Ads 468x60px

Mane nobiscum Domine - Tuhan tinggallah bersama kami

"Mane nobiscum Domine - Tuhan tinggallah bersama kami."
Kis. 3:1-10; Mzm. 105:1-2,3-4,6-7,8-9; Luk. 24:13-35.
Inilah seruan dua murid Emaus ("Ekaristi Mengubah Aku Untuk Sembuh"), yang saya kenang ketika mempersembahkan misa dan novena kerahiman bersama para narapidana di rutan Salemba Jakarta.
Adapun dua murid yang mengajak Yesus tinggal ini tadinya berjalan sepanjang 7 mil (Luk 24,13) dimana 7 mil adalah enam puluh stadia (1 stadia: 185 meter). Kemungkinan mereka berangkat dari Yerusalem masih pagi dan sampai di Emaus sudah menjelang malam (Luk 24,29).
Sepanjang perjalanan itu, Yesus hadir dan menyertai tanpa langsung dikenali dan disadari, meskipun mereka bisa merasakan daya-Nya (Luk 24,32). Dengan kata lain: Tuhan tidak akan membiarkan para muridNya tetap dalam kemurungan tapi selalu hadir dan berjalan bersama kita.
Bagaimana Yesus sendiri mewartakan kebangkitan-Nya?
1.Yesus menegur dan mengingatkan mereka bahwa penderitaan adalah bagian tidak terpisahkan dalam hidupNya.
2.Yesus menunjuk pada kesaksian kitab suci tentang diriNya.
Karya penebusanNya melalui penderitaan sndiri merupakan tema utama PL (Kej 3:15; Kej 22:18; Kej 49:10; Bil 24:17; Maz 22:2,19; 110:1; Yes 25:8; 52:14; Yes 53:1-12; Yer 23:5; Dan 2:24,35,44; Mi 5:1; Za 3:8; 9:9; 13:7; Mal 3:1).
3.Yesus mengambil roti-memecah dan memberkatinya.
Ya, inilah penampakan diri Kristus yang dikenal sebagai "nabi" yang diutus dari Allah (Ul 18:15-16,19; Mr 6:4; Kis 3:22; Luk 6:23). Mereka pd awalnya tidak mengenal Tuhan dan baru mengenal setelah Yesus memberi "tanda" (Luk 24:30, Luk 24:35,37, Luk 24:39-43; Yoh 20:14,16,20; Yoh 21:4,6-7; Mat 28:17).
Semoga kita juga bisa mengenali hadirnya Tuhan lewat pelbagai "tanda" dalam gulat geliat hidup harian kita.
"Ada kaktus di Jayawijaya - Bersama Kristus kita bangkit jaya."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Christus surrexit - Kristus telah bangkit!"
Adapun bacaan ini merupakan ringkasan dari penampakan-penampakan Kristus yang telah bangkit, ditutup dengan kenaikan-Nya. Penampakan kepada sebelas orang murid terjadi langsung sesudah dua orang dari Emaus melaporkannya. (Luk. 24:36-49: Yoh. 20: 19-25).
Para penginjil tidak memberikan kesan bahwa Yesus memarahi mereka atas ketidakpercayaan dan kedegilan hati mereka, tetapi bahwa Dia mengetahui betapa sulit bagi mereka untuk percaya.Dan Yesus berusaha menghilangkan kesulitan mereka dengan menawarkan bukti-bukti kebangkitan-Nya.
Ya, para murid sangat lamban untuk percaya.Mereka sulit menerima kesaksian dari orang-orang yang sudah melihat Yesus yang bangkit.Mereka tidak langsung menerima pemberitaan Maria Magdalena dan dua murid dalam perjalanan ke Emaus (Luk. 24:13-35), sehingga Yesus sendiri harus menampakkan diri dan menegur kedegilan hati mereka.
Meski demikian, Yesus terus mendorong mereka dengan otoritas-Nya untuk menjalankan misi mereka memberitakan Injil ke seluruh dunia. Yesus menjanjikan penyertaan-Nya. Itulah yang menjadi kekuatan yang mengubah hidup para murid.Seperti apakah penyertaan Yesus kepada para murid?
Pertama, Yesus turut bekerja di dalam dan melalui para murid sehingga berita Injil dapat disebarkan sehingga banyak orang yang bertobat.
Kedua, firman yang Yesus ajarkan kepada mereka menjadi dasar yang teguh bagi pemberitaan Injil.
Ketiga, tanda-tanda yang menyatakan otoritas Kristus memperteguh para murid bahwa mereka memberitakan Injil bukan dengan kekuatan sendiri melainkan dengan kuasa Allah yang dicurahkan bagi mereka.
Pastinya, kuasa yang sama, yang menyertai para murid generasi pertama, juga menyertai kita, sampai sekarang bukan?
"Ada pepaya ada srikaya - Haleluia Tuhan bercahaya."
2.
“Tak ada yang lebih dibutuhkan manusia selain daripada Kerahiman Ilahi - cinta yang berlimpah belas kasih, yang penuh kasih sayang, yang mengangkat manusia di atas segala kelemahannya ke ketinggian yang tak terhingga dari kekudusan Allah.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997
“Di mana, jika tidak dalam Kerahiman Ilahi, dunia dapat menemukan tempat pengungsian dan terang pengharapan? Umat beriman, pahamilah kata-kata itu dengan baik.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 21 April 1993
“Jadilah rasul-rasul Kerahiman Ilahi di bawah bimbingan keibuan penuh kasih sayang dari Santa Perawan Maria” ~ Paus Yohanes Paulus II, 22 Juni 1993
3.
Burung Rajawali:
Sebuah sangkar besi tidak bisa mengubah rajawali menjadi seekor nuri
rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti bahwa langit akan selalu menanti
Seekor burung rajawali bisa mencapai umur hingga 70 tahun. Tapi untuk mencapai umur tersebut adalah sebuah pilihan bagi seekor rajawali, apakah dia ingin hidup sampai 70 tahun atau hanya sampai 40 tahun.
Ketika burung rajawali mencapai umur 40 tahun, maka untuk dapat hidup lebih panjang 30 tahun lagi, dia harus melewati transformasi tubuh yang sangat menyakitkan. Dan pada saat inilah seekor rajawali harus menentukan pilihan untuk melewati transformasi yang menyakitkan itu atau melewati sisa hidup yang tidak menyakitkan namun singkat menuju kematian.
Pada umur 40 tahun paruh rajawali sudah sangat bengkok dan panjang hingga mencapai lehernya sehingga ia akan kesulitan memakan. Dan cakar-cakarnya juga sudah tidak tajam. Selain itu bulu pada sayapnya sudah sangat tebal sehingga ia sulit untuk dapat terbang tinggi.
Bila seekor rajawali memutuskan untuk melewati transformasi tubuh yang menyakitkan tersebut, maka ia harus terbang mencari pegunungan yang tinggi kemudian membangun sarang di puncak gunung tersebut. Kemudian dia akan mematuk-matuk paruhnya pada bebatuan di gunung sehingga paruhnya lepas. Setelah beberapa lama paruh baru nya akan muncul, dan dengan menggunakan paruhnya yang baru itu ia akan mencabut kukunya satu persatu-satu dan menunggu hingga tumbuh kuku baru yang lebih tajam. Dan ketika kuku-kuku itu telah tumbuh ia akan mencabut bulu sayap nya hingga rontok semua dan menunggu bulu-bulu baru tumbuh pada sayapnya. Dan ketika semua itu sudah dilewati rajawali itu dapat terbang kembali dan menjalani kehidupan normalnya. Begitulah transformasi menyakitkan yang harus dilewati oleh seekor rajawali selama kurang lebih setengah tahun.
Burung rajawali ini ibarat kita sebagai manusia. Ketika sebuah masalah datang dalam kehidupan kita dan kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil, dan sering dari pilihan yang kita ambil tersebut kita harus melewati suatu transformasi kehidupan yang menyakitkan bagi jiwa dan tubuh kita. Namun ditengah kesulitan tersebut kita harus ingat ada Tuhan yang menyertai kita, ada masa depan yang Tuhan sediakan untuk kita diakhir perjuangan kita, suatu kehidupan 30 tahun lebih panjang, suatu kehidupan yang lebih baik, suatu pemulihan hubungan, suatu kesembuhan, suatu sukacita ....., suatu yang saudara impikan selama ini.
Rajawali adalah burung yang secara luas dianggap memiliki penglihatan yang sangat baik dibandingkan dengan manusia. Hal ini disebabkan oleh fotoreseptor di retina (lebih dari 1.000.000 per mm persegi untuk Buteo, sedangkan manusia hanya 200.000).
rajawali dapat hidup sampai 70 tahun dan pada umur ke 40 bulu rajawali terlalu lebat, itu akan membuat rajawali kesulitan untuk terbang dan paruhnya sudah retak-retak, maka ia mencari tempat yang tinggi dan bersembunyi untuk mencabuti bulu-bulunya serta pematuki paruhnya ke batu sampai hancur lalu rajawali berdiam diri selama 6 bulan sampai ia kembali pulih dan mencari makan.
Burung rajawali mempunyai sayap yang lebar. Bahkan yang terlebar yang pernah diukur adalah selebar 2,5 meter (8 feet). Burung rajawali dikenal dengan ketahanannya pada saat ia terbang. Walau diperlukan energi yang cukup besar untuk mengepakkan sayap pada awalnya, tetapi begitu dia terbang, dia hanya mengeluarkan energi yang sangat kecil.
Hasil penelitian menyatakan bahwa rajawali hanya memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk mengepakkan sayap dalam tiap jam waktu terbangnya. Rajawali dapat terbang lama tanpa perlu mengepakkan sayapnya.
Rajawali dapat terbang dengan melayang-layang di udara (gliding) ataupun terbang naik (soaring) dengan memanfaatkan udara thermal/panas yang naik pada daratan terbuka. Sedapat mungkin dia menggunakan kedua teknik itu untuk dapat terbang tanpa perlu mengepakkan sayapnya. Dengan begitu dia hanya memerlukan energi yang sangat kecil untuk dapat terbang lama. Tidak hanya itu saja, rajawali dapat menempuh jarak rata-rata 75 hingga 125 mil. Jarak terjauh yang pernah ditempuh adalah 1100 mil.
Itulah rahasia kekuatan dari burung rajawali yang naik terbang tinggi. Dia tidak akan pernah menjadi lelah karena dia tidak perlu menggunakan banyak energi untuk dapat terbang dalam waktu lama dan menempuh jarak yang jauh.
Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” Yesaya 40:31
4.
INTERMEZZO:
Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, aku melihat anak muda itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumahku. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali dipakai mengelap keringat di keningnya.
Dadaku berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang nampaknya umurnya tak jauh dengan anak sulungku yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat sikapnya yang gelisah, apakah dia punya maksud buruk dengan keluargaku? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari di saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anakku?
Kenakalan remaja saat ini bukan masalah sepele lagi. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal sia-sia. Aku berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, aku mengunci seluruh pintu dan jendela rumah.
Pagi ini, aku hanya sendirian di rumah. Mas Bagus, suamiku, ke kantor. Yudi dan Yuni anakku sekolah, dan Bi Nia sudah seminggu ini tidak masuk. Jadi kalau anak muda itu memaksa masuk dan menodongku, aku bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.
Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Apakah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Aku sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang listrik. Aku punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu dengannya. Aku memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi.
Tapi di zaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?
Aku masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Aku masih was-was karena anak muda itu sesekali melihat ke rumah. Apa maksudnya?
Terlintas di pikiranku untuk menelepon tetangga. Tapi aku takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk sekompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanyai dulu baik-baik, coba kalau belum apa-apa ada yang langsung memukulnya.
Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debar jantungku mengencang kembali. Tekadku untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kakiku tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, aku ingat, aku pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Aku masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki masih terasa lemas.
Aku pernah melihat anak muda itu di jembatan penyeberangan kira-kira dua minggu yang lalu. Aku pulang membeli bumbu kue waktu itu. Ketika aku berjalan di jembatan penyeberangan tiba-tiba ada yang menabrakku. Aku hampir jatuh. Aku sangat yakin yang menabrakku ya anak muda yang mondar-mandir di depan rumah itu. Dia meminta maaf dan bergegas mendahuluiku. Aku jengkel, apalagi begitu sampai di rumah aku tahu dompet yang tersimpan di kantong plastik, jadi satu dengan bumbu kue, telah raib.
Dan hari ini, anak muda itu, mengembalikan dompetku melalui celah di atas pintu. Setelah kuperiksa, uang tiga ratus lima puluh ribu lebih dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang. Lama aku memandangi dompet itu. Seperti mimpi rasanya. Anak muda itu mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Aneh!
Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu aku menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Aku baca surat yang ternyata isinya seperti ini :
“Ibu yang baik..., maafkan aku telah mengambil dompet Ibu. Tadinya aku mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi aku tidak punya tempat untuk mengadu, maka aku tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.
Sudah tiga bulan aku berhenti sekolah. Bapakku di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang nunggak berbulan-bulan. Karena kemampuan keluarga yang minim itu aku berpikir tidak apa-apa aku sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat aku sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan main judi.
Adikku ada tiga, semuanya juga terpaksa keluar dari sekolah. Ibuku berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adikku membantu mengantarkannya. Aku berjualan koran, untuk membantu beli beras.
Aku sadar, dalam keadaan seperti ini, aku harus berjuang lebih keras. Aku ikhlas melakukannya. Dari pagi sampai malam aku bekerja. Tidak hanya jualan koran, aku juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang ngamen. Tapi dari uang yang pas-pasan itu, masih juga diminta Bapak untuk judi. Dia janji akan mengganti kalau menang. Tetapi selama ini belum pernah menang.
Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada ibu, kadang sambil marah-marah dan memukul, aku tidak kuat untuk diam. Aku mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, aku membalasnya sampai Bapak terjatuh. Ibu memarahi aku dan mengatai sebagai anak laknat. Aku sakit hati. Aku bingung. Mesti bagaimana aku?
Saat ibu sakit dan Bapak semakin menjadi-jadi dengan judinya, sakit hatiku semakin menggumpal, tapi aku tidak tahu mesti berbuat apa. Untuk membawa Ibu ke dokter saja aku tidak sanggup. Bapak semakin jarang pulang. Nampaknya dia tidak peduli. Hampir aku memukulnya lagi.
Di jalan, saat aku jualan koran, aku sering iri dan sakit hati tapi tidak tahu kepada siapa dan karena apa. Ibu tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain dengan mobil mewahnya melenggang begitu saja di depanku, sesekali bermain dengan handphonenya yang nampaknya cukup mahal. Dan di seberang stopan itu, di restoran bertingkat, orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.
Maka tekadku, ibu harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, aku merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari aku mengikuti bus kota, tapi aku tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Aku gagal jadi pencopet.
Ketika aku mengamati orang-orang yang sedang belanja di toko itu, aku melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Lalu aku mengikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, aku pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Aku gembira ketika mendapatkan uang 350 ribu lebih.
Aku segera mendatangi ibu aku dan mengajaknya ke dokter. Tapi ... Ibu malah menatap tajam. Dia menanyakan, dari mana aku dapat uang. Aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabunganku, atau meminjam dari teman. Tapi aku tidak bisa berbohong. Aku mengatakan sejujurnya, ibu mengalihkan pandangannya begitu aku selesai bercerita.
Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Ibu menangis. Aku tidak pernah merasakan kebingungan seperti ini. Aku ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 350 ribu lebih sebenarnya aku bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa aku jadi pencuri. Tidak peduli dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak peduli kepadaku. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali aku baca. Berhari-hari aku mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Tidak ada yang mengenal anak muda itu ketika aku menanyakannya.
Lelah mencari, di bawah pohon rindang, aku membaca dan membaca lagi surat dari anak itu. Surat itu membuat aku tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan aku. Aku tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Mas Bagus membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, aku tidak segembira biasanya. Aku malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.
Mas Bagus dan kedua anakku mungkin merasa aneh melihat sikapku akhir-akhir ini. Tapi ... hatiku tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginanku untuk makan di restoran yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.
Aku menolak meski Mas Bagus bilang tidak apa sekali-sekali.
Saat aku ulang tahun, suami menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi aku ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tanganku sendiri.
Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi kubikin. Diantar suami dan kedua anakku, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.
Di stopan terakhir yang kami kunjungi, aku mengajak suami dan kedua anak aku untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir di mata aku. Yuni menghampiri aku dan bilang, “Mama, aku bangga jadi anak Mama.” Dan aku ingin menjadi ibu bagi ribuan anak-anak lainnya.
Berkah Dalem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar