Ads 468x60px

Minggu, 28 April 2013

“Si vis amari, ama”
Minggu Paskah V
Kis 14:21b-27; Why 21:1-5a; Yoh 13:31-33a.34-35

“Si vis amari, ama - Jika kau ingin dicintai, cintailah!” Kutipan dari karya Publilius Syrus yang saya tulis dalam buku "Carpe Diem" ini mengingatkan saya akan sosok Pangeran dan Cinderella, Romeo dan Juliet, Abelardus dan Heloise, Rama dan Sinta, Arjuna dan Srikandi atau bahkan Rangga dan Cinta. Hari ini, Yesus juga mengatakan: "Semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yoh 13:35). 

Dengan kata lain: cinta kasih adalah tanda kita sebagai seorang kristiani karena Allah telah jatuh cinta pada kita. Model jatuh cinta ilahi antara Allah pada manusia adalah membebaskan dan tidak memaksa, memaafkan, mengorbankan diri, memberikan yang terbaik dan berbelas kasih. Inilah sebuah cinta yang tak bersyarat, unconditional love. Inilah cinta kasih yang tulus, yang dapat dirasakan oleh hati, yang dapat dilihat oleh orang buta, dan yang dapat didengar oleh orang tuli. 


Adapun tiga ciri cinta yang tak bersyarat, al:

1.Giver: 
Ia selalu mau memberikan diri bagi Tuhan dan sesama dengan murah hati, karena mustahil kita mencintai tanpa memberi bukan? Baginya, hidup tanpa cinta adalah ibarat pohon tanpa bunga atau buah.

2.Supporter: 
Ia selalu mau mendukung dan mengembangkan orang lain dengan tulus hati. Baginya, mencintai adalah memberi “sayap” padanya, dan bukan malah memberi “borgol”. Baginya, cintakasih itu terwujud tatkala dia membuat seseorang bahagia, kendati dia bukan melulu menjadi bagian dari kebahagian orang tersebut.

3.Healer: 
Ia selalu berusaha untuk berbesar hati, karena jelaslah hidup pasti memiliki aneka kisah, yang tidak semuanya tulus tapi kadang penuh akal bulus, dimana kadang sesamanya bahkan yang seharusnya menjadi teladan iman malahan mudah saling menyakiti dan tidak saling mengasihi, asyik menghakimi dan tidak saling mengayomi. Disinilah, ia meyakini bahwa obat segala penyakit, kesalahan, kekhawatiran, kesedihan, dan kekecewaan dalam hidup dan panggilannya, semuanya terletak pada satu kata, yakni ‘cinta.’ 

Semoga kisah di akhir tulisan ini membuat kita semakin berani menjadi giver, supporter dan healer yang benar-benar tulus: Alkisah, Kapak, Gergaji, Palu, dan Nyala Api sedang mengadakan perjalanan bersama-sama. Di suatu tempat, perjalanan mereka terhenti karena terdapat sepotong besi baja yang tergeletak menghalangi jalanan. Mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut dengan kekuatan yang mereka miliki masing-masing. "Itu bisa aku singkirkan," kata Kapak. Pukulan-pukulannya keras sekali menghantam baja yang kuat dan keras juga itu. Tapi tiap bacokan hanya membuat kapak itu lebih tumpul sendiri sampai ia berhenti. "Sini, biar aku yang urus," kata Gergaji. Dengan gigi-gigi yang tajam tanpa perasaan, iapun mulai menggergaji. Tapi kaget dan kecewa ia, semua giginya jadi tumpul dan rontok. "Apa kubilang," kata Palu, "Kan aku sudah omong, kalian tak bisa. Sini, sini aku tunjukkan caranya." Tapi baru sekali ia memukul, kepalanya terpental sendiri, dan baja tetap tak berubah. "Boleh aku coba?" tanya Nyala Api. Dan iapun melingkarkan diri, dengan lembut menggeluti, memeluk, dan mendekapnya erat-erat tanpa mau melepaskannya. Baja yang keras itupun perlahan meleleh cair..Indah, ya indah ketika kita mengenakan kasih dan ketulusan dengan lembut dan tanpa henti, bukan?

“Dari Kota ke Lebak Bulus-Milikilah cinta yang benar-benar tulus.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui. 
Fiat Lux! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar