Ads 468x60px

Minggu, 05 Februari 2017

Hari Minggu Biasa V
Yes. 58:7-10; 1Kor. 2:1-5; Mat. 5:13-16

“Lumen gentium - Terang para bangsa!”
Inilah salah satu dokumen terpenting Konsili Vatikan II yang menegaskan identitas Yesus sekaligus panggilan kita: "Kamu adalah garam dan terang dunia."

Tuhan mengajak kita untuk tidak tawar dan pudar, untuk tidak membiarkan diri luntur dan kabur sehingga “nyaris tak terdengar” tapi untuk berani bersaksi di tengah ruwet renteng dan carut marut dunia: memberi rasa tanpa sok kuasa, mencerahkan tanpa menyilaukan. Pastinya, garam ada untuk mengurangi rasa hambar: "Hendaklah kata-katamu penuh kasih, jangan hambar" (Kol 4:5-6). Dan, terang hadir untuk menyingkirkan gelap, membuat yg buta jd melek, yg tuli jd mendengar, dan yang bisu jadi berkata kata.

Dengan kata lain: Kita diajak memberi rasa dan nuansa, tidak hambar dan tawar, tidak ngawur dan kabur tapi berani memberi daya guna – daya makna dan daya tahan bagi sesama dan semesta.

Ya, hidup kita mestinya punya efek/impact, punya rasa dan pengaruh lewat karya, ucapan dan doa kita karena sebenarnya org yg "mediocre", suam suam kuku, yg tawar dan hambar, yg pudar dan samar, malahan akan "dimuntahkan" oleh Allah (Wahy 3:15-16).

Realnya: kita akan "dibuang+diinjak org", yakni dihancurkan oleh cara hidup dan nilai-nilai yg tidak punya HIK-Harapan Iman Kasih (Ul 28:13,43,48; Hak 2:20-22).

Ya, hari inilah diwartakan “calling”, semacam panggilan dasar kita utk menggarami yg tawar dan menerangi yang pudar.

"Dari Tangerang ke Kalisari -Jadilah terang setiap hari."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)


NB:
1."Fiat Lux - Jadilah Terang!"
Inilah salah satu seruan iman yang banyak saya wartakan dalam program "HIK-Hidangan Istimewa Kristiani" yang saya gagas bersama teman-teman OP-Omah Poenakawan di Sragen dan Surakarta.

Selain berdasar pada nats alkitab di Kejadian 1:3, semangat ini berasal dari pesan ilahi hari ini bahwa kita adalah "garam dan terang dunia". Kita diajak dan dipanggil menjadi garam yang tidak tawar dan terang yang tidak pudar: "Hendaknya cahayamu bersinar di depan orang, agar mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga."

Adapun 3 daya iman yang seharusnya kita perjuangkan sebagai "Garam dan Terang Dunia", antara lain:

A. "Daya guna": 
Garam berguna untuk memberi rasa. Ia juga bisa mengawetkan-mengasinkan dan menyehatkan. Terang berguna untuk memberi pencerahan. Ia bisa menerangi-menyinari dan mengilhami.

Jelasnya, kita diajak untuk menjadi orang yang berguna bagi yang lain, dengan segala talenta dan karya nyata, selalu berjuang untuk menjadi problem solver dan bukan problem maker.

Ya, seperti garam yang berguna untuk memberi rasa seperti terang yang berguna untuk memberi nuansa, kita juga diajak untuk berguna dalam hidup menggereja dan bermasyarakat dengan segala "harta" dan talenta yang kita miliki.


B. "Daya makna": 
Tunjukin rasa loe! Itulah sebuah slogan khas org muda untuk berani menampilkan identitasnya dengan bermakna.

Lihatlah garam dan terang: Walaupun sedikit, garam selalu memberi rasa dan walaupun redup, terang selalu memberi cahaya.

Implikasinya? Walaupun kita sedikit, tapi kita diajak untuk terus menggigit, karena tepatlah bahwa kita memang bukan bagian yang paling besar (pars maior) tapi kita harus terus berjuang menjadi bagian yang paling baik (pars sanior).

Jelasnya, bukan banyaknya tapi mutunya, bukan melulu kuantitasnya tapi kualitasnya karena dengan terus hidup secara bermutu-lah, kita smakin bisa bermakna bagi banyak orang.

Garam dan terang sendiri adalah dua kata yang kerap menjadi "simbol pemaknaan" dari banyak lembaga/komunitas. Garam dan terang menjadi penuh makna karena kehadiran mereka selalu memberi warna dan rasa, bisa dimaknai secara mendalam sebagai lambang dari pelbagai pesan kasih dan kemanusiaan yang mempunyai banyak pesan iman.
Dengan kata lain: Kita juga diajak menjadi "tanda" yang berdaya makna bagi sesama dan semesta dengan sikap yang reflektif dan instrospektif.


C."Daya tahan": 
Garam itu sudi larut dan terang itu berkenan turut. Mereka selalu hadir untuk memberi, yang tawar diasinkan dan yang pudar dicerahkan. Mereka terus berbagi, meski kadang garamnya hilang karena dilarutkan dan terangnya habis karena dibagikan.

Dkl: Kita diajak untuk selalu menjadi garam dan terang dunia dengan segala perbuatan baik kita sehingga nama Allah semakin dimuliakan. Ya, buah yang diharapkan dari semangat dasar menjadi garam dan terang dunia adalah semakin banyak orang melihat segala perbuatan baik kita dan memuliakan nama Allah. Kita menjadi agen/media supaya Allah benar-benar menjadi raja atas diri kita dan semua yang ada di sekitar hidup kita. Kita diajak untuk menjadi orang yang berbuah, yang membawa rasa dan terang bagi semua, yang juga membawa semua karya dan talenta kita bagi sesama sekaligus sebagai persembahan kepada Tuhan.

Pastinya, cinta mereka adalah cinta yang tidak pilih kasih tapi yang penuh belaskasih, tulus dan lurus, sederhana tapi kaya makna, "kadal-kalem tapi dalem", tidak ber-pamrih.

"Naik taksi di Taman Sari - Mari bersaksi setiap hari."


2.KEGUNAAN AIR SUCI.
Seturut tradisi, kita biasa menempatkan bejana-bejana air suci dekat pintu masuk Gereja.
Penempatan dan penggunaan air suci berhubungan dengan praktek pentahiran (pembersihan diri) bangsa Yahudi Perjanjian Lama.
Kitab Imamat menjelaskan berbagai macam ritual pentahiran mempergunakan air untuk menghapus “kenajisan” tertentu, misalnya akibat menyentuh jenazah, haid, melahirkan atau terjangkit kusta (bdk. Imamat 12-15).
Orang juga membersihkan diri dengan air sebelum memasuki pelataran Bait Allah, memanjatkan doa dan mempersembahkan kurban, juga sebelum makan.
Karena alasan inilah, dalam Balai Imam (area sebelum bangunan Bait Allah yang sesungguhnya) ditempatkan bejana perunggu yang sangat besar berisi air.
Di sini para imam membersihkan tangan serta kaki mereka sebelum mempersembahkan kurban di Altar di dekatnya, menyucikan diri sebelum memasuki Bait Allah.
Dari sana juga diambil air untuk keperluan pentahiran lainnya seperti ditetapkan dalam ritual-ritual bangsa Yahudi.
Kita juga mempunyai bejana-bejana berisi air suci untuk berkat karena tiga alasan:
sebagai tanda sesal atas dosa,
sebagai perlindungan dari yang jahat, dan
sebagai tanda peringatan akan pembaptisan kita.
Sesal atas dosa digambarkan dengan membersihkan diri dengan air seperti dinyatakan dalam Mazmur 51:
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju!” (3-4, 9).
Hisop adalah tumbuh-tumbuhan yang kecil, yang batang dan daunnya dipergunakan untuk memercikkan barang cair.
St. Yohanes Pembaptis juga memanggil semua orang untuk bertobat dengan menggunakan ritual membersihkan diri dengan air sebagai tanda sesal atas dosa dan penyucian diri.
Tindakan-tindakan ini dimasukkan dalam Misa kita.
Dalam Ritus Tobat, salah satu cara menyatakan tobat adalah Asperges, yang terdiri dari “Ritus Berkat dan Memerciki dengan Air Suci”.
Sementara Imam berjalan melewati umat sambil memerciki mereka dengan air suci, umat biasanya memadahkan Asperges Me (= Percikilah Aku), yang disusun berdasarkan Mazmur 51, menyatakan sesal dan tobat atas dosa.
Air suci juga melindungi kita dari yang jahat.
Dalam doa pemberkatan air dalam ibadat, kita berdoa:
“Tuhan, Allah yang Mahakuasa, pencipta segala yang hidup, baik tubuh maupun jiwa, kami mohon sudilah memberkati air ini, yang kami gunakan dalam iman untuk mengampuni dosa-dosa kami dan melindungi kami dari segala kelemahan dan kuasa jahat.
Tuhan, karena belas kasihan-Mu berilah kami air hidup, yang senantiasa memancar sebagai mata air keselamatan; bebaskan kami jiwa dan raga, dari segala mara bahaya, dan ijinkan kami menghadap hadirat-Mu dengan hati yang murni.”
Air suci juga mengingatkan kita akan pembaptisan kita, ketika oleh karena seruan kepada Tritunggal Mahakudus dan penuangan air suci, kita dibebaskan dari dosa asal dan dari segala dosa, dicurahi rahmat pengudusan, dipersatukan dalam Gereja, dan diberi gelar putera-puteri Allah.
Dengan membuat Tanda Salib dengan air suci, kita disadarkan bahwa kita dipanggil untuk memperbaharui janji-janji baptis kita, yakni menolak setan, menolak segala karya-karyanya, dan segala janji-janji kosongnya, serta mengaku syahadat iman kita.
Sekali lagi, kita menyesali dosa-dosa kita, agar kita dapat memanjatkan doa-doa kita dan beribadat kepada Tuhan dengan hati murni dan penuh sesal.
Seperti air dan darah yang mengalir dari Hati Yesus yang Mahakudus sementara Ia tergantung di atas kayu salib - yang melambangkan Sakramen Baptis dan Sakramen Ekaristi Kudus yang sungguh luar biasa, tindakan mengambil air suci dan membuat Tanda Salib mengingatkan kita akan Baptis kita dalam mempersiapkan diri menyambut Ekaristi Kudus.
Lebih jauh tentang kegunanan air suci, St. Theresia dari Avila, dalam otobiografinya, menulis tentang kuasa air suci:
“Suatu ketika aku sedang berada di oratorium, dan iblis menampakkan diri kepadaku dalam bentuk yang sangat menjijikkan di samping kiriku.
Karena ia berbicara kepadaku, aku melihat terutama bagian mulutnya - yang adalah bagian yang paling mengerikan.
Tampaknya suatu bara yang dahsyat, yang seluruhnya menyala-nyala, memancar dari tubuhnya. Ia mengatakan kepadaku dengan cara yang sangat mengerikan bahwa aku telah sungguh berhasil meloloskan diri dari cengkeramannya, tetapi ia akan menangkapku kembali dengan cakar-cakarnya.
Aku tergoncang hebat karena ngeri dan segera memberkati diri sebaik yang dapat kulakukan; setan lenyap, tetapi segera kembali lagi.
Hal ini terjadi hingga dua kali. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Ada air suci di sana, dan aku memercikkan air suci ke arahnya; ia pun tidak pernah kembali lagi….
Seringkali kualami bahwa tak ada yang membuat iblis lari terbirit-birit - tanpa pernah kembali lagi - selain dari air suci.”


3.5 Februari :
PESTA SANTA AGATHA, MARTIR
Lahir th 231M ~ Wafat dibunuh sebagai Martir th 253M.
Santa Agatha hidup di zaman pemerintahan Kaisar Decius dimana saat itu umat Kristen hidup menderita karena terus dianiaya.
Agatha adalah penganut Kristen, anak seorang bangsawan kaya raya yang tinggal di Catania, kaki gunung Edna di pulau Sisilia.
Ia memiliki wajah yang sangat cantik sehingga banyak pria ingin melamarnya, namun di usia yang masih sangat muda Agatha memutuskan untuk tidak menikah dan mengabdikan dirinya sebagai perawan dalam kemurnian kepada Allah. (cikal bakal hidup sebagai biarawati/selibat awam).
Pada saat itu Kaisar Decius mengutus Quantianus untuk menjadi gubernur di pulau Sisilia dan membersihkan/melenyapkan semua umat Kristen disana.
Ketika Quantianus melihat Agatha, dia langsung menyukainya dan ingin memilikinya yang tentu saja ditolak oleh Agatha.
Quantianus menjadi sangat marah apalagi ketika tahu bahwa Agatha adalah orang Kristen.
Quantianus lalu mengirim Agatha ke rumah pelacuran, tapi disana tidak ada yang berani menyentuhnya. Quantianus berharap Agatha mau menyerah tapi Agatha tetap teguh dengan imannya. Quantianus kemudian mengirim Agatha ke penjara. Disana dia disiksa dengan sangat kejam dan mengerikan.
Kedua buah dadanya disayat sampai putus dengan pisau, kemudian dipukuli bertubi-tubi dan diperkosa.
Agatha tetap setia pada imannya dan terhibur oleh kedatangan St. Petrus yang menampakkan diri dalam kemuliaan kepadanya, dan mengobati semua lukanya.
Ketika pagi hari, semua orang terkejut karena luka-luka bekas siksaan di tubuh Agatha hilang.
Quantianus menjadi sangat berang dan kembali menyiksa Agatha.
Dia diguling-gulingkan diatas pecahan kaca dan bara api yang merah menyala.
Agatha akhirnya meninggal sebagai martir.
Icon St. Agatha sering digambarkan sebagai seorang putri yang membawa piring dan diatasnya terletak dua buah dada yang terpotong.
Dalam Gereja Katolik, St. Agatha dihormati sebagai pelindung kemurnian, khususnya bagi wanita yang mempersembahkan diri sebagai biarawati/selibat awam,
pelindung terhadap bahaya gunung api,
pelindung orang yang menderita sakit dada dan kanker payudara,
pelindung para korban pemerkosaan, serta
pelindung kota Catania dan Negara Malta.
Gereja Katolik menghormati Santa Agatha menjadi salah satu dari 7 wanita kudus, termasuk Santa Perawan Maria, yang namanya disebutkan di Doa Syukur Agung I dalam Misa Kudus.
Sisa-sisa tulang belulangnya kini tersimpan dalam Gereja Katedral Santa Agatha di Catania, Sisilia, Italia.
Santa Agatha,
doakanlah kami agar tetap setia, bilamana harus menderita, bahkan mati demi Iman akan Tuhan Allah dan Yesus Kristus, sehingga kami beroleh kemuliaan bersama engkau, Santa Perawan Maria, semua orang Kudus, serta para malaikat di surga.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar