Ads 468x60px

Minggu, 02 Juni 2019

HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Minggu, 02 Juni 2019
Hari Minggu Paskah VII -- Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Kisah Para Rasul (7:55-60)
Wahyu (22:12-14.16-17.20)
Yohanes (17:20-26)
"Ut omnes unum sint – Become ONE - Supaya semua menjadi satu."
Inilah salah satu bagian inti doa Yesus: "Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku."
Ya, beberapa kali dalam doa-Nya, Yesus mendoakan 'supaya kita menjadi satu'. Kesatuan yang dimaksud bukanlah keseragaman karena sebenarnya kesatuan justru terlihat dengan baik di dalam keragaman ("unitas in diversitas").
Betapa indahnya kesaksian gereja yang satu kudus katolik dan apostolik karena memiliki anggota dari berbagai suku, budaya dan strata sosial (multikultur).
Lebih lanjut, kesatuan seperti yang Yesus bicarakan dalam doa adalah kesatuan global, mencakup luasnya dunia.
Jadi, bila kita mendengar adanya orang yang terkena bencana, janganlah tinggal diam. Sebagai anggota tubuh Kristus, kita adalah satu dengan orang yang terkena bencana itu.
Maka seharusnyalah kita ikut bermurah hati memberikan bantuan entah berupa Karya yang murah hati, Ucapan yang memberkati atau Doa yang sepenuh hati (Luk 6:36). Dalam bahasa Konsili Vatikan II: "Kita harus bersukacita dengan mereka yang bersukacita, menangis dg mereka yg menangis".
Disinilah, kesatuan yang diharapkanNya bukan sekadar kesatuan lahiriah tapi kesatuan mesra seperti yang terdapat di dalam hubungan Yesus dan Bapa karena berdasar kasih dan efeknya ialah mendatangkan iman pada orang-orang yang ada di dunia (13:35).
Jelasnya, perekat persatuan ialah keyakinan bahwa Allah telah banyak mengasihi kita. Kesadaran akan kasih Allah ini membawa kita kepada persekutuan kasih yang terbuka dan diungkapkan di tengah-tengah keseharian hidup dengan sikap positif yang saling memberkati dan mengasihi, melayani dan menghargai.
"Dari Selat Sunda ke Uluwatu - Walau berbeda kita tetap bersatu."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Ambulemus una atque sinamus Evangelium fermentum esse, quod omnia imbuere valeat ac dare populis nostris laetitiam salutis!
Let us journey together, allowing the Gospel to be the leaven that permeates everything and fills our peoples with the joy of salvation!
Marilah kita melakukan perjalanan bersama, memperkenankan Injil menjadi ragi yang merasuki segalanya dan memenuhi umat kita dengan sukacita keselamatan!
===
Patris amore amat Deus. Quaevis vita, unusquisque nostrum ad eum pertinet.
God loves with a Father’s love. Every life, and every one of us, belongs to him.
Allah mengasihi dengan kasih Bapa. Setiap kehidupan, dan setiap orang dari kita, adalah milik-Nya.
MADAH HARIAN.
O sungguh menggembirakan
Bahwa Yesus Kristus Tuhan
Yang tersalib di Golgota
Bertakhta di sisi Bapa.
Marilah kita bersyukur
Memuji Allah yang luhur
Sambil mohon kepada-Nya
Kerinduan akan surga.
Kita turut bahagia
Bersama seisi surga
Atas kemulyaan Tuhan
Yang jaya tak terkalahkan.
Mulyalah Engkau ya Tuhan
Yang naik ke atas awan
Serta Bapa dan Roh suci
Mulyalah kekal abadi. Amin.
DOA
Allah, penyelamat kami, kami percaya bahwa Kristus sudah bersatu dengan Dikau dalam keagungan. Semoga Ia selalu menyertai kamu sampai akhir zaman, seperti dijanjikan-Nya. Sebab Dialah Putera-Mu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
A.
“Unitas in diversitas – Bersatu dalam keanekaragaman!"
Inilah harapan Yesus yang tercermin dalam doanya: "Bapa yg kudus, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tapi juga untuk orang-orang yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka, supaya mereka semua menjadi satu."
Dengan kata lain:
Yesus menghendaki dan mendoakan agar kita selalu hidup "bersatu padu": harmonisasi - adem ayem tentrem loh jinawi dengan "yang lain": agama-budaya, sesama dan semesta tanpa banyak friksi-emosi dan sensasi.
Adapun persatuan dalam keberagaman ini juga tersirat dalam semboyan bangsa kita, Bhineka Tunggal Ika dan sarat dengan pesan bestari Bung Karno, "bersatu karena kuat dan kuat karena bersatu."
Tercandra, 3 prasyarat supaya kita selalu bisa mengalami persatuan, antara lain:
1."Komunitas":
Kita mesti punya kelompok yang baik, semacam "CG", "connect group/care group", yang terbuka dan terkembangkan dalam semangat kebersamaan/kolegialitas yang dewasa dan komunikatif, entah karena seminat/sekarakter, seiman/sepekerjaan.
2."Kapasitas":
Kita mesti mempunyai kecakapan sikap dalam hidup harian, tahu mana yang benar/salah, tahu prioritas dan kualitas. Hal ini tentunya memerlukan latihan kepekaan hati yang terus menerus diperjuangkan.
3."Katolisitas":
Inilah semangat keterbukaan yang bertanggung jawab, kebebasan yang tidak kebablasan. Ini adalah semangat persatuan yang tetap menekankan dimensi iman yang integral, yang tidak terpisah dari tantangan hidup harian tapi tetap membawa "yang insani" dalam dimensi dengan "Yang Ilahi".
"Dari kota Batu ke Jepara - Mari kita bersatu dan saling bersaudara."
B.
"Tremendum et fascinosum - Menggentarkan sekaligus membahagiakan.”
Inilah sebuah konsep pemikir Jerman, Rudolf Otto dalam bukunya Das Heilege (The Idea of the Holy).
Dalam buku itu, Rudolf Otto berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat didekati dengan pemikiran rasional, sebab Tuhan bukan untuk dipikirkan tetapi untuk dihayati.
Pemahaman Otto dimulai dengan suatu perasaan gentar (tremendum) ketika berhadapan dengan "yang kudus" (numinous) yang nampaknya misterius (misterium), tetapi untuk langkah selanjutnya ternyata yang misterius dan menggentarkan (tremendum) itu sekaligus "menyenangkan" (fascinosum).
Hari ini, Yesus juga benar-benar menjadi pribadi yang "tremens et fascinans.” Ia benar-benar ilahi sekaligus benar-benar insani.
Secara imani, Dia yang ilahi berkenan turun mendoakan kita semua yang insani ini. Kebaikan hatiNya ini benar-benar menggentarkan sekaligus membahagiakan kita, bukan? Kebaikan dan ketulusan cinta dan perHATIanNya membuat diriNya benar-benar hadir dan mengalir dalam keseharian dan pergulatan kita.
Adapun tiga buah inti doa yang dikatakan Yesus kepada Bapa, yakni:`
1. Kemuliaan:
"Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku". Ia bermurah hati memberikan kemuliaan kepada kita.
Sejak dibaptis, kita mendapat karunia dan diangkat menjadi anak-anak Allah yang mulia, maka sudah sewajarnya juga, cara hidup yakni pikiran perkataan dan terlebih perbuatan kita mencerminkan kemuliaan sebagai anak-anak Allah yang sudah diselamatkan.
Disinilah orang di daratan Eropa pernah berkata, “noblisse oblisse” , yang bisa diartikan bahwa “nama/status” yang mulia sekaligus mengandung kewajiban untuk juga “bersikap dan bertingkah laku” dengan mulia: dewasa dan tidak lagi kekanak-kanakan, Kristussentris dan tidak lagi egosentris, menjadi berkat dan tidak lagi menjadi “batu sandungan” buat yang lain
2.Kebersamaan:
”Aku mau supaya di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku". Ia menghendaki agar kita senantiasa mengupayakan kebersamaan denganNya, yakni menjadi “satu communio” denganNya.
Hal ini bisa jadi diupayakan dengan pelbagai reksa rohani (entah pribadi/bersama), maupun tindakan sosial dan karya karya jasmani kita yang jelas menghadirkan Kristus dalam setiap gerak polah keseharian hidup kita: “Qualis rex, talis grex-Seperti hal rajanya, demikian pula rakyatnya”.
3. Kesatuan:
“Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau ya Bapa ada di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Ia menghendaki adanya persatuan yang sungguh sejati, bukan sekedar basa-basi. Harapan adanya kesatuan hati yang sepenuh hati inilah yang membuatNya berkenan mendoakan kita.
De facto, bukankah dunia kita penuh dengan ruang dan potensi perpecahan dan praktek adu domba? Marilah kita senantiasa belajar memaknai secara integral tentang arti iman menjadi anggota Gereja yang bukan hanya “Kudus”, “Katolik” dan “Apostolik” tapi juga Gereja yang “Satu”, yang tentunya kesatuan ini bisa dimulai dari perjumpaan dengan keluarga dan tetangga kita bukan?
Disinilah menjadi benar kata Hamzah Kamturi, “saya sudah keliling kemana-mana mencari Tuhan, dan Tuhan ternyata cukup ditemui di dalam rumah, yah sebuah rumah bersama ketika kita bisa merasa bersatu dengan Tuhan dan semua sesama yang tinggal dalam rumah itu.
“Ikan louhan ikan pari - Berkat Tuhan melimpah setiap hari.”
C.
“Homo est animal loquens – Manusia adalah makhluk yang berkomunikasi.”
Inilah sebuah kesadaran bersama dengan komunikasi Yesus dalam doa kepada Bapa-Nya pada bacaan hari ini. Komunikasi sendiri adalah sebuah tindakan nyata khas manusia yang berasal dari bahasa latin, “communicare’ yang berarti “berbagi.”
Adapun Gereja memiliki empat pilar pokok tindakan komunikasinya yang saya sebut ‘LKMD’, yakni: ibadat (Liturgia), persekutuan (Koinonia) serta pengajaran iman (Kerygma), kesaksian (Martyria) serta pelayanan (Diakonia).
Hasil sebuah komunikasi sendiri adalah terciptanya gereja atau masyarakat yang komunikatif.
Adapun perangkat nilai supaya kita bisa menjadi komunitas yang komunikatif adalah “LOTIS.” Lotis itu sendiri adalah aneka buah, semacam rujak. Yah, sebuah keragaman yang menyegarkan. Unitas in Diversitas!
Disinilah, setiap pribadi menyumbang rasanya. Seperti panggilan Samuel, Yeremia, Yesaya, mereka dipanggil secara pribadi tapi mereka sekaligus dipanggil juga dalam kesatuan dalam sebuah komunitas, seperti jemaat perdana, kelompok dua belas atau gereja awal.
Sekarang apa nilai yang terkandung dalam filosofi “Lotis” tersebut?
1. Loving: Mencintai
Kata Rasul Paulus, ada trilogi penting bagi orang Kristiani yakni ”HIK-Harapan Iman dan Kasih”. Yang terbesar adalah Kasih, karena Kasih mengalirkan kebaikan dan itulah loving!
2. Transforming: Mengubah
Suatu perubahan dari dalam. Itulah transformasi! Ketika Stefanus dihukum rajam, terdapatlah seorang pemuda bernama Saulus menjadi saksi dari kekejaman itu dan menyetujuinya. Tak ada yang mengira bahwa nantinya Saulus yang berubah menjadi Paulus karena mengalami perjumpaan pribadi dengan Yesus itu mengalami sendiri sakitnya dihukum rajam ketika mewartakan Injil di Listra, meskipun dia tidak sampai mati
Yah, Gereja menjadi hadir dan mengalir ketika semuanya mau berubah menjadi lebih baik, ber-‘aggiornarmento”. Dalam bahasa Latin tepatlah apa kata pepatah “ecclesia semper reformanda-gereja selalu diperbarui, atau dalam bahasa Karl Rahner: “church in permanent genesis”
3.Serving: Melayani
Salah satu tujuan Yesus hadir adalah menciptakan persatuan. Dan, secara sederhana, mengacu pada aneka surat Rasul Paulus, ada tujuh alasan teologis mengapa kita mesti menjaga persekutuan kita dengan Tuhan dan segenap umat beriman, al:
- Kita disalibkan bersama dengan Dia (Rom 6: 6)
- Kita hidup bersama dengan Dia (Rom 6: 8)
- Kita dibangkitkan bersama dengan Dia (Kol 2:12)
- Kita dihidupkan bersama dengan Dia (Kol 2:13)
- Kita dimuliakan bersama dengan Dia (Rom 8: 17)
- Kita menjadi ahli waris bersama dengan Dia (Rom 6:17)
- Kita memerintah bersama dengan Dia (II Tim 2:12)
Soal persekutuan/persatuan ini bukan hanya menjadi perhatian Paulus, Yesus sendiri dalam kesatuannya dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, mendambakan Gereja dan para muridNya untuk senantiasa bersatu.
Lihatlah sebuah doa Yesus untuk para muridnya yang menjadi bacaan injil hari ini, terdapat sebuah kalimat yang dikatakan oleh Yesus, “ut omnes unum sint – semoga mereka semua menjadi satu.” Doa Yesus ini jelas diperuntukkan bagi para murid di masa datang, termasuk kita sekalian.
Tema-tema kunci dari doa adalah: kesatuan, kemuliaan, kasih, yang masing-masing ditempatkan pada dua level. Level pertama adalah antara Yesus dan Bapa (ilahi), level kedua adalah dikomunikasikannya hubungan Yesus-Bapa itu kepada manusia. Kesatuan-kemuliaan- dan kasih ilahi tersebut diberikan kepada manusia sebagai sebuah karunia, yang bukan hanya memberi efek keselamatan tetapi juga berfungsi sebagai teladan.
Jelasnya setiap orang juga mendambakan persatuan dan kesatuan. Lihatlah semboyan bangsa kita yakni Bhineka Tunggal Ika, dasar Negara yakni Pancasila, motto perjuangan kita yakni Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh, atau lagu ketika kita merayakan Sumpah Pemuda yakni “Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita…..”
Seperti Tuhan yang menginginkan persatuan, kitapun juga diajak untuk menciptakan persatuan, dan Tuhan telah memberikan jalan mudahnya yakni dengan saling melayani, bukan melulu harus dalam kata dan tindakan, tapi terlebih juga dalam doa yang benar benar tulus.
“Beli sepatu di Pasaraya – Mari kita selalu bersatu dan bersaudara.”
D.
Doa untuk Kesatuan Umat Kristen (Puji Syukur 177)
Bapa yang maha pengasih dan penyayang, menjelang akhir hidup-Nya, Yesus berdoa bagi para murid-Nya, “Semoga mereka semua bersatu, seperti Engkau, ya Bapa, ada dalam Aku dan Aku dalam Dikau; supaya mereka juga bersatu dalam Kita, agar dunia ini percaya bahwa Engkau mengutus Aku.”
Maka kami mohon ya Bapa: semoga semua orang Kristen bersatu padu dan giat mengusahakan kesatuan. Semoga seluruh pemimpin umat-Mu semakin menyadari perlunya kesatuan. Musnahkanlah sandungan akibat perpecahan umat Kristen. Semoga persatuan umat Kristen merupakan sumber perdamaian, dan tanda kasih Kristus bagi seluruh umat manusia.
Bapa, Tuhan Yesus Kristus telah bersabda kepada para rasul, “Damai Kutinggalkan bagimu, damai-Ku Kuberikan kepadamu”: Janganlah Kaupandang dosa-dosa kami, melainkan kepercayaan umat-Mu, dan berikanlah damai serta persatuan kepada kami sesuai dengan kehendak-Mu.
Pandanglah kawanan domba Yesus. Semoga semua, yang telah dikuduskan oleh satu pembaptisan, dipererat pula oleh persatuan iman dan ikatan kasih. Buatlah kami semua menjadi satu kawanan dengan Yesus sendiri sebagai satu-satunya Gembala, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala abad. Amin
E.
Kutipan Teks Misa
“Para malaikat hadir di sini. Para malaikat dan para martir berkumpul di sini pada hari ini. Jika kamu ingin melihat para malaikat dan para martir, bukalah mata imanmu dan lihatlah pemandangan itu. Sebab jika udara terbuka dipenuhi oleh para malaikat, maka betapa lebih banyak lagi malaikat di dalam gereja! Dan jika gereja dipenuhi oleh para malaikat, maka betapa lebih banyak lagi malaikat pada hari ini ketika Tuhan mereka naik ke surga! Seluruh udara di sekitar kita dipenuhi oleh para malaikat. Dengarkanlah ajaran sang rasul [Paulus], ketika ia meminta wanita untuk menudungi kepala mereka dengan kerudung oleh karena kehadiran para malaikat itu.” — St. Yohanes Krisostomus
DOA NOVENA ROH KUDUS LIHAT DI PUJI SYUKUR MULAI NOMOR. 90
Antifon Pembuka (Mzm 27:7-9)
Dengarlah, Tuhan, seruanku kepada-Mu, kasihanilah aku dan jawablah aku! Seturut sabda-Mu kucari wajah-Mu, wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu dari padaku. Alleluya.
atau
Exaudi, Domine, vocem meam, qua clamavi ad te, alleluia: tibi dixit cor meum, quæsivi vultum tuum, vultum tuum Domine requiram: ne avertas faciem tuam a me, alleluia, alleluia.
Mzm. Dominus illuminatio mea, et salus mea: quem timebo?
Doa Pembuka
Ya Allah, meskipun Putra-Mu telah bersatu dengan Dikau di surga, kami percaya bahwa Ia senantiasa menyertai dan mendoakan kami. Kami mohon, berkatilah kami agar dapat selalu bersatu dengan umat-Mu dan memuliakan nama-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kisah Para Rasul (7:55-60)
"Aku melihat Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."
Di hadapan Mahkamah Agama Yahudi Srefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit; ia melihat kemuliaan Allah, dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Maka katanya, “Sungguh, aku melihat langit terbuka, dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” Maka berteriak-teriaklah para anggota mahkamah, dan sambil menutup telinga serentak menyerbu Stefanus. Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya dengan batu. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus. Sementara dilempari batu, Stefanus berdoa, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku!” Dan sambil berlutut Stefanus berseru dengan suara nyaring, “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan dengan perkataan itu meninggallah Stefanus.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PS 836
Ref. Segala bangsa bertepuktanganlah, berpekiklah untuk Allah raja semesta.
Ayat. (Mzm 97:1.2b.6.7c.9)
1. Tuhan adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorai, biarlah banyak pulau bersukacita! Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya!
2. Langit memberitakan keadilan-Nya dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.
3. Sebab Engkaulah, ya Tuhan, Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi. Engkau sangat dimuliakan di atas segala dewata.
Bacaan diambil dari Kitab Wahyu (22:12-14.16-17.20)
"Datanglah Tuhan Yesus!"
Aku, Yohanes, mendengar suara yang berkata kepadaku, “Sesungguhnya Aku datang segera, dan Aku membawa upah untuk membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.” Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota yang turun dari surga, dari Allah. Aku mendengar pula suara yang berkata, “Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah Tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang gemilang.” Roh dan pengantin perempuan itu berkata, “Marilah!” Barangsiapa haus, hendaklah ia datang, dan barangsiapa mau, hendaklah ia mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma!” Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini berfirman, “Ya, Aku datang segera!” Amin, datanglah, Tuhan Yesus!
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = f, 2/4, PS 956
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. (Yoh 14:18)
Aku tidak meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku akan kembali kepadamu, dan hatimu akan bersukacita.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (17:20-26)
"Supaya mereka sempurna menjadi satu."
Dalam perjamuan malam terakhir, Yesus menengadah ke langit dan berdoa bagi para pengikut-Nya, “Bapa yang kudus, bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, ada di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga ada di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku, supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku, dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. Ya Bapa, Aku mau supaya di mana pun Aku berada mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, yakni mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka, dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Sangat menarik bahwa Injil Lukas ditutup dengan kata-kata yang menggambarkan keadaan hati para murid yang bersukacita: “Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita” (Luk. 24:52). Suasana sukacita dan gembira ternyata mewarnai Injil Lukas sejak awal. Kepada Zakharia, malaikat mengatakan, “Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu” (Luk. 1:14). Dalam kidungnya, Maria menyatakan antara lain, hatiku bergembira karena Allah Juru Selamatku” (Luk. 2:47). Dalam Sabda Bahagia, Yesus mengajak para murid untuk “bersukacitalah dan bergembiralah” (Luk 6:23). Yesus pun ditampilkan sebagai yang bergembira dalam Roh Kudus (Luk. 10:20). Untuk melengkapi betapa sukacita menjadi warna Injil Lukas, silakan membaca juga Luk. 13:17; 15:6.7.9.10.23.32; 19:16.
Ketika merenungkan hal sukacita ini, saya teringat akan pengalaman saya ketika berjumpa dengan seorang anak SMP, yang lahir dari keluarga yang ibunya beriman bukan Katolik. Anak itu ingin sekali menjadi Katolik, tetapi tidak diizinkan oleh ibunya. Dia ingin sekali mempunyai buku nyanyian ibadah dan rosario seperti temantemannya, tetapi tidak diizinkan juga oleh ibunya. Pada suatu hari anak itu --yang sudah saya kenal sejak beberapa waktubertemu dengan saya dan dengan wajah yang sangat riang gembira mengatakan kepada saya, “Rama, sekarang ibu mengizinkan saya untuk belajar agama Katolik, menjadi calon baptis”. Sampai sekarang saya masih ingat wajah anak yang begitu riang gembira karena diizinkan untuk mengikuti pelajaran agama Katolik. Pada waktu itu, saya sebagai seorang imam bertanya dalam hati, “Pernahkah saya merasakan kegembiraan sebesar itu, karena saya sudah menerima baptisan sejak bayi?” Sejak saat itu, salah satu doa harian saya adalah mohon kegembiraan, bukan karena alasan-alasan lain, melainkan kegembiraan iman. Itulah yang selalu dirindukan oleh seorang beriman sebagaimana terungkap dalam doa pemazmur, “Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu." (Mzm 51:14).
Salah satu tanda dari iman yang hidup adalah hidup yang bersukacita. Sukacita tidak sama dengan senang-senang. Sukacita sejati bersumber pada keyakanan akan keselamatan yang dianugerahkan melalui Yesus (bdk. Luk. 24:46). Sukacita karena keselamatan yang kita alami itu juga mewajibkan dan mendorong klta untuk menjadi saksi-saksi yang andal dan kreatif untuk zaman kita ini. Untuk semakin memahami apa arti sukacita yang bersumber pada keselamatan, Anda dapat membaca Anjuran Apostolik Paus Fransiskus, Sukacita Injil, 24 November 2013.
Antifon Komuni (Yoh 17:22)
Aku mohon, ya Bapa, semoga mereka bersatu, sebagaimana Kita pun bersatu. Alleluya.
atau
Pater, cum essem cum eis, ego servabam eos, quos dedisti mihi, alleluia: nunc autem ad te venio: non rogo ut tollas eos de mundo, sed ut serves eos a malo, alleluia, alleluia.
=====
Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-53 (2 Juni 2019):
"Kita adalah sesama anggota" (Efesus 4:25)
Berawal dari Komunitas Jejaring Sosial Menuju Komunitas Insani
Saudara dan Saudari yang terkasih,
Sejak adanya internet, Gereja selalu berupaya mendorong pemanfaatannya untuk melayani perjumpaan dan membangun solidaritas antapribadi. Saya sekali lagi ingin mengajak Anda untuk merenungkan fondasi dan makna mendasar tentang keberadaan kita yang terbentuk melalui relasi. Dalam konteks komunikasi dewasa ini yang penuh tantangan, mari kita menemukan kembali hasrat terdalam pribadi manusia yang tidak ingin terpuruk dalam isolasi dan kesendirian.
Metafora Tentang Jejaring Dan Komunitas
Cakupan media dewasa ini sudah merambah dan menyebar dan menjadi semakin tidak terpisahkan dari ranah kehidapan sehari-hari. Internet dewasa ini menjadi sumber daya dan pengetahuan, serta relasi yang berkat teknologi mengakibatkan terjandinya tranformasi yang paling hakiki dan berdampak pada proses produksi, distribusi serta penggunaan konten.
Sejumlah ahli menyoroti faktor risiko yang mengancam pencarian, penerusan dan penyebaran informasi pada skala global. Meskipun internet pada satu sisi menyajikan sebuah kemungkinan yang luar biasa menyangkut akses pada pengetahuan, akan tetapi pada sisi lain, internet juga terbukti menjadi arena yang banyak terpapar informasi sesat, penyimpangan fakta dan distrosi relasi antarpribadi yang dilakukan sengaja untuk mendiskreditkan orang atau pihak tertentu.
Harus diakui bahwa jejaring sosial sungguh membantu kita untuk lebih mudah terhubung, saling membantu sama lain. Meskipun juga disadari bahwa di sisi lain, jejaring sosial menjadi sarana dimana mudah terjadi upaya memanupulasi data pribadi demi mendapatkan keuntungan politik atau ekonomi tanpa menaruh hormat pada pribadi seseorang, termasuk hak-haknya.
Data menunjukkan bahwa satu dari empat orang di kalangan kaum muda terlibat dalam kasus perisakan di dunia maya (cyber bullying). Dalam skenario yang kompleks ini barangkali bermanfaat untuk merenungkan kembali metafora tentang “net” atau jejaring, yang merupakan dasar dan pijakan awal agar internet dapat mulai menemukan kembali potensi positifnya. Gambaran tentang jejaring mengajak kita untuk merenungkan begitu banyaknya lini dan persimpangan yang menjamin stabilitas, meskipun tidak ada satu titik pusat, tidak ada satu struktur hierarkis, dan bahkan tidak ada satu bentuk organisasi yang bercorak vertikal di dalam jejaring.
Jejaring berfungsi justru karena semua elemen di dalamnya saling berbagi tanggung jawab. Dari sudut pandang antropologi, metafora tentang jejaring ini mengingatkan kita pada sebuah citra atau gambaran lain yang sarat makna, yaitu komunitas. Sebuah komunitas niscaya menjadi jauh lebih kuat apabila bercorak kohesif (melekat satu dengan yang lain) dan suportif (saling memberi dukungan dan semangat), apabila digerakkan oleh rasa saling percaya dan mengupyakan pencapaian tujuan-tujuan bersama. Komunitas sebagai jejaring solidaritas menuntut dilibatkannya elemen saling mendengarkan dan dialog, dilandasi dengan penngunaan Bahasa secara bertanggung jawab. Dalam skenario ini, kita semua dapat memahami bahwa berbagai kelompok jejaring sosial tidak selalu sama bentuknya dengan komunitas.
Sangat boleh jadi bahwa kelompok-kelompok di dalam dunia maya ini mampu menunjukkan kohesi dan solidaritas, tetapi seringkali tidak lebih daripada sekedar kelompok-kolompok individu yang yang saling mengenal karena memiliki minat yang sama atau kepedulian bersama yang dicirikan oleh ikatan-ikatan antarpribadi yang lemah. Lebih dari itu identitas atau jati diri dalam jejaring sosisal seringkali hanya didasarkan oleh adanya sikap pertetangan dengan pihak lain, yaitu pribadi pribdi di luar kelompok: kita mendefinisikan diri dengan mengawalinya dari apa yang memisahkan kita.
Alih-alih mengawali dari yang apa yang menkita, sehingga memunculkan kecrigaan dan terwujudkan dalam beragam jenis prasangka (etnis, jenis kelamain, agama dan lainnya). Kecenderungan ini mebiakkan kelompok-kelompok yang menafikan keberagaman, seedemikian rupa sehingga bahkan dalam dunia maya pun bertumbuh subur individualisme yang tidak terkendali dan tidak jarang berujung pada berkobarnya spiral kebencian.
Melalui cara demikian, apa yang seharusnya menjadi tingkap untuk melongok dunia, malah justru berubah menjadi tontonan di dunia maya untuk memerkan narsisme pribadi. Internet membuka peluang untuk memajukan perjumpaan dengan orang lain, tetapi dapat juga memperparah isolasi atau keterasingan diri, laksana perangkap yang dapat menjebak kita.
Kaum muda adalah kelompok yang paling terpapar dapa angan-angan atau ilusi bahwa jejaring sosial dapat sepenuhnya memuaskan mereka pada ranah relasional. Ini merupakan fenomena yang sangat berbahaya, bahwa anak-anak muda pelan-pelan menjadi seperti “petapa sosial” yang beresiko mengasingkan diri mereka sepenuhnya dari masyarakat. Situasi dramatis ini mengungkapkan sebuah keretakan serius dalam jalinan-jalinan relasional masyarakat, yang tidak dapat kita abaikan.
Realitas yang beragam dan berbahaya ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang bersifat etis, sosial, yurudis, politis, dan ekonomis sekaligus juga menjadi tantangan bagi gereja. Para pemimpin negara sedang berupaya menyusun regulasi seputar dunia maya dan melindungi tujuan pertamanya tentang jejaring yang bebas, tebuka dan aman. Pada saat bersamaan kita semua sebagai gereja memiliki peluang dan tanggung jawab untuk mendorong pemanfaatan dunia maya secara positif.
Jelas bahwa tidaklah memadai untuk sekadar melipagandakan koneksi daring guna meningkatkan saling pengertian. Lalu, bagaimana kita dapat menemukan identitas komunitarian atau jadi diri kita dalam persekutuan yang sejati, seraya menyadari tanggung jawab kita antara satu terhadap yang lain dalam koneksi daring tersebut?
Kita Adalah Sesama Anggota
Suatu alternatif jawaban dapat dipetik dari metafora ketiga, yaitu tentang tubuh dan anggota-anggotanya. Gambaran ini digunakan oleh Santo Pulus untuk melukiskan hubungan timbal-balik diantara semua bagian yang menyatukan mereka. “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota” Efesus 4:35). Menjadi sesama anggota adalah tujuan utama sesama anggota.
Santo Paulus mengajak kita utnuk membuang dusta dan berkata benar. Tuga untuk menjaga kebenaran muncul dari kebutuhan untuk tidak mengingkari hubungan timbal balik yang saling menguntugkan di dalam sebuah persekutuan. Kebenaran terungkap dalam sebuah persekutaan. Di sisi lain, dusta atau kebohongan adalah penolakan yang egois untuk mengakui bahwa kita adalah sesama anggota, bagian dari tubuh yang satu dan yang sama. Dusta atau kebohongan adalah penolakan kita untuk memberikan diri kepada sesama sehingga kita kehilangan satu-satunya cara untuk menemukan diri kita sendiri. Metafora tentang tubuh dan anggota-anggotanya mengantar kita untuk merenungkan jati diri kita, yang berlandaskan persekutuan dan kebinekaan.
Sebagai orang Kristiani, kita semua mengakui diri kita sebagai anggota dari tubuh yang satu dan sama dengan Kristus sebagai kepalanya. Pengakuan ini membantu kita untk melihat orang lain, bukan sebagai pesaing, melainkan sebaliknya mengangap musuh-musuh kita ssebagai pribadi. Kita tidak lagi membutuhkan musuh untuk mendefinisikan siapa diri kita. Tatapan yang merangkul semua orang seperti yang diteladani dari Kristus menuntun kita untuk menemukan kebinekaan atau perbedaan dengan cara baru, yaitu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan prasyarat mutlak bagi suatu hubungan dan kedekatan.
Kemampuan untuk memperoleh pemahaman dan komunikasi di antara pribadi-pribadi manusia berlandaskan persekutauan kasih dari antara Pribadi Ilahi. Allah itu bukan Kesendirian, melainkan Persekutuan: Ia adalah kasih dan karenanya komunikasi. Lantaran kasih selalu berkomunikasi. Bahkan kasih itu mengomunikasikan dirinya untuk menjumpai yang lain. Agar dapat berkomunikasi dengan kita dan untuk mengomunikasikan diriNya kepada kita, Allah bahkan menyesuaiakn diriNya dengan bahasa kita, seraya membangun dialog nyata dengan umat manusia di sepanjang bentangan sejarah (bdk. Konsili Ekomnenis Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Dei Verbum art. 2).
Kita diciptakan seturut citra dan rupa Allah yang merupakan persekutuan yaitu Allah yang mengomunikasikan diriNya. Kita selamanya membawa serta di dalam hati kita suatu kerinduan untuk hidup dalam persektuan, untuk menjadi bagian dari dan tinggal di dalam sebuah komunitas. “Sesungguhnya, tidak ada yang lebih hakiki dan kodrat, kita sebagai manusia selain masuk ke dalam sebuah jalinan realasi satu sama lain, dan saling membutuhkan seorang terhadap yang lain”, kata Santo Basilius.
Konteks zaman ini mengajak kita untuk menyemai relasi dan menegaskan corak kemanusiaan kita yang interpersonal, termasuk di dalam dan melalui jejaring sosial. Terlebih lagi, sebagai orang Kristiani, kita dipanggil untuk mewujudkan persekutuan yang menjadi ciri khas jati diri kita sebagai kaum beriman. Sesungguhnya iman itu sendiri adalah sebuah relasi, sebuah perjumpaan. Dari bawah daya dorong kasih Allah, kita dapat berkomunikasi, menyambut dan memahami bakat atau talenta orang lain dan menanggapinya.
Persekutan seturut citra dan rupa Allah Tritunggal jutru adalah hal yang membedakan pribadi dari individu. Bertolak dari iman akan Allah yang adalah Tritunggal, maka jelas bahwa untuk menjadi diriku, aku membutuhkan orang lain. Aku benar-benar manusia, benar-benar pribadi, hanya jika aku berhubungan dengan orang lain. Sesunggunya kata “persona”atau pribadi menandakan manusia sebagai sebuah “wajah”. Wajah ini senantiasa terarah kepada orang lain, terlibat dan bertaut dengan orang lain.
Hidup kita menjadi lebih insani (manusiawi) hanya ketika memiliki sifat dasar yang kurang individual dan lebih personal. Kita melihat jalan autentik ini agar diri seseorang menjadi lebih insani (manusiawi) yang bergerak menjauhkan dirinya menjadi individual, ketika menganggap orang lain sebagai pesaing, dan bergerak menuju pemahaman sebagai seorang pribadi yang mengakui orang lain sebagi rekan seperjalanan.
Dari like ke Amin
Gambaran tentang tubuh dan anggota-anggotanya mengingatkan kita bahwa penggunaan “jejaring sosial” merupakan pelengkap bagi sebuah perjumpaan secara fisik, dan perjumpaan semacam itu menjadi kasatmata melalui tubuh, hati, mata, tatapan dan napas orang lain. Jika internet digunakan sebagai perpanjangan atau pengharapan serta kerinduan tentang perjumpaan semacam itu, maka gagasan asli tentang jejaring sosial dari tidak dikhianati dan tetap menjadi sebuah sumber daya bagi persekutuan.
Jika satu keluarga memakai intetnet agar semakin terhubung dan kemudian berkumpul di meja makan dan saling bertatap muka, maka internet menjadi sebuah sumber daya. Jika sebuah komunitas Gereja mengatur kegiatannya melalui internet dan kemudian merayakan Ekaristi bersama, maka internet menjadi sebuah sumber daya.
Jika internet menjadi wahana untuk berbagi aneka kisah dan pengalaman tentang keindahan atau penderitaan dari pribadi-pribadi yang secara fisik jauh dari kita, untuk berdoa bersama, dan bersama-sama mencari kebaikan untuk menemukan kembali apa yang menyatukan kita, maka internet menjadi sebuah sumber daya. Dengan cara ini kita dapat beralih dari sekedar teori menjadi sebuah aksi nyata dan tindakan konkret yang membuka jalan bagi terjadinya dialog, perjumpaan, tersenyum, dan mengungkapkan kelemah-lembutan.
Seperti itulah jejaring sosial yang kita idamkan yaitu sebuah jejaring yang diciptakan bukan unutk menjebak, melainkan untuk membebaskan, untuk melindungi persekutaan priabadi-pribadi yang merdeka. Gereja itu sendiri adalah sebuah jejaring yang diteguhkan bersama melalui Ekaristi, dimana persatuan tidak berdasarkan “like” tetapi dilandasi oleh kebenaran iman dan pernyataan “Amin”. Dengan demikian masing-masing anggota melekat erat pada Tubuh Kristus dan sekaligus terbuka menyambut orang lain.
PAUS FRANSISKUS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar