Ads 468x60px

SPIRITUALITAS KADO



HIK – HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
"SPIRITUALITAS KADO" :
KA- sihi musuhmu dan DO-akan orang yang menganiaya kamu.
Fyodor Dostoevsky menceritakan kisah tentang dua bersaudara, Ivan dan Alyosha Karamazov. Alyosha adalah seorang pengikut Yesus yang setia, sedangkan Ivan adalah seorang yang skeptis terhadap agama.
Cerita ini mengisahkan tentang Ivan yang menemui saudaranya di sebuah kafe. Dalam upayanya untuk merendahkan iman Alyosha, Ivan mendeklamasikan sebuah puisi panjang yang ditulisnya tentang Penyelidik Agung. Dalam puisi itu, sang Penyelidik mencerca Yesus karena keputusan-Nya memberikan kehendak bebas bagi manusia sehingga membawa begitu banyak kepedihan dan penderitaan di dalam dunia ini.
Ketika Penyelidik Agung menyelesaikan argumennya, Ivan menggambarkan bahwa Yesus tidak mampu menjawab. Yesus malah mendekati sang Penyelidik dan menciumnya. Ivan berharap Alyosha akan melihat tindakan Yesus sebagai tindakan yang tidak masuk akal. Namun begitu saudaranya selesai berbicara, Alyosha justru meniru tindakan Yesus. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencium Ivan.
Sikap Alyosha yang luar biasa itu benar-benar membalikkan suasana. Sikap itu menggambarkan kemenangan kasih atas keragu-raguan dan skeptisisme. Kasih menepis setiap keberatan yang ada. Tak ada argumen logis yang dapat menumbangkannya.
Itulah sebabnya Yesus meminta kita mengasihi musuh kita, dan melakukan kebaikan bagi mereka yang menganiaya kita (Matius 5:44). Bukan argumen yang rasional, melainkan kasihlah yang mampu mengatasi kebencian. Kebaikan Allah yang dinyatakan di dalam kasih kita, akan membawa orang menuju pertobatan
TUJUH JURUS IMAN:
1.
Berkonsentrasilah pada kebaikan Allah dan bergantunglah pada hal itu. Apa pun yang terjadi dalam lingkungan kita tidak akan mengubah kebenaran bahwa Tuhan itu selalu baik (Nahum 1:7).
2.
Bertahanlah pada keyakinan Anda. Daniel tidak mau menyerah meski dikelilingi oleh orang-orang yang tidak saleh (Daniel 1).
3.
Tenggelamlah dalam sabdaNya. Dengarkan Allah dan resapkan sabdaNya, yang akan menguatkan hati Anda (Mazmur 119:49,50).
4.
Berbuatlah baik kepada mereka yang memusuhi Anda. Balaslah kejahatan dengan kebaikan (Matius 5:44).
5.
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Matius 5:44)
6.
Percayalah bahwa Allah menyertai Anda. Dia sekali-kali tidak akan membiarkan Anda. Dan sekali-kali tidak akan meninggalkan Anda (Ibrani 13:5).
7.
Tuhan, banjirilah hatiku dengan belas kasihan, dan bersihkan diriku dari roh yang tidak mau mengampuni. Tolong aku untuk ‘hidup dalam perdamaian dengan semua orang’" (Roma 12:18). Ketika hanya tinggal Anda dan Allah, itu sudah cukup, bukan?
=====
“AMOR VINCIT OMNIA” :
CINTA MENGALAHKAN SEGALA.
Dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy, berasal dari bahasa Latin inimicus, artinya "bukan sahabat" (Lat: sahabat: amicus/socius), yakini orang yang membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa dan sakit. Maka, nasehat untuk mengasihi musuh bisa dibilang aneh. Sebab, normalnya musuh itu mesti dilawan, dibenci, disingkirkan, kalau perlu dibasmi: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44).
Disinilah, sebenarnya ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis dengan beberapa pertimbangan dasar, al:
Pertama, membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.
Kedua, melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang. Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan.
Dengan memahami makna ajaran "mengasihi musuh", kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk mengasihi orang lain; untuk berbuat kebaikan. Seperti kata Alfred Plummer, "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi"
TANAH YANG DIPENUHI OLEH AKAR KEPAHITAN PERLU DIBAJAK DENGAN KASIH KARUNIA ALLAH
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
VATIKAN DAN MEDJUGORJE
Iman Kristen tertuju hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang lahir, mati dan bangkit untuk menebus dosa dan bagi keselamatan manusia.
Namun peranan Maria dalam perjalanan iman dan keselamatan manusia tidak dapat dipungkiri. Maria dipilih oleh Allah sebagai Bunda Yesus, Tuhan. Tuhan Yesus menggunakan BundaNya menjamah semua orang dengan penampakan-penampakan Maria baik di Lourdes, di Fatima, di Guadalupe, di Benneux, dll...
Dan sekarang Paus Fransiskus menampakkan KEPEDULIANnya atas fenomena PERTOBATAN di MEDJUGORJE. Di sana, di Paroki Medjugorje, sudah terjadi banyak kasus pertobatan.
Dan Sri Paus menunjukkan kepeduliannya akan hal ini dan perhatiannya untuk para peziarah dengan menugaskan Mgr. Henryk Hoser, S.A.C, Uskup Agung dari Warsawa-Prague, selaku utusan khusus dari Vatikan untuk kunjungan PASTORAL di Medjugorje, Bosnia dan Herzegovina.
B.
“Sentire cum Deo - Sehati dengan Tuhan.”
Itulah tugas seorang nabi, jubir/jurubicaranya Allah (Ibr: “Nabiy”=messenger/prophet=utusan/pembawa kabar).
Dalam buku saya, “BBM” (RJK, Kanisius), ada 4 sikap nabi, al: “SAFT”:
Siddiq/jujur;
Amanah/terpercaya;
Fathonah/rajin
Tabligh/berbagi.
Ada beberapa nama nabi besar, tiga diantaranya yakni:
- Elia ("Yahweh adalah Allah");
- Elisa ("Allah adalah keselamatan") dan
- Yesus (“Yahweh yang menyelamatkan”).
Mereka mempunyai 4 karakteristik dasar, al:
1. "N"ampakkan Tuhan “dengan cinta”:
Mereka nampakkan Tuhan yang mencinta, yang tidak suka mengotak-kotakkan, yang cintanya tidak eksklusif-politis-elitis/penuh akal bulus, tapi yang cintanya inklusif-positif-terbuka dan tulus: Elia mengenyangkan janda di Sarfat-Elisa mentahirkan Naaman, seorang panglima kerajaan Aram yang sakit kusta dan Yesus juga membuat banyak “tanda cinta” bagi sesamanya dari desa Kana sampai Betania (Yoh 2 - Yoh 11).
2. "A"rahkan tujuan “ke surga”:
Mereka focus “on track”-setia arahkan ke surga. Bagi mereka, hidup=“ziarah” (Jw: siji sing diarah - satu yang dituju) yakni surga dan bukan harta. Sepenggal buktinya: Ketika Naaman telah sembuh dan hendak memberi hadiah, Elisa menolak karena disadari karyanya hanya datang dari rahmat dan kuasa Tuhan: "vanita', tutta e' vanita'" ("sia-sia-segalanya adalah sia-sia"). Adapun penyakit kusta Naaman pindah ke Gehazi, salah satu pelayan Elisa yang serakah (2 Raj 5).
3. "B"inasakan setan “dengan doa”:
Nabi Daniel berdoa 3x sehari. Nabi Daud berkata: "7 x sehari aku memuji Engkau" (Maz 119:164). Elia dan Elisa juga biasa berdoa di gunung dan disanalah Elia menjumpai Tuhan dalam angin sepoi sepoi, bahkan Yesus setiap pagi dan malam pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa: "Doa orang benar sangat besar kuasanya” (Yak 5:16).
4. "I"kuti jalan iman “dengan matiraga”:
Yunus masuk ikan paus. Ayub ditinggal mati keluarganya. Yohanes dipenggal. Yeremia dipenjara dan Yesaya digergaji. Elia sendiri tinggal di tepi sungai Kerit dengan minum air sungai dan diberi makan roti/daging oleh burung gagak. Elia juga harus lari ke padang gurun dan tinggal di gua Horeb. Elisa pernah dicemooh: "Botak, naiklah botak!" Yesus juga dicemooh-dihina dan harus mati disalib. Inilah jalan iman: penyaliban dan derita, tapi bukankah itu adalah jalan menuju kebangkitan dan cinta?
“Cari serabi di Balik Papan - Jadilah nabi dalam kehidupan!”
C.
"Spe gaudentes, in tribulation patientes, oration instants - Bersukacita dalam pengharapan, bersabar dalam kesesakan dan bertekun dalam doa.”
Inilah salah satu ayat yang kerap saya daraskan di awal doa umat dalam misa kudus karena mengajak saya untuk selalu berani menghidupi iman lewat tiga sikap nyata: bersyukur-bersabar dan bertekun.
Adapun, Yesus juga menghidupi imannya, tidak hanya sebagai imam yang menguduskan/raja yang memimpin tapi juga sebagai nabi yang mewartakan kebenaran.
Nabi berakar dari kata "naba" : kabar/ berita/sabda, yang mendapat dan mewartakan kabar/berita/sabda ilahi walau dengan resiko kadang ditolak dan disingkirkan sesamanya.
Dengan kata lain: Nabi/Messenger/Prophet" berarti juga menjadi jubir-juru bicara/jurkam-juru kampanye Allah yang harus memiliki beberapa sikap ilahi seperti yang saya sebut di atas, antara lain:
"Bersyukur":
Ia mengajak kita untuk terus bersyukur dalam pengharapan bahwa Tuhan selalu menyertai setiap usaha dan niat baik kita para pilihanNya. Para nabi sendiri bersyukur karena menerima wahyu langsung dari Tuhan, misalnya Yeremia yang penuh syukur dan mengucapkan satu kalimat yang mencetuskan spirit kenabian: “jika aku tidak berbicara, bagai ada api yang terbungkus dalam dadaku.”
"Bersabar":
Kita diajak untuk bersabar dalam menghadapi resiko sebagai nabi modern, seperti Mgr Romero di Elsalvador yang ditembak mati ketika sedang merayakan misa pagi karena berani menyuarakan keadilan dan kenabian secara jujur dan adil.
"Bertekun":
Kita diajak untuk tetap membawa semua gulat-geliat hidup dalam doa secara terarah dan teratur kepadaNya, karena seperti kata Gibran dalam “Taman Sang Nabi”: Kita semuanya saling tergantung satu sama lain dalam jalinan hukum cinta semesta, sejak purba tanpa ada batas masa. Maka, marilah kita hidup ramah dalam suasana mesra satu terhadap yang lain. Kita saling mencari ketika merasa seorang diri, selagi menyusuri jalan yang sepi, atau di saat sunyi, tiada tungku penghangat badan yang alami.
"Makan bakut plus kue serabi - Jangan takut menjadi seorang nabi."
D.
“Hosanna in excelsis - Terpujilah Engkau di surga.”
Inilah pekik iman yang bisa kita kumandangkan kepadaNya atas berkatNya kepada kita.
Pertanyaannya: Apakah dalam memberikan rahmat-Nya, Tuhan pilih-pilih orang?
Dari sekian banyak janda yang kelaparan, Elia hanya diutus untuk janda di Sarfat (1Raj 17,7-24). Dari sekian banyak orang kusta, hanya Naaman yang disembuhkan-Nya dengan perantaraan Elisa (2 Raj 5,1-27).
Tentu saja tidak demikian! Tuhan jelas maha baik untuk semua orang: Ia "menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar" (Mat 5,45).
Oleh karena itu, yang menjadi pokok persoalan bukan pada Allah yang mengotak-kotakkan tetapi pada pihak manusia yang kerap menolak-Nya, yang tidak menerima-Nya dengan penuh “hik”: harapan iman dan kasih.
Dengan demikian, sabda Tuhan ini mengajak kita untuk dengan sebulat hati 100% menerima-Nya sebagai Dia yang kita imani, sebagai satu-satunya tempat di mana kita penuh dan utuh menggantungkan "hik", harapan iman dan kasih kita sepenuhnya, selalu dan senantiasa, sepanjang hayat di kandung badan.
"Dari Matraman ke Cililitan -
Dengan iman, kita kalahkan kejahatan."
E.
"Jesus' power to heal and cleanse"
Gospel Reading: Luke 4:24-30
And he said, "Truly, I say to you, no prophet is acceptable in his own country. But in truth, I tell you, there were many widows in Israel in the days of Elijah, when the heaven was shut up three years and six months, when there came a great famine over all the land; and Elijah was sent to none of them but only to Zarephath, in the land of Sidon, to a woman who was a widow. And there were many lepers in Israel in the time of the prophet Elisha; and none of them was cleansed, but only Naaman the Syrian."
When they heard this, all in the synagogue were filled with wrath. And they rose up and put him out of the city, and led him to the brow of the hill on which their city was built, that they might throw him down headlong. But passing through the midst of them he went away.
Old Testament Reading:
2 Kings 5:1-15
Naaman, commander of the army of the king of Syria, was a great man with his master and in high favor, because by him the LORD had given victory to Syria. He was a mighty man of valor, but he was a leper.
Now the Syrians on one of their raids had carried off a little maid from the land of Israel, and she waited on Naaman's wife. She said to her mistress, "Would that my lord were with the prophet who is in Samaria! He would cure him of his leprosy." So Naaman went in and told his lord, "Thus and so spoke the maiden from the land of Israel." And the king of Syria said, "Go now, and I will send a letter to the king of Israel." So he went, taking with him ten talents of silver, six thousand shekels of gold, and ten festal garments. And he brought the letter to the king of Israel, which read, "When this letter reaches you, know that I have sent to you Naaman my servant, that you may cure him of his leprosy." And when the king of Israel read the letter, he rent his clothes and said, "Am I God, to kill and to make alive, that this man sends word to me to cure a man of his leprosy? Only consider, and see how he is seeking a quarrel with me."
But when Elisha the man of God heard that the king of Israel had rent his clothes, he sent to the king, saying, "Why have you rent your clothes? Let him come now to me, that he may know that there is a prophet in Israel."
So Naaman came with his horses and chariots, and halted at the door of Elisha's house. And Elisha sent a messenger to him, saying, "Go and wash in the Jordan seven times, and your flesh shall be restored, and you shall be clean."
But Naaman was angry, and went away, saying, "Behold, I thought that he would surely come out to me, and stand, and call on the name of the LORD his God, and wave his hand over the place, and cure the leper. Are not Abana and Pharpar, the rivers of Damascus, better than all the waters of Israel? Could I not wash in them, and be clean?" So he turned and went away in a rage.
But his servants came near and said to him, "My father, if the prophet had commanded you to do some great thing, would you not have done it? How much rather, then, when he says to you, `Wash, and be clean'?" So he went down and dipped himself seven times in the Jordan, according to the word of the man of God; and his flesh was restored like the flesh of a little child, and he was clean. Then he returned to the man of God, he and all his company, and he came and stood before him; and he said, "Behold, I know that there is no God in all the earth but in Israel; so accept now a present from your servant."
Meditation
Do you believe that God wants to act with power in your life today? Power to set you free from sin and hurtful desires, fear and oppression. Throughout the Scriptures we see God performing mighty acts to save his people from death and destruction - from Noah's ark that spared his family from the flood of wickedness that had spread across the land to Moses and the Israelites who crossed through the parting waters of the Red Sea as they fled the armies of Pharoah their slave Master and oppressor.
Throughout the Gospel accounts Jesus praised individuals who put their faith in God as they remembered the great and wonderful deeds he had performed time and again. Jesus even praised outsiders - non-Jews and pagans from other lands who had heard about the mighty deeds of the God of Israel. One example Jesus mentioned was Naaman the pagan army commander from Syria who was afflicted with leprosy - a debilitating skin disease that slowly ate away the flesh (2 Kings 5:1-15).
Naaman's slave-girl was a young Jewish woman who had faith in God and compassion for Naaman her master. She urged him to seek healing from Elisha, the great prophet of Israel. When Naaman went to the land of Israel to seek a cure for his leprosy, the prophet Elisha instructed him to bathe seven times in the Jordan river. Namaan was indignant at first, but then repented and followed the prophet's instructions. In doing so he was immediately restored in body and spirit.
Healing the leprosy of soul and body
What is the significance of Naaman's healing for us? Ephrem the Syrian (306-373 AD), an early Christian teacher from Edessa, tells us that Naaman's miraculous healing at the River Jordan, prefigures the mystery of the healing which is freely granted to all nations of the earth by our Lord
Jesus through the regenerating waters of baptism and renewal in the Holy Spirit (Titus 3:5).
"Therefore Naaman was sent to the Jordan as to the remedy capable to heal a human being. Indeed, sin is the leprosy of the soul, which is not perceived by the senses, but intelligence has the proof of it, and human nature must be delivered from this disease by Christ's power which is hidden in baptism. It was necessary that Naaman, in order to be purified from two diseases, that of the soul and that of the body, might represent in his own person the purification of all the nations through the bath of regeneration, whose beginning was in the river Jordan, the mother and originator of baptism." (commentary On The Second Book of Kings 5.10-1)
Jesus told Nicodemus, "unless one is born of water and the Spirit, he cannot enter the kingdom of God" (John 3:5).
The Lord Jesus wants to renew in each one of us the gift of faith and the regenerating power of baptism and the Holy Spirit (Titus 3:5) which cleanses us of the leprosy of sin and makes us "newborn" sons and daughters of God.
Confronting the sin of indifference and unbelief
When Jesus first proclaimed the good news of God's kingdom to his own townspeople at Nazareth (Luke 4:23-27), he did not hesitate to confront them with their sin of indifference and unbelief. He startled his listeners in the synagogue at Nazareth with a seeming rebuke that no prophet or servant of God could receive honor among his own people.
He then angered them when he complimented Gentiles who had shown more faith in God than the "chosen ones" of Israel. Some who despised the Gentiles (non-Jews) even spoke of them as "fuel for the fires of hell."
Jesus' praise for "outsiders" offended the ears of his own people because they were blind-sighted to God's merciful plan of redemption for all the nations. The word of rebuke spoken by Jesus was met with indignation and hostility. The Nazarenes forcibly threw him out of their town and would have done him physical harm had he not stopped them.
We all stand in need of God's grace and merciful help every day and every moment of our lives. Scripture tells us that "the steadfast love of the Lord never ceases, his mercies never come to an end; they are new every morning" (Lamentations 3:22-23). God gives grace to the humble who seek him with expectant faith and with a repentant heart that wants to be made whole and clean again.
The Lord Jesus will set us free from every sinful habit and every harmful way of relating to our neighbor, if we allow him to cleanse and heal us. If we want to walk in freedom and grow in love and holiness, then we must humbly renounce our sinful ways and submit to Christ's instruction and healing discipline in our lives.
Scripture tells us that the Lord disciplines us for our good that we may share his holiness (Hebrews 12:10). Do you want the Lord Jesus to set you free and make you whole again? Ask him to show you the way to walk in his healing love and truth.
"Lord Jesus, teach me to love your ways that I may be quick to renounce sin and willfulness in my life. Make me whole and clean again that I may delight to do your will."
Psalm 42:2-4
My soul thirsts for God, for the living God. When shall I
come and behold the face of God?
My tears have been my food day and night, while men say to
me continually, "Where is your God?"
These things I remember, as I pour out my soul: how I went
with the throng, and led them in procession to the house of
God, with glad shouts and songs of thanksgiving, a
multitude keeping festival.
Psalm 43:3-4
Oh send out your light and your truth; let them lead me, let
them bring me to your holy hill and to your dwelling!
Then I will go to the altar of God, to God my exceeding joy;
and I will praise you with the lyre, O God, my God.
Daily Quote from the Early Church Fathers
"Fulfill the commandments out of love. Could anyone refuse to love our God, so abounding in mercy, so just in all his ways? Could anyone deny love to him who first loved us despite all our injustice and all our pride? Could anyone refuse to love the God who so loved us as to send his only Son not only to live among human beings but also to be put to death for their sake and at their own hands?" (Augustine, Bishop of Hippo, 354-430 A.D.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar