Ads 468x60px

Senin, 27 Februari 2017

Hari biasa VIII
Sir. 17:24-29; Mzm. 32:1-2,5,6,7: Mrk. 10:17-27

“Non vestimentum virum ornat, sed vir vestimentum - Bukan pakaian yang memberi arti pada seseorang, akan tetapi dia yang memberi arti pada pakaiannya.”
Inilah pepatah yang mengartikan bahwa harta kekayaan itu hanya sekunder, karena yang primer adalah kepribadiannya, terlebih menurut Injil hari ini, harta kekayaan yang sekunder itu kadang malahan bisa menghambat jalan kita yang primer untuk masuk ke surga. Sifat dan karakter, sikap dan parameter yang cenderung "mediocritas" (yang setengah-setengah) tidak dikehendakiNya.

Adapun tiga ajakan Yesus supaya kita layak mengikutiNya dan masuk surga, al:

1. Pergilah:
Yesus mengajak kita untuk selalu berpola "pergi" dan "meninggalkan”, tidak lekat-pekat dan larut-hanyut pada hiruk-pikuk dan ruwet-renteng hal-hal material: “Karena itu jangan risau dan berkata apa yang akan kita makan atau apa yang akan kita minum atau darimana kita mendapat pakaian karena itulah yang yang dicari orang tak beriman.” (Mat 6:31-33).
Ia mengajak kita untuk lahir baru dan tidak berhenti untuk terus menaburkan kebaikan karena kadang kita mudah menjadi besar mulut daripada lebar telinga ketika sudah berada dalam “zona nyaman.” Tuhan ajak kita untuk mau terus menerus dibimbing bahkan kadang dibentur-hancurkan untuk benar-benar menemukan Tuhan yang sejati. Deo vult - Tuhan menghendakinya!

2.Juallah segala milikmu:
Orang Latin kerap berkata, “Radix malorum est cupiditas - Akar dari kejahatan adalah nafsu. Itulah sebabnya Yesus mengajak kita untuk ringan dalam melangkah: “menjual harta” supaya kita juga terlepas dari kubangan dan kungkungan nafsu duniawi karena kebijakan jauh lebih berguna daripada harta benda: “Dengan kebijakan rumahmu dibangun; dengan pengertian rumahmu didirikan: dengan pengetahuan lumbungmu akan diisi dengan kekayaan.” Deo Vindice - Tuhan yang melindunginya!

3.Berikan itu kepada orang miskin:
Dengan memberilah, bukan dengan menerima, kita bisa menjadi kaya, bukan? Jelasnya, Yesus mengajak kita untuk selalu bermurah hati dan terlebih memihak kepada orang miskin, karena iman bukan hanya berarti keterlibatan tapi sekaligus keberpihakan. Saya meyakini bahwa mereka yang rela menyisihkan keuangannya untuk orang miskin takkan pernah kekurangan, tapi mereka yang menyembunyikan matanya dari orang miskin akan menuai kutukan. Deo Gloria - Demi kemuliaan Tuhan!
Yah, tiga ajakan Yesus ini adalah fundamen, semacam dasar kokoh untuk “melepaskan kasut,“ untuk percaya seutuh-penuhnya pada Tuhan karena “kita ini buatan Allah!” (Efesus 2:10). Tiga ajakan Yesus ini juga mengingatkan lagi tujuan hidup kita yakni memuliakan dan memuji Tuhan.

Dalam bahasa Ignatius Loyola: 
“Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah Tuhan kita dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Ciptaan lain diatas permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu manusia harus mempergunakannya sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi; dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut sejauh itu merintangi dirinya. Oleh karena itu kita perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada pada kita dan tak ada larangan. Maka dari itu dari pihak kita, kita tidak memilih kesehatan lebih daripada sakit, kekayaan lebih daripada kemiskinan, kehormatan lebih daripada penghinaan, hidup panjang lebih dari hidup pendek. Begitu seterusnya mengenai hal-hal lain yang kita inginkan dan yang kita pilih ialah melulu yang lebih membawa ke tujuan kita diciptakan: “Apa yang telah kubuat bagi Kristus? Apa yang sedang kubuat bagi Kristus? Apa yang harus dan akan kubuat bagi Kristus?”

“Cari usus di desa Masaran – Ikut Yesus tak akan berkekurangan.”

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB:

A. "Fide - Percayalah!"
Inilah harapan yang diwartakanNya hari ini bahwa hidup kita akan benar-benar penuh dengan "providentia divina-penyelenggaraan ilahi" ketika kita mau percaya total kepadaNya dengan hidup "miskin" di hadapannya setiap hari.

Mengacu pada pesan hari ini: "Lebih mudah seekor unta masuk lubang jarum daripada seorang kaya masuk surga", adapun pintu yang disebut sebagai 'lubang jarum' adalah pintu yang sempit memanjang, dijaga oleh tentara dan berada di tembok pembatas kota dan hanya digunakan pada saat pintu gerbang kota sudah tutup. Disinilah kita diajak mempunyai spiritualitas "unta", antara lain:

1.U tuh:
Kita hidup tak cuma mencari harta dunia tapi juga cinta dan pahala untuk surga. Yesus mengundang kita untuk memiliki hidup yang berintegritas, tidak melulu tergantung pada harta dunia.

2.N yata:
Tuhan hadir secara lebih nyata lewat hidup harian ketika kita mau rendah hati dan sepenuh hati, lepas bebas dari aneka kelekatan tidak teratur. Hanya dengan bersikap rendah hati di hadapan Tuhan dan menyadari ketergantungan kita pada-Nya saja, kita dapat menemukan damai, keamanan dan kebahagiaan yang sejati. Harta itu bertahan selamanya. Hanya Allah saja yang dapat memuaskan kita dan memenuhi kebahagiaan kita. Dialah harta kita semata: "Yesus Kristus telah menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, agar kalian menjadi kaya berkat kemiskininan-Nya!" (2Korintus 8:9)

3.T abah:
Seperti unta yang biasa membawa beban, kita juga diajak berani dan tabah membawa "beban" kita bersamaNya dalam peziarahan hidup. Jelasnya, Yesus mengingatkan kita bahwa harta dunia hanya memberi rasa aman palsu dimana harta itu bisa menenggelamkan kita dalam keruntuhan dan kekurang tabahan dalam memaknai kehidupan (1Tim 6:9-10).

4.A ndal:
Bukankah pada situasi "padang gurun", kita tidak dapat menyelesaikannya dengan kuda? Kuda secepat dan setangguh apapun akan kehabisan tenaga, sebaliknya unta akan berjalan terus dengan mantap, pelan tapi pasti-meski tanpa air ataupun makanan.
"Banyak louhan di restoran Tiga Nyonya - Bagi kemuliaan Tuhan semuanya!"


B.Nosce te ipsum - Kenalilah dirimu sendiri.
Kalimat yang saya temukan di sebuah rumah seorang umat di Madiun ini adalah terjemahan Latin dari kalimat Yunani γνοθι σεαυτον (gnothi seauton) yang tertulis di gerbang pintu masuk Kuil Apolo, Yunani.

Hari ini, Yesus juga mengajak kita mengenali diri dan tujuan hidup kita: "Sungguh, sukar sekali bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga."

Adapun tiga permenungan yang bisa kita angkat, antara lain:

1. Dasar kita adalah kasih kepada Tuhan
Hidup itu kadang ibarat es krim. Nikmatilah dengan penuh rasa syukur sebelum cair karena kita hadir oleh kasih Allah dan kitapun diajak untuk senantiasa bersyukur dengan mengasihi Allah dalam setiap gulat geliat hidup kita. Karena cinta kasihlah, maka duri menjadi mawar dan karena cintakasihlah, maka cuka menjelma anggur segar. Sudahkah punya mada dasar kasih?
Lihatlah Ignatius Loyola: 
“Ambillah Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan. Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu. Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku” (St.Ignatius Loyola, LR no. 234).
Jelasnya, Tuhan memakai ”kemunduran” untuk mendorong kita maju. Tuhan mengenakan “kerendahan hati” utk membuat kita naik dan mulia bersamaNya. Yang pasti, permulaan yang sederhana ini jangan mengecilkan hati kita asal selalu didasari kasih karena pohon yang raksasa mulai dengan benih kecil dan orang yang paling perkasa pada mulanya adalah juga seorang bayi yang lemah dan tak berdaya.”

2. Harta kita adalah sarana keselamatan
Mengacu lagi pada Ignatius Loyola, semua ciptaan lain diatas permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu manusia harus mempergunakannya sejauh itu menolong untuk mencapai tujuan tadi; dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut sejauh itu merintangi dirinya. Oleh karena itu kita perlu mengambil sikap lepas bebas terhadap segala ciptaan tersebut, sejauh pilihan merdeka ada pada kita dan tak ada larangan.
Ajakannya jelas: harapkanlah hal-hal yang besar dari Tuhan. Usahakanlah hal-hal yang besar bagi Tuhan: “Orang baik finish terakhir,” kata dunia, tapi “yang terakhir inilah akan mjd yg pertama,” jawab Yesus.

3. Tujuan kita adalah memuliakan Tuhan
Ada yang bilang: “Emas diuji dengan api dan wanita diuji dengan emas tapi kerap lelaki diuji dengan wanita.” Entah benar atau tidak, setiap orang mesti punya visi atau tujuan hidupnya.
Berangkat dari hal inilah,setiap mengadakan retret pribadi, saya selalu diyakinkan bahwa “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah Tuhan kita dan dengan itu menyelamatkan jiwanya. Satu satunya tujuan hidup saya yang hakiki adalah memuliakan Tuhan: “Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu, ya Allahku, dan hati kami tiada tenang sebelum beristirahat di dalam Dikau.”
“Ada galah ada bahan – Jadilah kaya dalam Tuhan.”

C. Penjelasan Seputar "Lubang Jarum"
"Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Mrk 10,25)
"Lubang jarum" itu sangat kecil. Untuk bisa memasukkan benang dibutuhkan kejelian dan ujung benang yang rapi.

Nah, pintu yang disebut lubang jarum oleh bangsa Yahudi adalah pintu yang bentuknya sempit memanjang, berada di tembok pembatas kota dan hanya digunakan pada saat pintu gerbang kota tutup. Ada sejumlah tentara yang berjaga di situ dan siapa pun yang hendak lewat atau memasukinya, harus diperiksa.

Unta, yang pada masa itu biasa dipakai sebagai binatang tunggangan dan angkutan barang, masih bisa melewatinya asal penumpang dan barang-barangnya diturunkan terlebih dahulu. Setelah barang-barang diturunkan, unta juga harus ditarik masuk ke dalam pintu lubang jarum tersebut.

Kita tahu bahwa unta adalah binatang yang jinak dan penurut sehingga dengan diperintah dan dituntun, ia akan dengan mudah berjalan masuk dan melewati pintu sempit tersebut. Yesus menggunakan peristiwa masuknya unta melewati lubang jarum sebagai pembanding untuk proses orang masuk ke surga.

Bagi-Nya, lebih mudah menarik unta masuk melewati pintu lubang jarum daripada menuntun orang kaya masuk surga. Mengapa? Unta, ketika barang-barang yang melekat di tubuhnya dilepas dan diturunkan, ia diam saja. Ketika dituntun dan ditarik untuk memasuki dan melewati pintu lubang jarum, ia juga mudah dan menurut.

Berbeda dengan kita, yang seringkali amat sulit untuk melepaskan apa yang kita miliki, termasuk melepaskan harta kekayaan kita dan mendermakannya kepada yang membutuhkan. Alih-alih mendermakan, yang lebih sering kita pikirkan justru bagaimana caranya agar kekayaan dan tabungan kita semakin bertambah. Maka, kita juga sulit untuk diam dan menurut ketika dituntun dan diarahkan oleh Yesus untuk memasuki jalan-Nya sempit dan kadang juga sulit.


D. Catatan Mengenai Perpuluhan dalam Iman Katolik

Pertama:
Hukum persepuluhan seperti yang dipraktekkan banyak (tidak semua) Gereja Kristen berarti bahwa setiap anggota jemaat yang mempunyai penghasilan, wajib memberikan sepersepuluh (10 persen) dari penghasilan bulanan/mingguan mereka kepada Gereja.
Praksis ini didasarkan pada tindakan Abraham setelah menang perang, yaitu memberikan sepersepuluh dari hasil rampasan perang itu kepada Melkisedek, Imam Agung (Kej 14:17-24). Tindakan Abraham ini dipandang sebagai kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Israel sebagai keturunan Abraham dalam tradisi mereka (Ul 14:22-23; 26:12-15; Bil 18:20-22; Neh 10:37-38; Im 27:32-33).

Karena orang-orang Kristiani adalah keturunan Abraham (Gal 3:7), maka mereka juga wajib membayar sepersepuluh dari penghasilan mereka kepada penerus imam Melkisedek, yaitu Yesus Kristus (bdk Ibr 7:1-28). Dalam hal ini, Kristus diwakili Gereja atau pemimpin Gereja. Praksis dalam kebanyakan Gereja Kristen ini dipandang sesuai dengan ungkapan Yesus berkaitan dengan persepuluhan (Mat 23:23), yaitu bahwa Yesus tetap menyetujui praksis persepuluhan itu.

Kedua: 
Gereja Katolik tidak mempraktekkan persepuluhan, artinya umat Katolik tidak dikenakan kewajiban membayar persepuluhan kepada Gereja.
Namun demikian, dalam Konsili Trente, Gereja Katolik pernah mewajibkan umat Katolik untuk membayar persepuluhan. Tetapi, praksis membayar persepuluhan itu lenyap pelan-pelan, yaitu sejak Revolusi Perancis pada abad ke-XVIII, meskipun peraturan itu sendiri belum pernah dicabut. Keputusan Konsili Trente itu bukanlah keputusan dogmatis, karena itu bisa saja diubah oleh pemimpin Gereja berikutnya bila dipandang kurang tepat.
Lenyapnya praksis membayar pesepuluhan dalam Gereja Katolik ini sebenarnya sangat sesuai dengan catatan sejarah Gereja bahwa praksis persepuluhan itu tidak tampak dalam Perjanjian Baru dan tidak dilakukan pada Gereja apostolis.

Ada juga catatan dari bapa-bapa Gereja bahwa praksis persepuluhan itu kurang sesuai dengan semangat Perjanjian Baru, yaitu memberi secara sukarela seperti yang dikatakan Paulus: "Hendaknya masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2 Kor 9:7).

Ketiga:
Adalah sangat baik memberikan sumbangan kepada Gereja karena selama Gereja masih hidup di dunia ini, tetap akan dibutuhkan dana untuk mendukung kehidupan dan pelayanan Gereja. Demikian pula tetap dibutuhkan bantuan untuk orang-orang miskin.
Gereja mengajarkan dengan tegas bahwa membantu Gereja dan membantu orang miskin bukan bersifat manasuka tetapi suatu "kewajiban" (KHK Kan 222 # 1 dan 2; bdk Kan 1260-1266).
Namun demikian, pelaksanaan kewajiban ini tidak ditentukan dengan jumlah tertentu, misalnya sepersepuluh, tetapi diserahkan kepada kerelaan hati umat.

Keempat: 
Perubahan penting yang hendak ditegaskan di balik "lenyapnya praksis persepuluhan" dalam Gereja Katolik ini ialah perubahan semangat dasar yang harus menggerakkan umat untuk memberikan sumbangan, yaitu dari semangat berdasarkan hukum (sebagai kewajiban) ke semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama.
Janda miskin yang memberikan persembahan seluruh miliknya menjadi contoh cinta kasih yang memberikan diri tanpa batas (Luk 21:1-5). Cinta kasih ini bebas dari pamrih, yaitu memberi untuk menerima (do ut des). Cinta kasih ini yang menggerakkan kita untuk mengakui karunia kesejahteraan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada kita, suatu ungkapan syukur atas berkat Tuhan disertai keinginan untuk membalas kasih-Nya. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita menyadari diri sebagai bagian dari Gereja, dan karena itu selalu bersedia untuk saling mendukung dalam karya pelayanan. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita membagikan harta milik kita kepada orang miskin (KGK 2443-2447).
Dengan ini menjadi nyata bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17). Juga menjadi nyata bahwa semua hukum dirangkum dalam perintah cinta kasih kepada Allah dan sesama krn sbenarnya hukum punya arti yg indah, "Hadir Untuk Kselamatan Umat Manusia."
Nah, itu dari perspektif historis dan teologis kristiani yg coba dimaknai dlm grj katolik, pastinya kita ingat sebuah kalimat dari St Ignatius Loyola, "Tujuan setiap manusia diciptakan adalah utk memuji dan memuliakan Tuhan, dan setiap benda yang ada di muka bumi ini ada untuk membantu manusia mencapai tujuan ia diciptakan itu."

Salam HiKers!
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar