HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 23 September 2018
Hari Minggu Biasa XXV
Kebijaksanaan (2:12.17-20)
(Mzm 54:3-4.5.6.8)
Yakobus (3:16-4:3)
Markus (9:30-37)
“Servite in caritate - Layanilah dalam cinta kasih”
Inilah ajakan Yesus supaya kita bisa menjadi pribadi beriman yang terbesar dan terdahulu: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35).
Inilah jalan iman yang ditawarkan Yesus kepada kita hari ini, yakni belajar melayani dengan menjadi seperti anak-anak (children) dan bukan bersikap kekanak-kanakan (childish): Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku" (Mrk 9,36-37)
Adapun tiga indikasi dasar dari sikap anak-anak supaya kita bisa menjadi orang beriman yang terbesar dan terdahulu, yakni ‘TTS”, antara lain:
1. T = Tulus - dalam mengasihi:
Di tengah dunia yang penuh akal bulus, ketika banyak orang berpola “citius altius fortius – lebih cepat lebih tinggi lebih kuat”, Tuhan malahan mengajak kita mempunyai cinta kasih yang tulus seperti anak-anak kecil, yang mengedepankan kemurnian hati tanpa banyak intrik, taktik dan aneka konflik. Ia mengharapkan cinta kasih kita adalah cinta kasih yang polos, murni dan tanpa banyak kepentingan terselubung.
2. T = Terbuka - dalam melayani:
"Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka". Yesus meminta para murid untuk menyambut-Nya seperti Ia menyambut seorang anak kecil, yakni dengan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Kalau Yesus menempatkan seorang anak kecil di tengah, itu artinya Ia menjadikan anak itu sebagai pusat perhatian.
Ya, Yesus juga kerap tergambarkan sedang memeluk anak kecil. Tindakan memeluk ini diawali dengan membuka dan merentangkan tangan untuk menyambut orang yang ingin dipeluk. Tangan yang terbuka dan terentang ini sesungguhnya mengungkapkan hati yang terbuka dalam melayani.
Hal ini berarti bahwa kita juga diharapkan membuka hati dengan penuh kasih dan sukacita untuk melayani semua sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Dalam diri merekalah, Kristus hadir secara nyata untuk kita peluk, kita kasihi, dan pastinya untuk kita layani.
3. S = Sederhana - dalam mengimani:
"Simple is beautiful - Sederhana itu indah!” Inilah sikap seorang anak kecil pada umumnya. Mereka tidak mempunyai banyak pertanyaan, mudah menerima dan percaya. Bukankah Yesus sendiri datang dan terbaring sebagai anak kecil yang lemah di tempat yang sederhana? Kita bisa melihat dan mengingat Yesus kecil dengan tangan lemah terulur dan terbuka lebar. Ia memohon bantuan orang lain: Aku membutuhkan engkau. Tatapan mata bening dan uluran tangan lembutnya seolah menyapa siapa saja yang memandangnya. Begitu sederhana, bukan?
Pepatah Jawa yang berkata, “Aja Adigang, Adigung, Adiguna - Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti" kiranya tepat untuk membuat kita semakin mau sederhana dan rendah hati di hadapan Tuhan.
“Ada Wayan di kampung Bali - Jadilah pelayan bagi Sang Ilahi.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Servus servorum - Hamba segala hamba."
Inilah semangat Yesus yang juga menjadi semangat dasar kepausan dan seharusnya juga menjadi semangat hidup, "capa/cara pandang, capi/cara pikir- cahi/cara hidup" kita setiap harinya.
Adapun sebagai hambaNya yang siap melayani, ber-"servus servorum", kita diajak memiliki "KRS" yang harus diisi setiap harinya, antara lain:
A."K: Keterbukaan hati":
Seperti sebuah lirik mazmur tanggapan, kita diajak untuk memiliki hati yang terbuka pada segala rencana dan sapaan sederhana Allah, berani mengalami perjumpaan dengan Allah lewat sesama, selalu siap untuk ber-kontak, dibentuk dan dirombak oleh Allah sendiri.
B."R: Rendah hati":
Mengacu pada bacaan pertama, Ia mengajak kita untuk menanggalkan iri dan tinggi hati tapi kenakan semangat rendah hati, bersahaja-miskin di hadapan Tuhan, menjadi "humus" yang menyuburkan, yang siap untuk "menggerakkan" dan tidak malahan "menggerahkan" hidup orang lain.
C."S: Sepenuh hati":
Yesus berkata, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia mereka akan membunuhNya tapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit.” Para murid tidak mengerti dan segan bertanya kepadaNya tentang kata-kata-Nya, tapi para murid tidak pernah segan untuk tetap mengikutiNya. Mereka ingin sepenuh hati menjadi muridNya. Kita diajak untuk tidak setengah hati tp 100% mjd muridNya.
"Cari baju di Taman Sepatan - Mari maju dalam iman dan perbuatan."
2.
MADAH HARIAN PAGI
(Minggu, 23 September 2018 - Hari Minggu Biasa XXV)
Allah hidup dan meraja
Alleluya, alleluya
Maut sudah dikalahkan
Hidup sudah dilimpahkan.
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Hari ini hari Tuhan
Alleluya, alleluya
Hari penuh kesukaan
Hari raya kebangkitan
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Mari kita bergembira
Alleluya, alleluya
Bersyukur sambil memuji,
Bermadah sambil bernyanyi
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan. Amin.
DOA
Allah mahapengasih dan penyayang, segala perintah-Mu Kauringkaskan dalam perintah cinta kepada-Mu dan kepada sesama manusia. Semoga dengan mentaati perintah-perintah-Mu, kami dapat memperoleh kehidupan abadi. Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
3.
ULASAN EKSEGETIS
BACAAN INJIL
HARI MINGGU BIASA XXV TAHUN B
23 September 2018 (Mrk 9:30-37) : "MENGIKUTI DIA PADA JALANNYA"
Rekan-rekan,
Injil bagi hari Minggu Biasa XXV tahun B kali ini (Mrk 9:30-37) memuat pernyataan Yesus yang kedua kalinya kepada murid-muridnya mengenai kesengsaraan, salib, serta kebangkitannya. Sesudah itu, ia juga memberi pengajaran agar dalam mengikutinya para murid tidak berpamrih bakal mendapat kedudukan. Sebelum mendalami pengajaran ini, marilah ditengok sejenak maksud serta makna pemberitahuan mengenai sengsara tadi bagi komunitas para murid waktu itu.
A.
PERNYATAAN TENTANG KESENGSARAANNYA.
Walaupun diakui sebagai Mesias oleh orang-orang yang paling dekat dengannya, Yesus lebih memahami dirinya sebagai Anak Manusia. Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya akan ditolak, disalibkan, tetapi akan dibangkitkan. (Lihat ulasan Injil Minggu lalu, Mrk 8:27-35).
Pernyataan ini muncul sampai tiga kali dalam Injil Markus, Matius dan Lukas. Yang pertama, Mrk 8:31-33//Mat 16:21-23//Luk 9:22, yang kedua Mrk 9:30-32//Mat 17:22//Luk 9:43b-45 dan yang ketiga, Mrk 10:32-34//Mat 20:17-19//Luk 18:31-34.
Pernyataan pertama diikuti pengajaran khusus bagi siapa saja yang mau mengikutinya, yakni agar mereka sedia “menyerahkan nyawa”, maksudnya berdedikasi penuh Mrk 8:34-38//Mat 16:24-28//Luk 9:23-27.
Pernyataan yang kedua dilanjutkan dengan pengajaran untuk tidak mencari kedudukan tinggi, melainkan bersikap seperti anak kecil Mrk 9:34-37//Mat 18:1-5//Luk 9:46-48.
Pernyataan ketiga ditegaskan dengan pengajaran mengenai kesediaan melayani satu sama lain Mrk 10:35-45 Mat 20:20-28 (Lukas tidak menyertakan padanannya).
Dari ikhtisar ini kelihatan bahwa arah ke salib dan kebangkitan itu memang sulit dipahami, bahkan oleh murid-murid terdekat yang sudah lama mengikutinya sekalipun. Jalan untuk memahami kenyataan salib dan kebangkitan itu ialah kesediaan untuk menerima tanpa mementingkan diri ataupun mencari kedudukan yang tinggi. Inilah yang diberikan dalam pengajaran yang mengikuti setiap pernyataan tadi.
Semakin dekat ke Yerusalem, Yesus semakin berusaha agar para murid terdekatnya memahami arah ke salib dan kebangkitan tadi dengan ikhlas.
Murid-murid sulit memahami mengapa ia perlu mengalami penderitaan hingga kematian di salib. Mengapa Yang Maha Kuasa tidak menyertainya dengan bala tentara surga dan dunia untuk membangun kejayaan umat di hadapan para penentang-penentangnya.
Pertanyaan seperti ini ada dalam lubuk hati mereka. Juga dalam hati kecil kita. Mengapa perlu sampai sejauh itu. Mengapa dia, dan juga kita, seolah-olah dibiarkan sendirian di hadapan kekuatan-kekuatan yang kini semakin mengancam kita.
B.
MENGHADAPI KEKUATAN JAHAT DENGAN SALIB.
Kekuatan jahat perlu ditekuni dengan salib, seperti yang dilakukan Yesus. Baru dengan demikian daya gelap akan dapat dikuasai dan diubah menjadi kekuatan terang. Namun demikian, perlu disadari bahwa salib tidak identik dengan apa saja yang dirasa sebagai penderitaan. Ada banyak kesusahan yang bukan salib dan mestinya bisa dihindari dan diatasi dengan kebijaksanaan hidup dan ikhtiar.
Pelbagai ketimpangan ekonomi dan ketakadilan di masyarakat bukan salib, melainkan musibah sosial yang mesti ditangani dengan serius. Menyebutnya sebagai salib tidak membawa manfaat apapun kecuali menutup mata pada kenyataan. Dan mengurangi makna salib yang sesungguhnya. Yang perlu diterima sebagai salib ialah yang dihadapi oleh Yesus sendiri, yakni penolakan manusia terhadap kebaikan ilahi. Inilah realitas yang jahat yang hanya dapat dihadapi dengan salib.
Penderitaan serta kematian Yesus itu akan berakhir dengan kebangkitan. Unsur yang paling membedakan salib dengan penderitaan biasa ialah ada tidaknya kaitan dengan kebangkitan. Bahkan salib dan kebangkitan ialah satu realitas dengan dua muka yang tak dapat saling dipisahkan. Bila tidak ada kebangkitan, maka tak dapat dikatakan penderitaannya mengalahkan yang jahat. Juga tidak dapat ditegaskan bahwa ada kebangkitan tanpa salib. Seperti dalam peristiwa pemberitahuan pertama, para murid juga kurang menangkap maksud pemberitahuan kedua.
C.
SIAPAKAH YANG TERBESAR?
Adegan beralih dari sebuah tempat di Galilea yang namanya tidak disebut ke sebuah rumah di Kapernaum, juga di wilayah Galilea.
Di rumah inilah Yesus menanyai para murid tentang apa yang mereka bicarakan di perjalanan. Mereka diam tak berani menjawab, karena mereka tadi bertengkar mengenai siapa di antara mereka yang terbesar. Mereka cukup tahu, tidak sepatutnyalah mereka berpikir demikian.
Tetapi Yesus tidak memarahi, melainkan mengajak mereka untuk mengenal diri dengan lebih baik. Mereka kini bukan lagi orang luar dan pengikut baru. Mereka telah berjalan bersama dia dari tempat ke tempat, sudah melihat yang diperbuatnya bagi orang banyak dan ikut serta melayani mereka. Murid-murid ini ialah Yang Duabelas, kalangan paling dekat dengannya sendiri.
Mereka inti umat yang baru yang akan memperkenalkan Yang Ilahi kepada segala bangsa. Inilah orang-orang yang memang mempunyai niat mengikuti Yesus. Kok malah kini memperebutkan kedudukan siapa yang lebih penting. Memang mereka masih butuh belajar membuat diri searah dengan dia yang mereka ikuti.
Yesus pun memberi mereka pengajaran khusus mengenai apa itu menjadi yang pertama. Ia tahu tiap orang mempunyai hasrat menjadi orang penting. Orang yang tidak memiliki dorongan ke arah itu juga sulit menemukan makna hidup. Tetapi yang membuat penting ada bermacam-macam. Dan tidak selalu benar dan cocok dengan pilihan hidup yang sudah mulai ditempuh. Inilah keadaan para murid waktu itu. Kini sang Guru membantu mereka untuk semakin menemukan diri.
Diajarkan bahwa yang ingin menjadi yang pertama, hendaklah menjadi yang berdiri paling belakang dan melayani semuanya. Jelas hendak ditunjukkannya bahwa mementingkan orang lain bakal membuat pengikut Yesus menjadi besar.
Dia sendiri menjalankannya. Seluruh hidupnya ditujukan untuk mengusahakan kebahagiaan orang lain, memperoleh keselamatan bagi umat manusia. Perjalanannya ke salib dan kebangkitan itu sebuah ziarah yang bakal menyelamatkan umat manusia dari kungkungan kuasa yang jahat yang tak dapat dipecahkan kecuali dengan pengorbanan dan keikhlasan untuk itu.
Para murid diajar untuk menerima anak kecil, artinya menerimanya sebagai yang penting meski ia tak dapat menonjolkan diri pernah berbuat banyak dan berjasa, dst. Ia diterima bukan karena yang diperbuatnya melainkan karena berharga tanpa jasa sendiri. Itulah spiritualitas yang sepantasnya berkembang dalam diri para murid dalam mengikuti guru mereka.
D.
SEBUAH PERBANDINGAN.
Ada manfaatnya bila hal di atas dipahami bersama dengan pengajaran yang diberikan setelah pemberitahuan kesengsaraan yang pertama dan yang ketiga. Titik berat dalam pengajaran yang disampaikan setelah pemberitahuan sengsara yang pertama ialah kesediaan berdedikasi utuh dalam mengikuti Yesus (Mrk 8:34-38).
Injil mengungkapkannya dengan “merelakan nyawa”. Tetapi yang ditekankan bukan sisi pengorbanan melulu, melainkan sisi keuntungannya. Dikatakan, siapa yang kehilangan nyawanya “karena aku dan karena Injil” malah akan mendapatkan keselamatan bagi dirinya (Mrk 8:35).
Jadi tekanan bukan pada kemartiran atau berani mati demi agama dan iman. Tafsiran ke arah itu kurang membantu dan malah bisa disebut meleset. Yang dituju ialah keberanian untuk menanggalkan serta meninggalkan pikiran-pikiran sendiri mengenai apa itu mengikut Yesus dan membiarkan diri dituntun olehnya dan dengan demikian dapat mengalami sendiri apa itu berjalan bersama dia.
Jadi “kehilangan nyawa” di situ ialah membuka diri untuk menerima kekayaan batin yang sejati. Spiritualitas ini memberi arti pada “menyangkal diri dan memikul salib dan mengikuti dia” yang dikatakan sebelumnya (ay. 34). Bukan memikul salib apa saja, melainkan ikut ambil bagian dalam meringankan salib yang dipanggul Yesus. Itulah salib yang bermuara pada kebangkitan.
Nanti sesudah pemberitahuan kesengsaraan yang ketiga kalinya, diceritakan bagaimana Yakobus dan Yohanes meminta Yesus agar mereka dapat duduk di kanan dan kirinya dalam kemuliaannya kelak. Yesus menanyai mereka apa mereka bersedia minum dari cawan yang diminumnya dan dibaptis dengan baptisan yang diterimanya.
Maksudnya, menjadi senasib sepenanggungan. Mereka menyatakan sanggup. Sekalipun demikian, Yesus menukas, ia tak berhak memberikan kedudukan yang mereka inginkan itu karena hanya diberikan kepada yang pantas menerimanya, siapa pun orang itu (Mrk 10:35-40). Kemudian Yesus menambahkan, siapa ingin menjadi besar hendaknya menjadi orang yang mau melayani, yang mau menjadi yang pertama hendaknya ada di bawah, sebagai hamba, seperti ia sendiri (Mrk 10:43-45).
Dari ketiga pengajaran tadi dapat dilihat apa artinya mengikuti Yesus. Pertama-tama, tentu bukan meniru-niru dia, melainkan membiarkan diri dibentuk olehnya sendiri. Kedua, alih-alih beragenda mau jadi orang besar, ada ajakan bersedia datang kepadanya tanpa apa-apa yang dapat diperhitungkan sebagai jasa yang patut mendapat ganjaran. Akhirnya, mengikuti dia itu berarti membiarkan diri dituntun oleh Yang Maha Kuasa sendiri ke tempat dan kedudukan yang sudah disediakan oleh-Nya. Memang kini belum dapat diduga macamnya namun Bapa yang Maha Baik tentunya akan memberikan yang terbaik Inilah iman yang ditumbuhkan Yesus dalam diri murid-muridnya. (AG)
4.
INSPIRASI PAGI LBI.
Jalan Kecil
Minggu, 23 September 2018 – Hari Minggu Biasa XXV.
Di sebuah paroki, seorang rekan imam mengadakan kegiatan kreatif, yaitu mancing bersama. Kegiatan ini dijalankan dalam dua tahap. Yang pertama terbuka untuk umum, yang kedua dijalankan untuk intern umat Katolik.
Ada kejadian menarik dalam kegiatan yang kedua. Saat itu, para panitia yang sebagian besar adalah umat paroki telah mempersiapkan segalanya, termasuk ikan yang akan dipancing. Karena bersifat intern, panitia pun boleh ikut memancing. Mereka sudah memiliki rencana jitu, yakni dengan memasukkan ikan yang besar-besar ke dalam kolam. Namun, menjelang pertandingan dimulai, romo paroki tiba-tiba mengumumkan, “Karena ini adalah pesta dari kita, oleh kita dan untuk kita, maka pemenangnya adalah orang yang bisa memancing ikan paling kecil.” Pengumuman itu membuat peserta termangu. Seolah tahu isi hati mereka, sang imam lantas berkomentar, “Lomba ini berjudul siapa yang terkecil akan menjadi yang terbesar. Jadi, siapa yang mau menjadi pemimpin harus menjadi pelayan terlebih dahulu.”
Sabda Tuhan dalam Injil Markus hari ini berbicara mengenai hal yang sama. Meski tidak mudah dipahami oleh para murid yang masih saja membicarakan siapa yang terbesar di antara mereka, hari ini Yesus mengumumkan jalan yang harus ditempuh-Nya, yaitu salib. Hal ini tidak bisa dipahami oleh para murid pada waktu itu. Bagi mereka, alasan mereka mempertaruhkan segalanya untuk mengikuti Yesus, sang Guru, adalah untuk mendapatkan ketenaran, popularitas, dan diselamatkan dari penjajahan Romawi. Tidak ada dalam pikiran mereka bahwa Yesus yang mereka ikuti akan melalui jalan sengsara dan wafat di salib. Namun, Yesus tetap mewartakan jalan yang akan ditempuh-Nya itu. Butuh waktu lama bagi para murid untuk memahaminya. Semuanya pelan-pelan baru menjadi jelas bagi mereka beberapa saat setelah Yesus wafat, bangkit, dan naik ke surga.
Bukankah hal demikian sering kali terjadi juga pada kita? Apa yang kita keluhkan ketika tiba-tiba hidup kita terasa berat? Apa yang kita pikirkan manakala hidup kita menjadi sedemikian berantakan? Apa yang kita katakan kepada Tuhan manakala kita menjalani hidup yang berat dan penuh kesengsaraan? Bukankah kita sering kali berharap agar Tuhan cepat datang menolong? Bukankah kita sering kali pula mengancam Tuhan, “Kalau Engkau tidak cepat menolongku, aku tidak akan lagi percaya kepada-Mu”? Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang yang mengatakan, “Kalau Engkau memang Anak Allah, turunlah dari salib itu”?
Saudara-saudari sekalian, mari berjalan, memanggul salib kita, dan mengikuti Dia. (DK)
5.
Menjadi Besar Karena Melayani
01.
Dalam Injil Markus, tiga kali Yesus memberitahukan kepada para murid mengenai sengsara, wafat dan kebangkitan yang akan dialami-Nya (Mrk 8:31-9:1; 9:30-32; 10:32-34) agar orang-orang terdekat-Nya itu memahami jalan salib yang akan ditempuh-Nya dan dapat mempersiapkan diri menghadapinya. Namun ternyata para murid tidak mampu memahami realitas salib itu. Mereka terjebak oleh mind-setnya sendiri. Sebagai utusan Allah, Mesias seharusnya adalah sosok pribadi yang agung, unggul, mulia, tak terkalahkan dan penuh kuasa. Karena itu ketika Yesus menubuatkan tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, para murid menanggapinya dengan cara yang tidak tepat. Petrus bahkan berani menegur Yesus agar tidak mengatakan hal itu (Mrk 8:32); mereka malah sibuk bertengkar memperebutkan siapa yang terbesar diantara mereka (Mrk 9:34); dan agar tidak didahului oleh murid yang lain, Yohanes dan Yakobus secara khusus meminta posisi penting yaitu sebagai orang kedua dan ketiga pada saat Yesus mulia kelak (Mrk 10:37).
02.
Bagi Yesus jalan salib merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi karena hal itu merupakan kehendak Allah yang harus dilaksanakan dan diselesaikan-Nya (accomplished). Dalam ay. 31 dipakai kata “diserahkan” (delivered, atau paradidotai) untuk menegaskan bahwa peristiwa salib merupakan prakarsa Allah. Anak Manusia diserahkan oleh Allah ke dalam tangan (kekuasaan) manusia. Di hadapan Pilatus yang merasa diri berkuasa terhadap hidup-Nya, Yesus menegaskan, “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:11). Dialah orang benar, hamba Yahwe, yang diserahkan oleh Allah ke dalam kekuasaan orang jahat. Gagasan ini berbeda dengan ide dalam bacaan pertama (Keb 2:12.17-20) yang mengungkapkan prakarsa orang-orang jahat yang ingin menyiksa orang benar untuk menguji kualitas hidupnya dan membuktikan apakah benar Allah melindungi dan menolongnya, membebaskannya dari tangan para lawannya. Bagi Yesus penderitaan dan salib merupakan tugas dari Bapa yang harus dilaksanakan-Nya sebagai jalan untuk menyelamatkan banyak orang.
03.
Namun dalam tradisi eksegese para Bapa Gereja melihat perikop dalam Kitab Kebijaksanaan itu sebagai nubuat tentang sengsara Kristus karena ada unsur-unsur yang mirip khususnya dalam Mat 27:43 “Ia menaruh harapan-Nya pada Allah, baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah”. Perikop ini mau mengingatkan bahwa harga yang harus dibayar untuk sebuah kesetiaan dan ketaatan kepada kehendak Allah, untuk melakukan yang baik, benar dan jujur itu memang cukup tinggi. Untuk mewujudkannya kita akan mengalami banyak kesulitan dan tantangan. Meskipun demikian berbuat jujur, melakukan hal yang baik dan benar itu lebih menguntungkan, memberikan ketenangan dan kebahagiaan batin daripada bertindak tidak jujur, mengingkari yang baik, benar dan suci. Ungkapan “wong jujur bakal ajur”tidak berlaku bagi orang beriman. Justru iri hati, egoisme, hawa nafsu yang tidak teratur, segala macam perbuatan jahat yang akan menimbulkan kekacauan (lih. Bacaan II).
04.
Nampaknya ambisi untuk dihormati, dihargai, berkuasa, memiliki jabatan atau posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan religious merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh banyak orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mencitrakan diri sebagai orang saleh yang “suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan” (Mrk 12:38-39), mengumumkan sedekahnya di rumah-rumah ibadat atau di lorong-lorong jalan (lih. Mat 6:2), berdoa ”dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya” (Mat 6:5). Ambisi seperti itu ternyata juga dimiliki oleh para murid. 05. Yesus memeluk seorang anak kecil sebagai ilustrasi untuk ajakan-Nya agar menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya (ay. 35-36).
Yesus mengambil anak sebagai ilustrasi bukan karena kelucuannya, senyumannya atau innocence-nya tetapi karena kerapuhannya, kelemahannya, ketidakberdayaannya serta ketergantungan total kepada orangtuanya. Kita sering marah dan mengusirnya karena terlalu ribut sehingga mengganggu ketenangan dan kekhidmatan dalam Perayaan Ekaristi. Anak kecil kurang dihargai dan diperhitungkan karena dianggap belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang hal ikhwal kehidupan ini. Dengan demikian anak kecil dipakai sebagai gambaran orang-orang yang dalam kehidupan sosial diremehkan, tidak dianggap penting. Tetapi Yesus menempatkannya di tengah-tengah para murid, di tengah-tengah Gereja (lih. ay. 36). Hal ini mengingatkan kita bahwa yang seharusnya berada di tengah-tengah Gereja, yang menjadi pusat perhatian dan pelayanan, yang menerima pelukan penuh kasih adalah yang lemah, miskin, terlantar, tertindas dan tidak berdaya.
05.
Kita menghargai dan menghormati orang karena prestasinya, kekayaannya, jabatannya dan bukan karena pribadi atau keberadaannya. Yesus mengubah paradigma itu. Orang menjadi besar karena kehadirannya dibutuhkan, diharapkan. Kehadirannya diharapkan karena hidupnya mampu memberikan keuntungan, manfaat dan memberikan sumbangan positif bagi kehidupan sesama. Melayani menjadi sebuah cara hidup agar kehadiran kita dibutuhkan, bernilai dan bermanfaat bagi orang lain. Untuk melayani tidak perlu gelar, tidak perlu menguasai banyak ilmu pengetahuan, tidak dibutuhkan prasyarat usia tertentu. Yang dibutuhkan hanyalah hati yang ikhlas, penuh kegembiraan, dan jiwa yang dipenuhi kasih, melihat pribadi dan dunia hanya dari sisinya yang baik. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran.
06. Wayne Dyer, seorang penulis terkenal, mengisahkan pengalamannya yang mengesan dalam bukunya “You Will See It When You Believe It”: Dalam perjalanan pulang dari sebuah urusan bisnis, Wayne Dyer menunggu antrian taksi di bandara. Tidak lama kemudian, sebuah taksi hitam mengkilap muncul dan mendekatinya. Sangsopir pun keluar dengan berpakaian rapi, tersenyum dan menyapa ramah lalu membukakan pintu mobil baginya.Sopir itu kemudian memberi sebuah kartu identitas dan berkata, "Nama saya Wally. Sementara saya memasukkan barang bawaan ke bagasi, silakan membaca pernyataan misi saya yang tertulis di balik kartu identitas ini“. Dyer kemudian membaca kartu identitas tersebut dan di sebaliknya tertulis “Misi Wally: Mengantar pelanggan ke tempat tujuan dengan cepat, aman, murah dan nyaman.” Wayne Dyer sangat heran, terutama setelah ia melihat bagian dalam taksi yang sangat bersih dan harum.
Setelah duduk di belakang kemudi, Wally berkata, “Apakah Anda ingin kopi? Saya punya yang biasa, tanpa kafein”. Dyer menjawab “Tidak, saya ingin minuman ringan saja.” Wally berkata, “No problem. Saya punya pendingin dengan Coke biasa dan Diet Coke, air mineral, serta jus jeruk.” Dengan terkagum-kagum, Wayne Dyer berkata “Saya mau Diet Coke saja.” Setelah memberikan sebotol Diet Coke, Wally pun kembali menawarkan, “Jika Anda ingin membaca koran, saya punya The Wall Street Journal, Time, Sports Illustrated danUSA Today." Ketika taksi mulai berjalan, Wally kembali menawarkan radio mana yang ingin didengar. Danternyata masih ada lagi: Wally menanyakan apakah AC nya sudah pas atau belum. Selama perjalanan, Wayne Dyer pun penasaran. “Apakah kau selalu melayani pelanggan seperti ini, Wally?” tanya Dyer. “Baru di dua tahun terakhir ini”, jawab Wally “Sebelumnya, saya banyak mengeluh seperti kebanyakan sopir taksi. Suatu ketika secara tidak sengaja saya mendengar seorang motivator di sebuah stasiun radio yang mengatakan bahwaketika Anda bangun dan mengharap hal buruk terjadi, maka itu hampir pasti terjadi pada hari itu. Maka jangan memulai hari dengan rasa pesimis, mengeluh atau berpikiran negatif. Berhentilah mengeluh! Jangan menjadi bebek melainkan jadilah elang. Bebek hanya mengeluh dan tidak punya inisiatif, hanya mengikuti saja kemana yang lain pergi. Elang dengan gagah perkasa membubung tinggi di angkasa. Pernyataan itu memukul saya.Rasanya ia sedang membicarakan saya. Saya kemudian mengubah sikap dan bertekad memilih untuk menjadi elang. Saya mengamati taksi-taksi lain: mobilnya kotor, sopirnya tidak ramah, akibatnya pelanggan merasa tidak nyaman. Lalu saya memutuskan untuk membuat perubahan sedikit demi sedikit. Ketika pelanggan suka, saya meningkatkannya.”
“Apakah kau sudah merasakan manfaatnya” tanya Dyer. Dengan tersenyum Wally menjawab, "Di tahun pertama saya sebagai elang, penghasilan saya naik dua kali lipat. Tahun ini mungkin menjadi empat kali lipat. Anda beruntung bisa mendapatkan saya hari ini. Saya tak menunggu di pangkalan lagi. Pelanggan saya menelpon.Jika saya tak bisa menjemput mereka sendiri, saya meminta bantuan teman saya.”
Kisah Wally ini sangat inspiratif. Ia dicari dan dibutuhkan karena melayani dengan ikhlas dan penuh kegembiraan serta selalu memberi yang terbaik. Berkah Dalem.
6.
Kutipan Teks Misa:
“Sebagaimana Ia menampakkan diri dalam sungguh Tubuh-Nya kepada para rasul kudus, demikianlah juga sekarang Ia menampakkan Diri-Nya kepada kita dalam roti suci; dan sebagaimana mereka dengan mata jasmani mereka melihat hanya tubuh-Nya, namun dengan mengkontemplasikan-Nya dengan mata rohani mereka, percaya bahwa Ia adalah Allah, demikian pula kita, melihat roti dan anggur dengan mata jasmani, kita melihat dan mempercayainya teguh sebagai sungguh Tubuh-Nya dan Darah-Nya yang mahasuci. Dan dengan cara ini Tuhan kita senantiasa bersama umat-Nya, sebagaimana Ia Sendiri mengatakan: `Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.'” (St. Fransiskus dari Assisi)
Antifon Pembuka (lih. Mzm 37:39, 40, 28)
Akulah keselamatan umat, sabda Tuhan. Aku akan mendengarkan seruannya dalam segala kesulitan. Aku akan tetap menjadi Tuhan mereka sepanjang masa.
I am the salvation of the people, says the Lord. Should they cry to me in any distress, I will hear them, and I will be their Lord for ever.
Salus populi ego sum, dicit Dominus: de quacumque tribulatione clamaverint ad me, exaudiam eos: et ero illorum Dominus in perpetuum.
Mzm. Attendite popule meus legem meam: inclinate aurem vestram in verba oris mei.
Doa Pagi
Allah Bapa Yang Maha Pengasih, melalui Putra-Mu, Engkau selalu membela kaum yang lemah, miskin dan menderita. Kami mohon, semoga semangat belas kasih Putra-Mu itu senantiasa menjiwai kami sehingga kami pun berani memihak dan memberikan pertolongan nyata kepada saudara-saudari kami yang lemah, miskin dan menderita. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kebijaksanaan (2:12.17-20)
“Hendaklah kita menjatuhkan hukuman keji terhadapnya.”
Orang-orang fasik berkata satu sama lain, “Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan, serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Cobalah kita lihat apakah perkataannya benar, dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Allah akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, re = a, 2/4, PS 810
Ref. Condongkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah bebaskan daku.
Ayat. (Mzm 54:3-4.5.6.8)
1. Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!
2. Sebab orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku, orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku; mereka tidak mempedulikan Allah.
3. Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku. Dengan rela hati aku akan mempersembahkan kurban kepada-Mu, aku akan bersyukur sebab baiklah nama-Mu, ya Tuhan.
Bacaan dari Surat Rasul Yakobus (3:16-4:3)
“Buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.”
Saudara-saudaraku yang terkasih, di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas itu pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran itu ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai. Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah dari hawa nafsumu yang saling bergulat di dalam dirimu? Kamu mengingini sesuatu tetapi tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh. Kamu iri hati, tetapi tidak mencapai tujuan, lalu kamu bertengkar dan berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta akan kamu gunakan untuk memuaskan hawa nafsu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = g, 2/4, PS 952
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (2Tes 2:14)
Sesudah ayat, Alleluya dinyanyikan dua kali.
Allah telah memanggil kita; sehingga kita boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus Tuhan kita.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (9:30-37)
“Anak Manusia akan diserahkan .... Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi pelayan dari semuanya.”
Setelah Yesus dimuliakan di atas gunung, Ia dan murid-murid-Nya melintas di Galilea. Yesus tidak mau hal itu diketahui orang, sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia. Tetapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada Yesus. Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika sudah di rumah, Yesus bertanya kepada para murid itu, “Apa yang kamu perbincangkan tadi di jalan?” Tetapi mereka diam saja; sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya.” Yesus lalu mengambil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka, “Barangsiapa menerima seorang anak seperti ini demi nama-Ku, ia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, sebenarnya bukan Aku yang mereka terima, melainkan Dia yang mengutus Aku.”
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
Qui vult primus esse erit omnium minister, siapa saja yang ingin menjadi terdahulu ia akan menjadi pelayan dari semuanya. Setiap orang pasti ingin menjadi populer, yang terbesar dan dianggap hebat. Keinginan ini masih dianggap wajar. Akan tetapi, keinginan tersebut justru seringkali bisa dijadikan sumber pertengkaran dan perpecahan. Iri hati dan mementingkan diri sendiri menjadi pemicu kekacauan dan segala perbuatan jahat (bdk. Bac. II). Hawa nafsu telah menguasai manusia. Orang-orang fasik semakin keji dan terus-menerus akan menghadang serta membunuh orang-orang baik. Namun Allah akan menyelamatkan mereka yang berada dalam jalan kebenaran (bdk. Bac. I). Anak manusia akan diserahkan dan Yesus mengajarkan kita untuk rendah hati, mau menderita dan melayani orang lain. Sebab demikianlah ciri-ciri orang yang terdahulu yakni orang-orang yang mengikuti jejak Kristus.
Antifon Komuni (Mzm 119:4-5)
Engkau telah menyampaikan titah-Mu, supaya ditepati dengan sungguh-sungguh. Semoga tetaplah jalan hidupku, untuk melaksanakan ketetapan-Mu.
You have laid down your precepts to be carefully kept; may my ways be firm in keeping your statutes.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 23 September 2018
Hari Minggu Biasa XXV
Kebijaksanaan (2:12.17-20)
(Mzm 54:3-4.5.6.8)
Yakobus (3:16-4:3)
Markus (9:30-37)
“Servite in caritate - Layanilah dalam cinta kasih”
Inilah ajakan Yesus supaya kita bisa menjadi pribadi beriman yang terbesar dan terdahulu: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35).
Inilah jalan iman yang ditawarkan Yesus kepada kita hari ini, yakni belajar melayani dengan menjadi seperti anak-anak (children) dan bukan bersikap kekanak-kanakan (childish): Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku" (Mrk 9,36-37)
Adapun tiga indikasi dasar dari sikap anak-anak supaya kita bisa menjadi orang beriman yang terbesar dan terdahulu, yakni ‘TTS”, antara lain:
1. T = Tulus - dalam mengasihi:
Di tengah dunia yang penuh akal bulus, ketika banyak orang berpola “citius altius fortius – lebih cepat lebih tinggi lebih kuat”, Tuhan malahan mengajak kita mempunyai cinta kasih yang tulus seperti anak-anak kecil, yang mengedepankan kemurnian hati tanpa banyak intrik, taktik dan aneka konflik. Ia mengharapkan cinta kasih kita adalah cinta kasih yang polos, murni dan tanpa banyak kepentingan terselubung.
2. T = Terbuka - dalam melayani:
"Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka". Yesus meminta para murid untuk menyambut-Nya seperti Ia menyambut seorang anak kecil, yakni dengan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Kalau Yesus menempatkan seorang anak kecil di tengah, itu artinya Ia menjadikan anak itu sebagai pusat perhatian.
Ya, Yesus juga kerap tergambarkan sedang memeluk anak kecil. Tindakan memeluk ini diawali dengan membuka dan merentangkan tangan untuk menyambut orang yang ingin dipeluk. Tangan yang terbuka dan terentang ini sesungguhnya mengungkapkan hati yang terbuka dalam melayani.
Hal ini berarti bahwa kita juga diharapkan membuka hati dengan penuh kasih dan sukacita untuk melayani semua sesama kita, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Dalam diri merekalah, Kristus hadir secara nyata untuk kita peluk, kita kasihi, dan pastinya untuk kita layani.
3. S = Sederhana - dalam mengimani:
"Simple is beautiful - Sederhana itu indah!” Inilah sikap seorang anak kecil pada umumnya. Mereka tidak mempunyai banyak pertanyaan, mudah menerima dan percaya. Bukankah Yesus sendiri datang dan terbaring sebagai anak kecil yang lemah di tempat yang sederhana? Kita bisa melihat dan mengingat Yesus kecil dengan tangan lemah terulur dan terbuka lebar. Ia memohon bantuan orang lain: Aku membutuhkan engkau. Tatapan mata bening dan uluran tangan lembutnya seolah menyapa siapa saja yang memandangnya. Begitu sederhana, bukan?
Pepatah Jawa yang berkata, “Aja Adigang, Adigung, Adiguna - Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti" kiranya tepat untuk membuat kita semakin mau sederhana dan rendah hati di hadapan Tuhan.
“Ada Wayan di kampung Bali - Jadilah pelayan bagi Sang Ilahi.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
"Servus servorum - Hamba segala hamba."
Inilah semangat Yesus yang juga menjadi semangat dasar kepausan dan seharusnya juga menjadi semangat hidup, "capa/cara pandang, capi/cara pikir- cahi/cara hidup" kita setiap harinya.
Adapun sebagai hambaNya yang siap melayani, ber-"servus servorum", kita diajak memiliki "KRS" yang harus diisi setiap harinya, antara lain:
A."K: Keterbukaan hati":
Seperti sebuah lirik mazmur tanggapan, kita diajak untuk memiliki hati yang terbuka pada segala rencana dan sapaan sederhana Allah, berani mengalami perjumpaan dengan Allah lewat sesama, selalu siap untuk ber-kontak, dibentuk dan dirombak oleh Allah sendiri.
B."R: Rendah hati":
Mengacu pada bacaan pertama, Ia mengajak kita untuk menanggalkan iri dan tinggi hati tapi kenakan semangat rendah hati, bersahaja-miskin di hadapan Tuhan, menjadi "humus" yang menyuburkan, yang siap untuk "menggerakkan" dan tidak malahan "menggerahkan" hidup orang lain.
C."S: Sepenuh hati":
Yesus berkata, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia mereka akan membunuhNya tapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit.” Para murid tidak mengerti dan segan bertanya kepadaNya tentang kata-kata-Nya, tapi para murid tidak pernah segan untuk tetap mengikutiNya. Mereka ingin sepenuh hati menjadi muridNya. Kita diajak untuk tidak setengah hati tp 100% mjd muridNya.
"Cari baju di Taman Sepatan - Mari maju dalam iman dan perbuatan."
2.
MADAH HARIAN PAGI
(Minggu, 23 September 2018 - Hari Minggu Biasa XXV)
Allah hidup dan meraja
Alleluya, alleluya
Maut sudah dikalahkan
Hidup sudah dilimpahkan.
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Hari ini hari Tuhan
Alleluya, alleluya
Hari penuh kesukaan
Hari raya kebangkitan
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan.
Mari kita bergembira
Alleluya, alleluya
Bersyukur sambil memuji,
Bermadah sambil bernyanyi
Alleluya, alleluya
Terpujilah Kristus Tuhan. Amin.
DOA
Allah mahapengasih dan penyayang, segala perintah-Mu Kauringkaskan dalam perintah cinta kepada-Mu dan kepada sesama manusia. Semoga dengan mentaati perintah-perintah-Mu, kami dapat memperoleh kehidupan abadi. Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
3.
ULASAN EKSEGETIS
BACAAN INJIL
HARI MINGGU BIASA XXV TAHUN B
23 September 2018 (Mrk 9:30-37) : "MENGIKUTI DIA PADA JALANNYA"
Rekan-rekan,
Injil bagi hari Minggu Biasa XXV tahun B kali ini (Mrk 9:30-37) memuat pernyataan Yesus yang kedua kalinya kepada murid-muridnya mengenai kesengsaraan, salib, serta kebangkitannya. Sesudah itu, ia juga memberi pengajaran agar dalam mengikutinya para murid tidak berpamrih bakal mendapat kedudukan. Sebelum mendalami pengajaran ini, marilah ditengok sejenak maksud serta makna pemberitahuan mengenai sengsara tadi bagi komunitas para murid waktu itu.
A.
PERNYATAAN TENTANG KESENGSARAANNYA.
Walaupun diakui sebagai Mesias oleh orang-orang yang paling dekat dengannya, Yesus lebih memahami dirinya sebagai Anak Manusia. Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya akan ditolak, disalibkan, tetapi akan dibangkitkan. (Lihat ulasan Injil Minggu lalu, Mrk 8:27-35).
Pernyataan ini muncul sampai tiga kali dalam Injil Markus, Matius dan Lukas. Yang pertama, Mrk 8:31-33//Mat 16:21-23//Luk 9:22, yang kedua Mrk 9:30-32//Mat 17:22//Luk 9:43b-45 dan yang ketiga, Mrk 10:32-34//Mat 20:17-19//Luk 18:31-34.
Pernyataan pertama diikuti pengajaran khusus bagi siapa saja yang mau mengikutinya, yakni agar mereka sedia “menyerahkan nyawa”, maksudnya berdedikasi penuh Mrk 8:34-38//Mat 16:24-28//Luk 9:23-27.
Pernyataan yang kedua dilanjutkan dengan pengajaran untuk tidak mencari kedudukan tinggi, melainkan bersikap seperti anak kecil Mrk 9:34-37//Mat 18:1-5//Luk 9:46-48.
Pernyataan ketiga ditegaskan dengan pengajaran mengenai kesediaan melayani satu sama lain Mrk 10:35-45 Mat 20:20-28 (Lukas tidak menyertakan padanannya).
Dari ikhtisar ini kelihatan bahwa arah ke salib dan kebangkitan itu memang sulit dipahami, bahkan oleh murid-murid terdekat yang sudah lama mengikutinya sekalipun. Jalan untuk memahami kenyataan salib dan kebangkitan itu ialah kesediaan untuk menerima tanpa mementingkan diri ataupun mencari kedudukan yang tinggi. Inilah yang diberikan dalam pengajaran yang mengikuti setiap pernyataan tadi.
Semakin dekat ke Yerusalem, Yesus semakin berusaha agar para murid terdekatnya memahami arah ke salib dan kebangkitan tadi dengan ikhlas.
Murid-murid sulit memahami mengapa ia perlu mengalami penderitaan hingga kematian di salib. Mengapa Yang Maha Kuasa tidak menyertainya dengan bala tentara surga dan dunia untuk membangun kejayaan umat di hadapan para penentang-penentangnya.
Pertanyaan seperti ini ada dalam lubuk hati mereka. Juga dalam hati kecil kita. Mengapa perlu sampai sejauh itu. Mengapa dia, dan juga kita, seolah-olah dibiarkan sendirian di hadapan kekuatan-kekuatan yang kini semakin mengancam kita.
B.
MENGHADAPI KEKUATAN JAHAT DENGAN SALIB.
Kekuatan jahat perlu ditekuni dengan salib, seperti yang dilakukan Yesus. Baru dengan demikian daya gelap akan dapat dikuasai dan diubah menjadi kekuatan terang. Namun demikian, perlu disadari bahwa salib tidak identik dengan apa saja yang dirasa sebagai penderitaan. Ada banyak kesusahan yang bukan salib dan mestinya bisa dihindari dan diatasi dengan kebijaksanaan hidup dan ikhtiar.
Pelbagai ketimpangan ekonomi dan ketakadilan di masyarakat bukan salib, melainkan musibah sosial yang mesti ditangani dengan serius. Menyebutnya sebagai salib tidak membawa manfaat apapun kecuali menutup mata pada kenyataan. Dan mengurangi makna salib yang sesungguhnya. Yang perlu diterima sebagai salib ialah yang dihadapi oleh Yesus sendiri, yakni penolakan manusia terhadap kebaikan ilahi. Inilah realitas yang jahat yang hanya dapat dihadapi dengan salib.
Penderitaan serta kematian Yesus itu akan berakhir dengan kebangkitan. Unsur yang paling membedakan salib dengan penderitaan biasa ialah ada tidaknya kaitan dengan kebangkitan. Bahkan salib dan kebangkitan ialah satu realitas dengan dua muka yang tak dapat saling dipisahkan. Bila tidak ada kebangkitan, maka tak dapat dikatakan penderitaannya mengalahkan yang jahat. Juga tidak dapat ditegaskan bahwa ada kebangkitan tanpa salib. Seperti dalam peristiwa pemberitahuan pertama, para murid juga kurang menangkap maksud pemberitahuan kedua.
C.
SIAPAKAH YANG TERBESAR?
Adegan beralih dari sebuah tempat di Galilea yang namanya tidak disebut ke sebuah rumah di Kapernaum, juga di wilayah Galilea.
Di rumah inilah Yesus menanyai para murid tentang apa yang mereka bicarakan di perjalanan. Mereka diam tak berani menjawab, karena mereka tadi bertengkar mengenai siapa di antara mereka yang terbesar. Mereka cukup tahu, tidak sepatutnyalah mereka berpikir demikian.
Tetapi Yesus tidak memarahi, melainkan mengajak mereka untuk mengenal diri dengan lebih baik. Mereka kini bukan lagi orang luar dan pengikut baru. Mereka telah berjalan bersama dia dari tempat ke tempat, sudah melihat yang diperbuatnya bagi orang banyak dan ikut serta melayani mereka. Murid-murid ini ialah Yang Duabelas, kalangan paling dekat dengannya sendiri.
Mereka inti umat yang baru yang akan memperkenalkan Yang Ilahi kepada segala bangsa. Inilah orang-orang yang memang mempunyai niat mengikuti Yesus. Kok malah kini memperebutkan kedudukan siapa yang lebih penting. Memang mereka masih butuh belajar membuat diri searah dengan dia yang mereka ikuti.
Yesus pun memberi mereka pengajaran khusus mengenai apa itu menjadi yang pertama. Ia tahu tiap orang mempunyai hasrat menjadi orang penting. Orang yang tidak memiliki dorongan ke arah itu juga sulit menemukan makna hidup. Tetapi yang membuat penting ada bermacam-macam. Dan tidak selalu benar dan cocok dengan pilihan hidup yang sudah mulai ditempuh. Inilah keadaan para murid waktu itu. Kini sang Guru membantu mereka untuk semakin menemukan diri.
Diajarkan bahwa yang ingin menjadi yang pertama, hendaklah menjadi yang berdiri paling belakang dan melayani semuanya. Jelas hendak ditunjukkannya bahwa mementingkan orang lain bakal membuat pengikut Yesus menjadi besar.
Dia sendiri menjalankannya. Seluruh hidupnya ditujukan untuk mengusahakan kebahagiaan orang lain, memperoleh keselamatan bagi umat manusia. Perjalanannya ke salib dan kebangkitan itu sebuah ziarah yang bakal menyelamatkan umat manusia dari kungkungan kuasa yang jahat yang tak dapat dipecahkan kecuali dengan pengorbanan dan keikhlasan untuk itu.
Para murid diajar untuk menerima anak kecil, artinya menerimanya sebagai yang penting meski ia tak dapat menonjolkan diri pernah berbuat banyak dan berjasa, dst. Ia diterima bukan karena yang diperbuatnya melainkan karena berharga tanpa jasa sendiri. Itulah spiritualitas yang sepantasnya berkembang dalam diri para murid dalam mengikuti guru mereka.
D.
SEBUAH PERBANDINGAN.
Ada manfaatnya bila hal di atas dipahami bersama dengan pengajaran yang diberikan setelah pemberitahuan kesengsaraan yang pertama dan yang ketiga. Titik berat dalam pengajaran yang disampaikan setelah pemberitahuan sengsara yang pertama ialah kesediaan berdedikasi utuh dalam mengikuti Yesus (Mrk 8:34-38).
Injil mengungkapkannya dengan “merelakan nyawa”. Tetapi yang ditekankan bukan sisi pengorbanan melulu, melainkan sisi keuntungannya. Dikatakan, siapa yang kehilangan nyawanya “karena aku dan karena Injil” malah akan mendapatkan keselamatan bagi dirinya (Mrk 8:35).
Jadi tekanan bukan pada kemartiran atau berani mati demi agama dan iman. Tafsiran ke arah itu kurang membantu dan malah bisa disebut meleset. Yang dituju ialah keberanian untuk menanggalkan serta meninggalkan pikiran-pikiran sendiri mengenai apa itu mengikut Yesus dan membiarkan diri dituntun olehnya dan dengan demikian dapat mengalami sendiri apa itu berjalan bersama dia.
Jadi “kehilangan nyawa” di situ ialah membuka diri untuk menerima kekayaan batin yang sejati. Spiritualitas ini memberi arti pada “menyangkal diri dan memikul salib dan mengikuti dia” yang dikatakan sebelumnya (ay. 34). Bukan memikul salib apa saja, melainkan ikut ambil bagian dalam meringankan salib yang dipanggul Yesus. Itulah salib yang bermuara pada kebangkitan.
Nanti sesudah pemberitahuan kesengsaraan yang ketiga kalinya, diceritakan bagaimana Yakobus dan Yohanes meminta Yesus agar mereka dapat duduk di kanan dan kirinya dalam kemuliaannya kelak. Yesus menanyai mereka apa mereka bersedia minum dari cawan yang diminumnya dan dibaptis dengan baptisan yang diterimanya.
Maksudnya, menjadi senasib sepenanggungan. Mereka menyatakan sanggup. Sekalipun demikian, Yesus menukas, ia tak berhak memberikan kedudukan yang mereka inginkan itu karena hanya diberikan kepada yang pantas menerimanya, siapa pun orang itu (Mrk 10:35-40). Kemudian Yesus menambahkan, siapa ingin menjadi besar hendaknya menjadi orang yang mau melayani, yang mau menjadi yang pertama hendaknya ada di bawah, sebagai hamba, seperti ia sendiri (Mrk 10:43-45).
Dari ketiga pengajaran tadi dapat dilihat apa artinya mengikuti Yesus. Pertama-tama, tentu bukan meniru-niru dia, melainkan membiarkan diri dibentuk olehnya sendiri. Kedua, alih-alih beragenda mau jadi orang besar, ada ajakan bersedia datang kepadanya tanpa apa-apa yang dapat diperhitungkan sebagai jasa yang patut mendapat ganjaran. Akhirnya, mengikuti dia itu berarti membiarkan diri dituntun oleh Yang Maha Kuasa sendiri ke tempat dan kedudukan yang sudah disediakan oleh-Nya. Memang kini belum dapat diduga macamnya namun Bapa yang Maha Baik tentunya akan memberikan yang terbaik Inilah iman yang ditumbuhkan Yesus dalam diri murid-muridnya. (AG)
4.
INSPIRASI PAGI LBI.
Jalan Kecil
Minggu, 23 September 2018 – Hari Minggu Biasa XXV.
Di sebuah paroki, seorang rekan imam mengadakan kegiatan kreatif, yaitu mancing bersama. Kegiatan ini dijalankan dalam dua tahap. Yang pertama terbuka untuk umum, yang kedua dijalankan untuk intern umat Katolik.
Ada kejadian menarik dalam kegiatan yang kedua. Saat itu, para panitia yang sebagian besar adalah umat paroki telah mempersiapkan segalanya, termasuk ikan yang akan dipancing. Karena bersifat intern, panitia pun boleh ikut memancing. Mereka sudah memiliki rencana jitu, yakni dengan memasukkan ikan yang besar-besar ke dalam kolam. Namun, menjelang pertandingan dimulai, romo paroki tiba-tiba mengumumkan, “Karena ini adalah pesta dari kita, oleh kita dan untuk kita, maka pemenangnya adalah orang yang bisa memancing ikan paling kecil.” Pengumuman itu membuat peserta termangu. Seolah tahu isi hati mereka, sang imam lantas berkomentar, “Lomba ini berjudul siapa yang terkecil akan menjadi yang terbesar. Jadi, siapa yang mau menjadi pemimpin harus menjadi pelayan terlebih dahulu.”
Sabda Tuhan dalam Injil Markus hari ini berbicara mengenai hal yang sama. Meski tidak mudah dipahami oleh para murid yang masih saja membicarakan siapa yang terbesar di antara mereka, hari ini Yesus mengumumkan jalan yang harus ditempuh-Nya, yaitu salib. Hal ini tidak bisa dipahami oleh para murid pada waktu itu. Bagi mereka, alasan mereka mempertaruhkan segalanya untuk mengikuti Yesus, sang Guru, adalah untuk mendapatkan ketenaran, popularitas, dan diselamatkan dari penjajahan Romawi. Tidak ada dalam pikiran mereka bahwa Yesus yang mereka ikuti akan melalui jalan sengsara dan wafat di salib. Namun, Yesus tetap mewartakan jalan yang akan ditempuh-Nya itu. Butuh waktu lama bagi para murid untuk memahaminya. Semuanya pelan-pelan baru menjadi jelas bagi mereka beberapa saat setelah Yesus wafat, bangkit, dan naik ke surga.
Bukankah hal demikian sering kali terjadi juga pada kita? Apa yang kita keluhkan ketika tiba-tiba hidup kita terasa berat? Apa yang kita pikirkan manakala hidup kita menjadi sedemikian berantakan? Apa yang kita katakan kepada Tuhan manakala kita menjalani hidup yang berat dan penuh kesengsaraan? Bukankah kita sering kali berharap agar Tuhan cepat datang menolong? Bukankah kita sering kali pula mengancam Tuhan, “Kalau Engkau tidak cepat menolongku, aku tidak akan lagi percaya kepada-Mu”? Jika demikian, apa bedanya kita dengan orang yang mengatakan, “Kalau Engkau memang Anak Allah, turunlah dari salib itu”?
Saudara-saudari sekalian, mari berjalan, memanggul salib kita, dan mengikuti Dia. (DK)
5.
Menjadi Besar Karena Melayani
01.
Dalam Injil Markus, tiga kali Yesus memberitahukan kepada para murid mengenai sengsara, wafat dan kebangkitan yang akan dialami-Nya (Mrk 8:31-9:1; 9:30-32; 10:32-34) agar orang-orang terdekat-Nya itu memahami jalan salib yang akan ditempuh-Nya dan dapat mempersiapkan diri menghadapinya. Namun ternyata para murid tidak mampu memahami realitas salib itu. Mereka terjebak oleh mind-setnya sendiri. Sebagai utusan Allah, Mesias seharusnya adalah sosok pribadi yang agung, unggul, mulia, tak terkalahkan dan penuh kuasa. Karena itu ketika Yesus menubuatkan tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, para murid menanggapinya dengan cara yang tidak tepat. Petrus bahkan berani menegur Yesus agar tidak mengatakan hal itu (Mrk 8:32); mereka malah sibuk bertengkar memperebutkan siapa yang terbesar diantara mereka (Mrk 9:34); dan agar tidak didahului oleh murid yang lain, Yohanes dan Yakobus secara khusus meminta posisi penting yaitu sebagai orang kedua dan ketiga pada saat Yesus mulia kelak (Mrk 10:37).
02.
Bagi Yesus jalan salib merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi karena hal itu merupakan kehendak Allah yang harus dilaksanakan dan diselesaikan-Nya (accomplished). Dalam ay. 31 dipakai kata “diserahkan” (delivered, atau paradidotai) untuk menegaskan bahwa peristiwa salib merupakan prakarsa Allah. Anak Manusia diserahkan oleh Allah ke dalam tangan (kekuasaan) manusia. Di hadapan Pilatus yang merasa diri berkuasa terhadap hidup-Nya, Yesus menegaskan, “Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:11). Dialah orang benar, hamba Yahwe, yang diserahkan oleh Allah ke dalam kekuasaan orang jahat. Gagasan ini berbeda dengan ide dalam bacaan pertama (Keb 2:12.17-20) yang mengungkapkan prakarsa orang-orang jahat yang ingin menyiksa orang benar untuk menguji kualitas hidupnya dan membuktikan apakah benar Allah melindungi dan menolongnya, membebaskannya dari tangan para lawannya. Bagi Yesus penderitaan dan salib merupakan tugas dari Bapa yang harus dilaksanakan-Nya sebagai jalan untuk menyelamatkan banyak orang.
03.
Namun dalam tradisi eksegese para Bapa Gereja melihat perikop dalam Kitab Kebijaksanaan itu sebagai nubuat tentang sengsara Kristus karena ada unsur-unsur yang mirip khususnya dalam Mat 27:43 “Ia menaruh harapan-Nya pada Allah, baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah”. Perikop ini mau mengingatkan bahwa harga yang harus dibayar untuk sebuah kesetiaan dan ketaatan kepada kehendak Allah, untuk melakukan yang baik, benar dan jujur itu memang cukup tinggi. Untuk mewujudkannya kita akan mengalami banyak kesulitan dan tantangan. Meskipun demikian berbuat jujur, melakukan hal yang baik dan benar itu lebih menguntungkan, memberikan ketenangan dan kebahagiaan batin daripada bertindak tidak jujur, mengingkari yang baik, benar dan suci. Ungkapan “wong jujur bakal ajur”tidak berlaku bagi orang beriman. Justru iri hati, egoisme, hawa nafsu yang tidak teratur, segala macam perbuatan jahat yang akan menimbulkan kekacauan (lih. Bacaan II).
04.
Nampaknya ambisi untuk dihormati, dihargai, berkuasa, memiliki jabatan atau posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan religious merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh banyak orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka mencitrakan diri sebagai orang saleh yang “suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan” (Mrk 12:38-39), mengumumkan sedekahnya di rumah-rumah ibadat atau di lorong-lorong jalan (lih. Mat 6:2), berdoa ”dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya” (Mat 6:5). Ambisi seperti itu ternyata juga dimiliki oleh para murid. 05. Yesus memeluk seorang anak kecil sebagai ilustrasi untuk ajakan-Nya agar menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya (ay. 35-36).
Yesus mengambil anak sebagai ilustrasi bukan karena kelucuannya, senyumannya atau innocence-nya tetapi karena kerapuhannya, kelemahannya, ketidakberdayaannya serta ketergantungan total kepada orangtuanya. Kita sering marah dan mengusirnya karena terlalu ribut sehingga mengganggu ketenangan dan kekhidmatan dalam Perayaan Ekaristi. Anak kecil kurang dihargai dan diperhitungkan karena dianggap belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang hal ikhwal kehidupan ini. Dengan demikian anak kecil dipakai sebagai gambaran orang-orang yang dalam kehidupan sosial diremehkan, tidak dianggap penting. Tetapi Yesus menempatkannya di tengah-tengah para murid, di tengah-tengah Gereja (lih. ay. 36). Hal ini mengingatkan kita bahwa yang seharusnya berada di tengah-tengah Gereja, yang menjadi pusat perhatian dan pelayanan, yang menerima pelukan penuh kasih adalah yang lemah, miskin, terlantar, tertindas dan tidak berdaya.
05.
Kita menghargai dan menghormati orang karena prestasinya, kekayaannya, jabatannya dan bukan karena pribadi atau keberadaannya. Yesus mengubah paradigma itu. Orang menjadi besar karena kehadirannya dibutuhkan, diharapkan. Kehadirannya diharapkan karena hidupnya mampu memberikan keuntungan, manfaat dan memberikan sumbangan positif bagi kehidupan sesama. Melayani menjadi sebuah cara hidup agar kehadiran kita dibutuhkan, bernilai dan bermanfaat bagi orang lain. Untuk melayani tidak perlu gelar, tidak perlu menguasai banyak ilmu pengetahuan, tidak dibutuhkan prasyarat usia tertentu. Yang dibutuhkan hanyalah hati yang ikhlas, penuh kegembiraan, dan jiwa yang dipenuhi kasih, melihat pribadi dan dunia hanya dari sisinya yang baik. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran.
06. Wayne Dyer, seorang penulis terkenal, mengisahkan pengalamannya yang mengesan dalam bukunya “You Will See It When You Believe It”: Dalam perjalanan pulang dari sebuah urusan bisnis, Wayne Dyer menunggu antrian taksi di bandara. Tidak lama kemudian, sebuah taksi hitam mengkilap muncul dan mendekatinya. Sangsopir pun keluar dengan berpakaian rapi, tersenyum dan menyapa ramah lalu membukakan pintu mobil baginya.Sopir itu kemudian memberi sebuah kartu identitas dan berkata, "Nama saya Wally. Sementara saya memasukkan barang bawaan ke bagasi, silakan membaca pernyataan misi saya yang tertulis di balik kartu identitas ini“. Dyer kemudian membaca kartu identitas tersebut dan di sebaliknya tertulis “Misi Wally: Mengantar pelanggan ke tempat tujuan dengan cepat, aman, murah dan nyaman.” Wayne Dyer sangat heran, terutama setelah ia melihat bagian dalam taksi yang sangat bersih dan harum.
Setelah duduk di belakang kemudi, Wally berkata, “Apakah Anda ingin kopi? Saya punya yang biasa, tanpa kafein”. Dyer menjawab “Tidak, saya ingin minuman ringan saja.” Wally berkata, “No problem. Saya punya pendingin dengan Coke biasa dan Diet Coke, air mineral, serta jus jeruk.” Dengan terkagum-kagum, Wayne Dyer berkata “Saya mau Diet Coke saja.” Setelah memberikan sebotol Diet Coke, Wally pun kembali menawarkan, “Jika Anda ingin membaca koran, saya punya The Wall Street Journal, Time, Sports Illustrated danUSA Today." Ketika taksi mulai berjalan, Wally kembali menawarkan radio mana yang ingin didengar. Danternyata masih ada lagi: Wally menanyakan apakah AC nya sudah pas atau belum. Selama perjalanan, Wayne Dyer pun penasaran. “Apakah kau selalu melayani pelanggan seperti ini, Wally?” tanya Dyer. “Baru di dua tahun terakhir ini”, jawab Wally “Sebelumnya, saya banyak mengeluh seperti kebanyakan sopir taksi. Suatu ketika secara tidak sengaja saya mendengar seorang motivator di sebuah stasiun radio yang mengatakan bahwaketika Anda bangun dan mengharap hal buruk terjadi, maka itu hampir pasti terjadi pada hari itu. Maka jangan memulai hari dengan rasa pesimis, mengeluh atau berpikiran negatif. Berhentilah mengeluh! Jangan menjadi bebek melainkan jadilah elang. Bebek hanya mengeluh dan tidak punya inisiatif, hanya mengikuti saja kemana yang lain pergi. Elang dengan gagah perkasa membubung tinggi di angkasa. Pernyataan itu memukul saya.Rasanya ia sedang membicarakan saya. Saya kemudian mengubah sikap dan bertekad memilih untuk menjadi elang. Saya mengamati taksi-taksi lain: mobilnya kotor, sopirnya tidak ramah, akibatnya pelanggan merasa tidak nyaman. Lalu saya memutuskan untuk membuat perubahan sedikit demi sedikit. Ketika pelanggan suka, saya meningkatkannya.”
“Apakah kau sudah merasakan manfaatnya” tanya Dyer. Dengan tersenyum Wally menjawab, "Di tahun pertama saya sebagai elang, penghasilan saya naik dua kali lipat. Tahun ini mungkin menjadi empat kali lipat. Anda beruntung bisa mendapatkan saya hari ini. Saya tak menunggu di pangkalan lagi. Pelanggan saya menelpon.Jika saya tak bisa menjemput mereka sendiri, saya meminta bantuan teman saya.”
Kisah Wally ini sangat inspiratif. Ia dicari dan dibutuhkan karena melayani dengan ikhlas dan penuh kegembiraan serta selalu memberi yang terbaik. Berkah Dalem.
6.
Kutipan Teks Misa:
“Sebagaimana Ia menampakkan diri dalam sungguh Tubuh-Nya kepada para rasul kudus, demikianlah juga sekarang Ia menampakkan Diri-Nya kepada kita dalam roti suci; dan sebagaimana mereka dengan mata jasmani mereka melihat hanya tubuh-Nya, namun dengan mengkontemplasikan-Nya dengan mata rohani mereka, percaya bahwa Ia adalah Allah, demikian pula kita, melihat roti dan anggur dengan mata jasmani, kita melihat dan mempercayainya teguh sebagai sungguh Tubuh-Nya dan Darah-Nya yang mahasuci. Dan dengan cara ini Tuhan kita senantiasa bersama umat-Nya, sebagaimana Ia Sendiri mengatakan: `Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.'” (St. Fransiskus dari Assisi)
Antifon Pembuka (lih. Mzm 37:39, 40, 28)
Akulah keselamatan umat, sabda Tuhan. Aku akan mendengarkan seruannya dalam segala kesulitan. Aku akan tetap menjadi Tuhan mereka sepanjang masa.
I am the salvation of the people, says the Lord. Should they cry to me in any distress, I will hear them, and I will be their Lord for ever.
Salus populi ego sum, dicit Dominus: de quacumque tribulatione clamaverint ad me, exaudiam eos: et ero illorum Dominus in perpetuum.
Mzm. Attendite popule meus legem meam: inclinate aurem vestram in verba oris mei.
Doa Pagi
Allah Bapa Yang Maha Pengasih, melalui Putra-Mu, Engkau selalu membela kaum yang lemah, miskin dan menderita. Kami mohon, semoga semangat belas kasih Putra-Mu itu senantiasa menjiwai kami sehingga kami pun berani memihak dan memberikan pertolongan nyata kepada saudara-saudari kami yang lemah, miskin dan menderita. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kebijaksanaan (2:12.17-20)
“Hendaklah kita menjatuhkan hukuman keji terhadapnya.”
Orang-orang fasik berkata satu sama lain, “Marilah kita menghadang orang yang baik, sebab bagi kita ia menjadi gangguan, serta menentang pekerjaan kita. Pelanggaran-pelanggaran hukum dituduhkannya kepada kita, dan kepada kita dipersalahkannya dosa-dosa terhadap pendidikan kita. Cobalah kita lihat apakah perkataannya benar, dan ujilah apa yang terjadi waktu ia berpulang. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Allah akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya. Mari, kita mencobainya dengan aniaya dan siksa, agar kita mengenal kelembutannya serta menguji kesabaran hatinya. Hendaklah kita menjatuhkan hukuman mati keji terhadapnya, sebab menurut katanya ia pasti mendapat pertolongan.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, re = a, 2/4, PS 810
Ref. Condongkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah bebaskan daku.
Ayat. (Mzm 54:3-4.5.6.8)
1. Ya Allah, selamatkanlah aku karena nama-Mu, berilah keadilan kepadaku karena keperkasaan-Mu! Ya Allah, dengarkanlah doaku, berilah telinga kepada ucapan mulutku!
2. Sebab orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku, orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku; mereka tidak mempedulikan Allah.
3. Sesungguhnya, Allah adalah penolongku; Tuhanlah yang menopang aku. Dengan rela hati aku akan mempersembahkan kurban kepada-Mu, aku akan bersyukur sebab baiklah nama-Mu, ya Tuhan.
Bacaan dari Surat Rasul Yakobus (3:16-4:3)
“Buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.”
Saudara-saudaraku yang terkasih, di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Tetapi hikmat yang dari atas itu pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Dan buah yang terdiri dari kebenaran itu ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai. Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah dari hawa nafsumu yang saling bergulat di dalam dirimu? Kamu mengingini sesuatu tetapi tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh. Kamu iri hati, tetapi tidak mencapai tujuan, lalu kamu bertengkar dan berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta akan kamu gunakan untuk memuaskan hawa nafsu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = g, 2/4, PS 952
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (2Tes 2:14)
Sesudah ayat, Alleluya dinyanyikan dua kali.
Allah telah memanggil kita; sehingga kita boleh memperoleh kemuliaan Yesus Kristus Tuhan kita.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (9:30-37)
“Anak Manusia akan diserahkan .... Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi pelayan dari semuanya.”
Setelah Yesus dimuliakan di atas gunung, Ia dan murid-murid-Nya melintas di Galilea. Yesus tidak mau hal itu diketahui orang, sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka, “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia. Tetapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada Yesus. Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika sudah di rumah, Yesus bertanya kepada para murid itu, “Apa yang kamu perbincangkan tadi di jalan?” Tetapi mereka diam saja; sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya.” Yesus lalu mengambil seorang anak kecil ke tengah-tengah mereka. Kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka, “Barangsiapa menerima seorang anak seperti ini demi nama-Ku, ia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, sebenarnya bukan Aku yang mereka terima, melainkan Dia yang mengutus Aku.”
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Renungan
Qui vult primus esse erit omnium minister, siapa saja yang ingin menjadi terdahulu ia akan menjadi pelayan dari semuanya. Setiap orang pasti ingin menjadi populer, yang terbesar dan dianggap hebat. Keinginan ini masih dianggap wajar. Akan tetapi, keinginan tersebut justru seringkali bisa dijadikan sumber pertengkaran dan perpecahan. Iri hati dan mementingkan diri sendiri menjadi pemicu kekacauan dan segala perbuatan jahat (bdk. Bac. II). Hawa nafsu telah menguasai manusia. Orang-orang fasik semakin keji dan terus-menerus akan menghadang serta membunuh orang-orang baik. Namun Allah akan menyelamatkan mereka yang berada dalam jalan kebenaran (bdk. Bac. I). Anak manusia akan diserahkan dan Yesus mengajarkan kita untuk rendah hati, mau menderita dan melayani orang lain. Sebab demikianlah ciri-ciri orang yang terdahulu yakni orang-orang yang mengikuti jejak Kristus.
Antifon Komuni (Mzm 119:4-5)
Engkau telah menyampaikan titah-Mu, supaya ditepati dengan sungguh-sungguh. Semoga tetaplah jalan hidupku, untuk melaksanakan ketetapan-Mu.
You have laid down your precepts to be carefully kept; may my ways be firm in keeping your statutes.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar