Ads 468x60px

St. Teresa dari Kalkuta



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
September 2016 - September 2017.
Mengenang Setahun Kanonisasi Bunda Teresa dari Kalkuta.
Adalah Joe McGowan Jr, seorang reporter untuk Associated Press, Amerika, yang kini berusia 85 tahun dan telah pensiun, yang pertama kali memperkenalkan Bunda Teresa kepada dunia.
McGowan bekerja selama 42 tahun untuk Associated Press, terutama meliput tentang perang, revolusi, dan bencana alam. Di tahun 1966, ia menjadi kepala cabang AP yang meliputi daerah dari India, Pakistan, Afghanistan, Nepal, Ceylon, dan Pulau Maldives.
Ketika berusaha mencari berita, saat itu ia bertanya kepada rekan reporter di Kalkuta, apakah ada hal yang menarik atau yang luput dari perhatian orang selama ini.
Dia mendapat jawaban :
"Yah, ada seorang biarawati kecil lucu yang suka berkeliling mengumpulkan orang-orang yang sekarat." Saat itu, ia mengingat, “aku tahu aku telah mendapat bahan berita yang bagus.”
Ia lalu naik ojek ke rumah tempat penampungan orang-orang sekarat ini dan menghabiskan dua hari di sana bersama Bunda Teresa.
=====
Ia menceritakan :
“Bunda Teresa memakai pakaian sari lokal, seperti layaknya perempuan miskin biasa di sana. Tidak ada kemewahan sedikit pun padanya. Ia biasa berkeliling Kalkuta dengan gerobak ber roda dua yang didorong dua laki-laki yang dibayar. Mereka berkeliling dan “mengambil” orang-orang yang sekarat untuk dibawa pulang ke tempat mereka.
Saat itu, Kalkuta sendiri penuh dengan orang miskin, sakit dan terlantar, dan tidak cukup banyak tempat di rumah sakit untuk bisa menampung semuanya. Jadi, jika ada yang sudah sangat parah dan kemungkinan besar tidak akan tertolong, mereka memulangkan orang itu supaya ada tempat tidur untuk orang yang lain lagi. Jika tidak ada anggota keluarga yang datang untuk mengambil, orang-orang ini diletakkan begitu saja di tepi-tepi jalan, untuk meninggal di sana.
Adapun Bunda Teresa bersama dengan para biarawari dari Mission of Charity nya, telah berkarya di Kalkuta sejak dari tahun 1952.
Sebuah bangunan, yaitu bekas kapel Hindu, dipakai mereka untuk menampung dan merawat orang-orang yang terlantar ini, dengan memisahkan antara yang laki-laki dan perempuan.
Kondisinya penuh sesak dimana mereka berbaring pada matras kecil kasar, berdempetan berdesakan sampai tidak ada ruang untuk bisa berdiri jika mau ke kamar mandi. Aku sendiri berusaha tidak menambah menghalangi, karena mereka betul-betul sudah berjejalan.
Namun, ia (Bunda Teresa) merawat mereka dengan sungguh-sungguh, dan beberapa di antaranya menjadi berangsur sembuh, dapat berdiri dan bisa keluar. Orang-orang yang sudah “dibuang” untuk mati ini. Aku sungguh-sungguh kagum dengan apa yang ia lakukan, dan aku yakin itu kunyatakan dengan jelas pada tulisanku.”
=====
Terbitan dari Associated Press pada Maret 1966, adalah pertama kalinya berita tentang Bunda Teresa menjangkau dunia.
McGowan mengingat :
“Aku bukan seorang Katolik, tapi aku sungguh mengagumi apa yang dilakukannya di tempat yang kumuh itu. Dia seorang wanita yang hebat. Aku juga tidak bisa mengatakan apa motivasinya, dia hanya mengatakan bahwa ia ingin melakukan pekerjaan Tuhan.
Kalkuta di India pada tahun 1960 an adalah tempat yang keras. Aku pernah melihat beberapa wanita berjalan di jalan, sepenuhnya telanjang, dengan rambut kusut, mereka akan melihat puntung rokok dan mengambilnya untuk mengunyahnya, menciumi baunya dan memakannya.
Aku juga pernah melihat sekelompok pelajar menunggu angkutan, yang tidak datang-datang, dan mereka menjadi tidak sabar dan marah, dan ketika angkutan itu tiba, mereka melampiaskan kemarahan dengan membakar kendaraan itu (yang berarti mengurangi satu angkutan lagi untuk hari –hari seterusnya).
Itulah hal-hal di Kalkuta yang kulihat di masa itu, aku tak tahu bagaimana keadaannya sekarang.
Bunda Teresa, di dalam dunia seperti itu, selalu sangat-sangat tenang, sangat bersahaja, ia melakukan semuanya, tanpa membanggakannya, tanpa membicarakannya, ia menganggap itulah hidupnya.
Orang-orang yang pernah ditolongnya selalu menunjukkan rasa terima kasih yang besar.
Mereka merasa belum pernah mendapat pertolongan seperti itu. Adalah sangat tidak biasa di India, yang populasi penduduknya sangat ekstrim, untuk orang bisa mendapat perhatian seperti yang ia berikan.”
McGowan, setelah dari India, meneruskan karirnya dan kemudian pensiun di Colo, dekat Denver. Pada tahuh 2012, ia menuliskan pengalaman pertemuannya dengan orang-orang pada masa karirnya dalam buku “From Fidel Castro to Mother Teresa”.
“Di satu sisi, ada Fidel Castro. Di sisi lain, ada Bunda Teresa, suster mungil ini yang melakukan apa yang akan bisa kita katakan, -hal-hal ajaib bagi orang-orang yang paling hina di susunan masyarakat”, katanya.
Sang reporter dan Bunda Teresa bertemu kembali ketika Bunda Teresa mengunjungi Denver pada bulan Mei 1989: “Ia memberiku sebuah kartu, yang bertuliskan tangan : ‘Kasihi orang lain seperti Yesus mengasihimu. God Bless You. M. Teresa, M.C.’” McGowan mengatakan, itu adalah salah satu barang miliknya yang paling berharga.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KANONISASI BUNDA TERESA DARI KALKUTA
September 2016
"Siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan?" (Keb 9:13).
Pertanyaan dari Kitab Kebijaksanaan yang baru saja kita dengar dalam Bacaan Pertama ini menunjukkan bahwa hidup kita adalah sebuah misteri dan bahwa kita tidak memiliki kunci untuk memahaminya.
Selalu ada dua tokoh utama dalam sejarah : Allah dan manusia. Tugas kita adalah memahami panggilan Allah dan kemudian melakukan kehendak-Nya. Tetapi untuk melakukan kehendak-Nya, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, "Apa kehendak Allah dalam hidupku?"
Kita menemukan jawabannya dalam bagian yang sama dari Kitab Kebijaksanaan : "Kepada manusia diajarkan apa yang berkenan pada-Mu" (Keb 9:18).
Dalam rangka untuk memastikan panggilan Allah, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri dan memahami apa yang berkenan pada Allah.
Pada banyak kesempatan para nabi menyatakan apa yang berkenan pada Allah. Pesan mereka menemukan sebuah perpaduan yang luar biasa dalam kata-kata "Aku menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan" (Hos 6:6; Mat 9:13).
Allah berkenan terhadap setiap tindakan belas kasihan, karena dalam saudara atau saudari yang kita bantu, kita mengenali wajah Allah yang tidak dapat dilihat seorang pun (bdk. Yoh 1:18). Setiap kali kita membungkuk untuk kebutuhan saudara dan saudari kita, kita memberikan Yesus sesuatu untuk dimakan dan diminum; kita memberi pakaian, kita membantu, dan kita mengunjungi Putra Allah (bdk. Mat 25:40).
Dengan demikian kita dipanggil untuk menerjemahkan ke dalam tindakan-tindakan nyata apa yang kita mohonkan dalam doa dan akui dalam iman. Tidak ada alternatif untuk amal : orang-orang yang menempatkan diri mereka pada pelayanan orang lain, bahkan ketika mereka tidak mengetahuinya, adalah orang-orang yang mengasihi Allah (bdk. 1 Yoh 3:16-18; Yak 2:14-18).
Tetapi, kehidupan Kristen, tidak hanya mengulurkan tangan pada saat-saat dibutuhkan. Jika hanya ini, ia dapat merupakan, tentunya, sebuah ungkapan yang indah dari kesetiakawanan manusia yang menawarkan manfaat-manfaat langsung, tetapi ia mandul karena ia kekurangan akar.
Tugas yang Tuhan berikan kepada kita, sebaliknya, adalah panggilan untuk amal yang di dalamnya setiap murid Kristus menempatkan seluruh hidupnya pada pelayanan-Nya, sehingga bertumbuh setiap hari dalam kasih.
Kita mendengar dalam Injil, "banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya" (Luk 14:25).
Hari ini, "banyak orang" itu terlihat dalam sejumlah besar relawan yang telah datang bersama-sama untuk Yubileum Kerahiman. Kalian adalah banyak orang itu yang mengikuti Sang Guru dan yang menjadikan terlihat kasih-Nya yang nyata bagi setiap orang. Saya ulangi untuk kalian kata-kata Rasul Paulus :
"Dari kasihmu sudah kuperoleh kegembiraan besar dan kekuatan, sebab hati orang-orang kudus telah kauhiburkan" (Fil 1:7).
Berapa banyak hati telah dihibur oleh para relawan! Berapa banyak tangan telah mereka pegang; berapa banyak air mata telah mereka hapus; berapa banyak kasih telah dicurahkan di dalam pelayanan yang tersembunyi, rendah hati dan tanpa pamrih!
Pelayanan yang terpuji ini memberikan suara kepada iman dan mengungkapkan belas kasih Bapa, yang semakin dekat dengan orang-orang yang membutuhkan.
Mengikuti Yesus adalah sebuah tugas yang sungguh-sungguh, dan, pada saat yang sama, tugas yang dipenuhi dengan sukacita; ia membawa tantangan dan keberanian tertentu untuk mengenali Sang Guru ilahi dalam yang termiskin dari orang-orang miskin dan memberikan dirinya dalam melayani mereka.
Untuk melakukannya, para relawan, yang demi kasih Yesus melayani orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan, tidak mengharapkan terima kasih atau imbalan apapun; malahan mereka meninggalkan semua ini karena mereka telah menemukan kasih sejati.
Sama seperti Tuhan telah datang untuk menemui saya dan telah membungkuk ke tingkatan saya pada saat saya perlu, demikian juga saya pergi untuk menemui-Nya, membungkuk rendah di hadapan mereka yang telah kehilangan iman atau yang hidup seolah-olah Allah tidak ada, di hadapan orang-orang muda tanpa nilai-nilai atau gagasan-gagasan, di hadapan keluarga-keluarga dalam krisis, di hadapan orang-orang sakit dan orang-orang yang terpenjara, di hadapan para pengungsi dan para imigran, di hadapan orang-orang lemah dan tak berdaya dalam tubuh dan jiwa, di hadapan anak-anak yang ditinggalkan, di hadapan para lansia yang sendirian.
Di mana pun seseorang sedang menggapai, meminta uluran tangan untuk bangkit, inilah tempat kehadiran kita - dan kehadiran Gereja yang menopang dan menawarkan harapan - harus.
Bunda Teresa, dalam semua aspek hidupnya, adalah penyalur kerahiman ilahi yang murah hati, menjadikan dirinya tersedia untuk semua orang melalui penyambutan dan pembelaannya bagi hidup manusia, bayi-bayi dalam kandungan dan orang-orang yang ditinggalkan dan dicampakkan.
Ia berkomitmen untuk membela kehidupan, dengan tak henti-hentinya menyatakan bahwa "bayi-bayi dalam kandungan adalah orang-orang yang paling lemah, orang-orang yang paling kecil, orang-orang yang paling rentan". Ia membungkuk di hadapan orang-orang yang terkapar, yang dibiarkan mati di tepi jalan, melihat di dalam diri mereka martabat mereka yang diberikan Allah; ia membuat suaranya terdengar di hadapan para penguasa dunia ini, sehingga mereka bisa mengenali kesalahan mereka karena kejahatan kemiskinan yang mereka ciptakan.
Bagi Bunda Teresa, belas kasihan adalah "garam" yang memberi rasa untuk karyanya, belas kasihan adalah "terang" yang bersinar dalam kegelapan banyak orang yang tidak lagi memiliki air mata untuk ditumpahkan karena kemiskinan dan penderitaan mereka.
Perutusannya hingga pinggiran kota dan keberadaan tetap bagi kita hari ini sebuah kesaksian yang fasih bagi kedekatan Allah terhadap yang termiskin dari orang-orang miskin.
Hari ini, saya menyampaikan sosok perempuan dan pelaku hidup bakti yang melambangkan ini kepada seluruh dunia para relawan: Semoga ia menjadi soko guru kekudusan! Semoga sang pekerja kerahiman yang tak kenal lelah ini membantu kita untuk semakin memahami bahwa kriteria satu-satunya untuk tindakan kita adalah kasih yang cuma-cuma, bebas dari setiap ideologi dan segala kewajiban, yang ditawarkan secara cuma-cuma kepada semua orang tanpa membedakan bahasa, budaya, ras atau agama.
Bunda Teresa suka mengatakan:
"Mungkin aku tidak berbicara bahasa mereka, tetapi aku bisa tersenyum".
Marilah kita membawa senyumannya dalam hati kita dan memberikannya kepada orang-orang yang kita temui sepanjang perjalanan kita, terutama orang-orang yang menderita.
Dengan cara ini, kita akan membuka peluang sukacita dan harapan bagi banyak saudara dan saudari kita yang putus asa dan yang berdiri membutuhkan pengertian dan kelembutan.
*****
TEKS RESMI PENGUMUMAN BEATA TERESA SEBAGAI SANTA:
Untuk menghormati Tritunggal Mahakudus, peninggian iman Katolik dan peningkatan kehidupan Kristen,
Oleh otoritas Tuhan kita Yesus Kristus, dan otoritas Rasul Kudus Petrus dan Paulus, dan otoritas kami sendiri,
Setelah pertimbangan dan acap kali berdoa untuk bantuan ilahi, dan setelah mengusahakan nasehat dari banyak Uskup saudara kita, kami menyatakan dan menetapkan:
Beata Teresa dari Kalkuta menjadi SANTA dan kami mendaftarkan dirinya di antara Para Kudus, menetapkan bahwa dengan demikian ia harus dihormati oleh seluruh Gereja.
Dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus.
B.
H E R S T O R Y .
Bunda Teresa dari Kalkuta:
“If you judge people, you have no time to love them - Jika Anda menghakimi seseorang maka Anda tak akan mempunyai waktu untuk mencintai mereka.”
Inilah salah satu kalimat dan sebuah foto Ibu Teresa yang di-caption oleh Ridwan Kamil (Kang Emil), dan mendapat likes sekitar 67 ribu (Inside the Divine Pattern: Spiritual Wisdom Moher Teresa).
Lebih lanjut, Walikota Bandung yang akrab disapa Kang Emil mengatakan, “Penuhi hidupmu dengan cinta bukan dengan nyinyir.”
1.
Ibu Teresa: Santa Terbaru
Adalah peristiwa sukacita bahwa di Tahun Kerahiman, Bapa Fransiskus meng-kanonisasi Ibu Teresa pada 4 September 2016. Ia adalah seorang pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun 1979 dan sahabat Paus Yohanes Paulus II serta Lady Diana sekaligus seorang beriman yang sangat kita kenal dari pelayanan sosialnya, lewat karya yang murah hati, ucapan yang memberkati dan doanya yang sepenuh hati.
Tahun tahun ini adalah kesempatan berharga bagi kita untuk sekali lagi mengenangkan belas kasih Allah lewat teladan Ibu Teresa sebagai contoh “pembawa belas kasih”-Nya.
Walaupun, hampir semua orang suci dari pelbagai agama dan budaya dapat kita sebut juga sebagai “pembawa belas kasih”, tetapi bisa jadi adalah kehendak Allah bahwa Ibu Teresa-lah yang dikukuhkan sebagai orang kudus persis di tahun yang disebut dalam Gereja Katolik sedunia sebagai “Tahum Kerahiman”.
Pesan yang dibawa khusus oleh Ibu Teresa kepada gereja dan dunia adalah menaruh perhatian dan cinta yang istimewa kepada orang lain, terlebih kaum miskin papa.
Orang-orang miskin di dunia, orang- orang yang tidak diinginkan, yang tidak dicintai, yang ditolak, yang terlupakan; lewat kelembutan dan belas kasihan yang ditunjukkan oleh Ibu Teresa dan mereka yang terinspirasi olehnya, boleh percaya akan betapa berharganya mereka di mata Tuhan.
Kelemah-lembutan dan belas kasihan ini adalah “core values:, semacam dua nilai dasar yang Ibu Teresa amini sebagai “tugas panggilan” Tuhan kepadanya, untuk diperkenalkan dan dialami oleh mereka “yang termiskin di antara orang miskin.”
Dengan tujuan inilah, ia mendorong kita untuk: “pergilah kepada orang-orang miskin dengan kelembutan dan tunjukkanlah belas kasihan.” Ini, menurutnya, adalah bagaikan “membawakan” kasih Tuhan sendiri, yang sungguh mencintai setiap diri kita dengan belas kasih yang mendalam.
Sejatinya, hal ini juga selaras dengan undangan para tokoh agama untuk meng-horisontal-kan Kerajaan Allah atau menciptakan surga di bumi: menemukan dan melakukan aneka ria perbuatan belas kasih, baik karya belas kasih jasmani maupun rohani.
2.
Kelaparan Multi Dimensi
Sejelas kata dan karya nyatanya, kepekaan Ibu Teresa terhadap orang-orang yang lapar adalah bukti dari kedekatannya dengan orang-orang tersebut: “Saya melihat anak-anak, dan mata mereka menyorotkan kelaparan. Saya tidak tahu apakah anda pernah melihat kelaparan, tapi saya sudah sering sekali melihatnya.”
Ya, Ibu Teresa bisa merasakan secara mendalam penderitaan orang yang kelaparan secara fisik dikarenakan juga pengalamannya sendiri di masa kecil, kala ibunya mendorong ia dan saudara-saudaranya untuk menolong orang-orang yang ada di jalanan.
Reaksi langsungnya setelah melihat orang-orang itu adalah “kita harus melakukan sesuatu untuk menolong”, yang pada masa itu, (untuk membawakan makanan kepada orang yang kelaparan), adalah sangat sulit.
“Kelaparan” adalah sesuatu yang jauh dari pengalaman kita atau yang bisa kita temui di sekeliling. Mungkin “pertemuan” kita dengan kelaparan hanyalah dari mendengar berita-berita dari tempat yang jauh, yang tertimpa bencana, yang seakan tidak nyata di tempat kita sendiri berada.
Namun, bila kita mau membuka mata kita, seperti yang Ibu Teresa menantang untuk kita lakukan, kita akan menjumpai orang-orang yang kekurangan akan kebutuhan dasar, yang “kelaparan”.
Ibu Teresa tidak membuat program besar untuk mengentaskan kelaparan di seluruh dunia (walau ini diperlukan), tetapi ia “memberi makan kepada yang lapar” seorang demi seorang, satu per satu setiap kali. Walau hanya dengan demikian saja, ia telah membuat suatu perubahan besar, pertama terhadap hidup dari tiap-tiap orang tersebut, dan terutama terhadap dunia.
Ada juga jenis kelaparan lain yang Ibu Teresa katakan, terutama saat ia membuka rumah karya yang baru. Ia sering mengatakan bahwa manusia seringkali bukan “lapar akan makanan” namun “lapar akan vitamin c, yakni cinta”.
Walau jenis kelaparan ini tidak tergolong ke dalam bentuk kemiskinan, ia menyadari bahwa jenis kelaparan ini malah lebih sulit untuk dipulihkan.
Inilah juga yang menjadi tugas pelayanan yang ia tekankan kepada kita dan terlebih para suster-susternya: “Kamu dimaksudkan untuk menjadi kasih yang hidup, yang memberi kasih kepada orang-orang ini.Ketika saya mengangkat seseorang lapar dari jalanan, dan saya berikan dia sepotong roti, saya telah menghilangkan rasa laparnya.
Tetapi kenyataan bahwa orang tersebut dikucilkan, terbuang, tak diinginkan, tak dicintai, ketakutan, terlempar keluar dari masyarakat, penderitaan ini sangat menyakitkan dan saya merasakan itu sangat sulit dihilangkan.”
Ibu Teresa juga menemukan kelaparan jenis lain, baik di negara-negara yang makmur maupun miskin, di antara orang-orang dari segala lapisan dan latar belakang kepercayaan, bahwa “orang-orang lapar akan Tuhan”.
Inilah rasa “lapar spiritual” yang ia alami juga secara mendalam dan ditemui di mana-mana, yang membuatnya ingin menunjukkan dan menjadi “misericordiae vultus” – “wajah kerahiman Allah”, yang menghadirkan kasih Allah, kebaikan Allah dimana pun ia berada, agar orang-orang yang bertemu dengannya dapat bertemu dengan Tuhan yang ia coba pancarkan dengan penuh belas kasihan.
3.
Ibu Teresa dalam Kata Katanya:
“Berikan Hati untuk Mencintai dan Ulurkan Tangan untuk Melayani.”
Darimanakah cinta dimulai ? Cinta dimulai dari keluarga kita sendiri, dari rumah kita sendiri.
Bagaimanakah cinta dimulai ? Cinta dimulai dengan berdoa bersama. Keluarga yang berdoa bersama, tetap bersama. Dan ketika bersama-sama, kalian akan mencintai satu sama lain,
seperti Tuhan mencintai tiap-tiap dari kalian.
Saat ini, di dunia ini terdapat begitu banyak penderitaan, yang disebabkan karena kurangnya doa dan persatuan di dalam keluarga.
Hari ini, ketika kita sedang bersama-sama,
Marilah kita bertekad dengan tegas,
bahwa kita akan membawa doa ke dalam hidup berkeluarga, bahwa kita akan mengajari anak-anak kita untuk berdoa, dan kita akan berdoa bersama mereka, dan lihatlah bagaimana sukacita dan cinta dan damai akan datang ke dalam hati kita, karena
buah dari doa adalah iman,
dan buah dari iman adalah kasih,
dan buah dari kasih adalah pelayanan,
dan buah dari pelayanan adalah damai. Tindakan cinta kasih adalah tindakan perdamaian.
Lebih dari lainnya, orang-orang ingin melihat kasih dalam tindakan-tindakan sederhana kita:
Betapa pentingnya untuk kita mengasihi Tuhan, untuk memberi-Nya makan dalam diri orang yang lapar dan kesepian. Betapa mata dan hati kita harus murni, yang melihat-Nya dalam diri orang-orang miskin. Betapa tangan kita harus bersih, untuk menyentuh-Nya dengan lembut dalam diri orang- orang papa. Betapa kata-kata kita harus memproklamasikan Kabar Baik dari-Nya kepada semua orang-orang.
Pernah seorang wanita datang dengan anak dalam gendongannya dan berkata,”Ibu, aku telah mendatangi satu, dua, tiga tempat, memohon makanan, karena kami sudah tiga hari belum makan, tetapi mereka mengatakan bahwa aku masih muda dan aku harus bekerja untuk bisa makan. Tidak ada seorangpun yang mau memberiku apapun.”
Saya pergi mengambilkan makanan, dan ketika saya kembali mendapatkannya, bayi dalam pelukannya telah meninggal karena kelaparan. Saya berharap bukanlah biara-biara kami yang telah menolaknya.
Kita semua berbicara tentang kelaparan di dunia. Apa yang telah saya lihat di Ethiopia, apa yang telah saya lihat di tempat-tempat lain, orang dalam jumlah ribuan menghadapi kematian hanya karena kekurangan sepotong roti, meninggal karena kekurangan segelas air minum.
Orang-orang meninggal dalam genggaman tangan kita. Dan kita masih terus lupa, mengapa terjadi pada mereka dan bukan pada kita ?
Marilah kita mencintai lebih lagi, marilah kita berbagi lebih lagi, marilah kita berdoa lebih lagi agar penderitaan berat ini terangkat dari dunia. Derita kelaparan adalah sangat buruk dan inilah “momentum kerahiman”, di mana engkau dan saya harus dan terus memberi sampai terasa menyakitkan. Saya mau anda memberi sampai terasa menyakitkan. Memberi seperti ini adalah bagai mencintai Tuhan dalam perbuatan.
Suatu waktu saya mengambil seorang anak dari jalanan di Kalkuta, dari matanya saya tahu dia lapar. Saya beri dia sepotong roti dan dia memakannya sedikit demi sedikit.
Saya katakan padanya, “makanlah rotinya, kamu kan lapar, mengapa memakannya sedikit-sedikit ?” Ia menjawab, “aku kuatir jika aku makan dengan cepat, aku akan segera menjadi kelaparan lagi.”
Saya katakan kepadanya, “makanlah lebih cepat dan akan kuberikan lagi.” Bahkan anak sekecil itu pun telah tahu rasanya penderitaan kelaparan : “aku takut”.
Kau lihat, kita ini tidak tahu. Kita tidak tahu apa rasanya lapar. Saya telah melihat seorang anak yang menjadi meninggal karena kekurangan segelas saja susu.
Saya telah melihat kepedihan luar biasa para ibu yang anak mereka meninggal dalam pelukannya karena kelaparan. Jangan lupa, saya bukan disini untuk meminta uang. Yang saya minta, pengorbanan anda. Saya ingin anda mengorbankan sedikit dari apa yang anda sukai, apa yang anda inginkan untuk diri anda sendiri.
Suatu hari, seorang wanita yang sangat miskin datang ke rumah karya kami, katanya, “Ibu, saya ingin menolong tapi saya sendiri sangat miskin. Saya akan datang dari rumah ke rumah untuk membantu orang-orang dan mencuci pakaian mereka.
Saya perlu memberi makan anak-anak saya, tapi saya juga ingin dapat melakukan sesuatu. Biarkan saya datang kemari setengah jam setiap hari Sabtu untuk mencucikan pakaian kalian.” Bagi saya, wanita ini memberi jauh lebih banyak daripada uang karena ia telah memberikan hatinya.
Akhirnya, baiklah kita kenang kata kata Yohanes Paulus II, ketika beatifikasi Ibu Teresa di Vatikan: “Jangan pernah kita lupa akan teladan mengagumkan yang diwariskan oleh Ibu Teresa, dan marilah kita mengingatnya bukan hanya dalam kata-kata belaka! Melainkan, dengan senantiasa memiliki keberanian untuk memberikan prioritas pada kemanusiaan. Mari, jadilah cahaya bagi-KU.”
C.
Sebuah Sketsa Historiografi “Agnes Gonxha Bojaxhiu”
1.
PROLOG
Masih ingatkah kita, siapa pemenang hadiah Nobel Perdamaian dan sahabat Paus Yohanes Paulus II serta Lady Diana? Tahukah kita, bahwa dia juga dihormati sekaligus dicintai oleh banyak orang, dari pelbagai agama, bangsa dan budaya?
Sebuah kisah nyata tentangnya: Ketika diundang ke University of Notre Dame, Indiana yang dikelola oleh para imam dan bruder Kongregasi Salib Suci, seorang teolog elegan bertanya kepadanya: “Mengapa dalam karya karitatif, anda selalu memberikan ikan kepada orang yang memerlukan, dan bukan pancing yang diberikan sehingga lebih mendidik orang itu?” Dia menjawab, bahwa orang-orang yang ditolongnya adalah orang-orang, yang memegang pancing saja sudah tidak bisa! Sebuah jawaban dari seseorang yang memiliki karunia hikmat. Siapakah dia? Yah, Bunda Teresa dari Calcuta, a living saint!!!
2.
SKETSA PROFIL
“Menurut darah, saya seorang Albania.
Menurut kewarganegaraan, saya seorang India.
Menurut iman, saya seorang biarawati Katolik.
Menurut panggilan, saya milik dunia.
Sementara hati saya, sepenuhnya saya milik Hati Yesus.” (Bunda Teresa dari Kalkuta)
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau "bunga kecil") terlahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di Üsküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibukota Republik Makedonia). Dia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga keturunan Albania, yang terlahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu.
Ayahnya, meninggal pada tahun 1919, ketika ia masih berusia delapan tahun. Keluarganya sendiri adalah keluarga Katolik yang taat, mereka berdoa setiap hari dan sering pergi ke gereja untuk mengikuti misa harian.
Adalah sikap kemurahan hati, teladan kesalahen dan perhatian keluarganya kepada orang miskin, yang memberikan pengaruh positif bagi kehidupan Teresa di kemudian hari.
Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda, “Sodality”. Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha tertarik untuk masuk biara. Pada usia 18 tahun, di bulan November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, di Irlandia.
Setelah menyelesaikan masa novisiat, ia mengganti namanya dengan Teresa yang diambilnya dari salah satu tokoh di Ordo Karmel, St. Teresa dari Lisieux. Ia berharap dapat meneladani kesederhanaan hidupnya, yang disebutnya “Jalan Kecil”.
Pada bulan Desember 1928, Sr. Teresa diutus ke India, dan tiba di Kalkuta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan kaul pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr. Teresa ditugaskan untuk mengajar geografi dan katekese di sekolah putri St Maria, Kalkuta.
Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan kaul kekalnya. Sejak saat itu, ia dipanggil Ibu Teresa, dan pada tahun 1944 dia diangkat sebagai kepala sekolah. Akan tetapi karena kesehatannya memburuk (ia menderita TBC), maka ia tidak bisa lagi mengajar.
Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Kalkuta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Teresa menerima “inspirasi”: “panggilan dalam panggilan”.
Saat itu, 10 September 1946 disebutnya sebagai “Hari Penuh Inspirasi”. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya: “Mari, jadilah cahaya bagiKu.”
Sejak itulah, Teresa dipenuhi hasrat “untuk memuaskan dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa” dengan “berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang termiskin dari yang miskin”.
Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya, Suster Teresa mengenakan kain Sari putih dengan pinggiran biru dan pin salib sederhana di bahu kirinya.
21 Desember 1948, untuk pertama kalinya juga, Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi banyak keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC.
Setiap hari, Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”. Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh para pengikutnya yang pertama.
Pada 7 Oktober 1950, pada perayaan Rosario Suci Bunda Maria, Congregation of the Missionaries of Charity yang dirintisnya memperoleh pengakuan Gereja Katolik melalui persetujuan Paus Pius XII.
Lima belas tahun kemudian, Bapa Suci mengangkat Misionaris Cinta Kasih menjadi Kongregasi Kepausan.
Misi mereka, seperti yang dikatakannya saat menerima Nobel perdamaian, adalah "untuk merawat yang lapar, yang telanjang, yang tuna wisma, yang pincang, yang buta, yang menderita lepra, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan oleh masyarakat, orang yang dianggap menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Dalam perkembangannya, Bunda Teresa membentuk Kongregasi Para Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada tahun 1963, dan pada tahun 1976 membentuk Para Suster Kontemplatif, pada tahun 1979 Para Biarawan Kontemplatif, dan pada tahun 1984 Para Imam Misionaris Cinta Kasih.
Ia juga membentuk Kerabat Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering, yaitu orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih. Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam.
Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981, Bunda Teresa juga memulai Gerakan Corpus Christi bagi para imam sebagai “jalan kecil kekudusan” bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma dan semangat iman dengannya.
Bunda Teresa akhirnya berpulang ke “Kalkuta Abadi” pada 5 September 1997, jam 21.30, di usia 87 tahun. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St.Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu.
Bunda Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September 1997. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama, yang dulu pernah digunakan untuk mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi dan Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Kalkuta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih.
Ia mewariskan teladan iman, harapan dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagiKu,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”.
Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang pribadi langka dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia." Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan: "Ia adalah pemersatu Bangsa. Ia adalah ikon perdamaian dunia".
Setelah kematiannya, ia diberi gelar Beata Teresa dari Kalkuta oleh Paus Yohanes Paulus II pada hari Minggu, 19 Oktober 2003: “Jangan pernah kita lupa akan teladan mengagumkan yang diwariskan oleh Bunda Teresa, dan marilah kita mengingatnya bukan hanya dalam kata-kata belaka! Melainkan, dengan senantiasa memiliki keberanian untuk memberikan prioritas pada kemanusiaan.” (Paus Yohanes Paulus II).
3.
REFLEKSI TEOLOGIS
“The fruit of silence is prayer,
The fruit of prayer is faith,
The fruit of faith is love,
The fruit of love is service,
The fruit of service is peace”
(Bunda Teresa dari Kalkuta)
1. Mariana
MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”
Mariana adalah nama seorang sahabat saya di sebuah paroki di Utara Jakarta. Mariana sendiri bisa berarti, “MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”. Bunda Teresa pun melakukannya. Ia jelas seorang hamba, yang menjadi “Mariana: “MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”.
Secara faktual, banyak penghargaan bergengsi yang diterimanya, antara lain:
1962: Ia menerima “Pandma Shri Prize” untuk "extraordinary services" (Pelayanan yang luar biasa)
1971: Paus Paulus VI menganugerahinya hadiah pertama “Pope John 23rd Peace Prize”.
1972: Pemerintah India menganugerahi “Jawaharlal Nehru Award for International Understanding”.
1979: Ia memenangkan hadiah Nobel Perdamaian.
1985: President Ronald Reagan menganugerahi “The Medal of Freedom”, yang merupakan penghargaan sipil tertinggi di Amerika Serikat.
1996: Ia menjadi orang keempat yang menerima penghargaan sebagai warga kehormatan Amerika Serikat.
Beberapa penghargaan lainnya juga diberikan pada Bunda Teresa, seperti: Magsaysay (Philipina), Warga Kehormatan India dan Albania, Doktor Kehormatan bidang Teologi Kedokteran Manusia. Ia juga pernah diberikan kehormatan berpidato di hadapan Majelis Umum PBB. Di samping itu, berbagai media dengan penuh minat mengikuti perkembangan kegiatannya. Ia menerima baik penghargaan maupun perhatian dunia “demi kemuliaan Tuhan atas nama orang-orang miskin.”
Nah, ketika disinggung tentang koleksi penghargaan yang pernah diterimanya, Bunda Teresa “merendah” katanya, “Saya tidak pantas menerima penghargaan. Saya hanyalah instrumentum cum Deo - “pensil” kecil di tangan Tuhan. Namun saya memandang baik menerima penghargaan ini, karena penghargaan ini merupakan pengakuan atas eksistensi mereka yang termiskin di antara kaum miskin.”
2. Jurus “Tiga C”
Conscience, Competence, Compassion.
“Dalam hidup ini, kita tidak dapat melakukan hal yang besar, kita hanya dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.
In this life, we cannot do great things. We can only do small things with great love.”
(Bunda Teresa dari Kalkuta)
Dulu:
Kongregasi Misionaris Cinta Kasih yang didirikan Bunda Teresa, dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, India.
Kini:
Kongregasi Misionaris Cinta Kasih telah beranggotakan lebih dari 4000 suster. Mereka menjalankan aneka panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia. Mereka merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan.
Secara sederhana, Bunda Teresa sebenarnya mengajak kita memiliki jurus “3C”, sebuah core values, yang juga digali-kembangkan dalam pendidikan karakter di pelbagai kolese milik para imam Yesuit,yakni:
- Conscience:
Ia mengajak setiap pengikutnya untuk menyadari panggilan dan pelayanannya untuk orang miskin. Setiap melihat mereka yang “dibuang” oleh dunia, ia mengajak untuk secara sadar melihat dan mendengar Yesus sendiri yang datang. Bukankah Yesus sendiri bersabda: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.
- Competence:
Ia mengharapkan adanya kompetensi, kecakapan pastoral di tengah tantangan jaman yang semakin kompleks, karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat berharga dan bernilai, apapun keadaannya, maka harus dilayani sebaik mungkin dengan pelbagai kecakapan.
- Compassion:
Inilah yang terpenting. Diandaikan adanya semangat belarasa dan belaskasihan yang tulus pada setiap orang yang dilayani. Sepenggal kisah nyata: Dengan bantuan pejabat India, Bunda Teresa bersama para pengikutnya mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat - Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin.
Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Sakramen Perminyakan. "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidup seperti binatang, mati seperti malaikat, mereka dicintai dan diinginkan."
Bermodalkan jurus “3C” ini, kelompok Bunda Teresa semakin berkembang. Pada tahun 1960-an, mereka telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Mereka kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster.
Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara, baik di Asia, Afrika, Eropa maupun Amerika Serikat.
Sekarang, Misionaris Cinta Kasih berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 4000-an biarawati, dan lebih dari 100.000 sukarelawan di seluruh dunia. Mereka menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara. Ini termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah.
3.Back to Basic: Keluarga!
Figur Bunda Teresa menginspirasi dan mengaspirasi banyak orang untuk semakin rela berbuat baik. Salah satu buah nyatanya, adalah munculnya kelompok awam Katolik yang berjiwa sosial, misalnya: KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa).
Baiklah dalam refleksi teologis yang ketiga ini, kita angkat dua point pokok dalam Pedoman Kerabat Kerja Ibu Teresa, al:
• Bawalah doa ke dalam keluargamu. Cinta kasih dimulai di rumah. Kamu harus memulainya di sana dengan melayani keluarga sendiri dan para tetangga terdekatmu.
• Semua Kerabat Kerja bekerja bersama dengan para Suster, Pastor, Bruder dan Misionaris Cinta Kasih yang paling dekat dengan rumahmu.
Dari dua point pokok di atas, saya menjadi teringat pesan Bunda Teresa ketika ia menerima hadiah Nobel Perdamaian di Oslo Norwegia (11 Desember 1979), “Tidak cukup mengatakan, aku mencintai Tuhan, tetapi aku tidak mencintai tetanggaku. Karena dengan wafat Yesus di kayu salib, Ia telah menjadikan diri-Nya sebagai orang yang lapar, yang telanjang, yang papa ...” Lantas di penghujung sambutannya, ia mengingatkan bahwa mewartakan sukacita itu nyata karena Kristus ada dimana-mana, “Kristus ada di hati kita, Kristus ada pada semua orang miskin papa yang kita jumpai, ada pada seulas senyum yang kita berikan, dan kita peroleh dari mereka.”
Disinilah, Bunda Teresa jelas mengajak kita beriman dengan sehat: melakukan kasih dimulai dari yang ada di dekat kita, dengan pelbagai hal yang sederhana. Menurut saya, Bunda Teresa mengajak kita mengasihi dengan metode sederhana “3M”: Mulai dari diri sendiri; Mulai dari hal-hal kecil; Mulai dari sekarang. Indahnya, semua kasih itu baiklah jika dimulai dari keluarga kita sendiri. Jadi secara sederhana tapi kaya makna, ia mengajak kita kembali ke basis, ke akar dan dasar kita masing-masing: mencintai pasangan, orangtua, anak dan segenap anggota keluarga kita sendiri.
4. Kalkuta
KALikan KUatnya cinTA.
Kalkuta adalah nama tempat berkarya Bunda Teresa di tengah orang miskin di India. Bagi saya, Kalkuta juga memiliki arti yang begitu indah: “KALikan KUatnya cinTA.” Ketika ia ditanya mengenai perHATIannya yang begitu besar kepada orang-orang yang sekarat, ia mengatakan, “Aku hanya ingin membagikan secuil cinta pada hidup saudaraku yang singkat ini, sehingga dia pernah mengalami dan merasakan cinta dan dicintai!”. Ia jelas dan lugas mengkalikan kuatnya cinta. Yah, cintanya kepada Tuhan sungguh dia bagikan dan lipatgandakan dalam cintanya kepada sesama. Cintanya sungguh meresapi seluruh hidup dan karyanya sebagaimana terungkap dalam visi hidupnya yang tertuang pada judul bukunya “My life for the poor”. Ia melipatgandakan cinta dan perhatiannya pada mereka yang paling miskin di antara yang termiskin.
Hal ini bukannya tanpa alasan! Baginya, dalam diri orang-orang yang “KLMTD” (dalam bahasa saya: kecil-labil-mungil-tengil-dekil; dalam bahasa Gereja: kecil-lemah-miskin-tersingkir-difable), ia melihat kehadiran Yesus. Keyakinan iman inilah yang membuat pelayanannya begitu tulus dan total, sebagaimana yang terungkap pada prinsip hidup dan karyanya, “Berikanlah, sampai kamu tidak sanggup lagi!!!”
5. Bunda = Ibu = Mama
Minyak Air Merpati Api
Teresa dari Kalkuta kerap disapa sebagai Ibu Teresa atau Bunda Teresa. “Ibu” atau “Bunda” kadang memiliki nama lain dengan arti yang sama, yakni: “mama”. Bagi saya, seorang Mama Teresa mempunyai 4 semangat dasar yang dibagikannya, yakni:
-Minyak: menguatkan yang lemah.
Ketika ia menerima hadiah Nobel Perdamaian, ia tetap memakai pakaian sari. Ia juga meyakinkan komite Nobel untuk membatalkan acara santap malam untuk menghormatinya, dan menggunakan dananya untuk memberikan makan 400 anak yang lemah secara finansial dan material di India selama 1 tahun.
-Air: menyegarkan yang dahaga.
Ia menyegarkan dahaga para ‘korban’, dengan banyak meninggalkan “buah-buah cinta”:
Ada Congregation of the Missionaries of Charity atau Kongregasi Misionaris Cinta Kasih, Nirmal Hriday atau Rumah Hati Murni: rumah bagi mereka yang sekarat, Shishu Bhavan: rumah untuk anak-anak cacat dan yatim piatu, Brothers of Charity atau Kongregasi Bruder-bruder Misionaris Cinta Kasih, Shanti Nagar atau Kota Ketentraman: rumah bagi para penderita penyakit kusta, Prem Daan atau Anugerah Cinta: rumah untuk para penderita TBC dan masih banyak lagi “buah-buah cinta” Bunda Teresa yang tersebar-pencar di berbagai negara.
Itulah juga sebabnya, mengapa setiap Teresa mendirikan komunitas Misionaris Cinta Kasih, setiap dipasang salib Yesus di dinding, pastilah terpasang kalimat wasiat Yesus yang keenam di atas salib, “Aku haus” (Yohanes 19:28). Ia ingin menyegarkan dahaganya Yesus dengan cara melayani sesama yang haus, dengan penuh cinta dan perhatian kasih.
-Merpati: melembutkan yang kasar.
Pada tahun 1982 saat puncak pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina.
Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia juga melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para pasien muda. Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia berani memperluas misinya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya berkeras hati menolak kehadiran Misionaris Cinta Kasih: "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa, Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri."
-Api: menghangatkan yang dingin.
Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya.
Bahkan, ia juga mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri yang dianggap dingin dalam berpikir dan bertindak. Ia juga bepergian untuk membantu dan melayani penderita kelaparan di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa di Armenia, tentunya dengan penuh kehangatan.
Di lain matra, ia kerap merasa kecewa dan sedih bila orang menyamakannya dengan pekerja sosial.
Sebab baginya, apa yang dilakukannya adalah buah dari iman, dari doa dan kontemplasi di tengah dunia nyata. Dari dalam keheningan doa lahirlah iman yang hidup, yang akhirnya membuahkan cinta kasih. Kasih berbeda dengan kasihan. Karena kasih yang sejati itu membuatnya turut menderita “real love hurts”.
4.
EPILOG
Jika kita ingin sungguh bisa mencintai,
Kita harus belajar bagaimana mengampuni
(Bunda Teresa dari Kalkuta)
Ratusan biarawati dan pastor mengikuti misa memperingati seratus tahun kelahiran Bunda Teresa. Anak-anak dan wisatawan di Kalkuta juga menghadiri misa yang diadakan pada hari Kamis, 26 Agustus 2010, di markas besar Ordo Misionaris Cinta Kasih yang didirikannya. Kardinal Telesphore Placidus Toppo dari Ranchi memimpin misa itu.
Sebuah pesan dari Paus Benediktus XVI yang dibacakan pada misa itu mengungkapkan rasa syukur dengan menyebut Bunda Teresa sebagai “anugerah tak ternilai” yang karyanya diteruskan oleh para pengikutnya. Usai misa, para biarawati penerus Bunda Teresa melepaskan burung-burung merpati yang melambangkan perdamaian.
Yah, “tokoh raksasa bertubuh kerdil” yang selalu tampil sederhana ini memang sungguh mempesona. Ketika melayani, ia begitu lembut dan tulus, namun ketika berhadapan dengan nilai-nilai prinsip, ia begitu tegas dan lugas. Dengan keras ia menentang praktek aborsi.
Seluruh kisah hidup beserta karya pelayanan Bunda Teresa terangkum dalam berbagai “gelar” yang diberikan dunia kepadanya: “Teladan Orang Modern, Mutiara dari India, Ibu Kaum Terpapa dan Termiskin, Mother of Humanity, Angel of Mercy” dan sebagainya. Jejak nyata kehadirannya di India telah mengubah wajah Kalkuta dari “A City of Ghost - Kota Hantu” menjadi “A City of Joy – Kota Sukacita”.
Yah, baginya sebuah spiritualitas bisa diwariskan dan dibagikan bagi dunia modern dan bagi keluarga kita masing-masing sekarang, “Donato Ergo Sum: Aku berbagi maka aku ada!”
5.
ASPIRASI
Hidup adalah kesempatan, gunakan itu.
Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
Hidup adalah pertandingan, jalani itu.
Hidup adalah mahal, jaga itu.
Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
Hidup adalah kasih, nikmati itu.
Hidup adalah janji, genapi itu.
Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
Hidup adalah perjuangan, terima itu.
Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
Hidup adalah petualangan, lewati itu.
Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.
Saudaraku Yang Paling Hina.
SaudaraKu yang paling hina (yang termiskin di antara kaum miskin) ialah mereka :
• yang lapar dan kesepian - tidak hanya lapar akan makanan, tetapi juga akan Sabda Allah.
• yang haus dan disingkirkan - tidak hanya untuk segelas air tetapi juga untuk pengetahuan, perdamaian dan kebenaran serta keadilan dan cinta.
• yang telanjang dan tak dicintai - tidak hanya untuk pakaian, melainkan juga untuk harga diri.
• yang tak dikehendaki, bayi-bayi yang digugurkan, korban diskriminasi, tuna wisma bukan hanya membutuhkan sebuah rumah dari bata, tetapi juga sebuah hati yang penuh pengertian, melindungi dan mencintai.
• orang miskin yang sakit, sekarat dan para tahanan, juga yang sakit jiwanya, tak bersemangat hidup.
• semua yang telah kehilangan harapan dan iman.
• pecandu obat bius dan minuman keras.
• dan mereka semua yang telah kehilangan Tuhannya (bagi mereka Tuhan adalah masa lampau, padahal Tuhan selalu ada) dan mereka yang telah kehilangan harapan akan kekuatan Roh.
-1:40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar