Ads 468x60px

Thomas Merton


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH.
TRIBUTE TO THOMAS MERTON: SANG PENDO(S)A GEREJA DAN DUNIA
Benarkanlah jiwaku ya Tuhan,
dari pancuran-Mu kobarkanlah keinginanku.
Bersinarlah dalam budiku dan isilah hatiku dengan kecemerlangan-Mu.
Biarkan mataku melihat hanya kemuliaan-Mu.
Biarkan tanganku menyentuh hanya untuk melayani-Mu.
Biarkan lidahku hanya mencicipi roti yang akan memberiku kekuatan untuk memuji-Mu.
Aku akan mendengar suara-Mu, dan semua harmoni yang Kau ciptakan, dan aku akan menyanyikan pujian.
Bulu domba dan kain kapas dari ladang akan sudah cukup menghangatkanku untuk dapat hidup melayani-Mu, sisanya kuberikan kepada kaum miskin-Mu.
Biarlah kugunakan semua hal hanya untuk satu tujuan saja : untuk menemukan sukacitaku dalam memuliakan-Mu.
Karena itu,
Jagalah aku, lebih dari segala sesuatu yang lain, dari dosa.
Jagalah aku dari kematian karena dosa mematikan yang menempatkan jiwaku ke dalam neraka.
Jagalah aku dari dosa-dosa yang memakan daging manusia dengan api yang tak tertahankan.
Jagalah aku dari cinta akan uang dimana juga terdapat kebencian, keserakahan, dan ambisi yang mencekik hidup.
Jagalah aku dari kesombongan dan pamrih di mana orang menghancurkan diri sendiri dengan kebanggaan, kekayaan, dan reputasi.
Karena itu,
Sumbatlah lukaku akan ketamakan yang mengeringkan jiwa.
Basmilah racun iri hati yang menyengat cinta dan membunuh semua sukacita.
Lepaskan tangan dan hatiku dari kemalasan.
Bebaskanlah aku:
dari kemalasan yang menyamar sebagai aktifitas ketika aktifitas itu justru tidak dibutuhkan dariku,
dan dari sikap pengecut dengan melakukan apa yang tidak diminta, untuk menghindari berkorban.
Tetapi,
Berilah aku kekuatan menantikan Engkau dalam keheningan dan kedamaian,
Berilah aku kerendahan hati dan lepaskanlah aku dari keangkuhan yang adalah beban yang terberat.
Kuasailah seluruh hati dan jiwaku dengan kesederhanaan cintaMu.
Penuhilah seluruh hidupku dengan satu pikiran dan satu hasrat saja, akan cinta,
supaya aku boleh mencintai
bukan demi pujian,
bukan demi kesempurnaan,
bukan demi kebajikan,
bukan demi kesucian,
tetapi demi Engkau saja.
Karena hanya ada satu saja yang dapat memuaskan cinta, dan menghadiahkannya,
dan itu adalah Engkau sendiri.
“TM” alias Thomas Merton (31 Januari 1915 – 10 Desember 1968) adalah seorang rahib Trappist di "Abbey of Our Lady of Gethsemani", Kentucky Amerika dan pengarang buku buku rohani, pakar spiritual, penyair dan sekaligus aktivis sosial yang dilahirkan di Prades, tepatnya di département Pyrénées-Orientales, sebuah kota kecil di Perancis, pada tanggal 31 Januari 1915.
Ibunya, Ruth Jenkins Merton, adalah seorang wanita Amerika yang berbakat seni, penari, penulis puisi dan kronik hidup. Ayahnya, Owen Merton, adalah seorang pria Selandia baru yang berprofesi sebagai pelukis.
Ketika berumur satu tahun, orang tuanya pindah ke Amerika Serikat. Disanalah adiknya lahir dengan nama John Paul, empat tahun lebih muda dari dia. Ketika Merton berumur enam tahun, ibunya meninggal akibat penyakit kanker.
Setelah ibundanya meninggal, Merton ikut berpindah-pindah bersama ayahnya, karena itu sekolah dasarnya dilangsungkan di tiga negara: Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris. Ia sendiri melewati tahun-tahun awal hidupnya di bagian selatan Perancis, kemudian ia pergi ke Sekolah Oakham di Inggris dan ayahnya meninggal karena tumor otak ketika Merton berusia 16 tahun.
Merton lalu masuk di Universitas Cambridge dan menjalani hidup yang kacau, penuh dengan petualangan, foya-foya dan huru hara. Ia menjadi “sang pendosa” dan melulu asyik masyuk-khusyuk mencari kenikmatan duniawi, bahkan di tahun pertamanya di Universitas Cambridge, ia mendapatkan anak dari hubungan free-sex nya.
Akhirnya, Merton pindah ke Amerika Serikat dan tinggal bersama kakek-neneknya yang bekerja sebagai penerbit dan menyelesaikan pendidikannya di Columbia University, New York, jurusan Sastra Inggris. Disanalah, ia berkenalan dengan sekelompok seniman dan penulis yang kelak menjadi sahabatnya seumur hidupnya dan mengajaknya ber-transformasi dari “sang pendosa” menuju ke “sang pendoa”.
Selain sastra, ia berminat dalam bidang sosial dan filsafat, termasuk filsafat mistik timur. Ia juga sangat aktif melibatkan diri dalam kegiatan kampus. Ia banyak menulis dalam hampir semua majalah kampus. Ia berambisi menjadi seorang penyair, penulis dan kritikus terkenal.
Jiwa sosial Merton tumbuh ketika ia mulai mengenal kristianitas. Merton sendiri dibaptis dan menjadi pemeluk agama Katolik pada awal usia 20-an tahun ketika ia sedang menyusun tesis masternya tentang William Blake.
Meskipun hidup masa muda Merton dapat dikatakan”kafir”, namun pada inti batinnya ia merupakan seorang religius, dalam arti: selalu memiliki rasa kagum dan haus, yang tak pernah terpuaskan, akan suatu realitas tertinggi.
Kehausan akan realitas tertinggi tersebut sedikit terpenuhi setelah ia membaca buku ”The Medieval Philosophy” karangan Etiene Gilson. Merton mengatakan bahwa dengan membaca buku itu, inteleknya yang selama itu mencari arti Allah, benar-benar “melek” dan terpuaskan, sehingga ia mengalami perubahan radikal dari seorang”ateis”menjadi seorang yang “mistis”, membuka diri kepada pengalaman religius yang otentik.
Setelah bertobat, ia rajin melakukan praktek keagamaan: setiap hari menyambut komuni, seminggu sekali mengaku dosa,berdoa jalan salib, membaca bacaan rohani, antara lain karya-karya St.Yohanes dari Salib, St. Agustinus dan lain-lain.
Beberapa figur yang berpengaruh dalam membentuk dan membangun kepribadian Merton adalah Mark Van Doren, Daniel Walsh dan William Blake. Mark Van Doren adalah seorang pujangga pemenang hadiah Pulitzer, menjadi model keunggulan mengajar, kefasihan sastra dan etika pribadi serta pengganti ayah bagi Merton.
Sementara Daniel Walsh adalah seorang filsuf yang amat memahami Merton dan yang memperkenalkannya kepada kehidupan Trappist di Pertapaan Gethsemani. Pribadi lain yang juga amat berpengaruh terhadap kepribadian Merton adalah William Blake, yang kemudian hari akan memiliki pengaruh sangat banyak terhadap pemikiran-pemikiran dan tulisannya.
Merton sendiri pernah berkarya di Friendship House dan mulai memikirkan secara serius untuk menjadi imam. Ia mengajukan permohonan ke Ordo Fransiskan dan diterima. Tetapi beberapa bulan sebelum masuk novisiat ia dihantui oleh rasa tidak pantas, mengingat masa lalunya.
Kemudian, ia menjelaskan keraguannya kepada pemimpin Ordo Fransiskan dan ia dinasehati untuk menarik diri selama waktu tak terbatas, apalagi mengingat bahwa belum ada dua tahun sejak dia menjadi Katolik. Merton mengalami frustasi yang hebat namun menerima keputusan itu dengan tabah. Ia masuk Ordo Ketiga Fransiskan, karena ia berpikir sekurang-kurangnya dalam Ordo Ketiga ia masih kesempatan untuk menjadi suci sembari mengajar di Kolese St. Bonaventure, di Olean, New York.
Pada liburan Paska, ia mengadakan retret/khalwat di Biara Trappist, Gethsemani, dekat Bardstown, Kentucky, dan merasa jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap cara hidup Trappist yang keras. Ia melihat dalam cara hidup tersebut cita-cita hidupnya sendiri yang selalu ia cari.
10 Desember 1948, ia masuk ke pertapaan Trappist Gethsemani di Louisville, Kentucky. Disana, Merton menjalani kehidupan doa dan kerja dalam keheningan sebagai seorang rahib Trappist, sementara buah-buah pemikiran dan permenungannya ia tuangkan ke dalam tulisan-tulisannya.
Sebelum kaul kekalnya, ia tergoda untuk meninggalkan biaranya dan masuk biara Kartusian, untuk menghayati hidup eremit di sana. Tetapi hatinya tenang setelah membicarakannya dengan Abas dan Bapa pengakuannya.
Tahun 1947, ia mengucapkan kaul kekal dan tahun 1949 menerima tahbisan imamat, meskipun sebelum tahbisan, godaan untuk memeluk eremit muncul kembali. Setelah di tahbiskan, ia menjadi pembimbing para calon imam dalam biaranya sendiri di Biara Trappist, Gethsemani dari tahun 1951-1955. Dan tahun 1955-1965, ia bertugas sebagai pembimbing novis.
Waktu menjadi novis, dia disuruh menulis riwayat hidupnya, ”The Seven Storey Mountain” yang menjadi “best seller”. Adapun menurut pengakuan para pembacanya, mereka menemukan Tuhan kembali dan bertobat sesudah membaca buku ”The Seven Storey Mountain” itu.
Sementara itu Merton terus menulis dalam berbagai subyek, mulai dari hidup rohani, kesenian, sastra, sampai politik. Banyak orang yang membaca karya tulisnya, karena apa yang ditulisnya keluar dari hati dan penghayatan hidupnya.
Ya, pada tahun-tahun ia tinggal di Gethsemani, Merton berubah dari seorang biarawan muda yang sangat bersemangat dalam memeriksa hidup batinnya seperti yang digambarkan dalam buku otobiografinya yang paling terkenal, The Seven Storey Mountain, menjadi seorang penulis dan penyair yang kontemplatif yang menjadi terkenal karena dialognya dengan iman-iman lain dan sikapnya yang anti-kekerasan pada masa kerusuhan antar-ras dan Perang Vietnam pada tahun 1960-an.
Pada tahun 1965, setelah pergulatan selama lima belas tahun untuk meyakinkan komunitasnya bahwa panggilan hidup eremit adalah perkembangan wajar dan buah yang masak dari hidup seorang rahib trappist/cisterciensis, akhirnya ia mendapat ijin dari Abasnya untuk menjalani hidup eremit. Sebuah rumah di bangun khusus untuk itu, namun masih di dalam lingkungan biaranya.
Dengan menjalani hidup eremit, Merton semakin menjadi rahib trappist yang matang, manusiawi, dekat dengan manusia dan universal pandangannya. Hal ini nampak dari tulisan dan pengaruh tulisannya yang semakin luas dan mendalam.
Pada tahun-tahun itu juga, ia sekaligus mengalami banyak sekali "pertikaian" dengan Abas/kepala biaranya karena ia dilarang keluar dari biara, mengimbangi reputasi internasionalnya dan korespondensinya yang sangat luas dengan banyak tokoh terkenal dari pelbagai bidang pada waktu itu.
Seorang kepala biara atau Abas yang baru memberikan kepadanya kebebasan untuk melakukan perjalanan ke Asia pada akhir 1968. Dalam perjalanan itu ia mengalami pertemuan yang tak terlupakan dengan Dalai Lama di India, juga dengan Thich Nhat Hanh dan D. T. Suzuki. Ia juga berkunjung ke Polonnaruwa (yang saat itu dikenal sebagai Ceylon), dan mendapatkan suatu pengalaman keagamaan ketika ia menyaksikan patung-patung Sang Buddha yang sangat besar.
Pada tahun 1968 itu juga, Merton di undang oleh suatu lembaga”pertemuan para rahib Asia” di Bangkok, untuk memberikan ceramah dalam pertemuan itu. Ia bermaksud beberapa bulan tinggal di Asia, dengan tujuan untuk memperdalam penghayatan kerahibannya dan berdialog dengan para rahib timur. Dia juga punya rencana untuk berkunjung ke pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Temanggung, Jawa Tengah. Ada spekulasi bahwa Merton ingin menetap di Asia sebagai seorang pertapa.
Akan tetapi harapan itu tak dapat di penuhi karena di Bangkok, Thomas Merton, sang “rahib” ini-pun “raib”. Ia meninggal dunia di usia 53 tahun pada tanggal 10 Desember 1968, akibat suatu kecelakaan, terkena arus listrik dari sebuah kipas angin.
Jenazahnya diterbangkan ke Gethsemani dan di sana ia dikebumikan. Sejak kematiannya, pengaruhnya terus berkembang, dan ia dianggap oleh banyak orang sebagai mistikus Amerika pada abad ke-20.
Selama hidupnya, Merton menulis lebih dari 50an buku, 2000 puisi, dan tidak terhitung jumlahnya esai, tinjauan, dan ceramah yang telah direkam dan diterbitkan dimana Merton sendiri melarang buku-bukunya diterbitkan sebelum lewat masa 25 tahun sesudah kematiannya.
Sebagai penghargaan terhadap hubungannya yang erat dengan Universitas Bellarmine, arsip-arsip Merton disimpan di tempat penyimpanan resmi, yaitu "Thomas Merton Center" di kampus Bellarmine di Louisville, Kentucky. Ada juga “Penghargaan Thomas Merton” yakni sebuah hadiah perdamaian, yang telah dianugerahkan sejak 1972 oleh "Pusat Thomas Merton untuk Perdamaian dan Keadilan Sosial" ("Thomas Merton Center for Peace and Social Justice") di Pittsburgh, Pennsylvania, AS.
My Lord God, I have no idea where I am going.
I do not see the road ahead of me.
I cannot know for certain where it will end.
Nor do I really know myself, and the fact that I think that I am following your will does not mean that I am actually doing so.
But I believe that the desire to please you does in fact please you.
And I hope I have that desire in all that I am doing.
I hope that I will never do anything apart from that desire.
And I know that if I do this you will lead me by the right road though I may know nothing about it.
Therefore will I trust you always though I may seem to be lost and in the shadow of death.
I will not fear, for you are ever with me, and you will never leave me to face my perils alone.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
TUJUH BENTUK KEBEBASAN ALA MERTON UNTUK MENUJU KEBEBASAN SEJATI
Basil Pennington, OCSO membagikan pengalaman kedekatannya dan pengenalannya akan Merton secara pribadi dan sebagai seorang saudara seperjalanan dalam hidup monastiknya. Secara khusus, beberapa poin yang dibahas oleh Romo Basil yaitu tentang pencarian Merton akan kebebasan sejati; Free by Nature, Freedom of Faith, Freedom of Monasticism, Free to be the World, A Life Free from Care, Final Integration, Full Freedom of the Son of God.
Pemahaman Merton akan dirinya dan akan misteri kediriannya yang sejati telah ditemukannya melalui dan dalam keheningan. Dalam keheningan itu pulalah dia menemukan jati dirinya yang sebenarnya yang tak terjelaskan dan yang melampaui kata-kata, karena jati dirinya yang sejati memang benar-benar khusus dan unik. Keunikannya itu ditampakkannya dalam upayanya untuk menjadi dirinya sendiri. Kekhasan lain yang dimiliki oleh Merton yaitu bahwa hampir seluruh pembentukan kehidupan rohani pribadinya dimulainya dari konsep pemikirannya. Ia adalah manusia yang seutuhnya bebas (freedom), kebebasan ini pula yang membuat dirinya tidak melekatkan dirinya pada ke-aku-an yang secara humanis masih ada dalam setiap pribadi manusia.
Pengalaman awal hidupnya dalam memasuki keheningan telah menghantarkannya pada penemuan jati dirinya dalam Allah dan keberadaannya tidaklah membuat dirinya berbeda dan menjauhkannya akan tanggung jawabnya terhadap keselamatan jiwa orang-orang yang berada di dunia luar.
1.Kebebasan Alamiah
Kematian-kematian menjadi bagian dalam kehidupan Thomas Merton. Ibunya, Ruth Jenkins, menderita kanker perut dan wafat ketika Merton berusia enam tahun. Ayahnya, Owen Merton, berpulang ketika Merton berusia enam belas tahun, setelah cukup lama bergulat dengan kanker otak yang membuatnya tidak lagi mampu berbicara. Adiknya, John Paul, meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang pada 1943, dua tahun setelah Merton masuk ke Pertapaan Our Lady of Gethsemani, Kentucky. Selama 53 tahun ia hidup, ada 65 juta orang yang mati terbunuh dalam peperangan. Itu berarti bahwa pada periode kehidupannya, rata-rata lebih dari sejuta jiwa korban per tahun. Kematian ayahnya pada tahun 1931, membuat luka yang begitu dalam baginya. Dalam kedukaannya, ia menyadari bahwa ayahnya yang telah pergi tetap menyertainya. Kehidupan dan kematian ayah Merton turut menghiasi seluruh perjalanan rohaninya. Rentetan peristiwa kematian yang pernah ia saksikan dan ia alami membuatnya masuk ke dalam sebuah misteri kebebasan manusia dari yang natural (alami). Merton merasakan bahwa dalam menghadapi setiap peristiwa kematian, ia merasa dituntun oleh daya kekuatan misterius. Ia diajak keluar dari dirinya, dibimbing melampaui perasaan marah dan berontak yang bergejolak dalam hatinya, suatu protes atas kematian orang tuanya. Ia merasakan daya kekuatan rohani yang membuatnya dapat melihat keluhuran nilai atas setiap peristiwa dalam hidupnya.
2.Kebebasan Iman
Dalam tulisannya yang berjudul Entering the Silence, Merton bercerita bahwa minatnya masuk biara sebenarnya adalah untuk lari meninggalkan segala permasalahan dunia. Baginya, dunia modern telah rusak dan dipenuhi dengan berbagai tragedi. Dalam perjalanan waktu, motivasinya pun diganti untuk mengabdi Tuhan dan menceburkan diri dalam cinta-Nya yang tak terbatas. Kedewasaan rohani Merton semakin matang seiring perjalanan hidupnya. Relasinya dengan Allah membawanya pada pemahaman baru akan kebebasan iman dan pengenalannya akan Allah. Menurut Merton, kebebasan iman akan membawa setiap orang kepada kesadaran akan kasih Allah, dan dari kesadaran itu manusia diajak untuk memandang sesamanya sebagai Kristus sendiri dan mengasihinya tanpa pamrih dan tanpa pandang bulu, karena setiap manusia adalah representasi Allah sendiri.
3.Kebebasan Monastik
Perjalanan waktu memang turut mengubah Merton dalam melihat realitas dan paradigma dalam hidupnya. Merton mengekspresikan gerak batinnya melalui tulisan-tulisannya. Ketika ia bergulat dengan identitas dirinya secara tidak sadar ia telah melihat dirinya walaupun masih dalam keraguan. Dalam situasi itulah, Allah bekerja dan menggerakkan hati Merton untuk mencari kebenaran dan kesejatian hidup yang akan memenuhi hasrat dan dahaganya. Ia menemukan hasrat dan panggilannya di Gethsemani, di sebuah Pertapaan Ordo Cisterciensis yang kerap disebut Trappist. Dalam pertapaan itulah, dia menemukan bahwa kehidupan monastik menjadi jalan yang dapat mengantarnya untuk mencari Allah yang merupakan sang kebenaran sejati itu sendiri.
4.Kebebasan dan Dunia
Kehidupan monastik yang telah dipeluk oleh Merton merupakan cita-cita awal yang ideal baginya untuk masuk dalam keheningan yang memisahkan dia dari dunia dan yang akan mengantarnya kepada sebuah kesatuan mesra dengan Allah. Kesadaran awal itu memang sempat merasuk dalam benaknya, dia beranggapan semula bahwa pilihan hidup monastik telah membuatnya sungguh-sungguh teralienasi dari dunia. Konsep dan pemikiran Merton berubah drastis seiring perjalanan hidupnya dalam mengahayati panggilan monastik Trappist. Panggilannya sebagai rahib menyadarkan dia bahwa dia tidaklah terpisah dari dunia. Dalam buah-buah kontemplasinya, dia terbangun dari ilusi suci yang semula sempat tersembunyi dalam benak dan pikirannya. Pilihan hidupnya sebagai rahib menyadarkannya bahwa dia menjadi jantung bagi gereja dan dunia. Dengan penuh kesadaran, dia mengungkapkan demikian; “Pilihanku menjadi seorang kontemplatif secara penuh memiliki konsekuensi untuk membagikannya kepada sesama dan dunia. Dengan demikian aku memberikan kesaksian akan keutamaan monastik”.
5.Kebebasan Hidup
Momen perubahan cara pandang Merton terhadap hakikat panggilannya sebagai seorang rahib telah membuka cakrawalanya dalam melihat dan memaknai segala sesuatu dalam hidup. Merton mengatakan “Aku rasanya seperti terbangun dari mimpi bahwa aku terisolasi dalam suatu dunia yang khusus, dunia kesucian. Seluruh ilusi mengenai kesucian yang terasing itu merupakan suatu mimpi” Sebagai seorang Trappist, Merton dapat berbicara dan mewartakan kebenaran yang berasal dari buah-buah kontemplasinya. Sebagai seorang mistikus dalam abad modern, dia berpendapat bahwa seorang rahib lebih sebagai seseorang yang sungguh-sungguh melihat segala sesuatu seperti apa adanya. Merton melihat seluruh kehidupan berasal dari Allah, ditopang oleh Allah, dan akan kembali kepada Allah.
6.Keutuhan Final
Merton melihat kehidupannya yang unik seperti apa adanya yang dia alami dan rasakan. Hal itu tidaklah jauh berbeda dengan setiap orang dalam memahami dan melihat kehidupannya. Dia menggambarkan peristiwa hidupnya sebagai sebuah momen kedekatan yang intim bersama Allah. Perjalanan ziarah yang dia lakukan untuk mendalami mistisisme Kristen dan pengalaman mistik dalam Zen telah mengantarnya kepada sebuah final integration. Merton menulis bahwa dalam realita, ketika kita menguji tradisi-tradisi besar kontemplatif Timur dan Barat dengan lebih mendalam, di samping beberapa perbedaan yang kadangkala sangat radikal namun keduanya menyetujui bahwa melalui disiplin-disiplin spiritual seorang manusia dapat mengubah hidupnya secara radikal, mencapai sebuah makna hidup yang lebih mendalam, sebuah integrasi dan kepenuhan yang lebih sempurna, serta sebuah kebebasan roh yang lebih total. Pengenalannya akan Zen, membantu Merton untuk menghancurkan kedirian palsu (the false self) dan mengantarnya untuk menemukan kedirian yang sejati (the true self).
7.Kebebasan Penuh Anak Allah
Thomas Merton telah menyelesaikan seluruh perjalanan hidupnya menuju kebebasan yang penuh, kebebasan sejati yang telah ia capai bersama Kristus dalam menapakai jalan salib dan sengsara-Nya. Kini ia bersukacita bersama Kristus dalam kerajaan surga, bersatu dengan-Nya sebagai anak Allah. Merton telah meninggalkan banyak hal berguna bagi kita dalam zaman modern ini. Dia mengajarkan banyak hal dan membagikan buah-buah kontemplatif yang sangat berguna bagi manusia modern untuk mencapai kesempurnaan Kristiani dan mencapai kebebasan sejati sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian seluruh perjalan panggilan Merton telah membuktikan bahwa pengalaman mistik mampu mentransformasi dan melahirkan makna, visi, dan kedirian baru bagi manusia. Saat manusia mengalami kesatuan dengan Allah, saat itu pula ia menyadari sebuah kesatuan yang lebih utuh dan mendalam di antara dirinya, sesamanya, dan dunianya di dalam Dia.
B.
Relevansi dan Signifikansi Ajaran Thomas Merton
Di dalam praktek hidup sehari-hari, ajaran atau tulisan Thomas Merton sangat relevan untuk dijalani. Thomas Merton mengatakan, bahwa kesucian adalah proses dimana seseorang berjuang, jatuh, gagal, dan sering tak pernah meraihnya secara sempurna. Kita dihadapkan pada realita hidup bersama, dalam keluarga, komunitas, berbangsa dan bernegara, yang pada waktunya akan terjadi konflik. Konflik yang melukai batin sangat berpengaruh dalam pola relasi, pekerjaan, dan kehidupan doa kita. Segala kelemahan-kelemahan diripun muncul ke permukaan: kemarahan, pembalasan, ketidak pedulian dll, yang sebenarnya kita sadari bahwa semua sikap seperti itu hanya membawa kita dalam keterpurukan. Namun anehnya, kita justru cenderung mengikuti emosi yang tidak baik itu. Sebenarnya, kita bisa bangkit dan berdoa pada Tuhan, agar segala kecenderungan diri (kerapuhan) untuk berdosa disembuhkan.
Menurut Thomas Merton dalam arti kebebasan kodrati: manusia diberikan kebebasan oleh Allah untuk memilih kebaikan atau memilih melakukan dosa dan kejahatan. Dengan pertolongan rahmat Allah, manusia akan berkembang menuju arah kebaikan. Merton meyakini bahwa puncak kesatuan kita dengan Allah ialah ketika kita menyatukan semua bentuk kehidupan pada cinta sederhana.
Satu lagi aspek menarik dalam diri Merton adalah, kesadaran yang amat tajam akan sebuah kebutuhan dalam spiritualitasnya, yakni kebutuhan untuk dibebaskan dari kejahatan dalam dirinya. Ia telah mengalami sebuah kehancuran pada kehidupan masa remajanya. Merton menggambarkan perjalanan spiritual sebagai pendakian tujuh tingkat gunung penyucian jiwanya, yang dimulai dengan kebutuhannya untuk dibebaskan dari kesalahannya serta kebutuhan akan transformasi terus-menerus (pertobatan).
Dalam kehidupan sehari-hari, memang cukup sulit untuk bangkit dari kejatuhan (dosa) yang sama terus menerus. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa Tuhan itu Maha Rahim dan sungguh sangat mengerti dan menerima kita. Dia menginginkan kita untuk terus berjuang menerima rahmatNya setiap hari. Ya, kelemahan-kelemahan adalah anugerah yang perlu kita sadari, sebab kelemahan-kelemahan itulah yang membawa kita kedalam hidup doa yang tekun dan mendalam, hingga buah-buah relasi yang intim dengan Allah menjadikan semangat baru dalam bertransformasi diri.
Thomas Merton sendiri terkesan oleh kata-kata Kardinal Newman yang mengatakan: “Hidup itu berarti siap berubah dan menjadi sempurna berarti selalu siap berubah, dan seluruh kehidupan kita merupakan pelepasan dan penerimaan. Lepaskan yang lama dan terima yang baru dari Tuhan.”
C.
Pertapaan Trappist: Introitus
Ora et Labora: Berdoa dan Bekerja. Begitulah yang terpatri kuat dan yang dijalankan oleh para pertapa (rahib) Trappist dalam kesehariannya.
Trappist sendiri merupakan sebutan khas untuk para anggota tarekat OCSO, yang merupakan kependekkan dari Ordo Cisterciensis Strictioris (Ketat). Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Ordo Cisterciensis Observansi Ketat.
Jika melihat lebih jauh sejarah awal OCSO, kita akan menemukan kata “Cisterciensis”. Kata ini berasal dari kata “Cîteaux ”, yaitu nama sebuah dusun kecil di Negara Prancis yang menjadi terkenal, sebab pada tahun 1098 di situ didirikan biara yang mana dalam perjalanan waktu berkembang menjadi biara induk bagi biara-biara lain yang dikenal sebagai biara-biara Ordo Cisterciensis.
Dalam perkembangan sejarah, biara ini mengalami pasang surut termasuk Biara La Trappe (di Prancis). Abas yang memimpin komunitas saat itu adalah Dom de Rancé (1664-1700). Dalam kepemimpinannya, biara mengalami pembaruan yang diikuti oleh biara-biara Cisterciensis lain, terutama di Prancis. Biara-biara itu lantas disebut biara-biara “Trappist”.
Saat Revolusi Prancis (abad 18) meletus, banyak biara dibubarkan. Syukurlah ada beberapa anggota Trappist yang selamat. Di pengungsian mereka mendirikan lagi biara-biara Trappist (abad 19). Pada tahun 1982 biara-biara Cisterciensis yang mengikuti La Trappe membentuk ordo mandiri, Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae dan dikenal Ordo Trappist. Sejak saat itulah ada dua ordo Cisterciensis, S.O. Cist (Sacer Ordo Cisterciensis) dan OCSO, yang sama-sama memandang para pendiri Biara Cîteaux sebagai leluhurnya.
Para pendiri Cîteaux sebenarnya merupakan suatu kelompok anggota biara Molesme, yang bersama dengan abasnya, St. Robertus, ingin menjalani hidup monastik  hidup kerahiban) yang menghidupi kaul mereka, yaitu menjalani tata kehidupan monastik menurut Peraturan Santo Benediktus.
Siapakah Benediktus?
Santo Benediktus adalah seorang italia yang hidup sekitar tahun 480-547. Di masa mudanya ia meninggalkan studi untuk menjadi rahib yang bertapa seorang diri. Dalam perjalanan waktu semakin banyak orang mengikuti cara hidupnya. Jumlah yang kian banyak itu membuat dia menjadi abas atau pemimpin komunitas rahib itu, tepatnya di Monte Cassino, dekat kota Napoli, Italia. Untuk mengatur kehidupan bersama para rahibnya, ia menyusun suatu peraturan yang lantas dijadikan pegangan bagi sebagian besar para rahib Eropa Barat.
Dalam peraturannya St. Benediktus menerapkan tradisi tata kehidupan monastik yang berkembang dari tokoh-tokoh monastik sebelumnya, akhir abad ketiga. Ia tidak hanya mengambil ilham dari para tokoh monastik dari Eropa Barat saja, melainkan juga tokoh-tokoh dari Eropa Timur dan dari pusat-pusat monastik di Timur Tengah, khususnya Mesir dan Asia Kecil. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh St. Benediktus kemudian menjadi “pegangan klasik” bagi para rahib di Gereja Barat.
Inti peraturan St. Benediktus adalah hidup di dalam suatu komunitas di bawah suatu peraturan dan seorang abas. Siapa pun juga yang ingin bergabung harus sungguh-sungguh mencari Allah dan mau bertobat terus-menerus dalam suatu komunitas yang berada di bawah suatu peraturan dan seorang abas. Hidup hariannya terdiri dari rangkaian acara ibadat harian, bacaan rohani dan kerja. Sikap taat, diam diri dan rendah hati adalah sikap dasar seorang rahib. Melalui tata kehidupan semacam itu para rahib mengambil bagian dalam hidup, sengsara dan kebangkitan Yesus Kristus.
Menimba Inspirasi Rohani
Hidup tidak melulu kerja dan kerja. Hidup diseimbangkan dengan doa. Para trappist hidup dengan berdoa dan bekerja sebagai satu kesatuan integral. Mereka tidak terlalu berpusing-pusing memikirkan kehidupan luar, terlibat aktif di tengah umat. Mereka justru menjadi pendoa bagi kita, bagi dunia. Hidup doa dan kerja yang integral menjadi sarana mereka menemukan Tuhan karena jelaslaha bahwa doa dan kerja bukan dua hal yang terpisah.
D.
FOUNDING FATHERS: SEBUAH KUTIPAN SEKILAS-PINTAS
1.HIDUP SENOBIT : PAKOMIUS
Pakomius, yang dipandang sebagai Bapa para senobit, menekankan agar berusaha hidup seperti para kudus dalam Kitab Suci yang tekun mengikuti Jalan Allah. Ia menggunakan Kitab Suci untuk menguraikan bagaimana hal itu dapat dihayati. Dengan lain kata, nasihat-nasihatnya merupakan cerminan dari pengalamannya akan hadirat ilahi. Setelah Pakomius wafat (346), komunitas-komunitas berkembang menjadi semakin kaya, sehingga memicu ketegangan/pertengkaran antara para saudara atau antar komunitas (lih. KPak 52 & 60):
Saudaraku, marilah bertempur melawan diri sendiri
karena kegelapan tiba di setiap sisi.
Jemaat dipenuhi orang berbantah-bantah,
dan sejumlah komunitas monastik mencari kehormatan dan kekayaan.
Tidak seorangpun melayani dalam kasih;
sebaliknya, setiap orang menyerang sesama saudaranya.
Kita ditenggelamkan oleh kesulitan dan rasa sakit.
Tidak ada nabi atau orang bijaksana,
setiap orang berhati membatu tanpa belarasa begi sesamanya.
Mereka yang mengerti berdiam diri, karena kini waktu yang sulit (Am 5.13).
Setiap orang adalah tuan atas dirinya sendiri.
Mereka melecehkan yang lain dan bertindak tanpa hormat.
Maka, setiap saudara dan setiap komunitas dianjurkan agar sungguh-sungguh
bersemangat diam diri untuk menjaga kedamaian dan kasih (KPak 40). Lebih dari itu sangat ditekankan semangat humilitas dan mati seperti Kristus untuk dibangkitkan dan menerima mahkota kemenangan (KPak 57).
Selanjutmya, Pakomius mengawali nasihatnya dengan mengatakan:
Semoga Damai Allah beserta kamu
Semoga berkat Allah dan para kudus menaungi kita.
Semoga kita sekalian sampai pada keselamatan. Amin.
1.Anakku: dengarkanlah dan jadilah bijaksana (Ams 23.19):
terimalah ajaran yang benar (Sir 16.24).
Tersedia dua jalan. (Didache 1-6).
Kamu bisa memilih:
bertahan pada hatimu yang pahit,
atau mulai belajar bertindak sesuai kehendak Allah.
Ikutilah teladan para bapa kita
2.Jadilah taat kepada Allah seperti Abraham.
Abraham meninggalkan tanah asalnya untuk pergi ke tanah asing.
Sementara di sana ia tinggal di tenda di tanah itu
yang dijanjikan Allah akan diberikan kepadanya.
Tetapi baginya itu tanah asing (Hbr 11.9).
Abraham melakukan yang dikatakan Allah dan merendahkan dirinya di hadirat Allah. Karena itulah Allah menjanjikan kepadanya banyak keturunan.
Allah mencobainya: Ia meminta anaknya Ishak.
Abraham berani. Ia menyerahkan anaknya untuk Allah (Kej 22).
Karena itu, Allah menyebutnya sahabat (Yak 2.23).
3.Ikutilah teladan Ishak: ia berhati murni.
Ia melakukan yang dikatakan ayahnya
dan merelakan diri diserahkan kepada Allah sebagai korban,
seperti seekor domba jinak.
4.Ikutilah teladan Yakub.
Ia merendahkan dirinya, ia taat, ia sabar.
Kemudian Yakub penuh dengan terang (Kej 32.30,31)
dan melihat Allah, Bapa seluruh semesta.
Allah memberinya nama Israel (Kej 35.9,10)
5.Lagi, ikutilah teladan Yusuf.
Ia juga taat. Ia bijaksana (Kej 39-41).
Bertempur dalam kastitas dan pelayanan sampai akhirnya memerintah.
Bangkitlah! Jangan tinggal bersama yang mati
6.Anakku, lakukanlah perbuatan baik seperti para sahabat Allah (Hbr 6.12).
Janganlah tidur: bertindaklah!
Dan buatlah sesama saudaramu melakukan perbuatan baik,
karena kamu bertanggungjawab atasnya (Ams 6.1-6).
Bangunlah! Jangan tinggal bersama yang mati,
dan Kristus akan memberimu terang (Ef 5.14)
dan rahmat akan berkembang dalam dirimu (2Kor 4.16,17).
7.Ketahuilah, kamu akan mengenali semua kebaikan Allah
tetapi mesti sabar.
Para kudus berbangga melakukan hal ini
maka mereka dianugerahi yang telah Allah janjikan (Hbr 6.15).
Dengan kesabaran kamu akan termasuk keluarga para kudus.
Dan kamu akan dianugerahi mahkota kemuliaan abadi (1Petr 5.4).
8.Ketika suatu pikiran mengganggumu, bertahan dan bersabarlah.
sambil menantikan Allah mengembalikan kedamaianmu.
Jika berpuasa, jangan dikalahkan oleh rasa laparmu.
Jika berdoa, tinggallah di kamarmu sendirian kecuali bersama Allah (Mt 6.6).
Bersatu-hatilah dengan saudara-saudaramu.
Jadilah utuh tubuhmu, utuh dalam pikiran,
murni tubuhmu dan murni hatimu.
Hendaklah kepalamu tunduk, hatimu rendah.
Hendaklah lembut waktu marah.
9.Jika suatu pikiran jahat menabrak dirimu
jangan patah melainkan bertahanlah kuat dengan semangat baik
sambil berkata: Mereka mengelilingi aku seperti lebah!
Dalam nama Tuhan aku menghancurkan mereka (Mz 118.11,12).
Serta-merta Allah akan datang menolongmu.
Bersama-Nya kamu akan melontarkan mereka.
Keberanian akan mengelilingi kamu,
dan kemuliaan Tuhan berjalan bersamamu;
dan Tuhan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering (Yes 58.11).
Karena jalan Tuhan adalah kerendahan-hati dan kelemah-lembutan.
Dikatakan: siapakah yang kuperhatikan?
Dialah yang rendah-hati dan lemah-lembut (Yes 66.2).
Jika kamu berjalan di jalan Tuhan (Mz 128.1)
Ia akan menjagamu dan memberimu kekuatan
Ia akan memenuhimu dengan pengetahuan dan kebijaksanaan.
Tuhan akan mengingatmu senantiasa.
Ia akan membebaskanmu dari si Jahat.
Dan di saat kematian Ia menganugerahimu damai-Nya.
Anakku, janganlah tidur.
10.Anakku, aku minta berjaga-jagalah
dan jangan tidur.
Mereka yang membenci kamu diam-diam mengawasi kamu.
Mereka adalah roh-roh jahat.
Mereka berjalan beriringan dua atau tiga bersama-sama……
B.EREMIT : ANTONIUS ABBAS
01 Ketika Abas Antonius yang suci hidup di padang gurun, ia dihinggapi rasa bosan dan diserang oleh banyak pikiran jahat. Ia berkata kepada Allah: “Tuhan, aku ingin selamat tetapi pikiran-pikiran ini tidak mau hilang. Apa yang harus kuperbuat dalam kemalanganku ini? Bagaimana aku dapat diselamatkan?” tidal lama kemudian ketika ia bangun dan keluar, Antonius melihat seseorang seperti dirinya sedang duduk bekerja, lalu bangun dari kerjanya untuk berdoa, kemudian duduk lagi menjalin tali, lalu bangun lagi untuk berdoa. Itulah malaikat Tuhan yang diutus untuk menegur dan meyakinkan dia. Ia mendengar malaikat itu berkata kepadanya: “Lakukanlah ini dan engkau akan selamat”. Akibat perkataan itu, Antonius dipenuhi kegembiraan dan semangat. Ia melakukannya dan selamat.
________________________________________
02 Ketika Abas Antonius memikir-mikirkan rahasia pengadilan Allah, ia bertanya: “Tuhan, bagaimana bisa terjadi, ada beberapa orang yang mati muda, sementara yang lain hidup sampai usia sangat tua? Mengapa ada orang-orang miskin dan orang-orang kaya? Mengapa orang jahat hidupnya makmur dan orang baik hidupnya berkekurangan?” Lalu ia mendengar suatu suara menjawab: “Antonius, perhatikan saja dirimu sendiri. Serahkan hal-hal lainnya pada keputusan Allah. Tak ada gunanya bagimu untuk mengerti semuanya itu.”
03 Seorang bertanya kepada Abas Antonius: “Apa yang harus dilakukan untuk menyenangkan Allah?” Sang penatua menjawab: “Perhatikanlah apa yang ingin kukatakan kepadamu: Siapa pun engkau, hendaknya selalu menempatkan Allah di muka matamu; apa pun saja yang kaulakukan, lakukanlah itu sesuai dengan ajaran Kitab Suci; di mana pun engkau tinggal, jangan meninggalkannya dengan mudah. Peganglah ketiga pedoman ini dan engkau akan selamat.”
04 Abas Antonius berkata kepada Abas Poemen: “Inilah karya agung seseorang: selalu menempat-kan kesalahan atas dosa-dosanya dihadapan Allah dan menantikan pencobaan sampai nafasnya yang terakhir.” Ia juga mengatakan: “Barang siapa tidak mengalami pencobaan tidak dapat masuk kedalam kerajaan Surga.” Ia bahkan menambahkan: “Tanpa pencobaan tidak ada seorang pun dapat selamat.”
05 Abas Pambo bertanya kepada Abas Antonius: “Apa yang harus kulakukan?” Sang penatua menjawab: “jangan percaya pada kesalehanmu sendiri, jangan cemas akan masa lampau, kuasailah lidah dan perutmu!”
06 Abas Antonius berkata: “Aku melihat jerat-jerat musuh sudah disebarkan ke atas dunia dan aku mengeluh: Apa yang dapat melepaskan manusia dari jerat-jerat itu? Kemudian aku mendengar suatu suara berkata: ‘kerendahan hati’.” Ia juga berkata: “Beberapa orang menyesah tubuh mereka dengan mati raga, tetapi mereka tidak mempunyai penegasan roh, karena itu mereka jauh dari Allah.”
07 Abas Antonius berkata: “Hidup dan mati kita ada bersama sesame kita. Kalau kita memenangkan saudara kita, kita sudah memenangkan Allah. Akan tetapi kalau kita membuat batu sandungan bagi saudara kita, kita sudah berdosa melawan Kristus.”
08 Abas Antonius berkata: “Seperti ikan akan mati kalau terlalu lama tinggal di luar air, demikian juga rahib akan kehilangan kedamaian batinnya yang mendalam kalau berkeliaran di luar selnya atau melewatkan waktu mereka dengan orang-orang di dunia. Oleh karena itu seperti ikan harus segerah kembali ke laut, demikian pun kita harus bergegas kembali ke sel kita, karena khawatir kalau kita menunda-nunda tinggal di luar, kita akan kehilangan kewaspadaan batin kita.”
09 Abas Antonius berkata: “Orang yang ingin hidup dalam kesunyian di padang gurun, dibebaskan dari tiga pergulatan batin yaitu yang berkaitan dengan pendengaran, pembicaraan, penglihatan. Hanya ada satu pergulatan yang harus ia hadapi: yang berkaitan dengan dosa percabulan.
10 Seorang pemburu di padang gurun melihat Abas Antonius sedang bersantai dengan para saudara sehingga ia menjadi terkejut. Untuk menunjukkan kepada si pemburu itu bahwa kadang-kadang perlu memenuhi kebutuhan para saudara, sang penetua berkata kepadanya: “Pasanglah sebuah anak panah pada busurmu dan panahlah.” Si pemburu melakukannya. Sang penatua berkata lagi: “Panahlah lagi.” Dan ia melakukannya. Kemudian sang penatua berkata: “Panahlah sekali lagi.” Si pemburu menjawab: “Kalau aku melengkungkan busurku begitu kerap, aku akan membuatnya patah.” Maka sang penatua berkata: “Begitu juga halnya dengan karya Allah. Kalau kita merentangkan saudara-saudara melampaui ukuran; mereka pun akan segera patah. Maka kadang-kadang perlu beristirahat untuk memenuhi kebutuhan mereka.” Ketika mendengar perkataan itu, si pemburu tertusuk oleh perasaan keremukredaman hati dan pergi sesudah memperoleh manfaat rohani yang demikian besar. Sedangkan para saudara pulang ke tempat mereka sambil merasa diteguhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar