Ads 468x60px

Sabtu, 25 Februari 2017

Sabtu, 25 Februari 2017
Hari biasa VII
Sir. 17:1-15; Mzm. 103:13-14,15-16,17-18a; Mrk. 10:13-16.
"O res mirabilis - Oh sungguh mengagumkan!"


Inilah salah satu penggalan lagu "Panis Angelicus" yang kerap dilantunkan ketika komuni. Yesus sendiri memang sungguh mengagumkan karena Ia selalu menjadi berkat dan berbagi berkat bagi semua, bahkan bagi yg kecil/dikecilkan oleh dunia.
Mengacu pada bacaan injil hari ini, para murid Yesus yang kekanak-kanakan ("childish") memarahi orang yang membawa banyak anak kecil ("children") kepada Yesus, tapi sebaliknya Yesus justru memarahi para muridNya dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaKu! Jangan menghalang-halangi mereka karena orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah."
Jelas bahwa Yesus mencintai anak kecil tapi membenci sikap kekanak-kanakan. Adapun 3 sikap baik yang bisa kita buat supaya kita juga bisa belajar menjadi orang beriman yang mengagumkan di mataNya, antara lain :
1."Membawa sesama kepada Yesus":
Seperti orang banyak, kita diajak untuk rela dan membawa banyak "anak kecil", yang miskin/tersingkir dan disingkirkan kepada Yesus walaupun banyak hambatan dan tantangan, ditolak dan dihambat. Hal baik ini bisa dimulai dari keluarga dengan membawa anak-anak kita lebih dekat dengan Tuhan secara personal dalam hidup doa maupun secara sosial dalam hidup menggereja.
2."Membuka diri kepada Yesus":
Kita diajak untuk menanggalkan sikap kekanak-kanakan ("childish") yang tertutup suka menghambat orang lain, tapi mengenakan hidup sebagai anak-anak ("children") yang terbuka dan suka mengembangkan orang lain di hadapanNya. Dengan kata lain: Yesus menghendaki kita semua juga menjadi gereja yang terbuka, yang tulus hati merangkul dan mengembangkan semua orang terlebih yang kecil dan tidak banyak tersapa, karena lewat sesama-yang kecil inilah, wajah Tuhan juga kerap hadir secara nyata.
3."Meminta berkat dr Yesus":
Kita diajak untuk selalu datang dan setia memohon berkatNya dalam segala pergulatan doa dan hidup karya harian kita, karena kita sadar sebagai anak-anak yang kecil dan lemah, yang pasti membutuhkan penyertaanNya.
"Kalkulus itu ilmu angka - Jadilah orang yang tulus dan berhati terbuka."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Servite in caritate - Layanilah dalam cinta kasih”
Inilah ajakan Yesus supaya kita bisa menjadi pribadi beriman yang terbesar dan terdahulu: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35).
Inilah jalan iman yang ditawarkan Yesus kepada kita hari ini, yakni belajar melayani dengan menjadi seperti anak-anak (children) dan bukan bersikap kekanak-kanakan (childish): Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku" (Mrk 9,36-37)
Adapun tiga indikasi dasar dari sikap anak-anak supaya kita bisa menjadi orang beriman yang terbesar dan terdahulu, yakni ‘TTS”, antara lain:
1. Tulus - dalam mengasihi:
Di tengah dunia yang penuh akal bulus, ketika banyak orang berpola “citius altius fortius – lebih cepat lebih tinggi lebih kuat”, Tuhan malahan mengajak kita mempunyai cinta kasih yang tulus seperti anak-anak kecil, yang mengedepankan kemurnian hati tanpa banyak intrik, taktik dan aneka konflik. Ia mengharapkan cinta kasih kita adalah cinta kasih yang polos, murni dan tanpa banyak kepentingan terselubung.
2. Terbuka - dalam melayani:
"Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka". Yesus meminta para murid untuk menyambut-Nya seperti Ia menyambut seorang anak kecil, yakni dengan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Kalau Yesus menempatkan seorang anak kecil di tengah, itu artinya Ia menjadikan anak itu sebagai pusat perhatian.
Ya, Yesus juga kerap tergambarkan sedang memeluk anak kecil. Tindakan memeluk ini diawali dengan membuka dan merentangkan tangan untuk menyambut orang yang ingin dipeluk. Tangan yang terbuka dan terentang ini sesungguhnya mengungkapkan hati yang terbuka dalam melayani.
Hal ini berarti bahwa kita juga diharapkan membuka hati dengan penuh kasih dan sukacita untuk melayani semua sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Dalam diri merekalah, Kristus hadir secara nyata untuk kita peluk, kita kasihi, dan pastinya untuk kita layani.
3. Sederhana - dalam mengimani:
"Simple is beautiful - Sederhana itu indah!” Inilah sikap seorang anak kecil pada umumnya. Mereka tidak mempunyai banyak pertanyaan, mudah menerima dan percaya. Bukankah Yesus sendiri datang dan terbaring sebagai anak kecil yang lemah di tempat yang sederhana? Kita bisa melihat dan mengingat Yesus kecil dengan tangan lemah terulur dan terbuka lebar. Ia memohon bantuan orang lain: Aku membutuhkan engkau. Tatapan mata bening dan uluran tangan lembutnya seolah menyapa siapa saja yang memandangnya. Begitu sederhana, bukan?
Pepatah Jawa yang berkata, “Aja Adigang, Adigung, Adiguna - Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti" kiranya tepat untuk membuat kita semakin mau sederhana dan rendah hati di hadapan Tuhan.
“Ada Wayan di kampung Bali - Jadilah pelayan bagi Sang Ilahi.”
B.
“Deus lucet omnibus - Tuhan menyinari semua orang.”
Inilah sebuah tanda bahwa Tuhan sungguh mencintai semua umatnya, terlebih yang kecil dan sederhana, yang tampak jelas lewat kehadiran anak-anak kecil yang berpola “TTS - Tulus Terbuka dan Sederhana.” Anak (“children”) sendiri tentulah berbeda dengan sikap yang kekanak-kanakan (“childish”).
Dalam salah satu buku saya,“XXX-Family Way” (RJK, Kanisius), anak yang tidak kekanak-kanakan bisa berarti “anugerah ter-enak”. Mengapa anugerah ter-enak? Saya mengamati kerap anak menjadi jembatan iman buat orangtuanya untuk mau dibaptis dan tertarik memeluk agama Katolik, membuat orangtuanya memutuskan untuk tidak jadi bercerai dan mementingkan ego-nya sendiri, membuat orangtuanya lebih mawas diri dan bersabar ketika ada konflik dengan pasangan atau dengan tempat kerjanya. Jelaslah, anak-anak sungguh-sungguh hadir sebagai anugerah terenak dalam sebuah keluarga: Ia menjadi pembawa damai, pembawa semangat hidup dan pertobatan, sekaligus menjadi seperti pelumas dan pelemas konflik, yang kadang terjadi dalam sebuah keluarga.
Dkl: anak jelas-jelas adalah dari surga. Ia merupakan kombinasi baru dari dua kehidupan, seyogyanya (as it should be) kombinasi yang menghasilkan ‘produk’ yang lebih baik. Dalam diri seorang anak, hidup dan tumbuh karakter ayah dan ibunya sekaligus. Anak adalah kombinasi terbaik dari sifat-sifat (gen) terbaik ayah dan ibunya. Anak juga adalah penghuni masa depan. Sebab itu amat penting melakukan perlindungan anak tanpa harus menciptakan belenggu, aturan, dan ikatan-ikatan yang mengganggu kesuburan kreativitasnya: “Anakmu adalah putra-putri Sang Hidup, lewat engkau mereka lahir tapi tidak dari engkau.”
Adapun tiga sikap dasar seorang anak yang bisa kita ingat dan buat dalam hidup sehari-hari, yakni:
1. Keterbukaan:
Dulu, Kaisar Barbarosa (Kaisar Jerman: Friedrich, si janggut merah, 1152-1190) pernah bermaklumat agar setelah lahir, para bayi langsung dirawat oleh para perawat. Instruksi mutlaknya: Bayi-bayi itu harus “diasingkan” agar jangan sampai mendengar suara atau bahasa manusia. Kaisar berharap agar para bayi berbincang dengan bahasa ilahi, bahasa yang seasli-aslinya: “yang asli lengket di hati,” mungkin begitu gumamnya dulu. Perkiraan kaisar, bahasa yang akan muncul dari para bayi itu datang langsung dari ilham Tuhan sendiri.
Survey membuktikan:…..”gatot” alias gagal total! Bayi-bayi itu malahan berbicara tak keruan, bahkan ada yang sakit. Jelaslah bahwa setiap anak itu polos, terbuka dan tidak punya banyak kepentingan yang tersembunyi (hidden agenda). Hatinya tulus dan tuturnya halus. Bahkan, kalau sudah merasa kenal dan nyaman, ia senang memeluk dan dipeluk: Tangan dan hatinya mudah terbuka bagi tangan dan hati yang lain.
Tapi sebaliknya, akibat ketertutupan banyak orang dewasa yang kekanak-kanakan, banyak anak yang terbuka dan yang polos serta tulus ini menjadi terlantar, miskin, cacat, rapuh, sakit, dan tak jelas asalnya. Seperti tulisan harian Anne Frank, seorang anak gadis Yahudi, korban holocaust Nazi diantara 1.500.000 anak lainnya: “Suatu hari, perang gila ini kan usai, waktunya akan tiba bagi kami tuk menjadi manusia kembali.” Karena ketertutupan hati inilah, banyak anak-anak di sekitar kita yang ada dalam ketidakpastian dan penantian. Mereka terpisah dari afeksi pun harta benda. Terpinggir oleh ganasnya arus modern. Terceraikan dari kerabat dan sahabat. Tersingkirkan dari orangtua. Mereka saling merindukan, saling ingin menghadirkan dan menghibur.
2. Kepasrahan:
Banyak anak yang “berpasrah” karena memang membutuhkan kehadiran orangtuanya yang diyakini sangat mengasihinya. Selain memang karena mereka belum matang secara fisik dan psikis, lebih daripada itu mereka adalah orang yang mudah percaya dan berserah kepada banyak orang karena sikapnya yang jujur dan apa adanya. Disinilah, mereka mengajak kita juga belajar memiliki kepasrahan sekaligus keyakinan total kepada Tuhan yang sangat mengasihi kita. Masalahnya,kita kadang malahan memiliki banyak keterikatan dan kelekatan pada hal-hal yang duniawi sehingga enggan untuk bisa benar-benar berpasrah. Kita mudah curiga dan berpikir buruk tentang orang lain, bahkan kadang kita meragukan belas kasihan dan cinta Tuhan., padahal amat dicintai seseorang itu bisa memberi kita kekuatan dan amat mencintai seseorang memberi kita keberanian, dan bisa jadi seseorang itu adalah Tuhan kita sendiri bukan?
3. Kekudusan:
Saya sendiri meyakini bahwa wajah dan hati anak adalah wajah dan hati tanpa dosa. Setiap anak lahir dalam keadaan suci (fitrah), maka wajarlah Yesus juga berujar hari ini: “Biarlah anak-anak datang padaKu. Barangsiapa tidak bisa menjadi seperti anak-anak, tidak bisa masuk ke dalam Kerajaan surga.” Yah, mereka adalah anak yang diperkenankan bertingkah polah nakal tanpa harus dihukum: Mulutnya bersih dan manis, kadang ceriwis. Bening dan klasik garis wajah manjanya. Matanya cerdas seperti burung gelatik zaman Adam Hawa. Segar canda tawanya, pecicilan dan lincah penuh improve. Inilah gambaran tentang anak kecil yang kudus, yang belum banyak tercemar. Ya, bukankah banyak orang yang senang melihat anak-anak kecil karena matanya yang jernih dan kata-katanya yang lembut? Wajarlah jika ada orangtua yang mengatakan kepada anak-anaknya: "You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey...."
“Mari berenang di dekat sawah – Kita senang jadi anak-anaknya Allah.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar