus inginkan kamu untuk membuat aku dikenal dan dicintai di bumi. Dia juga ingin kau membangun devosi kepada Hatiku yang Tak Bernoda.”
“Tugas perutuasan/misinya” berakhir pada tanggal 13 Februari 2005, ketika, setelah lemah berminggu-minggu, Sr. Lucia meninggal dunia pada tahun 2005 di usia 97 tahun. Misa pemakamannya diadakan di Katedral Coimbra dipimpin oleh Uskup Antonio Cleto.
Pada tahun berikutnya, jenazahnya dibawa ke tempat suci di Fatima, dan disemayamkan di tempat dimana Fransisco dan Jacinta telah dimakamkan sebelumnya.
Saat ini, “kapel penampakan” di Cova da Iria mempunyai sebuah pilar granit sederhana yang menopang sebuah patung Bunda Maria dari Fatima tepat pada titik di mana ia pernah menampakkan diri.
Pohon oak tempat ketiga anak tersebut menantikan kehadiran Maria masih berdiri. Sebuah pecahan Tembok Berlin juga ditempatkan di sana, sebagai monumen peringatan runtuhnya komunisme Rusia sebagaimana yang telah dinubuatkan Bunda Maria.
==============


B. Sketsa Profil Francisco Marto

(11 Juni 1908 - 4 April 1919)
Francisco lahir 11 Juni 1908 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara dari orang tua Manuel dan Olimpia Marto.
Ia seorang anak laki-laki yang tampan, dengan rambut terang dan mata berwarna gelap.
Ia suka bermain dengan anak-anak lain tanpa keinginan untuk menang sendiri. Ia tidak pernah mengeluh walaupun diperlakukan tidak adil, dan pernah dengan rela menyerahkan harta kesayangannya ( sebuah sapu tangan dengan gambar Bunda Maria) kepada temannya daripada memperebutkannya.
Ia seorang yang suka damai namun pemberani, seperti yang ditunjukkannya ketika diinterogasi oleh walikota sewaktu berada di dalam tahanan.
Ia juga kadang-kadang nakal dan suka bercanda, menjatuhkan benda-benda aneh ke dalam mulut menganga dari saudara-saudaranya yang sedang tidur.
Fransisco juga menyukai binatang. Ia bermain dengan kadal dan ular, dan akan membawa mereka pulang, dan ini mengesalkan ibunya.
Pernah suatu ketika, ia memberi satu penny (itu adalah keseluruhan uang yang dimilikinya) kepada seorang teman agar melepaskan burung yang baru saja ditangkapnya.
Ia bisa memainkan reed pipe, alat musik tradisional, serta mengiringi Lucia dan adiknya Jacinta untuk menyanyi dan menari. Ia anak yang baik dan lembut hati, yang disiapkan Tuhan untuk menerima rahmat khusus dari-Nya.
Diantara mereka bertiga, Francisco tidak pernah mendengar kata-kata Maria, meskipun ia melihat dan merasakan kehadirannya.
Setelah penampakan pertama, Lucia menyampaikan pesan Maria kepadanya, bahwa ia akan masuk surga jika dia banyak berdoa rosario.
Pada penampakan kedua, Lucia meminta untuk dibawa ke surga, dan Maria menjawab bahwa Francisco dan Jacinta akan pergi segera, tapi Lucia harus menunggu dulu.
Pada penampakan ketiga, anak-anak diberi pesan rahasia, termasuk penglihatan akan neraka, yang mengubah dan membuat pengertian mereka menjadi lebih dewasa daripada anak-anak lain pada umumnya.
Ketika walikota memaksa mereka untuk mengakui "kebohongan" peristiwa penampakan, memenjarakan mereka dan menggertak serta mengancam akan merebus mereka di dalam minyak mendidih, Francisco menunjukkan ketabahan dan keberanian dengan mengingat janji bahwa "ia akan segera dibawa ke surga."
Setelah peristiwa Penampakan Fatima, Francisco kemudian masuk sekolah, tetapi ia sering sekali membolos. Ia lebih suka menghabiskan waktunya berdoa kepada "Yesus yang tersembunyi" di tabernakel. Perhatiannya yang paling besar adalah untuk menghibur dukacita Tuhan dan Hati Ibu-Nya. Ketika ditanya hendak menjadi apa nanti kalau sudah besar, Francisco menjawab, "Aku tidak ingin menjadi apa pun. Aku ingin mati dan pergi ke surga. "
Pada bulan Agustus 1918, ketika Perang Dunia I hampir berakhir, Francisco dan Jacinta terkena wabah influenza dan radang paru-paru.
Walau sempat sembuh, namun dengan cepat mereka melemah.
Pada bulan April tahun berikutnya, Francisco, mengetahui waktunya tidak lama lagi dan ia meminta untuk menerima Komuni Kudus.
Keesokannya, pada 4 April jam sepuluh pagi, ia meninggal. Wajahnya yang telah menyusut karena penyakitnya, bercahaya. Ia dimakamkan keesokan harinya di pemakaman kecil di Fatima, di seberang gereja paroki, dan kemudian dipindahkan ke Sanctuary di Cova da Iria.
=========


C. Sketsa Profil Jacinta Marto
(11 Maret 1910 - 20 Februari 1920)
Dua tahun lebih muda dari Francisco, Jacinta mempesona semua orang yang mengenalnya.
Dia cantik dan energik, suka menari, dan pernah merasa kecewa ketika imam menyatakan "melarang dan mengutuk menari di depan umum."
Dia terutama menyukai bunga dan kerap mengumpulkan serta membuat karangan bunga untuk Lucia.
Saat Komuni Pertama, ia termasuk salah satu dari "para malaikat" yang bertugas menyebarkan kelopak-kelopak bunga di hadapan Sakramen Mahakudus.
Dia memiliki cinta yang khusus untuk Tuhan; pada usia lima tahun, ia menangis mendengar kisah sengsara Yesus dan bersumpah tidak akan pernah berbuat dosa atau menghina-Nya lagi.
Jacinta memiliki banyak teman, tapi teman favoritnya adalah Lucia dan ia sangat menyukai saat- saat mereka dapat menggembalakan ternak bersama. Ia memberi nama domba-domba mereka, menggendong yang kecil-kecil,
dan selalu mencoba membawa satu pada bahunya, seperti yang ia lihat pada gambar Yesus Gembala Baik.
Hari-hari masa kecilnya menyenangkan dan bahagia, dikelilingi oleh kakak-kakak dan sepupunya, tumbuh di lingkungan yang alami. Mereka menyebut matahari sebagai "Lampu Bunda," dan bintang-bintang sebagai "Lentera Malaikat".
Mereka menghitung bintang ketika hari mulai gelap, mereka berteriak ke lembah untuk mendengar gaung suara mereka kembali, dan gema yang paling jelas terdengar adalah selalu kata "Maria".
Mereka mendoakan rosario setiap hari setelah makan siang, tetapi agar bisa punya lebih banyak waktu untuk bermain, mereka berdoa dengan menyingkatnya menjadi kata-kata "Bapa Kami" saja, diikuti dengan kata "Salam Maria" saja sepuluh kali. Hal ini akan segera berubah kelak.
Jacinta-lah yang pertama kali menceritakan tentang peristiwa penampakan Maria kepada keluarganya, yang kemudian sangat ia sesali karena membuat mereka mendapat kesulitan dan tekanan dari orang-orang yang tidak percaya.
Hal ini kemudian membuat ia memegang teguh pesan rahasia dari Maria untuk berikutnya.
"Penglihatan akan neraka" mempengaruhi Jacinta secara mendalam.
Untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dari neraka, mereka bertiga ketat melakukan penyangkalan diri sukarela secara sederhana. Ia memberikan makan siangnya (kadang-kadang untuk domba mereka), menolak untuk minum di panas hari yang panas, atau memakai tali untuk mengikat pinggang mereka.
Ia menerima banyak ejekan dari orang-orang yang tidak percaya dan dengan tabah menerima ancaman agar mengungkapkan pesan rahasia dari Maria.
Setelah peristiwa penampakan Fatima, Jacinta banyak menjadi perantara untuk pelbagai intensi doa permohonan.
Pada satu kesempatan, ia pernah nampaknya telah "berada di dua tempat sekaligus", untuk membantu seorang pemuda menemukan jalan pulang.
Tersesat dalam hutan dan badai, pemuda itu berlutut dan berdoa, dan Jacinta muncul kepadanya untuk membimbingnya pulang, di saat yang sama ia tengah berada di rumahnya sendiri dan berdoa.
Ketika Jacinta juga terkena wabah influenza, ia dirawat di rumah sakit.
Ia tabah dan tidak mengeluh, karena Bunda Maria telah memberitahunya bahwa dia akan dirawat di dua rumah sakit tanpa akan sembuh, tapi ia akan menderita demi cinta kepada Tuhan dan pemulihan bagi orang-orang berdosa.
Ia tinggal di rumah sakit pertama selama dua bulan, menjalani perawatan yang menyakitkan, dan kemudian kembali ke rumah.
Ia kemudian menderita penyakit tuberkulosis dan dikirim ke panti asuhan Katolik di Lisbon, dimana ia bisa menghadiri perayaaan ekaristi dan bahagia bisa melihat tabernakel.
Ia dipindahkan ke rumah sakit kedua seperti yang telah dinubuatkan oleh Bunda Maria, dimana Jacinta melakukan pengorbanan terakhirnya dengan meninggal dalam kesendirian.
Pada malam 20 Februari 1920, ia meminta doa terakhir.
Seorang imam datang untuk mendengar pengakuannya dan berjanji untuk membawakan komuni keesokan harinya, tapi Jacinta meninggal dengan tenang malam itu juga, sendirian. Usianya saat itu hampir sebelas tahun.
Orang-orang yang datang melihat Jacinta dalam peti matinya yang terbuka mengatakan bahwa dia tampak seperti hidup, dengan warna kulit yang indah. Baunya yang tidak menyenangkan akibat penyakit yang dideritanya selama ini berganti dengan 'harum seperti bunga yang paling manis'.
Ketika peti mati Jacinta ini dibuka 15 tahun kemudian pada tanggal 12 September 1935, untuk memindahkannya ke makam yang khusus dibangun di Fatima, wajahnya terlihat masih sepenuhnya utuh.
Barang-barang peninggalan Jacinta dan Francisco diletakkan di Basilika di Fatima, dengan tulisan sederhana: "Di sini berbaring jenazah Francisco dan Jacinta, yang kepadanya Bunda Maria menampakkan diri."
Jacinta dan kakaknya Francisco dibeatifikasi, dinyatakan sebagai "Terberkati”, atau “Berbahagia" oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 13 Mei 2000 di Fatima.


===========
“Hendaklah kita mencari rahmat, dan marilah kita mencarinya melalui Maria.”
Bila deru pencobaan timbul
- jangan palingkan wajah dari Maria, pendoamu
Bila angin kesengsaraan muncul
- pandanglah kepada Maria, pembelamu.
Bila kemarahan, ketamakan dan cinta dunia menyembul
- berpalinglah kepada Maria, perantaramu.
Ia senantiasa hadir bersamamu.
Ia setia menyelamatkanmu.
Ia sungguh mengasihimu.
Ia Bunda Segala Bangsa.
Bila kesulitan menyedihkan relung hati
Bila ketakutan membuatmu berkecil hati
dekatkanlah dan hantarkanlah hatimu pada Maria.
Perhatiannya terarah kepadamu.
Ia Bunda Segala Bangsa.
Ave Maria!


(RJK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar