Ads 468x60px

Minggu 20 Okt 2013

“Ab imo pectore.”

“Ab imo pectore - Dari lubuk hati yang paling dalam”. Inilah yang diminta Yesus bahwasannya kita diajak menjadi orang beriman dengan berdoa secara tekun dan sepenuh hati. Iman akan kemurahan hati Allah yang muncul dari lubuk hati yang paling dalam inilah yang akan membuat kita tetap bertekun dalam doa meskipun rasanya Allah tidak segera menanggapi permohonan kita, sama seperti ketekunan dan kegigihan janda dalam perumpamaan hari ini. Berkat usaha yang gigih, tekun dan tidak mengenal lelah, janda itu akhirnya bisa menaklukkan hati hakim yang kejam dan tidak mempunyai rasa belas kasih itu sehingga mau menolong dan membelanya. Kalau janda itu berhasil mewujudkan impiannya berkat ketekunannya apalagi kita, terlebih yang dihadapi bukanlah hakim yang kejam tetapi Bapa yang penuh kasih. 


Secara lebih mendalam, adapun tiga permenungan singkat hari ini, al:

1. ”Kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu”: 
Kata yang dipakai adalah “pantote” (Aram) atau “kai me egkakein” (Yunani) artinya “selalu” atau “setiap saat”. Maksudnya tentu saja bukan setiap detik atau menit terus menerus berdoa, non stop, tapi bahwa doa itu harus dilakukan secara teratur dan dalam keadaan apa pun juga entah baik atau buruk, senang atau susah, dan tidak mudah menyerah pada hambatan, kesulitan atau kekeringan rohani (desolasi) seperti rasa bosan, tidak bersemangat karena merasa tidak ada hasilnya. Apapun suasana hati, perasaan atau emosi yang sedang bergejolak, doa mesti berjalan terus karena meskipun iman itu mencakup dimensi perasaan tetapi iman tidak identik dengan perasaan. Maka kata “selalu” tidak berarti “ketekunan kronologis” yaitu melakukannya sepanjang hari terus menerus tanpa henti tetapi “ketekunan spiritual” yaitu kegigihan melawan rasa bosan, kekeringan rohani dan keraguan terhadap tanggapan Allah serta aneka hambatan lainnya. Di samping itu doa tidak dilakukan dengan setengah hati dan asal jalan tetapi dengan kesungguhan dan sepenuh hati. 

2. Figur Janda:
Dalam masyarakat Yahudi yang patriarkal, janda dipandang sebagai pihak yang lemah, tanpa perlindungan dari seorang laki-laki. Karena itu mereka kerap mudah ditipu dan hak-haknya dilanggar. Adapun Hukum Taurat memberikan perlindungan hukum secara khusus (lih. Kel 22:22, Rut 1:20, Mal 3:5, Sir 35:14). Mereka juga mendapatkan prioritas dalam pelayanan, entah menerima sedekah (Kis 6:1) atau kunjungan secara periodik (Yak 1:27). Bila terpaksa berperkara di pengadilan, mereka juga akan mudah dikalahkan karena tidak ada yang membela atau memperjuangkannya. Bukankah figur janda ini sekaligus merupakan penampilan dari wajah kita sendiri, yang lemah miskin dan butuh perlindunganNya?

3. “Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya bahkan ketika Ia menunda untuk menolong mereka”: 
Kadang Allah tidak segera menanggapi doa kita. Rasanya Ia tidak peduli terhadap teriakan kita (Mzm 44:24; Za 1:12), seakan-akan kita dibiarkan berjuang sendiri. Penundaan tanggapan itu bisa menimbulkan keragu-raguan bahkan dapat membuat orang beriman kehilangan imannya. Dalam ayat ini Yesus tetap meyakinkan penyelenggaraan ilahi. Ya, meskipun rasanya Allah seakan-akan berdiam diri namun kita harus yakin bahwa Allah akan bertindak sesuai dengan waktu yang ditetapkan-Nya sendiri. Tuhan tahu apa yang kita perlukan bukan apa yang kita mohonkan karena kerap kali kita meminta apa yang kita inginkan dan bukan apa yang kita butuhkan bukan?

“Ayam kalkun ada di Kediri - Mari tekun berdoa setiap hari.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux

Tidak ada komentar:

Posting Komentar