Ads 468x60px

Rabu, 18 Januari 2017


Hari Pertama Pekan Doa Sedunia untuk Kesatuan Umat Kristiani
Pekan Biasa II
Markus 3:1-6

"Salus animarum - Keselamatan jiwa-jiwa".
Itulah hukum terutama yang ditekankan Yesus yang juga saya tulis dalam buku "HERSTORY" (RJK, Kanisius). Ia sebagai yang "benar-benar Tuhan dan humanis" mencela orang-orang Farisi yang "sok menjadi tuhan dan legalis", yang demi hukum Sabat tidak membolehkan kita berbuat baik.

Tampak, ketika hukum dijadikan alat kekuasaan dan kepentingan gol. Maka manusia tidak lagi menjadi tuan atas kemanusiaanya, sehingga iman dan kehidupan yang seharusnya beradab menjadi biadab, apa yang seharusnya mendalam menjadi mendangkal/banal. Dkl: kita alami apa yang saya sebut: "dehumanisasi" dan "banalisasi".

Adapun 3 macam dimensi yang saya angkat, al:

1.Pengetahuan iman: 
Orang Farisi yang dikenal ahli agama dan tahu banyak kitab suci ternyata munafik dan punya banyak intrik. Mereka suka "otak-atik", menggunakan hukum sebagai "mainan": kadang sebagai senjata menyerang "musuh" tapi juga kerap sebagai "alat" pembenaran diri. Istilah saya: "mentalitas blangkon: bisa kotbah, ngga bisa nglakoni".

2.Perayaan iman: 
Orang Farisi yang dikenal sebagai penjaga hukum Taurat dan selalu merayakan aneka ibadah suci ternyata suka berkonflik dan banyak taktik. Karena merasa "dikritisi" oleh Yesus, mereka malah berencana untuk membunuhNya. Inilah contoh iman yang terpisah dari kenyataan harian, ketika iman jauh dari kehidupan, hanya menjadi "sabda" di mulut tapi tidak menjadi "daging" di tingkah laku. Ketika iman cuma sibuk di "altar-mimbar perjamuan" tapi tidak mau terlibat di "pasar kehidupan". Istilah saya: "karakter abal-abal iman yang pura-pura, mulutnya mendekat ke Tuhan tapi hatinya penuh dengan iri, dengki dan nafsu kejahatan."

3.Perwujudan iman: 
Yesus mengajak kita beriman secara otentik: "3M”, yakni: “mengetahui” tentang imannya, “merayakan” bersama komunitasnya serta “mewujudkan” dalam kenyataan hidup". Ia tidak pernah memisahkan ibadah keagamaan dengan kaidah kehidupan. BagiNya, iman yang baik membuat hidup juga semakin baik, "root create the fruit".

Iman yg bukan basa-basi tapi yang ber-refleksi dan bertranformasi (Bdk: SC, KV II art. 10, Liturgi berdoa supaya mereka amalkan dalam hidup sehari-hari apa yang mereka peroleh dalam iman).

"Ada minuman dari ketan - iman harus selalu diwujudnyatakan."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!



NB:

1."Ad veritatem per caritatem - Mencari kebenaran melalui cinta kasih."
Inilah salah satu pesan iman yang ditekankan Yesus dalam pertanyaanNya: "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?"

Kitapun diajak selalu mewartakan kasih secara nyata setiap harinya, seperti kata Yesus juga pada hari ini, "ulurkanlah tanganmu."

Pastinya, berbuat kasih itu tidak mengenal batasan tempat dan saat, dalam bahasa St.Bernadette, "love is no limit." Di mana pun, kapanpun dan dalam situasi apa pun, kita diajak untuk hidup dengan nada dasar "c", cinta yang mengasihi-bukan melukai, yang memberkati-bukan menyakiti, yang memahami-bukan menghakimi.

Ya semoga kata dan warta, ucapan dan tindakan, hati dan budi kita bisa menjadi tanda kasih Tuhan yang hidup bagi sesama dan semesta, setiap harinya, terlebih bagi sesama yang kecil, miskin dan terpinggirkan oleh dunia.

"Dari Bekasi ke Surakarta -Mari bersaksi dengan penuh cinta."


2.“Pastor Bonus – Gembala Baik!”
Inilah salah satu identitas Yesus, yg hatiNya mudah tergerak oleh belas kasihan.
Adapun tiga sikap gembala baik, antara lain:

A.Keseimbangan
Yesus bekerja tp tidak mabuk kerja.
Ia sibuk tp tidak larut dan hanyut dalam kesibukan karena menyadari perlunya keseimbangan.

B.Kerahiman:
Ketika Yesus melihat orang banyak, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Inilah suatu perasaan kasih yang menggerakkan hati, yang membuat seseorang merasa ber-empati, sedih melihat derita sesamanya dan disertai dorongan yang kuat untuk menolong, tergerak dan bergerak.

Inilah ciri khas Allah (Ul 30:3; 2Raj 13:23; Maz 78:38; Maz 111:4) dan Yesus (Mr 1:41; Mat 9:36; 14:14; 15:32; Luk 7:13;Mr 8:2).

Dengan kata lain: Kasih-Nya adalah kasih yg penuh kerahiman, walaupun yg lain “libur”, Ia tetap “lembur” untuk terus mewartakan kerahiman ilahiNya.
Ia selalu memberi, tidak pernah merasa cukup/selesai. Love always feel inadequate.

C.Kesaksian:
Keprihatinan Yesus melihat orang byk terlantar mengingatkan kita akan keprihatinan Musa di akhir pengembaraan bangsa Israel: "Biarlah TUHAN, Allah dari roh segala makhluk, mengangkat atas umat ini seorang yang mengepalai mereka waktu keluar dan masuk, dan membawa mereka keluar dan masuk, supaya umat TUHAN jangan hendaknya seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.” (Bil 27:16-17).

Disinilah, kita diajak untuk mewujudkan panggilan sebagai gembala di tengah banyak ancaman “serigala dunia”.

"Cari jala di Kalimati -Jadilah gembala yg murah hati."


3.“In nomine Dei feliciter – Dalam nama Tuhan semoga berbuah”.
Itulah salah satu harapan yang ditampakkan Yesus yang juga saya tulis dalam buku “Mimbar Altar” (RJK, Kanisius).

Harapan yang penuh semangat inilah yang menjadi dasar dari karya dan warta Yesus bersama para muridNya sehingga mereka selalu membawa semua warta dan karyanya dalam nama Tuhan.

Adapun tiga jalan supaya kita semakin berbuah dalam nama Tuhan, antara lain:

A.Reflektif: 
Setelah berkarya, Yesus tak lupa untuk mengadakan refleksi. Kita juga diajak untuk selalu masuk ke ruang hati: meluangkan waktu untuk berdoa, setelah sibuk dengan karya, agar tidak dihanyut-larutkan oleh afeksi, emosi, friksi dan ambisi serta terpaan/gosipan.
Dalam keheningan, bukankah kita lebih mudah menggapai kedalaman? Bukankah seorang empu pembuat keris, tidak cuma membuat pisau tajam berkelak-kelok belaka, tapi harus ada pamor nya? Bukankah seorang penari tidak cuma menari dengan baik, tapi harus memiliki greget nya? Bukankah "pamor dan greget" itu bisa dicapai dalam "sabat"-perjumpaan pribadi dalam hadirat hening dengan Tuhan?

B.Transformatif: 
Walaupun Yesus dan para murid sedang “off track/libur” karena hari sabat, tapi hatiNya selalu “on track/lembur”: tergerak oleh belas kasihan.
Ya, Yesus mengajak kita untuk selalu berani bertransfomasi/berubah haluan dari “egosentris ke kristussentris, menjadi pribadi yang beriman sekaligus berbelarasa. Bukankah seperti harapan Paulus, “kita adalah surat cinta Tuhan, yang ditulis bukan dengan tinta di atas loh batu, tapi dengan roh pada hati?

C.Integratif: 
Doa tak terpisah dari karya. Inilah sebuah hidup dan iman yang ber-integritas, utuh-penuh dan menyeluruh. Dalam bahasa Bunda Teresa yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius): “The fruit of silence is prayer, The fruit of prayer is faith, The fruit of faith is love, The fruit of love is service, The fruit of service is peace”.

Disinilah, doa menjadi kekuatan karya sekaligus karya menjadi buah-buah dari doa kita. Sudahkah kita juga beriman dengan utuh dan penuh?

“Kayu jati di Jati Asih – Milikilah hati yang selalu berbelaskasih”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar