Ads 468x60px

Sabtu 19 Oktober 2013


“Audaces fortuna iuvat!”  Rm. 4:13.16–18, Luk. 12:8–12

“Audaces fortuna iuvat - Nasib baik menolong mereka yang berani.” Kutipan dari karya Vergilius ini mengajak kita untuk juga gagah berani dalam mengimani Kristus: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah.” 

Adapun tiga citarasa dasar bagi setiap orang yang benar benar berani mengimani Kristus, al:
1. Sensus catholicus:
Inilah citarasa kekatolikan, sebuah keberimanan karena kebesaran orang bukan ditentukan oleh besar kecil tubuhnya, melainkan besar kecil imannya dalam keseharian. Citarasa ini membuat kita tidak takut menghadapi resiko sebagai orang kristiani karena resiko berarti kesempatan kita untuk belajar bagaimana menjadi lebih beriman. Siapa yang menempuh kebenaran dengan cahaya iman, maka ia seperti pencari matahari dengan cahaya bintang gemintang, bukan? Tanpa rahmat kita tidak bisa melakukan apa-apa (Yoh 15:5) tapi sebaliknya dengan rahmat kita bisa melakukan segala sesuatu (Filipi 4 : 13)”

2. Sensus historicus
Sebuah ingatan kesejarahan bahwa Tuhan senantiasa berkarya dalam sejarah hidup kita lewat pelbagai pribadi yang keluar masuk dalam sejarah hidup kita. Hal ini membuat kita tidak kecut tapi semakin mampu untuk lebih bersyukur atas karuniaNya, lebih bersabar atas cobaanNya dan lebih beriman atas setiap perjumpaan dan pergulatan denganNya: Tuhan, murnikanlah hatiku dan ajarkanlah mulutku utk berkata: “non mea voluntas” (luk 22:24): bukan kehendakku namun kehendakMu yg terjadi (luk 22:24). Di lain segi, bukankah ketakutan kita sendiri kerap seperti kursi goyang? Ketakutan memberi kita sesuatu untuk dilakukan tetapi tidak membawa kita kemanapun. Jelasnya, rasa takut bukanlah untuk dinikmati, tetapi untuk dihadapi - Fear not to enjoy, but to be faced.

3. Sensus intellectus
Inilah sebuah kecakapan iman bahwa kita harus juga belajar beriman sudah sejak dalam pikiran dan terlebih dalam perbuatan. Kecakapan dan pengetahuan iman saja tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat saja tidaklah cukup tapi kita harus melakukannya. Citarasa ini membuat kita bersetia pada kata hati untuk menghargai hari kemarin dg bersyukur; menghidupi hari ini dg bersemangat; dan memimpikan hari esok dg senantiasa berharap. Pastinya: iman dalam tindakan adalah cinta, dan cinta di dalam tindakan adalah pelayanan karena kita tidak bisa menjadi orang kristiani paruh waktu tapi kita harus menghidupi iman kita setiap saat dalam setiap harinya. Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan banyak batu, tapi membalas dengan buah yang menyegarkan

Ya Allah berikanlah kepadaku keberanian dan kekuatan untuk pantas disebut orang kristiani yang benar benar mengimani, anugerahkanlah kpdku agar aku mendapatkan pengertian lbh mendalam tentang Engkau, lebih mencintai Engkau, dan mengikuti Engkau lebih dekat lagi.

“Cari arang di Kota Lama – Jadilah terang bagi semua sesama.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar