Ads 468x60px

Jumat 24 Mei 2013

“Consortium totius vitae.”


Pekan Biasa VII
Sir 6:5-17; Mzm 119:12,16,18,27,34,35; Mrk 10:1-12

“Consortium totius vitae - Kebersamaan seluruh hidup.” Inilah salah satu tujuan dan kekhasan pernikahan Katolik yang juga diangkat Yesus pada bacaan injil hari ini. Pernikahan (couple, wedding) sendiri adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi antar bangsa, suku satu dan yang lain pada satu bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Kata “pernikahan” adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari Bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan. Dalam sebuah pernikahan, format perkawinan (perpaduan fisik-biologis) menjadi salah satu bagian identik di dalamnya.

Dalam konteks inilah, perlu diingat bahwa setiap pernikahan Katolik diangkat sebagai “sakramen” (pernikahan sebagai kesatuan erat antara pria dan wanita juga sekaligus merupakan lambang hubungan Kristus dan Gereja - Allah dan umatNya - yang saling mengasihi). Dari sinilah, kita perlu kembali mengingat beberapa sifat hakiki pernikahan Katolik yang baik, al: 

- Monogam: Seorang suami selayaknya hanya mempunyai satu istri, demikian pula istri hanya mempunyai satu suami saja. Dengan demikian, cinta mereka penuh dan utuh, tak terbagi. Hal itu juga mencerminkan prinsip bahwa pria dan wanita mempunyai martabat yang sama: "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mrk 10:9).

- Tak terceraikan (Indissolubilitas): Dalam suatu pernikahan, suami dan istri telah mempersatukan diri dengan bebas, bahkan disatukan oleh rahmat Tuhan sendiri. Cinta sejati adalah cinta yang setia dan tak terceraikan, dalam keadaan bagaimana pun. 

- Terbuka bagi keturunan: Suami dan istri diharapkan terbuka pada kehadiran anak, terlebih bila Tuhan memberikannya. Adapun jumlah dan jarak kelahiran anak perlu direncanakan bersama dengan bijaksana. Segala bentuk pengguguran harus ditolak dengan tegas, karena jelas-jelas merupakan sikap menolak keturunan yang sudah ada.

Nah, mengacu pada buku saya berjudul: “XXX-Family Way” (Kanisius), adapun arti pernikahan mengandung empat modal pokok yang paling mendasar yakni, 

1. PERsatuan: 
Beberapa maksud sederhana bahwa pernikahan membutuhkan persatuan”, al: 
a. Pernikahan pertama-tama merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir-batin yang mencakup seluruh hidup. Atas dasar persetujuan bebas, mereka bersatu membentuk keluarga: mempunyai sebuah rumah bersama, harta dan uang menjadi milik bersama, mempunyai nama keluarga yang sama, mempunyai anak bersama, saling belajar memasrahkan diri serta jiwa-raga atas dasar cinta kasih yang tulus.

b. Persetujuan bebas adalah syarat mutlak untuk terjadinya dan sahnya pernikahan. Tidak ada cinta yang dipaksa atau terpaksa. Cinta mensyaratkan kebebasan dan tanggungjawab. Persetujuan kedua belah pihak harus dinyatakan secara jelas di depan saksi-saksi yang sah. Unsur pokok dalam cinta pernikahan adalah kesetiaan bersatu bersama pasangannya dalam segala situasi.

c. Persatuan suami istri itu juga berciri dinamis, dalam arti dapat berkembang mekar, tetapi dapat juga mundur, bahkan hancur. Karena itu, suami dan istri sama-sama bertugas untuk tetap memupuk kesatuan mereka agar tahan uji.

2.NIat:
Secara teoretis memang menjadi jelas bahwa pernikahan terjadi ketika ada niat sungguh dari kedua belah pihak: dari soal persiapan nikah, mengikuti kursus dan memenuhi pelbagai persyaratan kanonik dalam Gereja. Bahkan sebelum dinikahkan secara resmi, kedua orang yang siap menikah ini lagi-lagi ditanyakan kesediaan, dan niatnya di hadapan seorang pastor dan umat beriman yang turut hadir. Bagi setiap orang yang mempunyai niat untuk menikah, baiklah melihat syarat sahnya pernikahan dalam Gereja Katolik, antara lain:

• Bebas dari halangan, seperti impotensi; ligamen (ikatan nikah); beda agama; tahbisan suci; religius (kaul kemurnian publik); penculikan; kejahatan; consanguinitas (hubungan darah); affinitas (semenda); kelayakan publik; serta pertalian hukum. 

• Adanya konsensus, dengan syarat :
- Mempunyai kemampuan psikologis yang memadai
- Mempunyai pengetahuan tentang perkawinan yang sehat
- Tidak adanya kekeliruan soal pribadi pasangannya
- Tidak adanya penipuan/penculikan.
- Bebas : tidak adanya paksaan / ancaman dari pihak manapun juga

• Dirayakan dalam tata peneguhan kanonik (Forma Cannonica), yang berarti: adanya satu orang peneguh yang sah (pastor) beserta dua orang saksi.

Satu hal yang pasti, bukankah dalam Injil juga ditampakkan bahwa Yesus melihat dan memberkati setiap niat baik umatnya: Bartimeus yang buta berteriak memanggil Yesus, Zakheus yang pendek memanjat pohon ara di kota Yerikho, Nikodemus yang terkenal mengunjungi Yesus di malam gelap gulita, Magdalena yang pagi-pagi benar “nyekar” ke makam Yesus, dan lain sebagainya.

3. KAsih:
Dalam setiap pemberkatan pernikahan, bacaan, lagu, renungan bahkan dekorasi bunga-bunganya selalu penuh dengan nuansa cinta dan kasih bukan? Kasih adalah tanda yang paling khas dan tampak jelas dalam setiap pernikahan. Tapi bagaimana kenyataannya? “Oh!! Betapa banyak siksaan terletak di lingkaran kecil cincin perkawinan”, begitu tulis Colley Cibber. Disinilah pada praksisnya, survei David Buss menunjukkan bahwa pada masa kini 60% perkawinan gagal dalam 7 tahun pertama, karena kita kerap lupa setiap pernikahan membawa konsekwensi kasih yang amat berat. Ada salah satu konsekuensi pernikahan yang mengajak kita belajar “ngasih” dan bukan “minta”, yakni: Menikah berarti membagi-dua hak-hakmu dan mendua-kalikan kewajibanmu. 

Baik kalau kita ketahui juga, bahwa Paus Paulus VI dalam ensiklik Humanae Vitae pernah menjabarkan sifat/ciri khas cinta manusiawi dalam pernikahan, antara lain: 
- bersifat manusiawi sepenuhnya, 
- total dan bersifat penuh, 
- setia dan eksklusif sampai akhir hayat, 
- serta fruitful: bertumbuh dan berbuah nyata dalam kebahagiaan dan keluarga baru.

4. Dalam TuHAN:
Alexander Dumas pernah mengatakan, “ikatan perkawinan adalah begitu berat hingga perlu dua orang untuk memikulnya – dan sering tiga, tapi cukup satu orang untuk menghancurkannya.” Disinilah setiap persatuan niat dan kasih dalam sebuah keluarga memang sangat berat. Banyak godaan yang kerap menimpa pelbagai keluarga Kristiani. Disinilah saya sekaligus mengingat-kenang sebuah pernyataan kecil dari St.Theresia, “jika semua dikerjakan bersama Allah, maka akan terasa lebih indah dan mudah.” Jadi, setiap keluarga dan setiap orang yang siap menikah, harus membawa semangat dan nilai persatuan, niat dan kasihNya di dalam dan bersama Tuhan. 

Selain itu, kita perlu juga mengetahui bahwa pernikahan antara dua orang yang dibaptis (yang telah bersatu secara pribadi dengan Kristus) merupakan perayaan iman Gerejawi, yang membuahkan rahmat bagi kedua mempelai. Ikatan cinta setia yang mempersatukan mereka berdua menjadi lambang, tanda, dan perwujudan kasih setia Kristus kepada Gereja dan saluran rahmat bagi mereka. Rahmat yang mereka terima adalah: rahmat yang menguduskan mereka berdua; rahmat yang menyempurnakan cinta dan persatuan antara mereka; dan rahmat yang membantu mereka dalam hidup berkeluarga, maka benar-benar baiklah jika semua “persatuan, niat dan kasih selalu dibawa bersama dan dalam nama Tuhan. 

“Cari sepatu di Taman Safari - Mari bersatu dalam hidup sehari-hari.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar