Ads 468x60px

Misa Kudus dan Kitab Wahyu

Sharing Prof. Scott Hann

Dari segala hal seputar iman Katolik, tidak ada hal lain yang lebih kita kenal lebih daripada Misa Kudus. Dengan doa-doa yang sudah sangat tua usianya, himne-himne, posisi kita pada waktu Misa, Misa Kudus seperti layaknya kita di rumah sendiri. Akan tetapi banyak sekali umat Katolik menghabiskan seumur hidupnya tanpa mampu melihat lebih daripada mengucapkan doa-doa yang sudah dihafalkan. Sangat sedikit sekali dari umat Katolik bisa mengintip DRAMA SUPERNATURAL yang LUAR BIASA sewaktu mereka mengikuti ritual Misa Kudus setiap hari Minggunya. Sri Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa Misa Kudus adalah "Surga di bumi", sambil menjelaskan bahwa "liturgi yang kita rayakan di bumi adalah partisipasi yang misterius dari liturgi surgawi." 

Misa Kudus begitu sangat kita kenal. Di lain pihak, Kitab Wahyu tampak asing dan penuh teka-teki. Halaman demi halaman mengisahkan gambaran-gambaran yang menyeramkan: peperangan, wabah penyakit, binatang-binatang dan malaikat-malaikat, sungai darah, katak jadi-jadian, dan naga berkepala tujuh. Dan figur yang paling baik adalah anak domba yang bertanduk tujuh dan bermata tujuh. "Kalau ini baru kulitnya saja", demikian sebagian umat Katolik berkata, "Saya rasa saya tidak ingin melihat lebih jauh."

Saya sendiri mengatakan bahwa KUNCI untuk memahami Misa Kudus tidak lain adalah Kitab Wahyu, dan lebih jauh lagi, bahwa Misa Kudus adalah SATU-SATUNYA cara umat Kristen bisa memahami isi Kitab Wahyu. Kalau anda tidak percaya, anda mesti tahu bahwa anda tidak sendirian. Ketika saya mengatakan kepada seorang teman bahwa saya sedang menulis tentang Misa Kudus sebagai kunci (untuk memahami) Kitab Wahyu, dia tertawa dan berkata, "Kitab Wahyu? Itu kan cuma berisi hal-hal yang aneh."

Memang tampak aneh bagi umat Katolik, karena selama bertahun-tahun, kita telah membaca kitab ini secara terpisah dari tradisi Kristen. Interpretasi-interpretasi yang dikenal oleh banyak orang sekarang ini adalah interpretasi-interpretasi yang masuk halaman utama surat kabar atau daftar buku terlaris, dan interpretasi-interpretasi itu nyaris seluruhnya berasal dari Protestanisme. Saya tahu ini dari pengalaman saya pribadi. Saya telah mempelajari Kitab Wahyu selama lebih dari dua puluh tahun. Sampai dengan tahun 1985, saya mempelajarinya dengan kedudukan saya sebagai pendeta suatu denominasi Protestan, dan sepanjang tahun-tahun itu, saya terlibat, secara bergiliran, dengan berbagai teori-teori penafsiran yang populer maupun tidak populer. Saya mencoba setiap kunci, tetapi tidak satupun yang bisa membuka pintu. Sekali-sekali saya mendengar suara klik yang membawa harapan. 

Akan tetapi baru ketika saya mulai merenungkan Misa Kudus saya merasakan bahwa pintunya telah mulai membuka, sedikit demi sedikit. Secara bertahap, saya menemukan diri saya diliputi oleh tradisi Kristen yang luar biasa, dan pada tahun 1986 saya diterima dalam persekutuan yang penuh di Gereja Katolik. Setelah itu, dalam riset saya menyangkut Kitab Wahyu, berbagai hal-hal menjadi lebih jelas. "Kemudian dari pada itu aku melihat: Sesungguhnya sebuah pintu terbuka di sorga..." (Wahyu 4:1). Dan pintu itu membuka menuju......Misa Kudus mingguan di paroki setempat!

Nah sekarang mungkin anda menjawab bahwa pengalaman mingguan yang anda alami pada waktu Misa berlangsung sama sekali tidak bersifat surgawi. Bahkan, satu jam itu adalah saat-saat yang tidak nyaman, yang diisi oleh bayi-bayi yang menangis, lagu-lagu yang dinyanyikan secara sumbang, orang-orang yang mondar-mandir, homili yang tidak mengena, umat yang berpakaian seolah-olah mereka ingin pergi nonton acara sepak bola atau ke pantai atau pergi piknik.

Akan tetapi saya tetap mendesak bahwa kita SUNGGUH-SUNGGUH pergi ke surga ketika kita pergi menghadiri Misa Kudus, dan ini BENAR ADANYA bagi setiap Misa Kudus yang kita hadiri, terlepas dari kualitas musik atau semangat berkotbahnya. Ini bukan semata-mata karena kita ingin melihat sisi baiknya dari liturgi yang berlangsung secara kurang menarik. Ini juga bukan karena ingin bermurah hati terhadap solis yang tidak merdu suaranya. Ini semua adalah sesuatu yang benar secara objektif, sesuatu yang sama nyatanya seperti detak jantung anda. MISA KUDUS - dan maksud saya adalah SETIAP MISA KUDUS - ADALAH SURGA DI BUMI.

Saya ingin meyakinkan anda bahwa ini semua sama sekali bukan ide saya. Ini berasal dari Gereja. Itupun tetap saja bukan suatu ide yang baru. Ide ini sudah ada sejak hari dimana Rasul Yohanes mendapatkan penglihatan wahyu. Akan tetapi ini adalah ide yang belum mendapat perhatian yang memadai pada abad-abad terakhir dan saya sama sekali tidak bisa mengerti mengapa. Kita semua ingin mengatakan bahwa kita ingin sesuatu yang lebih dari Misa Kudus. Sesungguhnya kita tidak bisa mendapatkan sesuatu yang lebih daripada Surga itu sendiri.

Ya, meski surga turun ke bumi ketika Gereja merayakan Ekaristi, Misa Kudus tampak berbeda dari tempat yang satu ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu. Di tempat dimana saya tinggal, umumnya umat Katolik terbiasa dengan liturgi dari ritus Latin (=Roma = Barat). Bahkan kata "Misa" itu sendiri sebetulnya hanya menunjuk pada bagian liturgi Ekaristi dari Ritus Latin. Akan tetapi ada banyak liturgi-liturgi Ekaristi dalam Gereja Katolik: ritus Ambrosia, ritus Armenia, ritus Bizantium, ritus Kaldea, ritus Koptik, ritus Malabar, ritus Malankar, ritus Maronit, ritus Melkite, dan ritus Rutenian, beberapa contoh diantaranya. Masing-masing punya keindahannya yang tersendiri. Masing-masing punya kebijakannya tersendiri. Masing-masing menunjukkan sudut yang berbeda dari surga di bumi. Yang pasti, hal ini memberi saya banyak penglihatan yang baru terhadap Misa Kudus. Saya berdoa semoga Tuhan juga memberi karunia yang sama terhadap anda. Bersama-sama, mari kita meminta pembaruan hati kita juga supaya melalui doa-doa dan belajar, kita bisa lebih bertumbuh dan lebih mengasihi misteri-misteri Kristiani yang telah diberikan kepada kita oleh Allah Bapa.

Kitab Wahyu akan memperlihatkan kepada kita, Misa Kudus sebagai surga di bumi. Sekarang, marilah kita teruskan tanpa menunda-nunda lagi, karena surga tidak dapat menunggu. 

"Pada Mulanya Adalah Sharing"
a.Di Surga Sekarang!
Saya berdiri di sana dengan sembunyi-sembunyi, seorang pendeta Protestan dalam pakaian preman, menyelinap masuk ke bagian belakang sebuah kapel Katolik di Milwaukee untuk menyaksikan Misa Kudus saya yang pertama. Rasa ingin tahu telah membawa saya kesana, dan saya masih ragu bahwa ini adalah rasa ingin tahu yang sehat. Selama mempelajari tulisan-tulisan umat Kristen perdana, saya menemukan referensi yang tak terhitung banyaknya kepada "LITURGI", "EKARISTI", "KURBAN". Bagi umat Kristen perdana tersebut, Alkitab, buku yang paling saya cintai, tidak bisa terlepaskan dari acara ritual yang sekarang ini oleh umat Katolik disebut sebagai "Misa Kudus".

Saya ingin memahami pemikiran umat Kristen perdana, akan tetapi saya tidak punya pengalaman sedikitpun menyangkut liturgi. Jadi saya membujuk diri saya sendiri untuk pergi dan melihat, semacam latihan akademis, tetapi dengan tetap bersikeras bahwa saya tidak akan berlutut ataupun ikut mengambil bagian dalam penyembahan berhala ini.

Saya mengambil tempat duduk di bagian yang terlindung, di barisan yang paling belakang dari kapel di lantai dasar tersebut. Di depan saya ada sekelompok umat Katolik yang lumayan jumlahnya, laki-laki dan perempuan dari segala umur. Sikap mereka sewaktu berlutut mengesankan saya, seperti juga agaknya konsentrasi mereka sewaktu berdoa. Kemudian sebuah bel berbunyi dan mereka semua berdiri ketika imam (romo/father) muncul dari pintu yang terletak di samping altar.

Tidak tahu mesti berbuat apa, saya tetap duduk. Selama bertahun-tahun sebagai evangelis dari aliran Calvinis, saya telah diajarkan untuk percaya bahwa Misa Kudus adalah penghinaan terbesar yang dilakukan oleh manusia (terhadap iman Kristiani). Saya telah diajarkan bahwa Misa Kudus adalah ritual yang dibuat untuk "mengurbankan kembali Yesus Kristus." Jadi saya akan tetap sebagai seorang pengamat. Saya akan tetap duduk dengan Alkitab saya terbuka di samping saya.

b.Dipenuhi Ayat Alkitab
Akan tetapi, sewaktu Misa berlangsung sesuatu membuat saya tersadar. Alkitab saya tidak hanya berada di samping saya. ALKITAB BERADA DI DEPAN SAYA - DALAM KATA-KATA DALAM MISA KUDUS! SATU AYAT DARI KITAB YESAYA, SATU LAGI DARI KITAB MAZMUR, SATU LAGI DARI SURAT RASUL PAULUS. Pengalaman ini SUNGGUH LUAR BIASA! Saya ingin menghentikan mereka dan berteriak, "HEI, BOLEHKAH SAYA MENJELASKAN APA YANG SEDANG TERJADI DISINI DARI KITAB SUCI? INI SUNGGUH-SUNGGUH HEBAT !!!" Tetapi, saya tetap menjaga status saya sebagai pengamat. Saya tetap berada di luar lapangan sampai saya mendengar imam mengucapkan kalimat konsekrasi: "INILAH TUBUHKU.... INILAH PIALA DARAHKU."

Lantas saya merasakan bahwa segala keragu-raguan saya sirna sudah. Sewaktu saya melihat imam mengangkat hosti yang berwarna putih tersebut, saya merasakan suatu doa mencuat dari dari dalam hati saya dalam sebuah bisikan: "YA TUHANKU DAN YA ALLAHKU. SUNGGUH-SUNGGUH ENGKAULAH ITU!"

Mungkin anda bisa menyebut keadaan saya pada waktu itu seperti orang tuna-daksa, terkesima tak mampu berbuat apa-apa. Saya tidak bisa membayangkan kesukacitaan yang lebih besar daripada apa yang telah diperbuat oleh kata-kata tersebut terhadap saya. Akan tetapi pengalaman itu semakin memukau hanya sejenak berikutnya, ketika saya mendengar seluruh umat mengucapkan: "ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH....," dan sang imam menjawab, "INILAH ANAK DOMBA ALLAH......." sambil mengangkat HOSTI itu.

Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, kalimat "ANAK DOMBA ALLAH" telah bergema empat kali. Selama bertahun-tahun mempelajari Alkitab, saya dengan serta-merta tahu dimana saya berada saat ini. SAYA SEDANG BERADA DALAM KITAB WAHYU, dimana Yesus dipanggil dengan sebutan ANAK DOMBA tidak kurang dari dua puluh delapan kali sepanjang dua puluh dua pasal dalam Kitab Wahyu. Saya sedang berada di PERJAMUAN KAWIN yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes pada bagian akhir kitab yang terakhir dari Alkitab. Saya sedang berada di hadapan TAHTA SURGA, dimana Yesus dipuji-puji untuk selama-lamanya sebagai ANAK DOMBA. Saya sungguh tidak siap untuk menerima kenyataan ini, SAYA SEDANG BERADA DALAM MISA KUDUS !!!

c.Demi Asap Suci!!!
Saya kembali menghadiri Misa pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya. Setiap kali saya kembali, saya akan "menemukan" lebih banyak lagi Kitab Suci terpenuhi di depan mata kepala saya. Akan tetapi tidak ada kitab lain yang lebih nyata bagi saya, di kapel yang agak remang-remang tersebut, selain Kitab Wahyu, yang menggambarkan para malaikat dan orang kudus menyembah di surga. Seperti di dalam kitab Wahyu, demikian juga pula di dalam kapel itu, saya melihat IMAM YANG MEMAKAI JUBAH, sebuah ALTAR, KONGREGASI UMAT yang berseru "KUDUS, KUDUS, KUDUS!" Saya melihat kepulan ASAP DUPA. Saya mendengar SERUAN PARA MALAIKAT DAN ORANG KUDUS. Saya sendiri ikut menyanyikan Alleluya, karena saya telah ditarik lebih dalam lagi daripada sebelumnya kedalam ibadat ini. Saya terus duduk di bangku bagian belakang dengan Alkitab, dan saya nyaris tidak tahu harus memperhatikan yang mana - kepada peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu atau kepada aksi yang terjadi di altar. Makin lama, keduanya makin tampak menyerupai satu dengan yang lain.

Saya membenamkan diri dengan semangat baru yang meluap-luap untuk mempelajari Kristen pada awalnya dan saya menemukan bahwa uskup-uskup yang paling pertama, yaitu para BAPA GEREJA, telah mendapatkan "penemuan" yang sama seperti yang saya dapat setiap pagi (sewaktu menghadiri Misa Kudus). Mereka berpendapat bahwa KITAB WAHYU adalh KUNCI BAGI LITURGI dan bahwa LITURGI adalah KUNCI BAGI KITAB WAHYU. Sesuatu yang sangat luar biasa sedang terjadi terhadap saya sebagai seorang teolog dan umat Kristen. Buku dalam Alkitab yang bagi saya paling sulit dimengerti - yaitu Kitab Wahyu - saat ini justru menerangi ide-ide yang paling fundamental dari iman Kristen: ide tentang PERJANJIAN sebagai ikatan yang kudus keluarga Allah. Lebih jauh lagi, aksi yang sebelumnya saya anggap sebagai penghinaan terbesar terhadap Allah, yaitu Misa Kudus, sekarang justru adalah ritual yang mengokohkan PERJANJIAN DENGAN ALLAH. "INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN YANG BARU DAN KEKAL".

Saya sungguh merasa kewalahan dengan segala hal yang baru ini. Selama bertahun-tahun saya telah mencoba untuk memahami Kitab Wahyu sebagai semacam pesan rahasia yang tersembunyi tentang hari kiamat, tentang penyembahan di surga yang nun jauh, tentang sesuatu yang tidak bisa dialami oleh umat Kristen selama mereka masih di dunia ini. Sekarang, setelah dua minggu menghadiri Misa setiap harinya, saya merasa ingin bangkit berdiri selama liturgi berlangsung dan berseru, "PERHATIAN SEMUANYA !!! KALAU BOLEH SAYA INGIN MEMBERITAHUKAN DIMANA ANDA BERADA SEKARANG INI DALAM KITAB WAHYU !!! LIHAT PASAL EMPAT AYAT DELAPAN. ANDA SEKARANG SEDANG BERADA DI SURGA !!!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar