Ads 468x60px

Selasa, 22 Mei 2018



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Selasa, 22 Mei 2018
Hari Biasa Pekan VII
Yakobus (4:1-10)
(Mzm 55:7-11a.23)
Markus (9:30-37)
“Servite in caritate - Layanilah dalam cinta kasih”
Inilah ajakan Yesus supaya kita bisa menjadi pribadi beriman yang terbesar dan terdahulu: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35).
Inilah jalan iman yang ditawarkan Yesus kepada kita hari ini, yakni belajar melayani dengan menjadi seperti anak-anak (children) dan bukan bersikap kekanak-kanakan (childish): Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku" (Mrk 9,36-37)
Adapun tiga indikasi dasar dari sikap anak-anak supaya kita bisa menjadi orang beriman yang terbesar dan terdahulu, yakni ‘TTS”, antara lain:
1. Tulus - dalam mengasihi:
Di tengah dunia yang penuh akal bulus, ketika banyak orang berpola “citius altius fortius – lebih cepat lebih tinggi lebih kuat”, Tuhan malahan mengajak kita mempunyai cinta kasih yang tulus seperti anak-anak kecil, yang mengedepankan kemurnian hati tanpa banyak intrik, taktik dan aneka konflik. Ia mengharapkan cinta kasih kita adalah cinta kasih yang polos, murni dan tanpa banyak kepentingan terselubung.
2. Terbuka - dalam melayani:
"Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka". Yesus meminta para murid untuk menyambut-Nya seperti Ia menyambut seorang anak kecil, yakni dengan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Kalau Yesus menempatkan seorang anak kecil di tengah, itu artinya Ia menjadikan anak itu sebagai pusat perhatian.
Ya, Yesus juga kerap tergambarkan sedang memeluk anak kecil. Tindakan memeluk ini diawali dengan membuka dan merentangkan tangan untuk menyambut orang yang ingin dipeluk. Tangan yang terbuka dan terentang ini sesungguhnya mengungkapkan hati yang terbuka dalam melayani.
Hal ini berarti bahwa kita juga diharapkan membuka hati dengan penuh kasih dan sukacita untuk melayani semua sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Dalam diri merekalah, Kristus hadir secara nyata untuk kita peluk, kita kasihi, dan pastinya untuk kita layani.
3. Sederhana - dalam mengimani:
"Simple is beautiful - Sederhana itu indah!” Inilah sikap seorang anak kecil pada umumnya. Mereka tidak mempunyai banyak pertanyaan, mudah menerima dan percaya. Bukankah Yesus sendiri datang dan terbaring sebagai anak kecil yang lemah di tempat yang sederhana? Kita bisa melihat dan mengingat Yesus kecil dengan tangan lemah terulur dan terbuka lebar. Ia memohon bantuan orang lain: Aku membutuhkan engkau. Tatapan mata bening dan uluran tangan lembutnya seolah menyapa siapa saja yang memandangnya. Begitu sederhana, bukan?
Pepatah Jawa yang berkata, “Aja Adigang, Adigung, Adiguna - Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti" kiranya tepat untuk membuat kita semakin mau sederhana dan rendah hati di hadapan Tuhan.
“Ada Wayan di kampung Bali - Jadilah pelayan bagi Sang Ilahi.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Servus servorum - Hamba segala hamba."
Inilah semangat Yesus yang juga menjadi semangat dasar kepausan dan seharusnya juga menjadi semangat hidup, "capa/cara pandang, capi/cara pikir- cahi/cara hidup" kita setiap harinya.
Adapun sebagai hambaNya yang siap melayani, ber-"servus servorum", kita diajak memiliki "KRS" yang harus diisi setiap harinya, antara lain:
A."K: Keterbukaan hati":
Seperti sebuah lirik mazmur tanggapan, kita diajak untuk memiliki hati yang terbuka pada segala rencana dan sapaan sederhana Allah, berani mengalami perjumpaan dengan Allah lewat sesama, selalu siap untuk ber-kontak, dibentuk dan dirombak oleh Allah sendiri.
B."R: Rendah hati":
Mengacu pada bacaan pertama, Ia mengajak kita untuk menanggalkan iri dan tinggi hati tapi kenakan semangat rendah hati, bersahaja-miskin di hadapan Tuhan, menjadi "humus" yang menyuburkan, yang siap untuk "menggerakkan" dan tidak malahan "menggerahkan" hidup orang lain.
C."S: Sepenuh hati":
Yesus berkata, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia mereka akan membunuhNya tapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit.” Para murid tidak mengerti dan segan bertanya kepadaNya tentang kata-kata-Nya, tapi para murid tidak pernah segan untuk tetap mengikutiNya. Mereka ingin sepenuh hati menjadi muridNya. Kita diajak untuk tidak setengah hati tp 100% mjd muridNya.
"Cari baju di Taman Sepatan - Mari maju dalam iman dan perbuatan."
2.
Menjadi Besar Karena Melayani
01.
Dalam Injil Markus, tiga kali Yesus memberitahukan kepada para murid mengenai sengsara, wafat dan kebangkitan yang akan dialami-Nya (Mrk 8:31-9:1; 9:30-32; 10:32-34) agar orang-orang terdekat-Nya itu memahami jalan salib yang akan ditempuh-Nya dan dapat mempersiapkan diri menghadapinya. Namun ternyata para murid tidak mampu memahami realitas salib itu. Mereka terjebak oleh mind-setnya sendiri. Sebagai utusan Allah, Mesias seharusnya adalah sosok pribadi yang agung, unggul, mulia, tak terkalahkan dan penuh kuasa. Karena itu ketika Yesus menubuatkan tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, para murid menanggapinya dengan cara yang tidak tepat. Petrus bahkan berani menegur Yesus agar tidak mengatakan hal itu (Mrk 8:32); mereka malah sibuk bertengkar memperebutkan siapa yang terbesar diantara mereka (Mrk 9:34); dan agar tidak didahului oleh murid yang lain, Yohanes dan Yakobus secara khusus meminta posisi penting yaitu sebagai orang kedua dan ketiga pada saat Yesus mulia kelak (Mrk 10:37).
02.
Bagi Yesus jalan salib merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi karena hal itu merupakan kehendak Allah yang harus dilaksanakan dan diselesaikan-Nya (accomplished). Dalam ay. 31 dipakai kata “diserahkan” (delivered, atau paradidotai) untuk menegaskan bahwa peristiwa salib merupakan prakarsa Allah. Anak Manusia diserahkan oleh Allah ke dalam tangan (kekuasaan) manusia. Di hadapan Pilatus yang merasa diri berkuasa terhadap hidup-Nya, Yesus menegaskan, “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:11). Dialah orang benar, hamba Yahwe, yang diserahkan oleh Allah ke dalam kekuasaan orang jahat. Gagasan ini berbeda dengan ide dalam bacaan pertama (Keb 2:12.17-20) yang mengungkapkan prakarsa orang-orang jahat yang ingin menyiksa orang benar untuk menguji kualitas hidupnya dan membuktikan apakah benar Allah melindungi dan menolongnya, membebaskannya dari tangan para lawannya. Bagi Yesus penderitaan dan salib merupakan tugas dari Bapa yang harus dilaksanakan-Nya sebagai jalan untuk menyelamatkan banyak orang.
03.
Namun dalam tradisi eksegese para Bapa Gereja melihat perikop dalam Kitab Kebijaksanaan itu sebagai nubuat tentang sengsara Kristus karena ada unsur-unsur yang mirip khususnya dalam Mat 27:43 “Ia menaruh harapan-Nya pada Allah, baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah”. Perikop ini mau mengingatkan bahwa harga yang harus dibayar untuk sebuah kesetiaan dan ketaatan kepada kehendak Allah, untuk melakukan yang baik, benar dan jujur itu memang cukup tinggi. Untuk mewujudkannya kita akan mengalami banyak kesulitan dan tantangan. Meskipun demikian berbuat jujur, melakukan hal yang baik dan benar itu lebih menguntungkan, memberikan ketenangan dan kebahagiaan batin daripada bertindak tidak jujur, mengingkari yang baik, benar dan suci. Ungkapan “wong jujur bakal ajur”tidak berlaku bagi orang beriman. Justru iri hati, egoisme, hawa nafsu yang tidak teratur, segala macam perbuatan jahat yang akan menimbulkan kekacauan (lih. Bacaan II).
04.
Nampaknya ambisi untuk dihormati, dihargai, berkuasa, memiliki jabatan atau posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan religious merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh banyak orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mencitrakan diri sebagai orang saleh yang “suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan” (Mrk 12:38-39), mengumumkan sedekahnya di rumah-rumah ibadat atau di lorong-lorong jalan (lih. Mat 6:2), berdoa ”dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya” (Mat 6:5). Ambisi seperti itu ternyata juga dimiliki oleh para murid. 05. Yesus memeluk seorang anak kecil sebagai ilustrasi untuk ajakan-Nya agar menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya (ay. 35-36).
Yesus mengambil anak sebagai ilustrasi bukan karena kelucuannya, senyumannya atau innocence-nya tetapi karena kerapuhannya, kelemahannya, ketidakberdayaannya serta ketergantungan total kepada orangtuanya. Kita sering marah dan mengusirnya karena terlalu ribut sehingga mengganggu ketenangan dan kekhidmatan dalam Perayaan Ekaristi. Anak kecil kurang dihargai dan diperhitungkan karena dianggap belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang hal ikhwal kehidupan ini. Dengan demikian anak kecil dipakai sebagai gambaran orang-orang yang dalam kehidupan sosial diremehkan, tidak dianggap penting. Tetapi Yesus menempatkannya di tengah-tengah para murid, di tengah-tengah Gereja (lih. ay. 36). Hal ini mengingatkan kita bahwa yang seharusnya berada di tengah-tengah Gereja, yang menjadi pusat perhatian dan pelayanan, yang menerima pelukan penuh kasih adalah yang lemah, miskin, terlantar, tertindas dan tidak berdaya.
05.
Kita menghargai dan menghormati orang karena prestasinya, kekayaannya, jabatannya dan bukan karena pribadi atau keberadaannya. Yesus mengubah paradigma itu. Orang menjadi besar karena kehadirannya dibutuhkan, diharapkan. Kehadirannya diharapkan karena hidupnya mampu memberikan keuntungan, manfaat dan memberikan sumbangan positif bagi kehidupan sesama. Melayani menjadi sebuah cara hidup agar kehadiran kita dibutuhkan, bernilai dan bermanfaat bagi orang lain. Untuk melayani tidak perlu gelar, tidak perlu menguasai banyak ilmu pengetahuan, tidak dibutuhkan prasyarat usia tertentu. Yang dibutuhkan hanyalah hati yang ikhlas, penuh kegembiraan, dan jiwa yang dipenuhi kasih, melihat pribadi dan dunia hanya dari sisinya yang baik. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran.
06. Wayne Dyer, seorang penulis terkenal, mengisahkan pengalamannya yang mengesan dalam bukunya “You Will See It When You Believe It”: Dalam perjalanan pulang dari sebuah urusan bisnis, Wayne Dyer menunggu antrian taksi di bandara. Tidak lama kemudian, sebuah taksi hitam mengkilap muncul dan mendekatinya. Sangsopir pun keluar dengan berpakaian rapi, tersenyum dan menyapa ramah lalu membukakan pintu mobil baginya.Sopir itu kemudian memberi sebuah kartu identitas dan berkata, "Nama saya Wally. Sementara saya memasukkan barang bawaan ke bagasi, silakan membaca pernyataan misi saya yang tertulis di balik kartu identitas ini“. Dyer kemudian membaca kartu identitas tersebut dan di sebaliknya tertulis “Misi Wally: Mengantar pelanggan ke tempat tujuan dengan cepat, aman, murah dan nyaman.” Wayne Dyer sangat heran, terutama setelah ia melihat bagian dalam taksi yang sangat bersih dan harum.
Setelah duduk di belakang kemudi, Wally berkata, “Apakah Anda ingin kopi? Saya punya yang biasa, tanpa kafein”. Dyer menjawab “Tidak, saya ingin minuman ringan saja.” Wally berkata, “No problem. Saya punya pendingin dengan Coke biasa dan Diet Coke, air mineral, serta jus jeruk.” Dengan terkagum-kagum, Wayne Dyer berkata “Saya mau Diet Coke saja.” Setelah memberikan sebotol Diet Coke, Wally pun kembali menawarkan, “Jika Anda ingin membaca koran, saya punya The Wall Street Journal, Time, Sports Illustrated danUSA Today." Ketika taksi mulai berjalan, Wally kembali menawarkan radio mana yang ingin didengar. Danternyata masih ada lagi: Wally menanyakan apakah AC nya sudah pas atau belum. Selama perjalanan, Wayne Dyer pun penasaran. “Apakah kau selalu melayani pelanggan seperti ini, Wally?” tanya Dyer. “Baru di dua tahun terakhir ini”, jawab Wally “Sebelumnya, saya banyak mengeluh seperti kebanyakan sopir taksi. Suatu ketika secara tidak sengaja saya mendengar seorang motivator di sebuah stasiun radio yang mengatakan bahwaketika Anda bangun dan mengharap hal buruk terjadi, maka itu hampir pasti terjadi pada hari itu. Maka jangan memulai hari dengan rasa pesimis, mengeluh atau berpikiran negatif. Berhentilah mengeluh! Jangan menjadi bebek melainkan jadilah elang. Bebek hanya mengeluh dan tidak punya inisiatif, hanya mengikuti saja kemana yang lain pergi. Elang dengan gagah perkasa membubung tinggi di angkasa. Pernyataan itu memukul saya.Rasanya ia sedang membicarakan saya. Saya kemudian mengubah sikap dan bertekad memilih untuk menjadi elang. Saya mengamati taksi-taksi lain: mobilnya kotor, sopirnya tidak ramah, akibatnya pelanggan merasa tidak nyaman. Lalu saya memutuskan untuk membuat perubahan sedikit demi sedikit. Ketika pelanggan suka, saya meningkatkannya.”
“Apakah kau sudah merasakan manfaatnya” tanya Dyer. Dengan tersenyum Wally menjawab, "Di tahun pertama saya sebagai elang, penghasilan saya naik dua kali lipat. Tahun ini mungkin menjadi empat kali lipat. Anda beruntung bisa mendapatkan saya hari ini. Saya tak menunggu di pangkalan lagi. Pelanggan saya menelpon.Jika saya tak bisa menjemput mereka sendiri, saya meminta bantuan teman saya.”
Kisah Wally ini sangat inspiratif. Ia dicari dan dibutuhkan karena melayani dengan ikhlas dan penuh kegembiraan serta selalu memberi yang terbaik. Berkah Dalem.
3.
Kutipan Teks Misa:
“Dengan cara yang tidak lumrah, Maria menjadi 'Gerbang Keselamatan' bagi kita.” (Youcat Indonesia, No 84)
Antifon Pembuka (Mzm 55:23)
Serahkanlah bebanmu kepada Tuhan, maka Ia akan menopang Engkau. Tidak untuk selamanya dibiarkan-Nya orang benar goyah.
Doa Pembuka
Allah Bapa Mahakuasa, semoga Roh-Mu menguasai kami dan memberi kami keberanian menjadi abdi demi kebahagiaan sesama seturut teladan Yesus Putra-Mu, Tuhan, Pengantara kami. Amin.
Sengketa dan pertengkaran yang terjadi dalam dunia ini seringkali ditimbulkan oleh hawa nafsu yang dimiliki setiap orang. Untuk itu, setiap orang diundang untuk berdoa, supaya menjadi sahabat Allah. Sebab, persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah.
Bacaan dari Surat Rasul Yakobus (4:1-10)
"Kalian berdoa, tetapi tidak menerima apa-apa, karena kalian salah berdoa."
Saudara-saudara terkasih, dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu. Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: "Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati." Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah; hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Serahkanlah bebanmu kepada Tuhan, maka Ia akan menopang Engkau.
Ayat. (Mzm 55:7-11a.23)
1. Pikirku, "Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat tenang; aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun.
2. Aku akan segera mencari tempat perlindungan terhadap angin ribut dan badai." Bingungkanlah mereka, ya Tuhan, kacaukanlah perkataan mereka.
3. Sebab aku melihat kekerasan dan perbantahan di dalam kota! Siang malam mereka mengelilingi kota itu, berjalan di atas tembok-temboknya.
4. Serahkanlah bebanmu kepada Tuhan, maka Ia akan menopang engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang itu goyah.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (bdk Gal. 6:14)
Tiada yang kubanggakan, selain salib Tuhan. Karenanya dunia tersalib bagiku dan aku bagi dunia.
Di saat Yesus menceritakan proses kematian-Nya, para murid yang tidak mengerti penjelasan Yesus tersebut tidak mau bertanya. Mereka justru meributkan soal siapa yang terbesar di antara mereka.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (9:30-37)
"Barangsiapa ingin menjadi pertama, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya."
Pada suatu hari Yesus dan murid-murid-Nya melintasi Galilea. Yesus tidak mau hal itu diketahui orang, sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia. Tetapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada Yesus. Kemudian Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum. Ketika sudah berada di rumah Yesus bertanya kepada para murid itu, "Apa yang kalian perbincangkan tadi di jalan?" Tetapi mereka diam saja, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil keduabelas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, "Jika seorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan semuanya." Yesus lalu memanggil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka, "Barangsiapa menerima seorang anak seperti ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, sebenarnya bukan Aku yang mereka terima, melainkan Dia yang mengutus Aku."
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Setiap orang pasti punya keinginan. Keinginan yang benar akan membawa kepada kebahagiaan. Sedangkan keinginan yang tidak benar akan membawa kepada penderitaan. Para murid ingin menjadi yang terbesar dalam lingkungan mereka. Yesus menyadarkan mereka bahwa yang terbesar adalah menjadi pelayan. Yesus sendiri sudah melayani mereka. Mari kita tumbuhkan keinginan untuk melayani Tuhan dan sesama. Kita saling menerima sesama agar menjadi besar di hadapan Allah.
Doa Malam
Allah Bapa sumber kehidupan, kami bersyukur karena mendapat kunjungan Roh Kudus, yang telah Kautus berkat Yesus, Putra-Mu. Dialah Tuhan, Pengantara kami. Amin.
4.
MADAH HARIAN PAGI (Selasa, 22 Mei 2018)
Gelap berkurang, malam hampir hilang
Fajar gemilang menyebarkan terang.
Marilah kita memanjatkan doa
Kepada Bapa.
Semoga Bapa berbelas kasihan
Membimbing kita dalam pengabdian
Dan merestui karya darma bakti
Sepanjang hari.
Ya Bapa kami, sudilah kabulkan
Harapan hati yang kami ungkapkan
Secara tulus demi Yesus Kristus
Dalam Roh Kudus. Amin.
DOA
Allah yang mahakuasa, segala kebaikan dan setiap keindahan Kauciptakan dalam cinta kasih-Mu. Semoga kami memulai hari ini dengan sukacita dan mengisinya dengan usaha cinta kasih bagi-Mu dan bagi semua saudara kami. Demi Yesus Kristus, Putera-Mu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
=====
*MASA-MASA SULIT*
Setiap orang – tanpa kecuali – pernah mengalami masa-masa sulit. Masa-masa, ketika seseorang tidak diterima dalam suatu komunitas atau masa-masa, tatkala bermasalah dengan pimpinan yang memegang tongkat komando atau mungkin masa-masa bermasalah dengan diri sendiri, atau dengan kerabat dan sahabat.
Yang lebih mengerikan lagi, saat tidak punya tempat untuk “mengaduh” atau “mengadu”. Orang berkata, “Aduh menderitanya aku” atau “Aduh, sulitnya hidupku ini”. Dan kata-kata “aduh” ini tidak ada yang mendengarkan. Seolah-olah, orang ini senada dengan yang dikatakan sastrawan Romawi Kuno – Cicero (106 – 43 seb. M), _“Lucem aspicere vix possum”_ – dengan susah payah aku (dapat) melihat cahaya. Tidak ada cahaya sedikit pun tatkala dalam masa-masa sulit. Padahal, meskipun dalam masa-masa sulit, orang merindukan _“Lux in tenebris”_ – cahaya dalam kegelapan (Yoh 1: 10).
Orang yang menghadapi masa-masa sulit, biasanya bermuram durja, seolah-olah tiada akan berakhir.
Namun kita harus yakin bahwa cepat atau lambat, masa-masa sulit itu pun akan berakhir. Bahkan kaisar Prancis – Napoleon Bonaparte (1769 – 1821) memberi nasihat seperti ini, _“Ubicumque felix”_ – Berbahagialah selalu. Ungkapan ini merupakan _motto_ sang kaisar saat menghadapi masa-masa sulit.
Lantas, tak jarang kita mengalami sendiri bahwa ketika menghadapi masa-masa sulit, kita sulit tersenyum. Dengan penuh keyakinan penyair Romawi Kuno – Virgilius (70 – 19 seb. M) pun berkata, _“Paulo maiora canamus”_ – mari bernyanyi untuk yang lebih besar. (MM).
E.
"MOM - MARY OUR MOTHER"
HOMILI PAUS FRANSISKUS
@ 21 Mei 2018 : "GEREJA, SEPERTI MARIA, ADALAH PEREMPUAN DAN IBU"
Bacaan Ekaristi :
Kej 3:9-15,20; Mzm 87:1-2,3,5,6-7; Yoh 19:25-34.
“Gereja bersifat feminin, Gereja adalah seorang ibu”. Ketika ciri ini tidak ada, Paus Fransiskus melanjutkan, Gereja hanya menyerupai "sebuah badan amal, atau sebuah tim sepak bola"; ketika ia menjadi "Gereja yang maskulin", ia secara menyedihkan menjadi "sebuah gereja jejaka tua", "tidak mampu mengasihi, tidak mampu menghasilkan buah".
Itulah permenungan yang ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi 21 Mei 2018 di Casa Santa Marta, Vatikan. Pada hari itu Peringatan Santa Perawan Maria Bunda Gereja untuk pertama kalinya dirayakan sebagai peringatan wajib dan dirayakan setiap tahunnya pada hari Senin setelah Hari Raya Pentakosta.
Paus Fransiskus mengatakan bahwa dalam Injil, Maria selalu digambarkan sebagai "ibu Yesus", daripada "nyonya" atau "janda Yusuf" : keibuannya ditekankan di seluruh Injil, dimulai dengan Kabar Sukacita. Inilah keunggulan yang segera dicatat oleh para Bapa Gereja, sebuah keunggulan yang berlaku juga bagi Gereja.
Gereja bersifat feminin, karena ia adalah "gereja" dan "mempelai perempuan" [keduanya secara gramatikal bersifat feminin] : ia bersifat feminin. Dan Gereja adalah ibu; ia memberi kehidupan. Mempelai perempuan dan ibu. Dan para Bapa Gereja melangkah lebih jauh dan mengatakan bahwa jiwamu bahkan merupakan mempelai Kristus dan ibu. ”Dan dengan sikap yang berasal dari Maria, yang adalah Bunda Gereja inilah, dengan sikap inilah kita dapat memahami dimensi feminin Gereja ini, yang, ketika dimensi tersebut tidak ada, Gereja kehilangan jatidirinya dan menjadi sebuah badan amal atau sebuah tim sepak bola, atau apa pun, tetapi bukan Gereja.
Hanya Gereja yang feminin yang akan mampu memiliki “sikap yang bermanfaat”, sesuai dengan kehendak Allah, yang memilih “dilahirkan dari seorang perempuan untuk mengajari kita jalan perempuan.
Jalan penting yaitu Gereja adalah seorang perempuan, yang memiliki sikap seorang mempelai perempuan dan sikap seorang ibu ini. Ketika kita melupakan hal ini, Gereja merupakan Gereja yang maskulin. Tanpa dimensi ini, sayangnya Gereja menjadi gereja jejaka tua, yang hidup dalam keterasingan ini, tidak mampu mengasihi, tidak mampu menjadi bermanfaat. Tanpa perempuan itu, Gereja tidak maju — karena ia adalah seorang perempuan. Dan sikap perempuan ini berasal dari Maria, karena Yesus menghendakinya demikian.
Keutamaan yang terutama membedakan seorang perempuan, kata Paus Fransiskus, adalah kelembutan, seperti kelembutan Maria, ketika ia "melahirkan Putra sulungnya dan membungkus-Nya dengan pakaian lampin, serta meletakkan-Nya di palungan". Maria merawat-Nya, dengan kelemahlembutan dan kerendahan hati, yang merupakan keutamaan besar bagi para ibu.
Sebuah Gereja yang adalah seorang ibu berjalan di sepanjang jalan kelembutan. Gereja mengenal bahasa kebijaksanaan seperti belaian, keheningan, tatapan yang mengenal belas kasih, yang mengenal tanpa bersuara. Gereja juga adalah jiwa, pribadi yang menghayati cara ini dengan menjadi anggota Gereja, mengenal bahwa dirinya adalah [seperti] seorang ibu [dan] harus mengikuti jalan yang sama: pribadi [yang] lemah lembut, penuh kasih sayang, tersenyum, penuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar