“Ecce lignum crucis"Yes 52:13-53:12, Ibr 4:14-16; 5:7-9, Yoh 18:1-19:42
“Ecce lignum crucis - Lihatlah kayu salib”. Bersama dengan Jumat Agung, kita diajak untuk melihat indahnya salib Allah karena Ia adalah Imanuel, Tuhan beserta kita, Tuhan yang ikut serta dalam gulat-geliat hidup manusia Ia yang ditabur dalam kebinasaan tapi bangkit dalam keabadian, ditabur dalam kehinaan tapi bangkit dalam kemuliaan, ditabur dalam kelemahan tapi bangkit dalam kekuatan. Ia disalibkan di luar kota Yerusalem di Golgota (Mat 27:33, Mark 16:22, Luk 23:33, Yoh 19:17). Golgota” adalah bentuk Aram dari kata Ibrani “gulgoleth” artinya “tengkorak” (Kalvari” adalah kata Latin dari “calva” yang juga berarti “tengkorak”). Oh, Jumat yang membatu. Jumat yang tanpa ekspresi!”
“Ecce lignum crucis - Lihatlah kayu salib”. Bersama dengan Jumat Agung, kita diajak untuk melihat indahnya salib Allah karena Ia adalah Imanuel, Tuhan beserta kita, Tuhan yang ikut serta dalam gulat-geliat hidup manusia Ia yang ditabur dalam kebinasaan tapi bangkit dalam keabadian, ditabur dalam kehinaan tapi bangkit dalam kemuliaan, ditabur dalam kelemahan tapi bangkit dalam kekuatan. Ia disalibkan di luar kota Yerusalem di Golgota (Mat 27:33, Mark 16:22, Luk 23:33, Yoh 19:17). Golgota” adalah bentuk Aram dari kata Ibrani “gulgoleth” artinya “tengkorak” (Kalvari” adalah kata Latin dari “calva” yang juga berarti “tengkorak”). Oh, Jumat yang membatu. Jumat yang tanpa ekspresi!”
Adapun 3 keutamaan dari salib, antara lain:
1. Cinta:
Tidak ada ambivalensi dan dikotomi antara kata dan tindakanNya. Tak ada paradoks: Apa yang Ia ajarkan itu juga yang Ia lakukan! Itulah cinta yang sejati, cinta yang bukan di kata-kata, tapi terwujud dalam tindakan nyata, cinta yang bukan basa-basi, tapi asli-sejati: “God is our teacher and love is our academy. Let us love and be loved!”
2. Kesetiaan:
Ia selalu setia hadir, jelas tampak dalam puisi ini “Wahai engkau yang mencari "Yang Ilahi" setiap hari, tak tahukah engkau dimana Dia? Dia hadir dimanapun aku berada, Kemanapun aku menengok Dia selalu ada”. Kesetiaannya teruji dan tersohor. Ia tidak menyerah kalah oleh sinisme, cemooh dan hujatan. Ia konsisten. Pilihannya tidak berubah: VIA DOLOROSA. Dengan kata lain: Ia mengajak kita untuk setia bertahan di hadapan siksa negeri jumat agung agar kita boleh juga mengenal kebangkitanNya di paskah suci nantinya. Yang pasti, semoga KehendakNya menang dalam diri kita, kasihNya meniadakan kita dan deritaNya memuliakan kita: “Ave crus spes unica, salam ya salib harapan yang utama”.
3. Solidaritas:
SolidaritasNya melintasi batas ikatan primordial, bukan parsial, sporadik, fragmentaris, tapi menyeluruh dan menyentuh kedalaman kemanusiaan. Ia dating dan bersolider dengan “para korban”. Ia datang sebagai "Yang Mengubah" kegalauan menjadi harapan, kegelapan menjadi terang, kesedihan menjadi kegembiraan, "passio menjadi actio." Via crucis, jalan salib mesti ditempuhNya, supaya manusia dapat merengkuh hidup sejati dan mengalami perspektif masa depan. Tatkala Gereja menapaki minggu-minggu sengsara, maka kesengsaran Yesus seharusnya menjadi model bagi kristianitas yang bersolider di tengah dunia. Tatkala kekerasan mengotori wajah dan tatkala harkat manusia direduksi oleh kekuasaan, mampukah Gereja selalu menunjukkan solidaritas yang bukan basa-basi? “Kami menyembah Engkau, ya Kristus, dan memuji-Mu sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia.”
“Naik Xenia lampunya kelap kelip - Mohonlah karunia dari misteri Salib”
Tuhan memberkati + Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar