“Mea culpa, mea culpa”
Pw. St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
1 Tes 2:9-13, Mat 23:27-32
“Mea culpa, mea culpa – Saya berdosa, saya berdosa.” Inilah ungkapan iman pertobatan yang kita ucapkan di awal misa karena hati kita kerap penuh dusta: "Celakalah kamu, sebab di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."
Bersama dengan peringatan St Agustinus yang kita kenangkan hari ini, kita diajak untuk bertobat setiap harinya. Agustinus ("Yang tahu banyak") sendiri adalah seorang kudus yang banyak menulis, bahkan tulisannya “Pengakuan Agustinus” kerap disebut sebagai otobiografi Barat yang pertama - masih dibaca luas oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia. Agustinus sendiri merupakan anak tertua dari Santa Monika yang terlahir pada 354 di Tagaste, sebuah kota di Algeria Afrika Utara yang merupakan wilayah Romawi saat itu. Pada masa mudanya, Agustinus hidup dengan gaya hedonis ala descartesian: aku nikmat maka aku ada: “muda foya foya, tua kaya raya, mati masuk surga.”
Pw. St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
1 Tes 2:9-13, Mat 23:27-32
“Mea culpa, mea culpa – Saya berdosa, saya berdosa.” Inilah ungkapan iman pertobatan yang kita ucapkan di awal misa karena hati kita kerap penuh dusta: "Celakalah kamu, sebab di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."
Bersama dengan peringatan St Agustinus yang kita kenangkan hari ini, kita diajak untuk bertobat setiap harinya. Agustinus ("Yang tahu banyak") sendiri adalah seorang kudus yang banyak menulis, bahkan tulisannya “Pengakuan Agustinus” kerap disebut sebagai otobiografi Barat yang pertama - masih dibaca luas oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia. Agustinus sendiri merupakan anak tertua dari Santa Monika yang terlahir pada 354 di Tagaste, sebuah kota di Algeria Afrika Utara yang merupakan wilayah Romawi saat itu. Pada masa mudanya, Agustinus hidup dengan gaya hedonis ala descartesian: aku nikmat maka aku ada: “muda foya foya, tua kaya raya, mati masuk surga.”
Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk bertobat. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa. Agustinus merasa malu. “Apa ini yang kita lakukan?” teriaknya kepada Alypius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita, demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!” Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Ini dia! Sejak saat itu, Agustinus bertobat dan memulai hidup baru.
Adapun tiga orang yang berpengaruh dalam perubahan hidupnya secara utuh, al:
1. Monika, ibunya.
Ibunya ialah St. Monika, seorang Kristen yang saleh yang perlahan tapi pasti membentuk dan mencerahkan "akhlak" Agustinus untuk bertobat. St. Monika mendidik ketiga putera-puterinya dalam iman Kristen. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar, tapi Monika setia untuk terus mendoakan anaknya: “Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu, ya Allahku, dan hati kami tiada tenang sebelum beristirahat di dalam Dikau.”
2. Ambrosius, uskup Milan.
Ambrosius adalah seorang ahli retorika seperti Agustinus sendiri, namun lebih tua dan lebih berpengalaman. Ia setia untuk menjadi teladan dan mencerahkan "otak" Agustinus. Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agustinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.
3. Floria Amelia, kekasih hatinya.
Floria Amelia, kekasih hatinya adalah orang yang membuat Agustinus mempunyai "watak" yang dewasa untuk berani membuat pilihan. Pada masa itulah Agustinus juga mengucapkan doanya yang terkenal, "Berikanlah daku kemurnian dan penguasaan diri, tapi jangan dulu" [da mihi castitatem et continentiam, sed noli modo]. Di dinding kamarnya juga terdapat kalimat yang tertulis dengan huruf-huruf yang besar: “Di sini kami tidak membicarakan yang buruk tentang siapa pun.” “Terlambat aku mencintai-Mu, Tuhan,” serunya kepada Tuhan suatu ketika.
Agustinus akhirnya wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilika Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah “Pengakuan-Pengakuan” dan “Kota Tuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris yang pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.
“Pak Yunus pergi ke Sukabumi –St Agustinus doakanlah kami.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar