Ads 468x60px

Doa LITANI MARIA dari FATIMA


LITANI MARIA dari FATIMA
Maria dari Fatima,
doakanlah negeri tercinta kami.
Maria dari Fatima,
kuduskanlah imam-imam kami.
Maria dari Fatima,
kuatkanlah iman Katolik kami.
Maria dari Fatima,
bimbing dan terangi pemerintah kami.
Maria dari Fatima,
sembuhkan orang sakit yang percaya kepadamu.
Maria dari Fatima,
bantulah orang yang memanggil pertolonganmu.
Maria dari Fatima,
bebaskan kami dari mara bahaya.
Maria dari Fatima,
bantulah kami menolak pencobaan.
Maria dari Fatima,
perolehkan bagi kami apa yang dengan cinta, kami mohonkan.

Maria dari Fatima,
tolonglah orang-orang yang kami kasihi
Maria dari Fatima,
bawalah iman yang benar kepada orang-orang yang dalam kesalahan.
Maria dari Fatima,
kuatkan kembali semangat kami.
Maria dari Fatima,
perolehkan pengampunan bagi kami atas bermacam-macam dosa dan penghinaan.
Maria dari Fatima,
bawalah semua orang ke kaki Kerahiman Ilahi.
Maria dari Fatima,
berilah damai bagi dunia.
O Maria semula jadi tak bercela, doakanlah kami yang berlindung kepadamu.
Hati Maria tak bernoda, doakanlah kami sekarang dan waktu kami mati.
Amin.
Marilah berdoa :
O Tuhan, kerahiman yang tak terbatas, penuhi hati kami dengan kepercayaan penuh kepada Bunda terkasihMu, yang kami puja dalam nama Maria Fatima, Ratu Rosario, dan berilah kami; dengan perantarannya yang berkuasa, segala rahmat ilahi dan duniawi, yang kami butuhkan, melalui Kristus Tuhan kami. Amin
NB:
10. “BBM” – BERIMAN BERSAMA MARIA.
BUKU “MEMOAR 100TH FATIMA” (RJK)
“Laus Mariae fons est indeficiens, qui, quanto longius extenditur, tanto amplius impletur, et quanto amplius impletur, tanto latius dilatatur.”
Puji-pujian kepada Maria
merupakan suatu sumber yang tak habis-habisnya:
semakin diperluas semakin penuh,
dan semakin engkau mengisinya
semakin terlebih lagi ia diperluas
Terletak di utara kota Lisbon, Fatima kini menjadi salah satu pusat peziarahan yang terkenal dan dihormati di dunia. Orang-orang datang ke Fatima untuk memohon mukjizat dan bersyukur atas berkat yang diperoleh, khususnya atas perantaraan Maria Ratu Rosario.
Biasanya pada setiap tanggal 12 dan 13 Mei adalah puncak kepadatan para peziarah untuk prosesi perayaan penampakan Maria Fatima.
Disini sekarang berdiri Basilika Our Lady of Fatima. Gereja ini mulai dibangun pada tahun 1928 dan diresmikan pada tahun 1953. Menara loncengnya setinggi 65 meter dan terdapat pada puncaknya, sebuah mahkota perunggu seberat 7,000 pounds (3 ton).
Sebuah patung besar Hati Maria Tak Bernoda yang dipahat oleh Fr. Thomas McGlynn, sesuai dengan deskripsi yang diberikan Suster Lucia, ditempatkan di relung depan Basilika pada 13 Juni 1959. Patung ini sendiri memiliki tinggi 4,73 meter dan berat 14 ton.
Pada bagian dalam interior Basilika terdapat makam dari tiga anak gembala, menghadap altar, sebelah kanan adalah makam Francisco Marto dan sebelah kiri makam Jacinta Marto dan Lucia dos Santos.
Dengan semakin banyaknya peziarah yang datang ke Fatima, Basilika pertama ini yang mampu menampung 3 ribu-an orang dirasa tidak mencukupi untuk menampung kelompok yang lebih besar, sehingga kemudian pada tahun 2007 dibangun Basilika Tritunggal Maha Kudus yang terletak di ujung lain pada lapangan Basilika Maria Fatima. Basilika "Holy Trinity-Tritunggal Maha Kudus" ini mampu menampung sampai 9 ribu orang.
Pada bagian lain, seperti atas permintaan Bunda Maria, dibangun sebuah kapel sederhana di tempat tepat terjadinya penampakan.
Kapel penampakan ini terletak di Cova da Iria, masih di dalam komplek peziarahan Fatima. Kapel ini dianggap jantung atau pusat dari keseluruhan tempat kudus ini. Pada bagian depan terdapat patung Hati Kudus Yesus dari perunggu dan di bagian belakang kapel terdapat replika bonggol kayu oak.
Tempat injakan patung Bunda Maria dari Fatima, menandai tempat di mana pohon oak kecil pertama berada. Pohon itu sendiri sudah tidak ada karena orang-orang mengambil dan membawa pulang bagian-bagiannya, menganggap bahwa bahkan sepotong rantingnya pun menjadi sebagai lambang kehadiran Maria. Para peziarah terkadang berjalan dan berdoa dari kapel ini ke Basilika dengan berlutut sebagai silih.
Di sebelah kapel penampakan, terdapat sebuah ruang lilin.
Di tempat ini dijual lilin dari berbagai ukuran dan para peziarah biasa menyalakannya pada tempat lilin di sana.
Kadang-kadang orang-orang yang mendoakan kesembuhan atas penyakit mereka, memasukkan tiruan dari bagian tubuh yang mereka mohonkan kesembuhannya, seperti kaki, tangan, hati, kepala, dan lainnya ke dalam nyala lilin.
Sebuah blok besar bekas dari tembok Berlin, juga diletakkan pada komplek Fatima dan menjadi sebuah monumen. Monumen tembok Berlin, sebagai simbol perdamaian dan penyatuan kembali Jerman, diresmikan pada 13 Agustus 1994.
Ditulis pada sebuah batu, kata-kata yang diucapkan oleh St. Yohanes Paulus II pada bulan Mei 1991: "thank you, celeste Shepherd for having guided with caring people to freedom!”
A.Maria Fatima dan Devosi Sabtu Pertama
Kebanyakan orang Katolik sudah familiar dengan devosi “JUMPER” alias “Jumat Pertama”. Sebenarnya, Gereja Katolik juga memiliki devosi “SAPER”, “Sabtu Pertama” yang juga kadang disebut sebagai “Sabtu Imam”
“Sabtu” sendiri adalah hari ketujuh dalam satu pekan atau minggu. Kata Sabtu diambil dari bahasa Ibrani, sabat (שבת "shabat") yang berarti "berhenti bekerja", namun melalui serapan dari bahasa Arab, as-sabt. Kata ini memiliki akar sama dengan kata sab'at atau sab'ah yang berarti 7 (tujuh), menunjukkan urutan harinya dalam sepekan.
Jelasnya, Sabtu adalah hari ke-7 yang diperingati sebagai hari Sabat, hari perhentian Tuhan setelah menciptakan bumi dan seisinya. Hari Sabat dirayakan oleh umat Yahudi sesuai dengan perintah Taurat dalam Keluaran 20:8-11. Orang Yahudi percaya, bahwa perhitungan hari Sabat tiap minggu ini tidak pernah terputus sejak dunia diciptakan.
Nama lain lagi untuk hari Sabtu ini adalah Saniscara, yang diambil dari bahasa Sanskerta dan berarti planet Saturnus, mirip dengan pengertian dalam beberapa bahasa di Eropa, misalnya dalam bahasa Inggris, hari Sabtu adalah "Saturday" (dari "Saturn" (=Saturnus) + "day" (=hari)).
Nah, “DSP” alias “Devosi Sabtu Pertama” ini sendiri berasal dari penampakan Bunda Maria kepada ketiga anak di Fatima pada 1917 dan ditujukan untuk menghormati Hati Maria yang Tak Bernoda.
Mengacu pada kisah Maria di Fatima, (PENAMPAKAN KETIGA), tercandra bahwa Maria menampakkan neraka kepada ketiga anak itu pada 13 Juli 1917 sembari mengatakan:
”Kamu telah menyaksikan neraka; ke sana jiwa-jiwa orang berdosa yang malang itu pergi. Untuk menyelamatkan mereka, Allah ingin mengembangkan di seluruh dunia devosi kepada Hatiku yang Tak Bernoda. Kalau apa yang kukatakan kepada kamu dilaksanakan, banyak jiwa akan diselamatkan dan dunia akan menikmati damai. Aku minta ... kamu menyambut komuni kudus sebagai laku silih pada setiap Sabtu pertama.”
Delapan tahun kemudian.
10 Desember 1925:
Pada tanggal 10 Desember 1925, Bunda Maria menampakkan diri bersama Kanak-kanak Yesus kepada Lucia, yang pada waktu itu menjadi postulan (masa persiapan untuk masuk biara, sebelum masa novisiat) Dorothean di Pontevedra, Spanyol.
Bunda Maria berkata kepada Lucia:
“Kasihanilah hati Bunda Sucimu yang dikelilingi oleh duri yang dicucukkan oleh orang-orang yang tak tahu berterima kasih setiap saat, tanpa ada yang mengadakan pemulihan untuk hatiku ini”.
Bunda Maria mengeluarkan hatinya dan berkata lagi:
“Puteriku, pandanglah Hati-ku yang dikelilingi oleh duri-duri, yang setiap saat ditusukkan oleh orang-orang yang tidak tahu berterimakasih, dengan hujatan-hujatan serta rasa tidak tahu terimakasih mereka. Setidak-tidaknya engkau, berusahalah untuk menghiburku. Aku berjanji untuk menolong pada saat ajal dengan segala rahmat yang dibutuhkan bagi keselamatan jiwa, kepada mereka semua yang pada hari Sabtu Pertama selama lima bulan berturut-turut: “pergi menerima sakramen tobat”, “menerima komuni kudus, “mendaraskan lima peristiwa rosario”, serta “menemaniku selama 15 menit dengan merenungkan peristiwa-peristiwa rosario, dengan ujud untuk pemulihan Hati-ku Yang Tak Bernoda”. Orang yang melaksanakan semua ini akan kuberi rahmat yang dibutuhkan untuk keselamatannya.”
15 Februari 1926:
Kanak-kanak Yesus menampakkan diri pada Sr.Lucia di taman biara pada tahun 1926:
“Anak-Ku, banyak jiwa yang memulainya, namun sedikit yang bertahan sampai akhir, dan mereka yang bertahan sampai akhir melakukannya demi rahmat yang dijanjikan. Mereka yang sungguh-sungguh melakukan devosi ini selama 5 kali Sabtu Pertama dengan sungguh-sungguh dan mengadakan pemulihan bagi hati Bunda Surgawimu, menyenangkanKu dibandingkan mereka yang melakukannya selama 15 kali, namun suam-suam kuku dan acuh tak acuh”
Yesus memberikan persetujuan bahwa “praktek devosi ini dapat juga dilakukan pada hari Minggu sesudah Sabtu Pertama, karena alasan-alasan tertentu, selama para imam mengijinkan.”
Yesus juga mengatakan kepada Lucia bahwa sakramen tobat dapat dilakukan dengan tenggang waktu delapan hari dari hari Sabtu Pertama, asalkan orang tersebut berada dalam keadaan rahmat: “Yesusku!” kata Sr.Lucia: “Banyak orang yang sulit mengaku dosa pada hari Sabtu. Apakah kau mengizinkan pengakuan dosa dalam rentang waktu delapan hari?” “Ya. Pengakuan dosa bahkan dapat menyusul sesudahnya, dengan ketentuan bahwa jiwa berada dalam keadaan rahmat ketika menerimaKu pada Sabtu Pertama, dan bahwa mereka memiliki niat untuk mengadakan pemulihan bagi hati suci Maria.”
13 Juni 1929:
Sr.Lucia kembali melihat hati Bunda Maria yang ditembusi pedang:
“Ada begitu banyak jiwa yang dikutuk Tuhan akibat dosa-dosa melawanku, sehingga aku meminta pemulihan. Kurbankan dirimu dan berdoalah demi ujud ini.”
29 Mei 1930:
Kanak-kanak Yesus menampakkan diri pada Sr.Lucia. Dalam penampakan di tahun 1930 ini, Lucia bertanya kepada-Nya mengapa Ia menghendaki devosi lima Sabtu Pertama, dan bukannya sembilan atau tujuh sebagai penghormatan atas “Tujuh Duka Maria”.
"Puteri-Ku,” jawab-Nya, “alasannya sederhana.” Yesus mengatakan kepada Lucia bahwa ada lima jenis penghinaan serta hujatan yang dilontarkan terhadap Hati Maria Yang Tak Bernoda:
1. Hujat menentang Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa
2. Hujat menentang Maria tetap perawan selamanya
3. Hujat menentang Maria Bunda Allah serta menolak untuk menerima Maria sebagai Bunda segenap umat manusia
4. Hujat yang dilakukan oleh mereka yang berusaha secara terang-terangan menanamkan rasa acuh, benci serta memandang hina Bunda yang Dikandung Tanpa Dosa dalam hati anak-anak.
5. Hujat yang dilakukan oleh mereka yang menghina Bunda Maria secara langsung dengan gambar-gambar kudusnya.
Lebih lanjut, Suster Lucia, dalam sepucuk surat kepada ibunya, menekankan pentingnya “DSP” – “Devosi Sabtu Pertama” sebagai sarana untuk memberikan penghiburan kepada Bunda Maria:
“Aku berharap bahwa ibu akan menjawabku dengan mengatakan bahwa ibu menjalankan Devosi Sabtu pertama serta melakukannya dengan baik, sehingga semua orang yang datang ke rumah ibu turut menjalankan nya pula. Ibu tidak akan pernah dapat memberikan penghiburan kepadaku yang lebih besar daripada ini….Ibu, hiburlah Bunda Surgawi kita dengan Devosi Sabtu Pertama serta berusahalah agar orang-orang lain pun ikut menghibur Bunda Maria juga, dan dengan berbuat demikian, ibu akan membuat kita amat bahagia.”
Di Vatikan, Paus Yohanes Paulus II sendiri secara pribadi memimpin doa rosario pada hari Sabtu Pertama, dengan ujud untuk mempersembahkan Gereja bagi pemulihan Hati Maria Yang Tak Bernoda: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).
Di lain matra, Bapa Suci Paus Benediktus XVI juga pernah menetapkan “Tahun Imam” bagi Gereja Katolik di seluruh dunia yang diselenggarakan mulai tanggal 29 Juni 2009 sampai 29 Juni 2010 (Pesta Santo Petrus dan Paulus), dimana Maria sendiri adalah “Ratu Para Imam”, maka menjadi sebuah tradisi baik juga jika dalam “DSP” - “Devosi Sabtu Pertama” ini kita mendoakan para imam dan mempersembahkannya kepada Bunda Maria.
“Sabtu Imam” sendiri berawal dari keprihatinan terhadap semakin sedikitnya panggilan dan beratnya tantangan dan godaan hidup seputar kehidupan imamat ; maka seluruh umat diajak turut serta untuk melibatkan diri bukan hanya dalam bentuk keprihatinan tetapi juga dalam bentuk dukungan nyata sebagai bagian anggota tubuh Kristus yang satu, kudus dan apostolik; khususnya dalam kehidupan seputar panggilan imamat.
Doa yang tak henti dalam keseharian; menjaga sikap laku yang bersahaja menjadi sahabat kudus para imam; menjawab panggilan-Nya terhadap setiap pribadi dan mendukung panggilan Tuhan kepada sesama dengan semangat kerendahan hati; itulah salah satu bentuk dukungan yang dapat dilakukan dalam keseharian.
Dkl: Umat juga diharapkan turut dalam ibadat-ibadat yang khusus dipersembahkan untuk mendoakan kehidupan panggilan dan kesucian para imam. Ya, semua diajak untuk menyatukan doa – doanya dalam Devosi Sabtu Pertama tiap bulan yang dipersembahkan khusus kepada Hati Maria Yang Tidak Bernoda. Demikianlah, ”...panenan sungguh melimpah, tetapi pekerja hanya sedikit. Mintalah kepada tuan panenan supaya ia mengirim pekerja-pekerja untuk menuai...”
NB:
1.
Keikutsertaan dalam “DSP” – “Devosi Sabtu Pertama”
“DSP” dapat dilakukan baik secara bersama-sama maupun secara pribadi. Jika devosi dilakukan secara bersama-sama, doa rosario dapat didaraskan sebelum atau sesudah Misa Sabtu pagi atau Misa Sabtu sore. Renungan akan peristiwa-peristiwa rosario dapat dilakukan secara pribadi.
2.
Doa untuk Imam
“Introibo ad Altare Dei, ad Deum qui aetificiat juventutem meam - Aku hendak naik ke altar Tuhan, ke hadapan Alah, yang menggirangkan masa mudaku.”
a.
"Ya Yesus-ku,
walau aku seorang yang malang dalam begitu banyak hal dan begitu bodoh, aku telah Engkau pilih sebagai gembala dari kawanan domba-Mu.
Anugerahkanlah kepadaku kasih yang bertambah-tambah
bagi jiwa-jiwa yang telah Engkau tebus dengan Darah-Mu yang Mahasuci, sehingga aku dapat berkarya demi keselamatan mereka
dengan kebijaksanaan, kesabaran dan kekudusan.
Janganlah kiranya satu pun dari mereka
yang telah Engkau percayakan kepadaku
hilang akibat kesalahanku.
Ya Yesus-ku,
bantulah aku menguduskan mereka
yang Engkau serahkan ke dalam pemeliharaanku.
Ya Bunda Allah yang tersuci,
sudi doakanlah aku dan mereka semua yang ada dalam kebun anggurku.
Para malaikat pelindung yang kudus dari jiwa-jiwa terkasih,
ajarilah aku bagaimana bersikap terhadap mereka
sehingga aku dapat menanamkan ke dalam hati mereka
pokok-pokok iman dan kasih sejati Allah.
Tuhan,
ajarilah aku bagaimana hidup dan jika perlu mati,
sehingga semuanya dapat diselamatkan,
sehingga semuanya dapat mengasihi dan memuliakan Engkau
sepanjang kekekalan masa,
agar semuanya dapat pula mengasihi dan menghormati BundaMu terkasih.
Amin"
b.
"Tuhan terkasih, Bapa Pengasih,
aku berdoa kepadaMu,
lindungilah para imam GerejaMu,
sebab mereka itu milikMu.
Biarlah hidup mereka terbakar luluh di atas altarMu yang suci,
sebab mereka telah disucikan dan menyucikan diri bagiMu.
Lindungilah mereka,
sebab mereka ada di tengah dunia meski mereka bukan dari dunia ini. Masukkanlah mereka dalam lubuk hatiMu,
bila nikmat dunia menggoda dan memikat.
Lindungilah dan hiburlah mereka
dalam saat sepi, susah derita dan bila pengorbanan hidupnya nampak sia-sia. Ingatlah ya Tuhan,
tak seorangpun kecuali Engkauyang menjadi pemiliknya.
Dan walaupun mereka Kau beri panggilan Ilahi,
tapi tetaplah mereka memiliki hati insani, dengan segala kerapuhannya.
Maka Bapa terkasih,
lindungilah mereka bagaikan biji mataMu
dan peliharalah mereka bagaikan hosti tanpa noda.
Semoga setiap hari,
pikiran dan perbuatannya aman terjaga
dan menjadi teladan indah bagi seluruh umatMu.
Tuhan terkasih, sudilah memberkati mereka senantiasa.
Terpujilah Engkau yang telah memanggil dan mengutus mereka;
Terpujilah Engkau yang tetap mendampingi dan memampukan mereka.
Ya Hati Kudus Yesus, Imam Agung Yesus, kasihanilah mereka.
Ya Hati Tersuci Maria Ratu para imam, doakanlah mereka.
Ya Santo Yohanes Maria Vianney, doakanlah mereka. Amin."
3.
Doa Senakel
Doa Senakel sudah ada dimana-mana, sudah mendunia, tersebar di lima benua, juga sudah ada di beberapa keuskupan di Indonesia. Kata "Senakel" sendiri berasal dari bahasa Latin: “Cenaculum”, artinya kamar di tingkat atas, kamar loteng atau ruang atas.
Sebelum Pentakosta, para rasul naik ke ruang atas, tempat mereka menumpang. Di ruangan itulah, mereka berkumpul untuk menantikan turunnya Roh Kudus. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, yang juga dihadiri oleh Maria, ibu Yesus (Kis 1:12-14; bdk. Luk 24:49). Itulah Senakel Perdana di Yerusalem. Jadi, Doa Senakel adalah doa yang dilakukan oleh umat Katolik, yang dengan sehati sejiwa mereka berkumpul dan berdoa bersama Bunda Maria, seperti dalam Senakel Perdana di Yerusalem.
Doa Senakel sendiri adalah bentuk dan tindakan konkret dari Gerakan Imam Maria (GIM) dan Gerakan Maria (GM). “GIM” terdiri atas para uskup dan imam yang menyerahkan diri kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda dan membantu kaum beriman untuk hidup dalam penyerahan kepada Bunda Maria. Karena itu, senakel yang mereka selenggarakan disebut juga Senakel para Imam. Sedangkan “GM” terdiri atas para biarawan (bukan tertahbis) dan para biarawati serta kaum awam yang bertekad menghayati hidup yang sepenuhnya dipercayakan kepada Bunda Maria.
Para anggota “GIM” sendiri mempunyai tiga komitmen.
Pertama:
Penyerahan diri kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda.
Kedua:
Kesatuan dengan Paus dan Gereja Katolik yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Ketiga:
Membimbing kaum beriman yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, untuk menyerahkan diri kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda.
Para anggota “GM” juga memiliki tiga komitmen.
Pertama:
Menghayati rahmat pembabtisan dengan setia.
Kedua:
Memberi kesaksian tentang persekutuan dan kesatuan dalam Gereja.
Ketiga:
Hidup dalam semangat doa dan pertobatan.
Bicara tentang Doa Senakel lebih lanjut, tercandra ada tiga unsur penting dalam Doa Senakel seperti diminta oleh Bunda Maria.
Pertama:
Berdoa Rosario Suci.
Kedua:
Pembacaan (dan renungan) pesan-pesan Bunda Maria yang diambil dari “Kumpulan Pesan-pesan Bunda Maria kepada para imamnya”.
Ketiga:
Mendoakan penyerahan diri kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda.
Jika memungkinkan, selama umat berdoa rosario ada pelayanan Sakramen Tobat oleh seorang imam atau lebih. Selain itu, Doa Senakel bisa dilanjutkan dengan Misa Kudus.
Doa Senakel diselenggarakan dengan beberapa tujuan, yakni:
Pertama:
Untuk "tinggal" bersama Maria, membiarkan diri dikasihi dan dibentuk olehnya sehingga makin bertumbuh dalam penyerahan sempurna kepadanya.
Kedua:
Untuk berdoa bersama, dengan menggunakan doa sederhana yang menjadi kesayangannya, yaitu Rosario suci.
Ketiga:
Untuk saling mengasihi dan menghayati persaudaraan sejati dalam persekutuan dengan Bunda Maria.
Keempat:
Untuk menjadi rasul-rasul Senakel dimanapun kita tinggal.
Kelima:
Untuk menjadi laksana sinar terang yang memancar bagi sesama (Mat 5:14-16).
Ada juga yang dinamakan “Senakel Keluarga”. Karena itu, Senakel dapat juga dilakukan di rumah, dimana dua atau tiga anggota keluarga berkumpul dan berdoa bersama dan melalui doa Senakel itulah, kehidupan keluarga diperbarui dan dijauhkan dari aneka perpecahan, perceraian, penghalalan aborsi serta segala macam kejahatan.
B.CERITA TENTANG MARIA: SEBUAH TETRALOGI
1.
"Kalau Belum Bisa Menangis...….”
ARSWENDO ATMOWILOTO, Budayawan
Andai para bapa Gereja, atau juga penulis buku Perjanjian Baru , adalah kaum perempuan, barang kali peta dan sejarah Kristianitas dunia berbeda, juga cara umat Kristiani berdoa dan menggereja. Barang kali di pusat altar bukan patung Tuhan Yesus yang disalib, atau hanya salib kosong, melainkan wajah anggun Bunda Maria yang digambarkan menggunakan jubah biru dalam wajah pasrah, haru.
Barang kali jenis begini adalah jenis barang kali yang tak mungkin, karena sejarah tak bisa di restart, diulang kembali seperti kalau kita main games di komputer. Dan syukurlah begitu. Tanpa itupun, Bunda Maria, Ibu Tuhanku—seruan Elizabeth yang mewakili kemanusiaan kita secara utuh, tetap istimewa, terpuji, menginspirasi lahir batin, dalam segala doa. Juga dalam kitab suci agama lain.
Bunda Maria adalah nama yang saat disebutkan tak mengenal akhir, de Maria numquam satis. Lebih dari dibicarakan, melainkan diteladani, diikuti, di-eja wantah-kan, dibumikan secara aktual saat ini atau sampai nanti saat Putranya datang lagi. Bunda Maria adalah segalanya, dan segala kekatolikan terkait dengan Bunda Maria. Misteri terbesar dunia, dan sekaligus teragung, Tuhan Yesus lahir dari Rahim Perawan Maria.
Saya kadang iri dengan istri saya, dengan romo dengan suster, dengan anggota dewan paroki, atau umat Katolik yang baik, yang bisa mesra dengan Bunda Maria sejak awal. Sebagai Katolik “turis—turut istri”, awalnya saya tak bisa in dalam menyenandungkan Salam Maria secara beramai-ramai, berurutan menunggu giliran. Sampai suatu ketika saya dan istri berdoa di Gereja Solo, tempat saya menerima sakramen pernikahan dengan dispensasi, saya menangis terguguk, di depan patung Bunda Maria. Saya malu, tapi tak mampu menahan itu. Komentar istri : ”Kamu sudah diterima Bunda.” Lhooo, jadi selama ini belum ya? Saya menimpali.
Yang kedua ketika ke Larantuka, Flores dalam rangka mengisi seminar perayaan Lima Abad Bunda Maria “Tuan Ma”, dalam rombongan ada Romo Jost Kokoh, ada Romo Sindhunata dan mas Adi Kurdi meskipun tidak janjian. Di salah satu Gereja di luar pulau, entah kenapa saya bersama isteri dan Romo Jost Kokoh cs boleh masuk. Pengantar pun tak bisa masuk ke dalam Gereja “Tuhan Yesus membawa ayam”, sehari sebelumnya. Di sini terulang kembali pengalaman aneh, saya menangis – dan kata orang yang mendengarkan tangisannya seru dan keras di kaki Bunda Maria. Semua peristiwa yang sedang dan telah saya jalani, bermunculan. Padahal sebelumnya kita tertawa-tawa, potret memotret dan merasakan air kelapa muda yang fresh from the tree, bukan from the oven lagi. Rasanya saya baru berlutut, belum selesai memulai doa awal, atas nama Bapa… sudah langsung sesengrukan lama. Makin tua saya ini memang makin cengeng, tapi saat itu bisa jadi tangis paling lama, sampai membuat orang lain bertanya : kenapa, ada apa, kenapa?
Padahal saya sendiri juga sering bertanya kenapa: “Kenapakah perawan yang bisa jadi baru berusia 13 tahun, seusia anak zaman sekarang yang baru lulus SD, mengandung dari Roh Kudus, dan bagaimana menghadapi ini semua selain ketaatan total dan kerendah-hatian tanpa reserve? Kenapakah malaikat yang datang padanya yang meramalkan segala yang hebat dan besar , termasuk “KerajaanNya tak pernah berakhir?”, lalu klepat meninggalkan Bunda, masih muda, Maria sendirian menghadapi dunia ini? Kenapa pula Sang Putra yang hilang dan dicari-cari malah menjawabi bahwa Dia di rumah Bapa-nya? Kenapa pula Bunda Maria masih bisa bertahan di bawah kayu salib , dan menyaksikan semua penderitaan dan penyiksaan tiada taranya. Kekuatan mahadahsyat apa membuat kuat menatap peristiwa menyayat atas putra tunggalnya ini? Sungguh kemampuan yang kalau kita mencoba menggambarkan, masih bisa merinding dan berdebar.
Sampai akhirnya saya mendengar kisah nyata. Seorang ibu, berdoa di depan patung Bunda Maria di Gereja Katedral Jakarta, menangiskan penderitaan. Anaknya menderita kelainan darah yang langka, kalau tak segera mendapat donor darah yang sesuai, kisah hidupnya selesai. Ibu tadi berdoa, mengucap Salam Maria, sudah beberapa kali. Entah karena iseng, atau sirik, atau ingin meledek, kisah ibu yang berdoa di bawah patung Bunda Maria ini muncul di media sosial dengan caption : “zaman sekarang kok masih ada yang memuja berhala untuk kesembuhan penyakit langka”.
Namun sungguh ajaib dan heranlah. Justru karena dimuat di media sosial, ada pembaca dari luar negeri yang menderita kelangkaan, dan akhirnya bisa berkomunikasi. Saya meramu dalam novel berjudul Horeluya, bukan salah tulis dari Haleluya, diterbitkan dan sudah cetak ulang oleh Gramedia, lalu saya angkat dalam FTV, film untuk televisi, dan ditayang SCTV, meskipun sempat dipersoalkan adegan berdoa di bawah patung.
Sekarang pun saya ganti memberi nasihat ke anak dan menantu—belum ke cucu, kalau kalian belum bisa menangis ketika berdoa kepada Bunda Maria, maka bisa jadi kalian belum diterima. Hayati dan rasakan kelembutan pertanda rendah hati itu dan berkah kelegaan akan menyertaimu, selalu. Berkah Dalem.
2. Maria: Dengan Logika Sederhana
MAYONG SURYO LAKSONO, Wartawan
Saya perhatikan, ujub doa saya berubah sejak ibu meninggal dunia, 10 Juni 1991. Saya tidak tahu sebabnya. Sengaja berubah? Mungkin. Tidak sengaja? Enggaklah. Berdoa kok tidak sengaja.
Tapi benar. Ibu saya, Antonia Maria Sitti Mukadarun, yang meninggal dunia di siang hari setelah paginya membangunkan saya dari tidur karena menunggui beliau yang sakit jantung di Paviliun Maria Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, tidak lantas menjadi inspirasi doa di masa-masa selanjutnya.
Saya sangat sayang dan hormat kepada ibu, ya. Tapi tidak lantas merasa paling dekat, karena ibu memang dekat dengan keenam anaknya – tapi si sulung Mas Ari telah meninggal dunia (karena pembengkakan jantung) sembilan bulan sebelumnya sehingga kami jadi lima bersaudara. Tidak lantas membuat saya sedih tak berkesudahan. Tidak juga membuat saya bermimpi atau merasa seolah-olah ketemu ibu, sementara adik-adik saya beberapa kali bertemu dalam mimpi, dan bapak tak terhitung lagi memimpikan ibu. Saya memang tidak berbakat mimpi bertemu dengan orang yang masih hidup maupun sudah meninggal, orang dekat sekalipun. Sama tidak berbakatnya dengan melihat makhluk gaib atau mengalami hal-hal gaib meski dalam hati ingin juga sesekali seperti adik-adik atau bapak yang bahkan merasa seperti berinteraksi di alam nyata dengan mendiang ibu. Makanya saya tidak pernah yakin dengan aneka cerita gaib seperti penampakan dan sebagainya, termasuk penampakan Bunda Maria.
Dari sebelumnya berdoa selalu dengan (sangat) banyak intensi, sejak ibu meninggal, saya menjadikan beliau perantara dalam doa. Lebih sederhana. Tentu saja tanpa saya tiba-tiba berharap ibu akan hadir dalam imajinasi atau mimpi. Saya hanya percaya ibu telah memiliki keabadian hidupnya di surga. Ibu tetap memiliki kasih sayang dan perhatian, memberi segalanya tanpa diminta. Sebagai salah satu pemiliki keabadian surgawi, ibu tentu mudah menjadi perantara doa kepada para penghuni surga.
Antonia Maria tentu tidak sama dengan Maria bunda Yesus. Tapi dua-duanya sama-sama ibu. Saya tahu bahwa ibu di masa hidupnya telah melakukan apa saja bagi kami, anak-anaknya. Ibu menolong dan membantu kami tanpa diminta. Tentu bapak juga. Tapi bagi saya, bapak lebih berperan dalam soal pemikiran dan penyikapan terhadap hidup, sementara ibu menanamkan dasar-dasar bagi tumbuhnya nurani dan rasa kemanusiaan.
Meski ibu sudah tidak ada, perasaan saya sebagai anak tidak pernah hilang. Setiap kali mengunjungi makam beliau, saya merasa bisa menyampaikan segala maksud dan isi hati. Seperti orang mengobrol tapi satu arah, monolog. Meski sebenarnya hanya menghadapi batu nisan, tapi ya biar saja. Sebab itu yang bisa saya lakukan alih-alih menemuinya dalam mimpi atau bayang-bayang imajinasi.
Kepada Maria bunda Yesus saya juga melakukan hal yang hampir sama, dalam arti saya menempatkan diri sebagai anak. Saya bercerita, “curhat”, bersyukur, atau meminta kepada Bunda Maria. Kalau dipikir-pikir, porsi saya bermonolog kepada Bunda Maria lebih banyak daripada kepada Yesus dan orang-orang kudus lain. Kenapa bisa begitu, logika saya sederhana saja: seorang ibu pasti dekat dengan anak-anaknya, pasti memikirkan anak-anaknya, akan melakukan apa saja untuk anak-anaknya, dan akan membantu anak-anaknya tanpa diminta.
Entah keberhasilan dan kegagalan yang telah terjadi selama hidup saya merupakan akibat dari doa-doa saya atau tidak. Sebab sebagai manusia yang tidak berbakat mengalami keajaiban, saya merasa belum pernah mendapatkan bukti dari setiap permintaan dalam doa. Apalagi yang sifatnya seketika. Tapi itu tidak lantas mengurangi, apalagi menghilangkan, kebiasaan berdoa. Saya tetap meminta, tetap “curhat”, dan tetap bersyukur dan tidak berharap pada hasilnya. Saya hanya merasa harus menyampaikan sesuatu, dan itu hanya bisa dilakukan dalam doa. Bukan dengan cara lain.
Hampir setiap tahun saya terlibat dalam aktivitas devosi kepada Bunda Maria. Saya banyak belajar tentang bunda Yesus itu dari para ahli, juga mendengar pengalaman hidup banyak orang dalam berinteraksi dengan Maria. Ketika sekian banyak pengalaman secara sepotong-sepotong itu disatukan, rasanya bisa menjadi risalah tebal. Memang ada banyak hal yang bisa tersampaikan lewat perbincangan. Tapi banyak pula hal yang hanya bisa disampaikan secara tertulis. Baik karena mendasarkan referensi tertulis maupun sebaliknya, juga bisa menjadi referensi tertulis. Yang pasti, itu memperkaya wawasan saya dalam menempatkan diri sebagai anak yang membutuhkan ibu. Selalu. Berkah Dalem.
3.
”Bunda Maria dan Kebudayaan Kita”
GREGORIUS SOETOMO, SJ. Rohaniwan & Eks Pemimpin Redaksi Majalah Hidup.
Sangat mengejutkan ditengah-tengah memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran, Bunda Maria diterima unanim oleh umat Gereja Katolik. Bukan saja oleh mereka dari kalangan tradisional, tetapi juga mereka kaum terdidik yang moderen dan mendapatkan pendidikan sekular yang sedemikian intens. Saya cukup yakin tidak sedikit mereka yang datang pada Bunda Maria adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, bahkan ateis.
Dunia kita (termasuk dunia Gereja Katolik) ditandai dengan meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada gilirannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Kekuatan media masa telah menjelma bagaikan "agama" atau "tuhan" sekuler. Tempat-tempat ziarah pada Bunda Maria, hampir tidak pernah menjadi sepi. Meski demikian gambaran dan konsep tentang ziarah ini sangat dipengaruhi oleh industri media massa, dengan segala bentuk-bentuk komersialisasi dan hasrat konsumeristiknya.
Kalau trend umat yang pergi ke Lourdes tidak pernah berkurang, ini tidak selalu identik dengan kesalehan yang meningkat. Jangan kaget bila yang nampaknya gethol ziarah lebih merupakan hasrat-hasrat superfisial dan gaya hidup yang dikobarkan oleh kapitalisme. Berkat iklan yang ada di media, maka orang punya keyakinan ziarah Bunda Maria ke Lourdes (di Eropa) jauh lebih bergengsi dan lebih besar rahmatnya dari pada pergi Sendang Sono atau Ngrawoh (yang cuman di Sragen Jawa Tengah)
Fenomena ziarah ke Lourdes (Fatima, dan negara-negara Eropa atau luar negeri lainnya) yang nampak lebih heboh daripada ziarah domestik terkait dengan fenomena berikut ini. Semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban) sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju atas negara berkembang. Ibarat roda, negara maju sebagai "titik pusat" yang menentukan gerak pada "lingkaran pinggir". Cara berpikir seperti ini ikut masuk dalam ranah beriman, termasuk juga devosi kepada Bunda Maria. Rosario yang dibeli di Roma memiliki kualitas ’rohani’ dan ’mukjijat’ yang lebih tinggi daripada yang dibeli di Yogyakarta atau Sragen, sudah barang tentu demikian keyakinan banyak umat kita.
Ditengah-tengah kecenderungan orang menjadi skeptis dengan agama justru muncul dan lahir radikalisme dan fundamentalisme keagamaan. Doa-doa karismatik yang muncul di Gereja mendukung fenomena ini. Ini diduga sebagai reaksi atau alternatif ketika orang semakin meragukan kebenaran sains, teknologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia. Yang berlangsung malah sebaliknya, penindasan.
Era kita juga ditandai dengan munculnya eklektisisme dan pencampuradukan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas, sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok budaya secara eksklusif. Maka tidak heran yang muncul justru berbagai ironi dan paradoks. Umat mengajukan kritik pedas terhadap materialisme karena Bunda Maria adalah tokoh dan teladan iman dan kesederhanaan, tapi pada saat yang sama pola hidup konsumerisme dan obsesi belanja secara extravagant tampil begitu telanjang pada saat orang berziarah pada Bunda Maria.
Dari berbagai kisah di atas, dan tentu saja bisa diperpanjang, maka antara seorang Katolik, ajaran Kitab Suci, Tradisi Gereja dan ajaran yang terus hadir dari satu masa ke masa serta hadirnya peradaban adalah lingkaran iman yang berdiri secara sejajar. Semakin cerdas kita berdialog dengan semuanya, maka akan semakin cerdas pula Kitab Suci, ajaran Gereja dan peradaban memberikan jawaban pada kita.
4.
" Pada Mulanya adalah Kesaksian"
AYU UTAMI, Novelis
Maria menyelamatkan iman saya di masa-masa paling sulit. Di era ini agama menghadapi pertanyaan akal budi yang berat: “bagaimana ia mempertanggungjawabkan diri di hadapan perjuangan kesetaraan gender?” Kita tahu hak asasi wanita adalah hak asasi manusia. Seorang anak serius yang kebetulan Katolik bisa bertanya: “kenapa perempuan tidak boleh jadi imam? Pertanyaan itu demikian berat sehingga pada suatu saat saya memutuskan untuk menjauhi Gereja, bersama dengan beberapa alasan lain. Tapi rupanya saya tidak pernah pergi terlalu jauh.
Pertama:
Saya selalu senang membaca Alkitab, setidaknya sebagai buku sastra. Dari Alkitab saya faham bahwa tak semua hal langsung mendapat rumusan yang tepat. Sebagian besar akan tetap tinggal sebagai kisah, yang tak bisa diformulakan. Itu modal saya untuk tidak tergesa menghakimi apapun.
Kedua:
Maria sudah terlanjur menjadi ibu spiritual bagi saya. Sebagai pemudi yang rasional dan skeptis, saya terbuka bahwa “ibu spiritual” mungkin adalah ilusi belaka. Agama adalah ilusi dan sugesti buat orang-orang lemah. Itu baik, hanya palsu. Baiklah. Maka dalam periode agnostik di umur 20 hingga 30-an itu, saya sedia menerima bahwa Maria―juga segala orang kudus dan personifikasi Tuhan―adalah produk budaya.
Tapi, bahkan manakala saya melihatnya sebagai produk budayapun, Maria adalah gejala yang menakjubkan. Di tengah-tengah segala macam budaya patriarki, Maria menjulang dan bercahaya. Tak satu bintang pun meredupkan dia. Ia terus hadir tanpa banyak bicara, mengiringi perjalanan Gereja, dan ini telah tahun keduaribuan. Bagaimana satu sosok perempuan bisa demikian dihormati dan dicintai dalam kebudayaan yang sangat patriarkal?
Para feminis yang sinis bisa berkata: "yah, itu kan karena sosok Maria telah diidealisasi secara berlebihan. Dia bunda dan perawan sekaligus! Mana bisa perempuan betulan jadi seperti itu? Terlalu berat!" Pendeknya, Maria adalah seperti Barbie: idealisasi yang terlampau jauh untuk dicapai di dunia nyata sehingga hanya menimbulkan beban yang tak manusiawi. Baiklah.
Tapi, sejujurnya, Maria memang bukan Barbie. Boneka Barbie adalah ideal tentang keindahan perempuan. Sebaliknya, Maria tidak pernah dianggap sebagai ideal bagi wanita, dalam arti perempuan Kristen harus menjadi perempuan seperti Maria, meniru femininitas atau dandannya dll. Ini kerap dilupakan para pengkritiknya: Maria adalah ideal tentang manusia beriman bagi perempuan maupun lelaki! Ini penting dicatat: tradisi Gereja menerima bahwa manusia selalu konkrit dan partikular (secara konkret-partikular Maria adalah perempuan), tetapi yang konkrit-partikular itu bukan membatasi melainkan menjadi jalan kepada yang universal (Maria adalah model bagi semua manusia, apapun jenis kelaminnya).
***
Setelah bertahun-tahun membaca Alkitab sebagai buku sastra, pada akhirnya saya mengatakan bahwa penyaliban bisa dibaca sebagai penyaliban patriarki. Saya telah mencoba menulis tentang itu. Semua agama utama yang kita kenal sekarang muncul dari dalam kebudayaan patriarki. (Patriarki―dari kata yang sama dengan “pater”, “patris” atau bapak―adalah sistem di mana lelaki menjadi patriark atau pemimpin).
Patriarki adalah fakta sejarah. Kristus memenuhi semua persyaratan sebagai anak sulung masyarakat patriarki, tapi ia tidak mengambil segala kemewahan para patriark. Sebaliknya, ia disalibkan. Dengan demikian, patriarki tidak ditolak sebagai fakta historis, sekaligus dengan penyaliban dan kebangkitanNya kita bisa beranjak membangun tatanan baru di atas sejarah itu. Agama Kristen bertumbuh, barangkali satu-satunya yang eksplisit hanya menerima monogami (ini penegasan yang luar biasa terhadap kesetaraan jender). Meski demikian, Gereja Katolik Roma hanya menerima imam lelaki selibat. Ini sesungguhnya bisa difahami, sambil tetap dalam posisi feminis, jika kita melihatnya sebagai sebuah “penyaliban patriarki” (patriarki tidak disangkal, tapi disalibkan).
***
Untuk sampai pada kesimpulan feminis perihal penyaliban itu prosesnya lama. Dan selama itu Maria mengiringi saya. Seorang yang tidak beriman, asalkan bersikap jujur dan tulus, akan melihat bahwa Maria tampil secara istimewa menyintasi zaman. Ia menjadi model bagi pria dan wanita tentang bagaimana beriman (dan bagaimana mencintai). Pada saat yang sama, kewanitaan dan keibuannya membuat pernyataan istimewa juga:
Pertama, tanpa Maria, sejarah Gereja sungguh-sungguh akan terseret jadi sejarah lelaki belaka.
Kedua, Maria mengangkat wong cilik. Penampakan Maria nyaris selalu kepada anak-anak, petani dan kaum sahaja. Ini memberi perimbangan yang penting terhadap para teolog dengan bahasa rasional yang canggih. Ini sejalan dengan apa yang ada dalam Alkitab. Maria tak terlalu banyak dikatakan, tapi ia selalu hadir. Lihatlah: Iman bukanlah rumusan kata-kata (bahkan yang jenius sekalipun) melainkan kehadiran.
Ketiga, Maria membantu saya bisa paham cerita yang paling sulit dimengerti: kisah manusia jatuh ke dalam dosa. Adam “jatuh ke dalam dosa” karena Hawa menerima bujukan setan. Kristus lahir untuk “menebus dosa” karena Maria menerima permintaan Tuhan. Tanpa Maria, dunia bisa terus menyalahkan wanita sebagai Hawa. Dengan adanya Maria, kita bisa terbebas dari jebakan misogini (kebencian terhadap perempuan) tafsir kisah Taman Eden itu.
Sebagai penulis, saya tahu bahwa sastra yang hebat adalah yang menyediakan kunci-kunci dan simetri-simeteri di dalam dirinya. Alkitab menyediakan itu secara luar biasa, bahkan manakala saya tidak membacanya sebagai kitab iman melainkan sebagai kitab sastra belaka.
***
Karena itu, buku buku tentang Maria amat sangat berharga untuk merenungkan misteri Tuhan melalui misteri Maria. Bagi yang beriman tentu! Bagi yang tidak beriman, asalkan bersikap jujur dan terbuka. Buku-buku itu bisa memberi ringkasan teks-teks terpenting yang tak terlalu rumit mengenai hubungan Maria dengan umat Kristiani sepanjang sejarah karena faktanya Maria tidak terlalu banyak disebut dalam Kitab Suci (tapi disebut selalu dalam momen-momen terpenting dan tersulit). Ya, Maria tidak hilang dalam perjalanan Gereja, sebaliknya ia menemani putra-putrinya (yaitu Gereja) sebagaimana ia menemani Putra-nya. Dalam bahasa yang lebih sekular: umat Kristen selalu menemukan penguatan pada Maria Sang Bunda.
==================
C. MARIA DAN TOKOH PROTESTANTISME: SELAYANG PANDANG.
Orang Protestan memegang sebuah doktrin yaitu “Sola Scriptura” yang berarti “Hanya Alkitab”, yang berarti bahwa seluruh ajaran Yesus yang benar harus terdapat dalam Alkitab. Doktrin ini tidak pernah dikenal sebelumnya dalam sejarah gereja dan baru lahir kemudian pada masa reformasi di abad 16. Doktrin ini diciptakan oleh seorang pastor bernama Martin Luther, ketika ia memisahkan diri dari Gereja Katolik dan kemudian menjadi tonggak ajaran dan fondasi dasar dari Protestantisme hingga kini.
Kacamata sola scriptura-lah yang telah secara bertahap menghilangkan ajaran-ajaran Gereja Katolik mengenai Maria dan yang lainnya, padahal sebenarnya Martin Luther, John Calvin dan Ulrich Zwingli, tiga pelopor utama reformasi memiliki pandangan tegas dan sama mengenai Maria. Mereka mengaku bahwa Maria adalah Bunda Allah, penuh rahmat dan tanpa noda dosa.
Martin Luther menulis :
“Dalam karya-Nya, sewaktu dia dijadikan Bunda Allah, segala yang baik diberikan-Nya sehingga manusia tidak dapat membayangkannya. Bukan hanya bahwa Maria adalah ibu Dia yang lahir di Bethlehem, akan tetapi Dia yang, sebelum jaman, sudah abadi lahir dari Bapa, Maria dan pada waktu yang sama adalah manusia dan Tuhan.”
(Weimer, The Works of Luther, Concordia vol 7 hal 572.)
Dalam sebuah catatan pada biografi Luther sendiri diketahui bahwa Luther setelah memisahkan diri dari Gereja Katolik masih tetap berdoa rosario dan memiliki devosi kepada Bunda Maria hingga akhir hayatnya: “Apakah persamaan dari para dayang istana, bangsawan, raja, ratu, pangeran dan Kaisar dunia bila dibandingkan dengan Perawan Maria, Putri Daud. Ia adalah Bunda dari Allah kita, Pribadi yang amat agung di bumi ini. Setelah Kristus, dialah permata terindah dalam kekristenan. Sang Ratu yang ditinggikan di atas segala kebijaksanaan, kesucian dan ke¬agungan ini tak akan pernah cukup dipuji” (Martin Luther).
John Calvin menulis :
“Tidak dapat kita ingkari bahwa Tuhan telah memilih dan menentukan Maria sebagai ibu dan Putera-Nya, memberkatinya dengan segala hormat yang tertinggi. Elisabeth memanggilnya Bunda Allah, karena kesatuan dua alam Kristus yaitu manusia dan Tuhan pada waktu yang sama, karena selama Dia berada dalam rahimnya, Dia adalah tetap manusia dan Tuhan pada waktu yang sama.”
(Calvini Opera, Corpus Reformatorum, braunschweig-Berlin. Vol 45, halaman 348 dan 335.)
Ulrich Zwingli menulis:
“Telah diberikan kepada Maria dan yang tidak dapat dimiliki oleh semua ciptaan, bahwa dalam daging dia dapat melahirkan Putera Tuhan.”
(Zwingli Opera Reformatorum, Berlin. Vol 6, halaman 639.)
Jauh hari sebelum keperawanan Maria dipertanyakan oleh umat Protestan, ternyata para pelopor reformasi Protestan juga selalu membela keperawanan Maria:
Matin Luther:
“Adalah sebuah pengakuan iman bahwa Maria adalah Bunda Allah yang masih tetap perawan. Kami percaya Kristus lahir dari rahimnya dan sesudahnya Maria tetap sama seperti sebelumnya”.
(The Works of Luther, vol. 11 halaman 319-320)
John Calvin dalam khotbahnya mengenai kitab Matius berkata:
“Terdapat beberapa orang yang ingin mengartikan Matius 1:25 bahwa Maria mempunyai anak-anak selain Yesus Putera Allah, dan bahwa Yoseph berhubungan dengannya setelah kelahiran Yesus; adalah suatu kebodohan! Karena penulis Injil tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi sesudahnya akan tetapi keinginannya dalam menunjukan ketaatan Yoseph karena adalah benar bahwa itu adalah malaikat Allah yang dikirim kepada Maria. Karena itu Yoseph tidak pernah sekalipun bersama Maria”.
(Sermon on Mathew 1:22-25, cetakan 1562.)
Zwingli menulis:
“Dengan teguh, aku percaya bahwa Maria menurut Injil adalah perawan yang sempurna yang melahirkan Putera Allah, Maria sewaktu melahirkan-Nya dan sesudah melahirkan-Nya dan selamanya adalah tetap sebagai perawan suci” (Zwingli Opera, vol. 1 halaman 424.)
NB:
Penampakan Maria yang telah diakui secara resmi oleh Gereja Universal:
1. Guadalupe, Meksiko (1531): Penampakan kepada St Juan Diego, seorang konverter bernama asli Cuauhtlatoatzin, ini diakui penuh oleh Uskup Agung, Mgr. Alonso de Montúfar pada 1555 – Pesta: 12 Desember – Bunda dari Guadalupe
2. Quito, Ekuador (1594-1634)
3. Siluva, Lithuania (1608-1612)
4. Laus, Perancis (1664-1718): Penampakan kepada Benôite (Benedicta) Rencurel. Pengakuan resmi Vatikan pada 4 Mei 2008.
5. Paris, Perancis (1830): Penampakan kepada St. Catherine Laboure (Suster Puteri Kasih / Daughters of Charity), ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1836. Bunda Maria memberikan Medali Ajaib – Pesta: 28 November – Bunda dari Medali Ajaib.
6. Roma, Italia (1842): Penampakan kepada Marie Alphonse Ratisbonne, seorang Yahudi yang pernah sangat membenci Iman Katolik, ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1842. Bunda Maria memberikan Medali Ajaib – Bunda Keajaiban.
7. La Salette, Perancis (1846): Penampakan kepada dua anak kecil di desa La Salette ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1851. Bunda Maria memberikan pesan pesan rahasia – Bunda dari La Salette.
8. Lourdes, Perancis (1858): Penampakan kepada St Bernadette Soubirous ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 18 Januari 1862 – Peringatan: 11 Februari – Bunda dari Lourdes.
9. Pontmain, Perancis (1871): Penampakan kepada sejumlah anak sekolah. Pengakuan resmi oleh Uskup Laval pada 2 Februari 1872 dan dipertegas oleh Paus Pius XI pada 1875 – Pesta: 17 Januari – Bunda dari Pontmain; Bunda Pengharapan.
10. Gletrzwald, Polandia (1877): Penampakan ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1977 – Peringatan: 8 September – Bunda dari Gietrzwald.
11. Knock, Irlandia (1879): Penampakan ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1936 – Bunda dari Knock.
12. Castelpetroso, Italia (1888-1890)
13. Fatima, Portugal (1917): Penampakan kepada tiga anak kecil di desa Fatima ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1930. Bunda Maria memberikan tiga pesan rahasia – Bunda dari Fatima.
14. Beauraing, Belgia (1932-1933): Penampakan kepada lima anak ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 2 Juli 1949 – Pesta: 22 Agustus – Bunda dari Beauraing.
15. Banneux, Belgia (1933): Penampakan kepada Mariette Beco ini diakui penuh oleh Tahta Suci pada 1949 – Pesta: 15 Januari – Bunda dari Banneux; Perawan Miskin.
16. Kibeho, Rwanda (1981)
Catatan:
Penampakan di Beauraing dan di Banneux sering dianggap sebagai satu kesatuan yang berkelanjutan. Dengan demikian, hanya ada 15 peristiwa penampakan yang telah diakui oleh Gereja Universal.
=====
“Hendaklah kita mencari rahmat, dan marilah kita mencarinya melalui Maria.”
Maria, Oh Maria,
genggamlah tanganku,
peganglah hatiku,
terangilah mataku,
dan sertailah pucuk-pucuk cintaku........
Maria, oh Maria,
doakanlah aku juga,
Karena mataku sering salah melihat,
bibirku kerap salah berucap,
telingaku kadang salah mendengar,
dan hatiku tak ayal salah menduga......
Maria, Oh Maria,
Kerap, aku berserah di matamu
ketika hidup jatuh terpuruk - menghirup harum cahaya cintamu.
Kerap, aku singgah di bibirmu
ketika duka tak ber’asa - mencucup hangat anggur sapamu.
Kerap, aku bersimpuh pasrah di kakimu
ketika cinta dan karya tak terasa kaya makna – mendekap erat lembut doamu……...
Maria, Oh Maria,
suburkan gersangku di tenang hadirmu,
sembuhkan lukaku di hangat hatimu,
kuatkan rapuhku di rindang doamu,
pun segarkan letihku di harum sapamu”.
Maria, Oh Maria,
sekali lagi kukatakan padamu.....,
genggamlah tanganku,
peganglah hatiku,
terangilah mataku,
dan sertailah pucuk-pucuk cintaku...
(RJK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar