Ads 468x60px

Zelo zelatus sum pro Domino Deo exercituum - Aku bekerja segiat-giatnya demi kemuliaan Tuhan semesta alam


HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
2Kor 9:6-11; Mat 6:1-6.16-18
"Zelo zelatus sum pro Domino Deo exercituum - Aku bekerja segiat-giatnya demi kemuliaan Tuhan semesta alam".
Inilah motto yg sy dapatkan di pintu masuk sebuah skolah Katolik tertua di Malang, yakni SMA St Albertus Dempo ketika saya diminta untuk memberi retret tahunan bagi para staff guru dan bruder/suster Karmelit disana.
Nah, mengacu pd bac injili, setidaknya ada 3 hal dsr yg bs kita lakukan dan kerjakan dengan giat u/kemuliaan Tuhan semesta alam yakni "PDA - Puasa Doa Amal":
- Dg puasa, kt diajak u/lbh bersabar.
- Dg doa, kt diajak u/lbh beriman.
- Dg amal, kt diajak u/lbh berbagi.
Ketiga hal ini, bersabar-beriman dan berbagi tentunya dimaksudkan semata-mata demi kemuliaan Tuhan atau dlm bahasa para suster Ursulin, "Soli Deo Gloria," krn kita lakukan dg hati yg tulus/"munajat".
Di lain matra, Yesus hari ini jg mengatakan ttg sikap yg dibenciNya krn jelas tdk memuliakan nama Tuhan semesta alam adl sikap yg penuh akal bulus/"munafik".
Dlm buku sy, "TANDA" (Kanisius), ada 3 indikasi dsr org munafik, al: "MUlutnya pedas-NAlurinya iri+FIKirannya negatif."
Bersama teladan iman yg sy dpt dari motto sekolah Dempo Malang hari ini, marilah kita jg smakin giat ber"PDA", berpuasa berdoa+beramal scr tulus, dan smakin giat juga menanggalkan sikap2 munafik yg pnuh akal bulus, shingga dg perbuatan baik+ketulusan hati, namaNya smakin dimuliakan+hdp kt smakin dislamatkan.
"Belajar Kalkulus bersama Romo Sixtus - Jadilah orang yang berhati tulus seperti Kristus."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Orate - Berdoalah!"
Inilah salah satu ajakan orang beriman dalam keseharian hidupnya karena bukankah doa adalah "ruah", semacam nafas dalam kehidupan kita.
Mengacu pada bacaan injili, baiklah kita juga mengingat pesan Yesus: "Bila kalian berdoa janganlah bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah."
Dalam KBBI, "bertele-tele" berarti bercakap-cakap tidak jelas ujung pangkalnya, melantur, berlarut-larut.
Persis inilah yang dimaksudkan Yesus agar kita berdoa secara dewasa, tidak kekanak-kanakan, yakni berlarut-larut/ngelantur dengan banyak kata, karena sebenarnya lebih baik kita mempunyai hati tanpa kata-kata daripada mempunyai kata-kata tanpa hati, bukan?
Disinilah kita diajak belajar berdoa dengan tiga sikap dasar yang jauh dari sikap "kemunafikan rohani", antara lain:
1."Sederhana":
Tuhan mencintai kesederhanaan, karena doa pada intinya adalah sebuah relasi dan komunikasi sederhana antara yang insani dengan yang ilahi, tidak selalu berbentuk permohonan tapi juga bisa rasa syukur/curhatan, kerap tidak usah dengan banyak untaian kata tapi hanya duduk dan diam bersamaNya .
2."Setia":
Kita diajak selalu mengingatNya dalam setiap saat hidup kita, entah kita bersuka/sedang berduka, sehat/sakit, bahagia/kecewa karena Tuhan kita adalah Tuhan yang juga setia mendengarkan keluh kesah doa dan hidup kita.
3."Sepenuh hati":
Kita diajak berdoa dengan sepenuh hati, bukan dengan banyaknya kata tapi dengan mendalamnya cinta yang kita berikan kepadaNya, bukan karena mau pamer/dipuji orang tapi karena semata hanya untuk memuji nama Tuhan.
Disinilah doa yang sepenuh hati juga "berpola salib", karena doa yang baik membuat kita dekat dengan Tuhan juga sekaligus dekat dan hidup lebih baik dalam hubungan dengan sesama karena jelaslah bahwa doa yang sepenuh hati tidak terlepas dari kehidupan harian.
"Ada goa di Taman Asri - Mari berdoa setiap hari."
B.
“Domine, doce nos orare - Tuhan, ajarlah kami berdoa…” (Luk 11:1).
Itulah permintaan para murid kepada Yesus. Bukankah kebanyakan dari kita diajari berdoa oleh orang-orang di sekitar kita?
Dalam Injil, Yesus juga mengajarkan sebuah doa kepada kita, yakni doa “Bapa Kami.”. Bisa jadi, doa Bapa Kami (Bhs Latin:Pater Noster, bhs Yunani: Πάτερ ἡμῶν) adalah doa yang paling terkenal dalam sejarah agama Kristiani.
Doa ini sendiri diambil dari kitab Injil Matius (6:9-13), yang muncul sebagai bagian dari Khotbah di Bukit. Meski Yesus kemungkinan besar mengajarkan doa ini dalam bahasa Aram, teks-teks awal kemungkinan besar terdapat dalam bahasa Yunani karena pengaruh Helenisme.
Di lain matra, karena bahasa Latin merupakan bahasa yang resmi dipakai dalam agama Kristen Barat, maka versi dalam bahasa Latin atau Pater Noster, merupakan sebuah terjemahan penting dari doa dalam bahasa Yunani ini.
Seperti yang saya tulis dalam buku “3Bulan 5Bintang 7Matahari” (RJK. Kanisius), doa Bapa Kami ini terbagi menjadi dua bagian.
Bagian yang pertama untuk memuji: memuliakan nama Tuhan (6:9-10) sedangkan bagian yang kedua, memohon: untuk kebutuhan bagi kita yang berdoa (6:11-13).
Secara lebih mendalam, sebenarnya doa Bapa Kami ini mengandung tujuh permohonan, yakni: “dimuliakanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga, berilah kami rejeki pada hari ini, ampunilah kesalahan kami-seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami, janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, dan bebaskanlah kami dari yang jahat.”
Berangkat dari dua bagian doa Bapa Kami yang mengandung tujuh permohonan sekaligus tujuh semangat, adapun tiga permenungan yang bisa diangkat, al:
1.Doa itu memiliki karakter sederhana:
"Dalam doamu, janganlah kamu bertele-tele, seperti kebiasaan orang tidak mengenal Allah." Rupanya, pada jaman Yesus pun, ada kenyataan bahwa orang suka bertele-tele dalam berdoa.
Anehnya, di jaman ini pun, kita tidak sulit menemukan contoh doa bertele-tele itu. Dalam kesempatan doa pribadi, doa keluarga, doa bersama, selalu ada saja yang berdoa bertele-tele: entah isinya, caranya, kata-katanya, nadanya, waktunya bertele-tele.
Cara Yesus membuka doa yang paling terkenal di dalam sejarah ini juga berkarakter sederhana untuk memahami tujuan doa yang sesungguhnya. Kita dibawa ke dalam hubungan yang akrab, hangat dan bersahabat sebagai anak-anakNya: Allah yang jauh menjadi Allah yang dekat, bahkan yang bisa kita sapa sebagai “Bapa”. Begitu sederhana tapi tetap kaya makna, bukan?
2. Doa itu memiliki pola salib, kayu palang.
Artinya tidak hanya “aku dan Tuhan” (vertikal), tetapi juga “aku dan sesama” (horisontal) juga.
Ya, pelbagai doa apa pun, betapapun bagusnya kata dan indahnya nuansa, jika tidak bermuara dalam relasi dengan sesama, menjadi hambar dan mungkin malah kehilangan nilainya. Tak ada gunanya kita berdoa "ampunilah aku Tuhan" tapi kita tak mau mengampuni orang lain. Atau 'berilah kami rejeki", sementara kita sendiri tidak pernah mau memberi.
Karena itu Matius menuliskan sebuah pesan Yesus: "jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu .akan mengampuni kamu juga. Jika tidak, .Bapamu juga tidak akan mengampunimu juga.”
Jadi: doa mesti bermuara ke dalam hidup kita, mesti diwujudkan dalam hidup bersama orang lain. Sebaliknya, akan menjadi penuh makna, jika diangkat dari hidup nyata. "Jangan minta, jika tidak pernah rela memberi!" Doa akan mengangkat pengalaman hidup nyata dan sebaliknya, kita akan hidup lebih kaya makna dari inspirasi doa-doa kita.
3.Doa itu bisa berarti “Dikuatkan Oleh Allah.”
Bukankah pada kenyataannya, kita kerap merasa lemah: lemah iman, lemah semangat, lemah harapan dan lain sebagainya?
Walaupun kadang saya berkata, “Baik jika tanganmu kau lipat untuk berdoa, tetapi lebih baik lagi jika tanganmu kau buka untuk memberi,” bagi saya sebuah doa tetap mendapatkan aktualitasnya karena doa sendiri adalah napas kehidupan umat beriman. Tanpa napas, kita tak mungkin terus hidup bukan? Maka semua usaha, pekerjaan, rencana dan perjuangan tanpa disertai doa, tidak memiliki jiwa yang benar benar kuat.
Akhirnya, jelas bahwa doa Bapa Kami adalah contoh mengenai bagaimana kita patut berdoa. Apakah salah kalau kita menghapalkan Doa Bapa Kami? Tentu tidak! Apakah salah kalau kita mengulangi Doa Bapa Kami sebagai doa kita? Tidak, jika kita sungguh-sungguh dan dengan segenap hati.
Dkl: Betapapun indahnya suatu doa, yang tidak boleh terlupakan adalah bagaimana kita meresapkannya, sehingga kata-kata yang diucapkan bukan hanya sekedar hafalan (dimensi informasi/pengetahuan iman belaka), tetapi sungguh-sungguh keluar dari hati dan menjadi milik kita sendiri (dimensi internalisasi/pengendapan nilai-nilai). Labora et ora – Bekerja dan berdoalah!
“Cari goa di Gunung Pati – Mari berdoa sepenuh hati.”
C.
"Aggiornamento - Membuka jendela."
Inilah kata kunci selama "Vaticanum Secundum" (KV II). Hal ini menandakan semangat "membuka mata" untuk "up to date", berhari kini dan disini ("hic et nunc").
Yang pasti, dengan semangat "membuka mata", kita diajak menjadi orang beriman yang selalu berangkat dari "keterbutaan" menuju "keterbukaan", mengacu pada pesan ilahi hari ini: "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu."
Adapun 3 mata yang kita milikidan maknai, antara lain:
1."Mata indrawi":
Inilah cara pandang fisik dengan sepasang mata kita, kita bisa terbuka untuk melihat segala pengalaman dan pandangan secara jelas-cerdas-lugas dan skaligus kasat mata, tidak terbutakan oleh sentimen pribadi.
2."Mata nurani":
Orang kerap mengatakan bahwa mata adalah jendela hati, bahkan untuk membuktikan kebenaran, ada orang yang mengatakan bahwa jgn dengar kata2nya tp lihat gerakan matanya, karena kerap mata bicara banyak daripada mulut.
Dengan kata lain: Kita diajak untuk selalu mengikutkan dimensi perasaan dalam memaknai dan menilai setiap pengalaman secara lebih mendalam.
3."Mata imani":
Inilah mata yang sangat kita perlukan dalam memaknai setiap pengalaman hidup harian, kita diajak belajar untuk melihat adanya rencana dan karya penyelenggaraan ilahi di balik setiap peristiwa, entah baik/buruk, sukses/gagal.
Dengan kata lain:
Mata imani membuat kita hidup lebih positif, lebih terang dan terbuka pada "the others", pada agama dan budaya, sesama dan semesta sehingga kita semakin juga menjadi terang bagi sesama setiap harinya, tidak mudah takut dan kuatir, tidak mudah resah dan gelisah.
"Dari Tangerang ke Taman Sari - Jadilah terang setiap hari."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar