Ads 468x60px

In Memoriam 1 Tahun Rm Abbas Frans Harjawiyata OCSO.


In Memoriam
1 Tahun Rm Abbas Frans Harjawiyata OCSO.
7 Juni 2016 - 7 Juni 2017
Terpisah dari Dunia, Tetapi Tidak Sendirian
Pulvis et umbra sumus
 Kita hanyalah debu dan bayangan.
I.
Rama Abbas: Sekilas pintas.
Rm Abbas Frans banyak menggubah dan menterjemahkan pelbagai lagu latin ke dalam bahasa indonesia: Lagu lagu ordinarium dan meditatif yang bergaya khas latin-klasik, seperti yang ada dalam Te Deum dan aneka doa brevir seperti buku ibadat Completorium dan Doa Bapa Kami Rawaseneng)
Sejak beberapa tahun terakhir, Abbas Frans Harjawiyata OCSO (Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae) bertugas di Biara Trapis Tenshien, Hakodate, Jepang.
Sebelumnya, ia adalah Abbas di Biara Pertapaan St Maria, Rawaseneng, Temanggung, Jawa Tengah yang kini dipimpin oleh Abbas Gonzaga Rudiyat OCSO.
Selain di Rawaseneng, ada dua Biara OCSO (Trapis) di Indonesia, yakni Pertapaan Rubiah Bunda Permersatu Gedono di Salatiga, Jawa Tengah, dan Biara Trappist Lamanabi di Larantuka, Nusa Tenggara Timur.
Selama 28 tahun (1978-2006), Abbas Frans menjadi pemimpin di Biara Trapis Rawaseneng. Saat memasuki usia 75 tahun, di mana seorang Abbas memasuki masa pensiun, ia memutuskan untuk mengambil Tahun Sabatikal selama setahun di luar Biara Rawaseneng. Hal ini juga untuk memberi keleluasaan bagi pemimpin yang baru menjalani masa peralihan.
Kala itu terdapat tiga pilihan tempat, yaitu Biara Trapis di Belanda, Italia, dan Jepang. Dengan pertimbangan pernah menjalani masa studi di Italia dan menjalani masa novis di Belanda, maka Jepang menjadi pilihannya. Di Jepang, saat ini ada tujuh Biara OCSO: lima biara perempuan dan dua biara laki-laki.
Tahun Sabatikal
Awal 2007, Abbas Frans tiba di Biara Suster-Suster OCSO Torapisuto Shudoin (Tenshien), Jepang.
Biara yang berada di wilayah Keuskupan Sapporo ini didirikan pada 21 November 1898, dan menjadi biara keabdisan pada September 1928.
Tugas utamanya, membantu imam kapelan asal Belgia yang sudah lama berkarya melayani para trapistin (rubiah). Setelah dua minggu di Biara Tenshien, Abdis di biara itu, Abdis Cecilia Aoki, menawarinya untuk menjadi imam kapelan di biara itu. Abbas Frans menerimanya.
Abbas Frans mengenal dan pernah menggunakan lebih dari sepuluh bahasa. Namun, berkomunikasi dengan bahasa Jepang adalah perjuangan tersendiri baginya. Hampir seluruh waktunya digunakan untuk menyiapkan liturgi dalam bahasa Jepang.
Beruntung, ada seorang trapistin yang bisa berbahasa Perancis yang membantu. Sehingga untuk liturgi, ia menuliskan dalam bahasa Perancis lalu diberikan kepada trapistin itu untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.
Meski ia harus bekerja keras dengan bahasa, hal itu menjadi kegembiraan tersendiri, khususnya saat mempelajari huruf Jepang dan menulisnya dengan tangan. Satu setengah tahun terakhir, ia sudah menulis sendiri homilinya dalam bahasa Jepang.
Setelah satu tahun melayani para trapistin, Abdis Sicilia meminta izin kepada gembala Pertapaan OCSO Rawaseneng, Abbas Gonzaga, agar Abbas Frans tetap berkarya di Jepang selama tiga tahun (2008-2011). Abbas Gonzaga meluluskan permintaan itu.
Pada 2011, Abbas Frans diminta kembali membantu di Biara Trapis Tenshien selama tiga tahun ke depan. Sebagai imam kapelan, ia hidup sendiri dan terpisah dari komunitas. Hanya pada jam ibadat harian dan memimpin Ekaristi, ia bisa berdoa bersama para suster trapis. "Ini adalah hal yang sebenarnya saya rindukan ketika saya memutuskan masuk Biara Trapis. Hidup dalam kesunyian. Ketika saya masih menjadi abbas, hal ini sulit karena saya harus melaksanakan tugas-tugas," ungkapnya.
Sekarang, ia mengalami hidup dalam kesunyian. "Saya seperti menjalani hidup semi eremit. Sendiri dan sunyi, tetapi tidak kesepian juga karena saya masih bisa berdoa bersama para suster. Tetapi, kami tidak berkomunikasi kalau tidak perlu sekali. Karena silentium (hening). Inilah panggilan baru dalam hidup saya," demikian Abbas Frans.
Penuh Syukur
Bagi Abbas Frans, keseluruhan hidupnya adalah hidup yang penuh syukur. Katanya, "Hal yang saya terima saat ini adalah luar biasa. Semakin tua, saya merasa semakin sehat. Sejak usia 40 tahun saya sudah sakit-sakitan. Tetapi, semenjak usia 70 tahun, saya merasa semakin sehat."
Demikian juga dalam perjalanan hidup sebagai orang Katolik dan biarawan. "Hidup saya sebagai seorang biarawan adalah pendalaman saya sebagai seorang Katolik. Dan anugerah terbesar dalam hidup saya adalah anugerah iman. Semua saya peroleh melalui nilai-nilai yang ditanamkan ibu sejak saya belum bersekolah," lanjutnya.
"Gusti nyuwun suci, Gusti nyuwun pinter, Gusti nyuwun waras, Gusti nyuwun dados pastor (Tuhan mohon kesucian, mohon kepandaian, mohon kesehatan, dan mohon bisa menjadi imam)," demikian doa yang diajarkan ibunya.
Sejak dalam kandungan, orangtuanya sudah mempersembahkan putra pertamanya ini menjadi imam, jika kelak lahir laki-laki. Abbas Frans adalah putra sulung dari delapan bersaudara. Ia memiliki seorang adik kandung yang juga menjadi imam, yaitu (Alm) Pastor Josef Wiyanto Harjopranoto Pr.
Abbas Frans aktif mengarang lagu berbahasa Latin semenjak di seminari menengah. Bakat ini terus dikembangkan ketika menjalani masa novisiat di Biara Trapis Koningshoeven, Tilburg, Belanda. Baginya, panggilan perlu dijalani dengan kesederhanaan dan dihayati tiap hari. "Saya tidak mencari yang saya senangi, tetapi berusaha menyenangi yang saya hadapi. Karena yang saya hadapi adalah realita, dan realita itu adalah Tuhan sendiri," jelas Abbas kelahiran Yogyakarta, 24 September 1931 ini.
Dalam perjalanan hidup membiara, ada tiga tulisan yang mempengaruhinya secara pribadi:
Pertama, "The Seven Stories Mountain" karya Thomas Merton yang memotivasinya masuk Biara Trapis.
Kedua, buku karya Santa Theresia Kanak-Kanak Yesus, yang mengenalkan relasi personal dengan Tuhan dan menambahkan dimensi cinta dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, buku dari abad ke-14 di Inggris,"The Cloud of Unknowing"."Buku ketiga menjelaskan antara manusia dan Tuhan ada awan, yang hanya bisa ditembus oleh kasih. Dan mengasihi Tuhan lebih penting daripada sekadar mengetahui Tuhan," tandasnya.
Sebagai Pertapa
Menurut Abbas Frans, pilihan sebagai pertapa mungkin tidak terlalu populer pada zaman sekarang, seolah membuang waktu dan tak ada artinya. "Tetapi, kami menekankan hal yang mungkin sudah banyak diabaikan di kehidupan luar, yaitu kesunyian, keheningan, dan doa.
Dengan tetap banyak orang yang datang ke Biara Trapis, baik Katolik maupun non-Katolik, menunjukkan memang ada sesuatu. Sesuatu yang membuat sebagian orang memang mengatakan ini perlu dan penting."
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa di mana-mana biara pertapa mengalami kemunduran dalam panggilan. Tidak hanya di Eropa, tetapi di Afrika, Amerika Latin, bahkan Asia bagian selatan. "Hal yang luar biasa, panggilan justru subur di Cina, negara yang justru tidak memiliki kebebasan beriman," ujarnya.
Abbas Frans menjelaskan, inilah rahasia iman. Seperti juga dalam sejarah, Gereja berkembang juga karena teraniaya. Tidak mudah juga bagi para biarawan dan biarawati trapis menjalani panggilan mereka di masa seperti sekarang ini. "Tetap fokus pada tujuan semula, untuk apa hidup membiara dan konsekuen menjalaninya. Ini menjadi hal yang penting," tandasnya.
II.
Pertapaan Rawaseneng: Introitus
Ora et Labora: Berdoa dan Bekerja. Begitulah yang terpatri kuat dan yang dijalankan oleh para pertapa (rahib) di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, 14 Km dari kota Temanggung, Jawa Tengah, berjumlah puluhan orang itu, dalam kesehariannya.
Rawaseneng sendiri adalah nama sebuah desa kecil, 14 Km dari kota Temanggung di Jawa Tengah. Agak jauh dari desa, di pelosok, berdampingan dengan masyarakat pedesaan terletak sebuah pertapaan dari Ordo Trappist. Sebelum digunakan untuk pertapaan, pada tahun 1936 berdirilah di sana sekolah pertanian asuhan para Bruder Budi Mulia. Ketika pecah clash fisik pada tahun 1948, sekolah beserta asrama, biara dan bangunan gereja yang ada, dibumihanguskan sehingga tinggal puing-puing. Pada tahun 1950 datang ke Indonesia Pater Bavo van der Ham, seorang rahib Trappist dari biara Koningshoeven-Tilburg, negeri Belanda, untuk menjajaki segala kemungkinan bagi pendirian biara cabang. Setelah mengunjungi beberapa tempat di Jawa Tengah, akhirnya pilihan jatuh pada Rawaseneng. Mulailah dibangun pertapaan di atas puing-puing bekas sekolah pertanian. Tiga tahun kemudian, tanggal 1 April 1953, pertapaan Cisterciensis Santa Maria Rawaseneng di buka secara resmi sebagai cabang dari pertapaan induk di Tilburg.
Sedikit demi sedikit berdatangan para pemuda yang ingin menggabungkan diri. Sehingga pada tanggal 26 Desember 1958 pertapaan Rawaseneng diangkat menjadi biara otonom dengan status keprioran. Pada tanggal 23 April 1978 dalam rangka Pesta Perak berdirinya biara, status pertapaan maju setapak lagi menjadi Keabasan. Rm. Frans Harjawiyata terpiih men jadi Abasnya yang pertama.
Rawaseneng merupakan biara Trappist pria pertama di Indonesia. Tetapi pada akhir tahun 1995 pertapaan Rawaseneng mulai mengadakan pra fundasi di Flores di Keuskupan Larantuka. Jumlah anggota pertapaan Rawaseneng pada awal tahun 2009 ada 34 rahib. Biara Trappist wanita sudah dibuka secara resmi pada awal tahun 1987 di Gedono, dekat Salatiga, Jawa Tengah.

OCSO, Apa itu?
OCSO merupakan kependekkan dari Ordo Cisterciensis Strictioris (Ketat). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Ordo Cisterciensis Observansi Ketat atau lebih dikenal dengan Ordo Trappist. Jika melihat lebih jauh sejarah awal OCSO, kita akan menemukan kata “Cisterciensis”. Kata ini berasal dari kata “Cîteaux ”, yaitu nama sebuah dusun kecil di Negara Prancis yang menjadi terkenal, sebab pada tahun 1098 di situ didirikan biara yang mana dalam perjalanan waktu berkembang menjadi biara induk bagi biara-biara lain yang dikenal sebagai biara-biara Ordo Cisterciensis.
Dalam perkembangan sejarah, biara ini mengalami pasang surut termasuk Biara La Trappe (di Prancis). Abas yang memimpin komunitas saat itu adalah Dom de Rancé (1664-1700). Dalam kepemimpinannya, biara mengalami pembaruan yang diikuti oleh biara-biara Cisterciensis lain, terutama di Prancis. Biara-biara itu lantas disebut biara-biara “Trappist”.
Saat Revolusi Prancis (abad 18) meletus, banyak biara dibubarkan. Syukurlah ada beberapa anggota Trappist yang selamat. Di pengungsian mereka mendirikan lagi biara-biara Trappist (abad 19). Pada tahun 1982 biara-biara Cisterciensis yang mengikuti La Trappe membentuk ordo mandiri, Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae dan dikenal Ordo Trappist. Sejak saat itulah ada dua ordo Cisterciensis, S.O. Cist (Sacer Ordo Cisterciensis) dan OCSO, yang sama-sama memandang para pendiri Biara Cîteaux sebagai leluhurnya.
Para pendiri Cîteaux sebenarnya merupakan suatu kelompok anggota biara Molesme, yang bersama dengan abasnya, St. Robertus, ingin menjalani hidup monastik (= hidup kerahiban) yang menghidupi kaul mereka, yaitu menjalani tata kehidupan monastik menurut Peraturan Santo Benediktus.
Siapakah Benediktus?
Santo Benediktus adalah seorang italia yang hidup sekitar tahun 480-547. Di masa mudanya ia meninggalkan studi untuk menjadi rahib yang bertapa seorang diri. Dalam perjalanan waktu semakin banyak orang mengikuti cara hidupnya. Jumlah yang kian banyak itu membuat dia menjadi abas atau pemimpin komunitas rahib itu, tepatnya di Monte Cassino, dekat kota Napoli, Italia. Untuk mengatur kehidupan bersama para rahibnya, ia menyusun suatu peraturan yang lantas dijadikan pegangan bagi sebagian besar para rahib Eropa Barat.
Dalam peraturannya St. Benediktus menerapkan tradisi tata kehidupan monastik yang berkembang dari tokoh-tokoh monastik sebelumnya, akhir abad ketiga. Ia tidak hanya mengambil ilham dari para tokoh monastik dari Eropa Barat saja, melainkan juga tokoh-tokoh dari Eropa Timur dan dari pusat-pusat monastik di Timur Tengah, khususnya Mesir dan Asia Kecil. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh St. Benediktus kemudian menjadi “pegangan klasik” bagi para rahib di Gereja Barat.
Inti peraturan St. Benediktus adalah hidup di dalam suatu komunitas di bawah suatu peraturan dan seorang abas. Siapa pun juga yang ingin bergabung harus sungguh-sungguh mencari Allah dan mau bertobat terus-menerus dalam suatu komunitas yang berada di bawah suatu peraturan dan seorang abas. Hidup hariannya terdiri dari rangkaian acara ibadat harian, bacaan rohani dan kerja. Sikap taat, diam diri dan rendah hati adalah sikap dasar seorang rahib. Melalui tata kehidupan semacam itu para rahib mengambil bagian dalam hidup, sengsara dan kebangkitan Yesus Kristus.
Menimba Inspirasi Rohani
Hidup tidak melulu kerja dan kerja. Hidup diseimbangkan dengan doa. Para trappist hidup dengan berdoa dan bekerja sebagai satu kesatuan integral. Mereka tidak terlalu berpusing-pusing memikirkan kehidupan luar, terlibat aktif di tengah umat. Mereka justru menjadi pendoa bagi kita, bagi dunia. Hidup doa dan kerja yang integral menjadi sarana mereka menemukan Tuhan. Doa dan kerja bukan dua hal yang terpisah.
“Spiritualitas monastik menjadi bekal karya. Tidak sedikit para imam merasa kesulitan atau lupa untuk berdoa. Mengapa?Sibuk berkarya, berpastoral dan lain sebagainya. Padahal mereka adalah rohaniwan/religius, pendoa”. Demikian Romo Abas memberikan sedikit gambaran tentang pentingnya keseimbangan hidup doa dan karya melalui semangat hidup monastik.
III.
ANEKA PUISI DOA.
Hidup manusia itu seperti rumput,
pagi hari tumbuh,
siang hari berkembang,
sore hari menjadi kering,
layu dan mati. (Mazmur 90: 6).
Si Deus pro nobis, quis contra nos?
Bila Tuhan beserta kita, siapa yang berani melawan kita?
Jauh
Ku kayuh perahu
Susuri buih tiada jemu
Dalam
Aku menyelam
Mencari MutiaraMu yang karam
Tinggi
Tangan meraih
Tali-tali illahi tiada henti
Lelah
Jiwa berkelana
Mengembara dalam fatamorgana
Tabah !
Hati Mencoba
Menanti panggilan
Menunggu giliran
“When somebody dies, a cloud turns into an angel,
and flies up to tell God to put another flower on a pillow.
A bird gives the message back to the world and sings a silent prayer
that makes the rain cry.....
People dissappear, but they never really go away.
The spirits up there put the sun to bed, wake up grass, and
spin the earth in dizzy circles.
Sometimes you can see them dancing in a cloud during the day-time,
when they’re supposed to be sleeping
They paint the rainbows and also the sunsets,
and make waves splash and tug at the tide.
They toss shooting stars and listen to wishes,
and they sing wind-songs, they whisper to us:
“Don’t miss me too much. The view is nice and I’m doing just fine”
“Saat seseorang berpulang, segumpal awan menjelma menjadi malaikat,
dan melayang ke surga meminta Tuhan untuk meletakkan
setangkai bunga di atas sebuah bantal
Sang burungpun menyampaikan pesan itu ke bumi dan melantunkan seuntai doa
yang menyebabkan hujan menangis
Mereka memang harus pergi, tapi mereka tidak benar-benar pergi
Roh mereka di atas sanalah yang menidurkan matahari, membangunkan rerumputan dan memutar bola dunia
Kadang kau dapat melihat mereka menari di dalam awan di siang hari
di saat mereka seharusnya nyenyak tertidur
Mereka melukis keindahan pelangi dan juga temaram matahari senja
dan membangunkan ombak di lautan
mereka melambungkan bintang jatuh dan mendengarkan semua harapan,
nyanyian mereka merdu dalam hembusan angin, berbisik pada kita
“Jangan terlalu sedih. Pemandangan di sini indah dan aku baik-baik saja”
Doa Memohon Kematian yang Membahagiakan
Tuhan Yesus, Penyelamatku, Engkau memilih untuk mati di kayu salib untuk menghapus dosa umat manusia. Aku menerima dengan tenang dari tangan Tuhan, apapun cara kematian yang diizinkan Allah agar terjadi padaku, termasuk segala kesakitannya, kesedihan dan penderitaan yang menghantarku ke sana. Semoga aku, melalui rahmat-Mu, dapat kembali kepada-Mu dengan pertobatan yang sempurna, sekarang ini, dan di saat ajalku.
Bunda Maria yang terberkati. Aku memohon agar engkau mendoakan aku sekarang dan pada saat aku mati. Semoga oleh doamu, Tuhan berkenan memberikan rahmat-Nya kepadaku agar aku dapat mempersiapkan kematianku setiap hari.
St. Yusuf, Santo pelindung dalam hal kematian yang membahagiakan, Engkau diberkati dengan kematian yang membahagiakan di dalam pelukan Yesus dan Bunda Maria. Doakanlah aku agar akupun dapat memperoleh rahmat Tuhan, supaya akupun dapat mati dalam pelukan Yesus dan Bunda Maria.Ya Tuhan, kumohon agar Engkau mendukungku dan semua orang beriman, sepanjang hari sampai pada akhirnya, ketika senja datang, dan kesibukan dunia terhenti dan kehidupan yang hiruk pikuk ini berlalu, dan pekerjaan kami telah selesai. Dan dalam belas kasihanMu, kumohon Engkau memberikan tempat kediaman yang aman dan istirahat yang kekal dan kudus dan kedamaian abadi pada akhirnya. Amin
Doa Memohon Kepasrahan akan Kematian
O Tuhanku, yang berkuasa atas hidup dan maut, oleh kehendak-Mu dan keadilan-Mu, Engkau menentukan bahwa semua manusia yang berdosa harus wafat dan beralih dari dunia ini. Lihatlah kepadaku yang berlutut di hadapan-Mu, berserah diri atas kehendak dan hukum keadilan-Mu. Dengan segenap hatiku, Aku menolak segala dosa- dosaku di masa yang lalu. Untuk alasan ini, aku menerima kematian sebagai silih atas segala dosaku, dan di dalam ketaatanku akan apa yang menjadi kehendak-Mu.Sementara menunggu saat ajalku, bantulah aku untuk menggunakan kesempatan yang telah Engkau berikan kepadaku dengan sebaik- baiknya, untuk melepaskan diriku dari keterikatan terhadap dunia ini, untuk memutuskan belenggu apapun yang mengikatku dengan dunia ini, dan untuk mempersiapkan diriku untuk berdiri dengan pengharapan dan keyakinan yang teguh di hadapan tahta pengadilan-Mu. Karena itu, aku menyerahkan diriku tanpa syarat ke dalam tangan-Mu. Terjadilah kehendak-Mu, sekarang dan selama- lamanya. Amin.
Bila kita enggan memasuki malam
bagaimana mungkin kita bangun menatap menyingsingnya fajar.
Bila kita enggan terpejam dalam tidur dan terlena dalam mimpi
bagaimana mungkin kita menikmati suka cita mentari pagi.
Tidur adalah semacam
kematian mini
yang berakhir di nafas pagi.
Mati adalah semacam tidur yang panjang dan lama
dalam dekap hangat pelukan Allah.
Dan fajar menyeruak cakrawala
setiap jiwa
sebab janji Allah adalah kehidupan bukan kematian
sebab cuma melalui mati orang
mencicipi hidup abadi.
Pour Lui je vis, Pour Lui je meurs
Untuk Dia aku hidup, dan untuk Dia aku mati
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar