Ads 468x60px

Senin 5 Agust 2013

“Panis Angelicus”.Bil. 11: 4b–15, Mat. 14:13–21

“Panis Angelicus - Roti para malaikat.” Itulah judul sebuah lagu berbahasa latin yang kadang dipakai dalam perayaan ekaristi. Lirik lengkapnya: “Panis Angelicus fit panis hominum. Dat Panis caelicus figuris terminum. O res mirabilis. Manducat Dominum pauper servus et humilis” (Roti malaekat menjadi roti manusia. Roti surgawi mendapat bentuk terbatas. Oh begitu mengagumkan. Hamba yang miskin dan hina makan Tuannya).

Memang, ada begitu banyak roti yang kita kenal di mall atau resto: Ada roti tawar sampai roti tart, dari Bread Talk di Singapura, Bread In, J Co, Dunkin Donuts di Amerika, Holland Bakery sampai roti Unyil di Bogor. Tapi "roti para malaikat" ini istimewa: “Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Maka dari itulah, saya mengartikan "roti" ini sebagai: “Rahmat Oleh Tuhan, yaitu Iman”.

Yesus dalam mukjizat penggandaan roti ini kadang disebutkan “naik ke atas gunung” dan “duduk” di situ dengan murid-murid-Nya. “Naik ke atas gunung” mengingatkan kita akan figur Musa yang naik ke atas gunung untuk menerima ‘Dekalog – 10 Perintah Allah’. Gunung sendiri adalah tempat favorit para nabi, terutama Musa. Sedangkan kata “duduk” menjelaskan suatu kebiasaan bahwa para rabi biasanya duduk dulu, baru kemudian mengajar. Selain itu menggambarkan Yesus sebagai hakim, raja, dan imam. Mukjizat ini sendiri adalah satu-satunya mukjizat yang terdapat dalam keempat Injil: dalam Markus disebut dua kali, 6:31-44 dan 8:1-10; dalam Matius disebut dua kali juga, 14:13-21 dan 15:32-38; dalam Lukas disebut satu kali, 9:10-17; dalam Yohanes disebut satu kali di Yoh 6:1-15. 

Mengapa juga ditampilkan roti dan ikan? Inilah sebuah kombinasi karya antara Allah dan manusia. Roti adalah makanan olahan (budaya dan karya manusia), sedangkan ikan adalah makanan alamiah (karya Allah). Di dalam ekaristilah, terkait dua hasil karya, ilahi dan insani. Keduanya menjadi tersatukan di tangan seorang pribadi bernama Yesus, dengan tiga keutamaan iman, al:

1. Bersyukur: 
Secara sederhana, iman dalam kacamata Magisterium (kuasa/wewenang mengajar yang sah), berarti gratia, semacam karunia cuma-cuma dari Allah (grace-gratia-gratis). Lewat roti ekaristi inilah (hosti: kurban), kita dipilih dan diberkati untuk mendapatkan rahmatNya. Bukankah ditampakkan dalam kisah ini, Yesus yang berkenan mengambil – memberkati - memecahkan dan memberikan roti pada kita. Demikian juga, para pastor melakukan hal demikian dalam Ekaristi, (Yun: eucharisteo, bersyukur), bukan?

2. Berbagi:
Dengan memberi, bukan dengan menerima, kita bisa menjadi kaya, bukan? Dalam mata iman, kita diajak menjadi roti bagi yang lain dengan siap “dipecah” dan “dibagi bagi”. Seperti Yesus yang tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, kita juga diajak untuk rela berbagi “5 roti” dan “2 ikan” yang ada pada kita dengan doa, kata dan tindakan nyata kita . Tidak cukup kita memiliki Yesus, kita harus juga membagi berkat itu kepada sesama yang berkekurangan, karena tak seorang pun sia-sia di dunia ini, ketika ia meringankan beban kehidupan bagi orang lain. 

3. Bertanggung jawab: 
“Kamu harus memberi mereka makan." Inilah perintah Yesus pada para murid. Ia ingin agar para murid-Nya peka dan ikut bertanggung jawab dengan segala “kekurangan” di sekitarnya. Bukankah segala hal dan usaha baik yang dipersembahkan kepada-Nya, diterima-Nya, diberkati, dilipatgandakan. Hasilnya? Lima roti dan dua ikan itu mengenyangkan 500 orang, bahkan sisa 12 bakul: ”Mulailah dari apa yang ada, bagikanlah sepenuh cinta dan biarkanlah Tuhan yang akan menyempurnakannya.” 

“Pak Margi di Taman Asri – Mari berbagi setiap hari.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui. 
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar