Ads 468x60px

Minggu, 07 Oktober 2018

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 07 Oktober 2018
Hari Minggu Biasa XXVII
P. Maria Ratu Rosario.
Kejadian (2:18-24)
(Mzm 128:1-2.3.4-5.6)
Ibrani (2:9-11)
Markus (10:2-16) (Singkat: 10:2-12)
“Consortium totius vitae - Kebersamaan seluruh hidup.”
Inilah salah satu tujuan dan kekhasan pernikahan Katolik yang juga diangkat Yesus pada bacaan injil hari ini.
Pernikahan (couple, wedding) sendiri adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi antar bangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.
Kata “pernikahan” adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan. Dalam sebuah pernikahan, format perkawinan (perpaduan fisik-biologis) menjadi salah satu bagian identik di dalamnya.
Dalam konteks inilah, perlu diingat bahwa setiap pernikahan Katolik diangkat sebagai “sakramen” (pernikahan sebagai kesatuan erat antara pria dan wanita juga sekaligus merupakan "tanda", lambang hubungan Kristus dan Gereja - Allah dan umatNya - yang saling mengasihi).
Dari sinilah, kita perlu kembali mengingat beberapa sifat hakiki pernikahan Katolik yang baik, yakni "TTM", al:
- T = Tak terceraikan (Indissolubilitas):
Dalam suatu pernikahan, suami dan istri telah mempersatukan diri dengan bebas, bahkan disatukan oleh rahmat Tuhan sendiri. Cinta sejati adalah cinta yang setia dan tak terceraikan, dalam keadaan bagaimana pun.
- T = Terbuka bagi keturunan:
Suami dan istri diharapkan terbuka pada kehadiran anak, terlebih bila Tuhan memberikannya.
Adapun jumlah dan jarak kelahiran anak perlu direncanakan bersama dengan bijaksana. Segala bentuk pengguguran harus ditolak dengan tegas, karena jelas-jelas merupakan sikap menolak keturunan yang sudah ada.
- M = Monogam:
Seorang suami hanya mempunyai satu istri, demikian pula istri hanya mempunyai satu suami saja. Dengan demikian, cinta mereka penuh dan utuh, tak terbagi.
Hal itu juga mencerminkan prinsip bahwa pria dan wanita mempunyai martabat yang sama: "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mrk 10:9).
Nah, mengacu pada buku saya berjudul: “XXX-Family Way” (RJK. Kanisius), adapun arti pernikahan mengandung empat modal pokok yang paling mendasar yakni,
1. PER-satuan:
Beberapa maksud sederhana bahwa pernikahan membutuhkan persatuan”, al:
a. Pernikahan pertama-tama merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir-batin yang mencakup seluruh hidup. Atas dasar persetujuan bebas, mereka bersatu membentuk keluarga: mempunyai sebuah rumah bersama, harta dan uang menjadi milik bersama, mempunyai nama keluarga yang sama, mempunyai anak bersama, saling belajar memasrahkan diri serta jiwa-raga atas dasar cinta kasih yang tulus.
b. Persetujuan bebas adalah syarat mutlak untuk terjadinya dan sahnya pernikahan. Tidak ada cinta yang dipaksa atau terpaksa.
Cinta mensyaratkan kebebasan dan tanggungjawab. Persetujuan kedua belah pihak harus dinyatakan secara jelas di depan saksi-saksi yang sah. Unsur pokok dalam cinta pernikahan adalah kesetiaan bersatu bersama pasangannya dalam segala situasi.
c. Persatuan suami istri itu juga berciri dinamis, dalam arti dapat berkembang mekar, tetapi dapat juga mundur, bahkan hancur. Karena itu, suami dan istri sama-sama bertugas untuk tetap memupuk kesatuan mereka agar tahan uji.
2.NI-at:
Secara teoretis memang menjadi jelas bahwa pernikahan terjadi ketika ada niat sungguh dari kedua belah pihak: dari soal persiapan nikah, mengikuti kursus dan memenuhi pelbagai persyaratan kanonik dalam Gereja. Bahkan sebelum dinikahkan secara resmi, kedua orang yang siap menikah ini lagi-lagi ditanyakan kesediaan, dan niatnya di hadapan seorang pastor dan umat beriman yang turut hadir.
Bagi setiap orang yang mempunyai niat untuk menikah, baiklah melihat syarat sahnya pernikahan dalam Gereja Katolik, antara lain:
• Bebas dari halangan, seperti impotensi; ligamen (ikatan nikah); beda agama; tahbisan suci; religius (kaul kemurnian publik); penculikan; kejahatan; consanguinitas (hubungan darah); affinitas (semenda); kelayakan publik; serta pertalian hukum.
• Adanya konsensus, dengan syarat :
- Mempunyai kemampuan psikologis yang memadai
- Mempunyai pengetahuan tentang perkawinan yang sehat
- Tidak adanya kekeliruan soal pribadi pasangannya
- Tidak adanya penipuan/penculikan.
- Bebas : tidak adanya paksaan / ancaman dari pihak manapun juga
• Dirayakan dalam tata peneguhan kanonik (Forma Cannonica), yang berarti: adanya satu orang peneguh yang sah (pastor) beserta dua orang saksi.
Satu hal yang pasti, bukankah dalam Injil juga ditampakkan bahwa Yesus melihat dan memberkati setiap niat baik umatnya: Bartimeus yang buta berteriak memanggil Yesus, Zakheus yang pendek memanjat pohon ara di kota Yerikho, Nikodemus yang terkenal mengunjungi Yesus di malam gelap gulita, Magdalena yang pagi-pagi benar “nyekar” ke makam Yesus, dan lain sebagainya.
3. KA-sih:
Dalam setiap pemberkatan pernikahan, bacaan, lagu, renungan bahkan dekorasi bunga-bunganya selalu penuh dengan nuansa cinta dan kasih bukan? Kasih adalah tanda yang paling khas dan tampak jelas dalam setiap pernikahan. Tapi bagaimana kenyataannya?
“Oh!! Betapa banyak siksaan terletak di lingkaran kecil cincin perkawinan”, begitu tulis Colley Cibber.
Disinilah pada praksisnya, survei David Buss menunjukkan bahwa pada masa kini 60% perkawinan gagal dalam 7 tahun pertama, karena kita kerap lupa setiap pernikahan membawa konsekuensi kasih yang amat berat.
Ada salah satu konsekuensi pernikahan yang mengajak kita belajar “ngasih” dan bukan “minta”, yakni: Menikah berarti membagi-dua hak-hakmu dan mendua-kalikan kewajibanmu.
Baik kalau kita ketahui juga, bahwa Paus Paulus VI dalam ensiklik Humanae Vitae pernah menjabarkan sifat/ciri khas cinta manusiawi dalam pernikahan, antara lain:
- bersifat manusiawi sepenuhnya,
- total dan bersifat penuh,
- setia dan eksklusif sampai akhir hayat,
- serta fruitful: bertumbuh dan berbuah nyata dalam kebahagiaan dan keluarga baru.
4. Dalam Tu-HAN:
Alexander Dumas pernah mengatakan, “ikatan perkawinan adalah begitu berat hingga perlu dua orang untuk memikulnya – dan sering tiga, tapi cukup satu orang untuk menghancurkannya.”
Disinilah setiap persatuan niat dan kasih dalam sebuah keluarga memang sangat berat. Banyak godaan yang kerap menimpa pelbagai keluarga Kristiani.
Disinilah saya sekaligus mengingat-kenang sebuah pernyataan kecil dari St.Theresia, “jika semua dikerjakan bersama Allah, maka akan terasa lebih indah dan mudah.”
Jadi, setiap keluarga dan setiap orang yang siap menikah, harus membawa semangat dan nilai persatuan, niat dan kasihNya di dalam dan bersama Tuhan.
Selain itu, kita perlu juga mengetahui bahwa pernikahan antara dua orang yang dibaptis (yang telah bersatu secara pribadi dengan Kristus) merupakan perayaan iman Gerejawi, yang membuahkan rahmat bagi kedua mempelai.
Ikatan cinta setia yang mempersatukan mereka berdua menjadi lambang, tanda, dan perwujudan kasih setia Kristus kepada Gereja dan saluran rahmat bagi mereka. Rahmat yang mereka terima adalah: rahmat yang menguduskan mereka berdua; rahmat yang menyempurnakan cinta dan persatuan antara mereka; dan rahmat yang membantu mereka dalam hidup berkeluarga, maka benar-benar baiklah jika semua “persatuan, niat dan kasih selalu dibawa bersama dan dalam nama Tuhan.
“Cari sepatu di Taman Safari - Mari bersatu dalam hidup sehari-hari.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Renungan Dan Doa Harian St.Faustina.
Usahaku yang tak terputus-putus ialah meminta kerahiman bagi dunia. Aku berelasi akrab dengan Yesus dan aku berdiri dihadapan-Nya sebagai kurban silih demi dunia. Allah tidak akan menolak permohonan apa pun dari aku, kalau aku meminta-Nya sambil memakai suara Putra-Nya. (482).
BHSF.375
Latihan bathin khusus; yakni pemeriksaan bathin; penyangkalan diri, penyangkalan kehendakku sendiri.
1. Penyangkalan akal budiku, artinya menaklukannya kepada pemikiran orang orang yang menjadi wakil Allah bagiku di bumi ini
2. Penyangkalan kehendak; artinya melakukan kehendak Allah yang menjadi wakil Allah bagiku dan yang terkandung dalam peraturan kongregasi kami.
3. Penyangkalan keputusan sendiri, artinya menerima tanpa menimbang nimbang , menganalisa atau mempertanyakan semua perintah yang diberikan oleh orang - orang yang menjadi wakil Allah bagiku.
4. Penyangkalan lidah.
Aku tidak akan memberinya kebebasan yang paling kecil sekalipun ; hanya dalam satu hal aku akan memberinya kebebasan penuh yakni dalam memaklumkan kemuliaan Allah.
B.
MUKJIZAT ROSARIO.
HIROSHIMA, 6 AGUSTUS 1945
Laporan berikut dari Dr. Stephen A. Rinehart, doktor ahli Tehnik Mesin Georgia Institute of Technology, bekerja di Departemen Pertahanan Amerika Serikat:
Pada jam 2:45 pagi, 6 Agustus 1945, sebuah pesawat pembom B-29 "Enola Gay" berangkat dari pulau Tinian untuk menjatuhkan bom atom pertama "Little Boy" di Jepang. Pada jam 8:15 pagi bom diledakkan pada ketinggian 600 m dari permukaan tanah.
Ada sebuah rumah [pastoran] terletak delapan blok [sekitar 1 kilometer] dari titik Bomb A dijatuhkan di Hiroshima - Jepang. Rumah ini terhubung dengan sebuah Gereja Jesuit - "Maria Diangkat ke Surga" yang hancur total, tapi rumah itu sendiri utuh, demikian juga 8 orang imam Jesuit penghuninya selamat.
Mereka adalah misionaris dari Jerman yang berdoa rosario dengan penuh iman di rumah itu setiap hari. Mereka berkarya bagi orang-orang Jepang, mereka bukan militer, tapi karena Jerman dan Jepang bersekutu dalam Perang Dunia ke II, mereka diijinkan tinggal dan melayani di Jepang selama masa perang.
Tidak hanya mereka semuanya selamat dan hampir-hampir tanpa cedera berarti, tapi mereka juga hidup normal setelah hari-hari mengerikan tersebut, tidak kehilangan pendengaran, tidak cacat seumur hidup dan tidak menderita penyakit apapun akibat radiasi di kemudian hari padahal tidak kurang 140.000 orang binasa seketika!
Sembilan hari kemudian pada 15 Agustus, Pesta Maria Diangkat ke Surga, pasukan AS diperintahkan untuk berhenti bertempur.
Para ahli mengatakan, suhu bola api pada jarak 1 km dari pusat ledakan dapat mencapai 11.000 – 16.000 ºC dan daya hempas yang luar biasa kuat! "Seharusnya mereka sudah mati", karena berada dalam radius 1 km dari pusat ledakan.
Wajar mereka diwawancarai berkali-kali (Pater Schiffer SJ, salah seorang yang selamat, mengatakan lebih dari 200x) oleh para ilmuwan dan dokter mengenai pengalaman luar biasa mereka dan mereka hanya berkata “kami sungguh percaya, kami diselamatkan karena kami melaksanakan amanat PESAN FATIMA. Kami berdoa rosario setiap hari di rumah itu”
Tentu saja para ilmuwan tidak dapat berkomentar apa-apa atas penjelasan yang tidak masuk akal ini – dan mereka yakin pasti ada penjelasan ilmiah dibalik semuanya itu – tetapi ternyata sampai lebih 55 tahun kemudian, para ahli tetap bingung ketika saatnya tiba untuk memberikan penjelasan ilmiah yang rasional bagaimana para misionaris itu dapat terhindar dari kekuatan bom yang bak neraka.
Kesimpulannya:
Tidak ada penjelasan dari hukum fisika yang diketahui sampai hari ini, mengapa para Jesuit tidak tersentuh oleh ledakan bom atom di Hiroshima.
Tidak ada tes atau bukti-bukti yang dapat menunjukkan bahwa struktur bangunan mampu bertahan pada jarak sedemikian dekat dengan pusat ledakan. Mahluk hidup yang berada pada jarak itu pasti akan mati akibat radiasi dalam hitungan menit jika tidak ada kekuatan lain yang melindunginya.
======
Kisah luar biasa berikut dari alm. Pater Hubert Schiffer SJ, diceritakan kembali oleh Pater Paul Ruge OFMI:
Saya berjumpa Pater Schiffer SJ di akhir tahun 1970an di Tri-City Airport di Saginaw, Michigan Amerika, sewaktu ia akan berbicara di Novena Blue Army/Triduum. Saat saya menyopirinya ia bercerita tentang kisah hidupnya, khususnya tentang ledakan bom atom di Hiroshima.
Pagi hari, tanggal 6 Agustus 1945 (Pesta Transfigurasi), ia baru saja selesai Misa, pergi ke pastoran dan duduk untuk makan pagi. Baru saja mengiris buah jeruk dan mau mengambil buah jeruk dengan sendoknya ketika datang kilatan cahaya yang terang.
Awalnya, ia menduga itu ledakan di pelabuhan (Hiroshima adalah pelabuhan utama bagi Jepang untuk mengisi bahan bakar kapal selam).
Lalu P. Schiffer berkata: ”Tiba-tiba, ledakan dahsyat mengisi udara disertai gemuruh yang menggelegar. Kekuatan tak terlihat mengangkat saya dari kursi, melempar ke udara, mengguncang, membanting, memutar mutar saya layaknya sehelai daun kering dihembus angin.”
Hal berikutnya yang ia ingat, ia membuka matanya dan ia sudah tergeletak di lantai. Ia melihat ke sekelilingnya dan TIDAK ADA APAPUN di segala penjuru: stasiun kereta api dan bangunan di sekitarnya rata dengan tanah.
Satu-satunya cedera fisik padanya, ia merasakan pecahan-pecahan kaca di belakang lehernya. Sejauh ia dapat ceritakan, tak ada masalah lain bagi dirinya padahal ribuan orang binasa atau mengalami luka bakar akibat ledakan.
Setelah Jepang ditaklukkan oleh Amerika, dokter dan para ilmuwan Amerika menerangkan bahwa kondisi tubuhnya akan memburuk karena radiasi. Banyak orang Jepang melepuh kulitnya dan terluka akibat radiasi. Sebaliknya, para dokter keheranan karena tubuh P. Schiffer tidak mengandung radiasi ataupun efek peyakit akibat dari bom atom.
P. Schiffer menghubungkan hal ini dengan devosi kepada Bunda Maria, dan doa rosario setiap hari sesuai amanat Fatima.
Ia merasa dirinya menerima perisai perlindungan dari Bunda Maria yang melindunginya dari semua radiasi dan efek penyakit yang diakibatkannya. (Hal serupa terjadi saat pemboman di Nagasaki, tempat dimana St. Maximilian Kolbe mendirikan biara Fransiskan yang juga tidak mengalami kerusakan apapun karena perlindungan khusus dari Bunda Maria, di sana para biarawan juga berdoa rosario setiap hari sehingga tidak mengalami efek apapun dari bom atom.)
Berkat Tuhan akan diberikan pada saat kita membutuhkannya walau tanpa diminta.
======
Pesan Fatima:
† Berhenti melukai hati Yesus: ubah cara hidupmu dan mintalah pengampunan
† Berdoa Rosario setiap hari: doa rosario akan membawa kedamaian dan menghentikan peperangan
† Berilah kurban dan silih bagi Yesus: untuk pertobatan orang berdosa dan silih akibat dosa yang menentang Hati Tak Bernoda Maria
† Devosi bagi Hati Tak Bernoda Maria
† 5 hari Sabtu Pertama: mengaku dosa, terima komuni, berdoa rosario dengan ujud bagi Hati Tak Bernoda Maria
† Memakai Skapulir Coklat (Maria dari Gunung Karmel)
=======
Di Fatima, Bunda Surgawi membuktikan janjinya lewat Mujizat Matahari persis seratus tahun yang lalu,13 Oktober 1917.
Di Hiroshima, Bunda Maria melindungi mereka yang menjalankan Pesan Fatima dari bencana "matahari" buatan manusia.
C.
ULASAN EKSEGETIS
BACAAN INJIL
HARI MINGGU BIASA XXVII TAHUN B
7 Oktober 2018
(Mrk 10:2-16) :
"MASALAH HUKUM ATAU SOAL IMAN?"
Masalah yang dibawa ke hadapan Yesus oleh orang-orang Farisi kali ini berkisar pada prinsip diperbolehkan atau tidaknya seorang suami menceraikan istrinya (Mrk 10:2-16, Injil Minggu Biasa XXVII tahun B).
Memang dalam hukum Taurat, seperti mereka ketahui, tindakan itu diizinkan asal dilakukan dengan cara yang ditetapkan, yakni dengan surat cerai resmi yang dibuat oleh suami dan langsung diserahkan ke tangan istrinya – jadi resmi. Istri yang mendapat surat cerai seperti ini dapat menikah lagi dengan sah, tetapi bila suami baru nanti menceraikannya atau meninggal, maka suami yang dulu tidak boleh menikahinya kembali.
Demi jelasnya, baiklah dikutip secara utuh hukum yang tertera dalam Ul 24:1-4 yang melatari pembicaraan di atas:
(1) “Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia dapat menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,
(2) dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi istri orang lain,
(3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki itu yang kemudian mengambil dia menjadi istrinya itu mati,
(4) maka suaminya yang pertama – yang telah menyuruh pergi itu – tidak boleh mengambil dia kembali menjadi istrinya, setelah perempuan itu dicemari: sebab hal itu adalah kekejian di hadapan Tuhan.”
Ada gagasan dalam hukum tadi bahwa lembaga perkawinan itu keramat dan ada ketetapan yang jelas dan wajib diikuti bila ikatan tadi dilepas.
Gagasan ini melandasi amatan tajam Yesus mengenai diperbolehkannya suami menceraikan istrinya.
Dikatakannya, hukum itu diadakan karena “ketegaran hatimu”, maksudnya ketidakmampuan orang mengenali keramatnya perkawinan sendiri, yakni menyatakan kesatuan yang sejak awal dikehendaki Yang Maha Kuasa antara suami dan istri. Bagaimana kita bisa mengambil manfaat dari pembicaraan ini?
1.
PRAKTEK HUKUM TAURAT
Sebenarnya pembicaraan tadi berkisar pada dua tataran, yakni tataran hukum adat atau agama di satu sisi, dan di sisi lain tataran batin yang melebihi sisi-sisi yuridis tadi. Orang Farisi bergerak dengan alam pikiran hukum belaka, yakni soal diperbolehkan atau tidaknya menurut aturan hukum yang berlalu. Dalam hal itu di masyarakat Yahudi dulu memang suami dapat menceraikan istri, dengan persyaratan jelas tadi.
Pada tataran batin, Yesus mengajak orang untuk melihat lembaga perkawinan sebagai tanda menjalankan kemauan ilahi. Gereja mengembangkan kesadaran ini dengan mengangkat perkawinan sebagai sakramen kesatuan yang dikehendaki Pencipta sendiri. Inilah yang mendasari hukum Gereja mengenai perkawinan.
Dalam hukum perkawinan adat Yahudi waktu itu, alasan terkuat untuk menceraikan istri ialah bila si istri berbuat zinah. Zinah hanya diperkatakan mengenai istri. Suami yang selingkuh dengan istri orang lain tidak disebut zinah. Memang suami perempuan tadi berlaku salah. Tetapi tindakan itu tidak dianggap pelanggaran terhadap hak istri.
Selain itu hukum tentang perzinahan hanyalah berlaku bagi pasangan-pasangan yang telah nikah. Mereka dulu membedakan percabulan yaitu perbuatan birahi yang tak bisa dibenarkan dengan perzinahan yang hanya bisa dianggap demikian bila dilakukan oleh seorang istri dengan lelaki yang bukan suaminya.
Dengan latar seperti ini maka penegasan Yesus bahwa seorang suami berzinah terhadap perempuan yang diceraikannya itu pernyataan yang amat mengagetkan. Yesus memandang perempuan dan lelaki setara dalam hak dan kewajiban. Maka ditegaskannya pula, bila seorang perempuan menceraikan suaminya lalu menikah lagi, maka perempuan itu bertindak zinah terhadap suaminya.
Yang juga pasti membuat orang kaget ialah pernyataan bahwa istri dapat menceraikan suami! Hukum agama Yahudi tidak mengenal hal ini. Sebagai guru agama Yesus memberi arahan yang baru.
Bagaimana Yesus sampai berpendapat demikian? Ada dua penjelasan yang saling menopang.
Pertama, Yesus melihat inti warta Alkitab tentang penciptaan manusia lelaki dan perempuan. Mereka diciptakan setara satu sama lain, menjadi penolong yang setara.
Kedua, dalam hukum Romawi dimungkinkan adanya kesetaraan tadi dalam hak menceraikan dari kedua pihak, baik suami maupun istri. Orang Yahudi waktu itu dibawahkan pada hukum Romawi, meskipun mereka bisa menentukan sendiri dalam perkara adat, termasuk ikatan perkawinan.
Dalam masyarakat Yahudi hukum agama ini dijalankan sebagai “pietas”, kesalehan, dan tidak memiliki sanksi hukum pidana. Hanya yang sesuai dengan hukum Romawi dapat disahkan dengan sanksi yang diatur hukum Romawi.
Pada zaman generasi kedua nanti, pelaksanaan hukum Romawi semakin umum sedangkan hukum Taurat menjadi hukum adat setempat.
2.
TAFSIR.
Bobot alasan menceraikan istri dapat bermacam-macam. Ada kelompok ahli hukum zaman itu yang mengajarkan bahwa hanya perbuatan zinah dengan lelaki yang bukan suaminya atau ketidaknormalan birahi lain yang dapat menjadi alasan. Aliran lain menghalalkan kesalahan kecil untk menceraikan istri, misalnya tidak bisa menghidangkan makanan yang mencocoki suami atau istri tidak selalu tunduk.
Bagaimanapun juga, di kalangan Yahudi waktu itu kedudukan perempuan sebagai istri tidak dianggap setara dengan lelaki. Tetapi orang Yahudi yang menjadi pengikut Yesus mengakui dan mau bertindak atas dasar kesetaraan tadi.
Dengan demikian, mereka berseberangkan pendapat dan praktek dengan orang Yahudi tradisional. Untuk mengambil manfaat dari petikan ini perlu disepakati dulu beberapa hal.
Pertama, persoalan yang dibicarakan di sini ialah soal hukum agama Yahudi pada zaman Yesus. Bukan perkara hukum Gereja Katolik sekarang. Jadi tidak bisa diterapkan begitu saja pada peraturan perkawinan dalam Gereja maupun pemecahan masalah kehidupan rumah tangga orang katolik di masa kini.
Kedua, di kalangan pengikut Yesus yang tercermin dalam Injil Markus ada orang-orang yang bukan dari kalangan Yahudi sehingga adat kebiasaan serta hukum Yahudi tidak bisa diberlakukan kepada mereka.
Dalam masyarakat yang lebih luas daripada masyarakat Yahudi ini, perempuan bisa pula menceraikan suaminya. Lagi pula, suami akan dianggap menyalahi kontrak pernikahan bila berselingkuh. Jadi prinsip moral dari kalangan lebih luas, katakan saja masyarakat Romawi waktu itu juga mendasari pembicaraan dalam petikan ini.
Ketiga, dan paling penting bagi tafsir petikan hari ini, ialah prinsip teologis yang mendasari pendapat Yesus.
Prinsip ini ialah maksud Pencipta dalam menjadikan lelaki dan perempuan, yakni agar mereka bersatu dan janganlah hubungan yang dikehendaki Pencipta dipisahkan.
Ada satu hal lagi. Yesus seorang tokoh agama yang dikenal dan dihormati juga di masyarakat Yahudi waktu itu. Bukan oleh siapa saja. Perdebatan yang sering dilaporkan dalam Injil ialah kejadian yang lazim di antara para guru dan ahli agama.
Kerap kali perbincangan bukan ditujukan untuk memecahkan sebuah kasus kongkrit, tetapi dilakukan sebagai “seminar” untuk mempertajam permasalahannya dan mencapai pemahaman lebih dalam mengenai satu masalah.
Perbincangan antara orang Farisi dan Yesus kali ini sebetulnya bukan dimaksud untuk “mempertobatkan” pihak yang kalah berdebat. Pengajaran Yesus kepada murid-muridnya bukan untuk membuat mereka terpancang pada huruf, melainkan agar mereka lebih berpegang pada prinsip-prinsip hidup di hadapan Allah..
3.
BERKAT KEPADA ANAK KECIL.
Dalam bagian kedua petikan kali ini diutarakan bagaimana Yesus memberkati anak-anak yang dibawa kepadanya (Mrk 10:13-16)
Kelihatannya peristiwa ini tidak ada hubungannya bagian yang membicarakan kekeramatan hubungan suami istri. Tapi penjajaran kedua pokok itu dalam Injil Markus (diikuti juga oleh Matius) memiliki arti khusus yang akan menjadi jelas bila kita pertimbangkan padanan dalam Lukas (Luk 18:15-17).
Peristiwa pemberkatan kepada anak-anak itu ditaruh Lukas sesudah perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14). Lukas memang tidak menampilkan kembali masalah perceraian yang digarap
Markus dan Matius tadi, boleh jadi hukum Musa mengenai perceraian tidak amat relevan bagi komunitas Lukas yang kebanyakan orang bukan asli Yahudi.
Walaupun demikian, Lukas menekankan bahwa sikap sebagai anak-anak, yakni keluguan mereka, menjadi cara jalan terbaik untuk mampu menyelami serta menjalankan kehendak ilahi.
Lukas memakainya untuk mengomentari perumpamaan mengenai pemungut cukai yang pulang sebagai orang yang dibenarkan Allah. Tidak sembarang pengakuan bahwa berdosa atau bersikap tidak memuji diri dapat membenarkan orang. Hanya dengan ketulusan seperti anak-anaklah orang dapat memasuki Kerajaan Allah.
Pemungut cukai itu datang menghadap Allah di Baitnya dengan sikap itu, tidak demikian orang Farisi yang menonjol-nonjolkan kesalehan serta kelurusan dirinya.
Begitu pula hubungan suami istri dapat menunjukkan yang dikehendaki Pencipta bila dijalani dengan sikap tulus dan lugu seperti anak-anak.
Dalam hal inilah kekeramatan ikatan suami istri akan tampil bukan sebagai ikatan hukum semata-mata, melainkan sebagai cara hidup yang dapat membuat ikatan antar manusia sebagai tanda kehadiran ilahi.
Sekaligus hendak disampaikan bahwa sikap lugu sebagai anak-anak tadi mendatangkan berkat. Dan berkat inilah yang menjaga kelanggengan hubungan tadi, seperti yang terjadi pada pemungut cukai tadi: dibenarkan. (AG)
D.
Kutipan Teks Misa
“Wanita Mulia dan Surgawi, Majikan, Ratu, lindungi dan jagalah saya di bawah sayapmu, supaya jangan Setan, penabur kehancuran, berkuasa atasku, supaya jangan musuh jahatku berjaya atasku." --- St. Ephraim (306-373 AD)
Antifon Pembuka (Bdk. Est 3:2-3)
Semesta alam takluk kepada kehendak-Mu, ya Tuhan, dan tidak ada yang dapat menentangnya. Sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu, langit dan bumi serta segala isinya. Engkaulah Tuhan atas semesta alam.
Within your will, O Lord, all things are established, and there is none that can resist your will. For you have made all things, the heaven and the earth, and all that is held within the circle of heaven; you are the Lord of all.
In voluntate tua, Domine, universa sunt posita, et non est qui possit resistere voluntati tuæ: tu enim fecisti omnia, cælum et terram, et universa quæ cæli ambitu continentur: Dominus universorum tu es.
Doa Pagi
Allah Bapa yang mahabaik, sumber cinta kasih, Engkau menciptakan semesta alam sebagai tempat yang luas, di mana orang saling memerlukan untuk mengalami cinta kasih-Mu. Singkirkanlah kiranya ketegaran dan kesombongan hati, yang menjauhkan suami dan istri satu sama lain dan yang menyelubungi citra-Mu pada setiap orang. Berikanlah kesetiaan yang takkan memutuskan apa yang sudah Kauikatkan. Utuslah Roh Kudus-Mu supaya hati dan budi kami senantiasa terarah kepada Firman-Mu dalam Tahun Iman yang kami awali pada hari ini. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kejadian (2:18-24)
"Keduanya akan menjadi satu daging."
Beginilah firman Tuhan Allah, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja! Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Maka Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu, untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan. Tetapi bagi dirinya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika manusia itu tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil-Nya dari manusia itu, dibangunlah oleh Tuhan Allah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, la = fis, 4/4, PS 846
Ref. Tuhan memberkati umat-Nya dengan damai sejahtera.
Ayat. (Mzm 128:1-2.3.4-5.6)
1. Berbahagialah setiap orang yang bertakwa pada Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau menikmati hasil jerih payahmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!
2. Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur subur, di dalam rumah-Mu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun di sekeliling mejamu!
3. Sungguh, demikianlah akan diberkati Tuhan orang laki-laki yang takwa hidupnya. Kiranya Tuhan memberkati engkau dari Sion; Boleh melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu.
4. Boleh melihat keturunan anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel!
Bacaan dari Surat kepada Orang Ibrani (2:9-11)
“Kenakanlah manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah.”
Saudara-saudara, untuk waktu yang singkat Yesus telah direndahkan di bawah malaikat-malaikat, tetapi oleh derita kematian-Nya Ia telah dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat. Dan berkat kasih karunia Allah, Yesus mengalami maut bagi semua orang. Memang sesuai dengan keadaan Allah, Allah menjadikan segala sesuatu bagi diri-Nya, dan mengantar banyak orang kepada kemuliaan. Maka sudah sepatutnya Ia pun menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan dengan penderitaan. Sebab Dia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan semua berasal dari Yang Satu. Itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 2/2 PS 957
Ref. Alleluya, alleluya.
Ayat. (1Yoh 14:12)
Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (10:2-16) (Singkat: 10:2-12)
“Apa yang telah dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.”
(Sekali peristiwa datanglah orang-orang Farisi hendak mencobai Yesus. Mereka berkata kepada-Nya, “Bolehkah seorang suami menceraikan isterinya?” Tetapi Yesus menjawab mereka, “Apa perintah Musa kepadamu?” Jawab mereka, “Musa memberi izin untuk menceraikan isterinya dengan membuat surat cerai.” Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Karena ketegaran hatimulah Musa menulis perintah itu untukmu. Sebab pada awal dunia Allah menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.” Setelah tiba di rumah, para murid bertanya pula tentang hal itu kepada Yesus. Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika isteri menceraikan suaminya, lalu kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”) Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Tetapi murid-murid-Nya memarahi orang itu. Melihat itu, Yesus marah dan berkata kepada mereka, “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah, Aku berkata kepadamu: Sungguh, barangsiapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Kemudian Yesus memeluk anak-anak itu, meletakkan tangan ke atas mereka dan memberkati mereka.
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
"Quod Deus coniunxit homo non seperet, apa yang telah dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia."
Dewasa ini hakikat dan tujuan perkawinan dipertaruhkan. Hidup perkawinan tidak hanya demi kebahagiaan pasangan saja tetapi juga demi kebaikan sesama. Melalui perkawinan, hidup mereka semakin kudus dan dipersembahkan bagi Allah.
Yesus menegaskan kembali apa yang telah ditentukan oleh Musa mengenai perkawinan seturut kehendak Allah (bdk. Bacaan Injil). Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan keduanya mempunyai kedudukan yang setara. Karena itu, laki-laki akan meninggalkan orangtuanya untuk hidup bersama perempuan, teman hidup dan penolongnya yang baru. Keduanya akan menjadi satu daging (bdk. Bacaan I).
Dengan demikian, kesetiaan di antara mereka yang diikat satu sama lain adalah suatu hadiah dari Tuhan sendiri. Kita selamat karena ketaatan Kristus, karena itu, kita pun diminta untuk taat dan tetap setia agar berkenan kepada Allah secara khusus bagi mereka yang telah dipersatukan dalam perkawinan.
Antifon Komuni (Rat 3:25)
Tuhan adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
The Lord is good to those who hope in him, to the soul that seeks him.
Atau (Bdk. 1Kor 10:17)
Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh sebab kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.
Though many, we are one bread, one body, for we all partake of the one Bread and one Chalice.
D.
SENSUS CATHOLICUS.
1.
MEREKA YANG BERCERAI DAN MENIKAH LAGI.
Paus Yohanes Paulus II, dalam Familiaris Consortio, No. 84
Patut disayangkan, bahwa menurut pengalaman sehari-hari mereka yang telah bercerai lazimnya bermaksud memasuki suatu persatuan baru, yang sudah jelas tanpa upacara keagamaan Katolik. … Bersama dengan Sinode, kami dengan sungguh-sungguh meminta para gembala dan segenap jemaat beriman untuk membantu mereka yang sudah bercerai, dan berusaha sebaik mungkin, supaya mereka itu jangan menganggap diri seolah-olah sudah terpisah dari Gereja, sebab sebagai orang yang dibaptis mereka dapat dan memang wajib ikut menghayati hidup Gereja. Hendaklah mereka didorong untuk mendengarkan Sabda Allah, menghadiri Kurban Ekaristi, bertabah dalam doa, menyumbang kepada karya-karya cinta kasih dan kepada usaha-usaha jemaat demi keadilan, membina anak-anak mereka dalam iman Kristen, mengembangkan semangat serta praktek ulah tapa, dan dengan demikian dari hari ke hari memohon rahmat Allah. Hendaklah Gereja mendoakan mereka, mendorong mereka, dan menunjukkan diri sebagai ibu yang penuh belas kasihan, serta tetap membantu mereka dalam iman maupun harapan.
Akan tetapi Gereja menegaskan lagi prakteknya yang berdasarkan Kitab Suci, untuk tidak mengijinkan mereka yang bercerai, kemudian menikah lagi, menyambut Ekaristi Kudus. Mereka tidak dapat diijinkan, karena status dan kondisi hidup mereka berlawanan dengan persatuan cinta kasih antara Kristus dan Gereja, yang dilambangkan oleh Ekaristi dan merupakan buahnya. Selain itu masih ada alasan pastoral khusus lainnya. Seandainya mereka itu diperbolehkan menyambut Ekaristi, umat beriman akan terbawa dalam keadaan sesat dan bingung mengenai ajaran Gereja, bahwa pernikahan tidak dapat diceraikan.
Pendamaian melalui Sakramen Tobat, yang membuka pintu kepada Ekatisti, hanya dapat diberikan kepada mereka, yang menyesalkan bahwa mereka telah menyalahi lambang Perjanjian dan kesetian terhadap Kristus, dan setulus hati besedia menempuh jalan hidup yang tidak bertentangan lagi dengan tidak terceraikannya pernikahan. Dalam prakteknya itu berarti, bahwa bila karena alasan-alasan serius, misalnya pendidikan anak-anak, pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah, mereka “sanggup menerima kewajiban untuk hidup dalam pengendalian diri sepenuhnya, artinya dengan berpantang dari tindakan-tindakan yang khas bagi suami isteri.” …
Dengan bertindak begitu Gereja menyatakan kesetiannya sendiri terhadap Kristus serta kebenaran-Nya. Sekaligus Gereja menunjukkan keprihatinan keibuannya terhadap putera-puterinya, khususnya mereka, yang tanpa kesalahan mereka telah ditinggalkan oleh pasasangan mereka yang sah.
Dengan kepercayaan penuh Gereja mengimani, bahwa mereka yang telah menolak perintah Tuhan, dan masih hidup dalam keadaan itu, masih akan mampu menerima dari Allah rahmat pertobatan dan keselamatan, asal mereka bertabah dalam doa, ulah tapa dan amal kasih.
B.
SP. MARIA RATU ROSARIO
Hari ini Gereja Katolik merayakan Peringatan Santa Perawan Maria, Ratu Rosario. Peristiwa besar yang melatarbelakangi penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanggal Peringatan Santa Perawan Maria, Ratu Rosario adalah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran melawan pasukan Islam Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Santa Perawan Maria atas Gereja. Doa umat itu ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan Kristen dibawah pimpinan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571. Sebagai tanda syukur Paus Pius V (1566-1572) menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari pesta Santa Perawan Maria, Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus Leo XIII (1878-1903) lebih meningkatkan nilai perayaan ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai Bulan Rosario untuk menghormati Santa Perawan Maria. Kita percaya bahwa doa rosario yang kita panjatkan dalam persatuan dengan Bunda Maria mempunyai kekuatan dahsyat untuk mengubah hidup kita dan membuat Allah tidak bisa menahan rahmat-Nya memenuhi kita. Betapa tidak, karena setiap kali mendaraskan doa rosario itu, kita mengucapkan dua ‘doa ajaib’, yang diwariskan Tuhan sendiri bagi kita, yakni ‘Bapa Kami’ dan ‘Salam Maria’.
3.
A Domino dialogi et patientiae, proximitatis atque amantis, ignoscentis et non reprobantis acceptionis exposcamus dona.
We ask the Lord for the gifts of dialogue and patience, of the closeness and welcome that loves, pardons and doesn't condemn.
Kita mohon kepada Tuhan untuk mengaruniakan dialog dan kesabaran, kedekatan dan sambutan yang mengasihi, mengampuni dan tidak mengutuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar