Ads 468x60px

Palma, Keledai dan Passio



Ada apa di hari itu?
Inilah awal Pekan Suci. Pekan Suci sendiri adalah pekan di mana kita seharusnya tidak melupakan Tuhan. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita agar kita dapat hidup kekal. Kita patut melalui pekan ini sebagai pekan yang lain daripada yang lainnya, sebagai pekan yang sungguh-sungguh suci. Secara khusus pada Minggu palma, inilah pengenangan iman ketika Yesus memasuki kota Yerusalem dengan jaya.


Di masa silam para raja mempunyai kebiasaan untuk setiap tahun sekali mengunjungi berbagai desa dan kota di wilayah kerajaannya. Kunjungan seperti itu dalam bahasa Yunani disebut "Epifani". Mereka mengadakan sidang dan bertindak sebagai hakim serta menjatuhkan vonis (hukuman). Mereka juga mengumumkan peraturan-peraturan serta memungut pajak. Sebagian kunjungan epifani bersifat damai, sementara sebagian lagi lebih menyerupai perang.

Kita perhatikan, raja di Thailand memasuki kota dengan menaiki Gajah, raja di Jawa memasuki kota dengan menaiki kuda. Tapi Yesus, sang raja damai, memasuki kota dengan menunggang keledai. Yesus bermaksud menyampaikan dua pesan yang jelas kepada rakyat Yerusalem. Yang pertama bahwa Ia adalah raja, yang kedua adalah bahwa Ia bermaksud membawa damai sejahtera bagi semua orang.

Yesus sendiri datang dari Bukit Zaitun, persisnya di sebuah tempat bernama Betfage. Ia menuju lembah Kidron, di sebelah timur Bait Allah. Perjalanan yang harus ditempuh-Nya menurun dan curam. Selain jalanan di situ sempit dan kotor, hujan musim semi telah membuat jalanan menjadi licin. Orang-orang yang bersorak-sorai menyambut Yesus menebarkan ranting-ranting dan pakaian mereka di jalan supaya keledai Yesus tidak tergelincir. Sementara Yesus menuruni bukit, khalayak ramai meneriakkan "Hosanna!", (Bhs Ibrani: "Selamatkanlah Kami!")

Sebagai sebuah informasi tambahan: 
Tempat yang secara tradisional disebut Betfage, kini berdiri sebuah biara Fransiskan serta sebuah kapel. Menurut laporan peziarah pada abad IV, di tempat itulah Yesus berbicara dengan Marta dan Maria setelah ia datang ke situ untuk membangkitkan Lazarus, yang sudah meninggal empat hari lamanya. Sejak abad XII, perarakan Minggu Palma dimulai dari tempat itu. Perarakan itu selanjutnya menuruni Bukit Zaitun, Taman Getsemani, Gerbang Singa dan berakhir di Gereja St. Anna. Di atas altar utama gereja Betfage sekarang dapat disaksikan sebuah fresco yang menggambarkan meriahnya Yesus memasuki kota Yerusalem, dengan menaiki seekor keledai.

Mengapa Minggu itu disebut Minggu Palma?
Hanya Yohanes satu-satunya penginjil yang menyebutkan bahwa ranting-ranting yang mereka gunakan adalah dari pohon palma. Matius serta Markus hanya menyebutkan "ranting-ranting". Lukas malahan tidak menyinggung soal ranting sama sekali, ia hanya mengatakan bahwa orang banyak menghamparkan pakaian mereka di jalan.

Menurut P.Richard Lonsdale, di beberapa negara Eropa, umat merayakan Hari Minggu Palma dengan menggunakan ranting pohon willow atau ranting pohon sejenis, karena pohon palma jarang dijumpai di sana. Beberapa orang menganyam 3 lembar daun palma atau lebih untuk dijadikan salib atau mahkota duri. Tahun depan, daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan Hari Minggu Palma akan dibakar menjadi abu untuk dipergunakan dalam perayaan Rabu Abu pada tahun depannya.

Mengapa ada pembacaan kisah sengsara Yesus?
Minggu Palma, sebagai pembukaan Pekan Suci, disebut juga Minggu Mengenangkan Sengsara Tuhan, sebab pada hari itu akan dibacakan kisah tentang hari-hari terakhir kehidupan Yesus di dunia yang dikenal sebagai “Kisah Sengsara Tuhan Kita, Yesus Kristus”. Hal ini kerap kita kenal sebagai “passio”

Passio sendiri berasal dari `Passio' (Bahasa Latin), yaitu suatu perasaan yang amat kuat serta mendalam. Yesus sungguh-sungguh merasakan sakit yang amat menyiksa. Penderitaan Tubuh-Nya jauh lebih besar dari yang dapat ditanggung manusia mana pun. Penderitaan batin-Nya - sejak ditinggalkan oleh para sahabat-Nya hingga cercaan serta hinaan dari mereka yang hendak diselamatkan-Nya - lebih dahsyat dari yang dapat kita bayangkan. Jadi, ketika kita mendengarkan Kisah Sengsara-Nya, kita diajak ikut masuk dalam suasana penderitaanNya. Passsio sendiri biasanya dibacakan oleh 3 orang lektor. Kita juga akan mendengarkan kisah yang sama pada hari Kamis Putih dan Jumat Agung.

INSPIRASI
Pada hari Minggu Palma, kita biasanya memperoleh dua inspirasi. Pertama, kotbah singkat ketika di luar pintu gereja. Kedua, ketika kita selesai mendengarkan passio di dalam gereja.

Untuk inspirasi pertama, mungkin baiklah kita kembali mengetahui arti kota Yerusalem, kota yang dimasuki Yesus pada Minggu Palma ini. Yerusalem kerap juga disebut sebagai Daarussalaam atau Kota Sion, yang berarti kota damai. Di dalam peta, Yerusalem bahkan dianggap sebagai kota yang paling terkenal di dunia. Karen Amstrong menyebut Yerusalem sebagai “kota tiga agama satu Tuhan”. Disanalah, hidup dan berkembang tiga agama monoteis besar yang sebenarnya juga merupakan satu keluarga besar umat Allah yang semestinya penuh dengan kedamaian: Ada Islam dengan Masjid Al-Aqsa, ada Yahudi dengan Tembok Ratapan, dan ada juga agama Kristiani dengan Taman Getsemani dan Gereja Makam Suci di Kalvari.

Bagi banyak orang beriman, Yerusalem kerap disebut sebagai pintu gerbang menuju surga: “Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Sekarang kaki kami ada di pintu gerbangmu, hai Yerusalem.” (Mzm 122). Di kota Yerusalem inilah, jelas terdapat banyak warisan sejarah, semacam historiografi agama-agama monoteis. Sebagai contoh, di Yerusalem, terdapat Bukit Moria, tempat Abraham, Bapa Orang Beriman mengorbankan Ishak, anaknya. Raja Daud pernah juga menetapkan Yerusalem sebagai ibukota kerajaan Israel. Raja Salomo, anaknya Daud juga pernah membangun Bait Suci, kediaman Allah di kota ini. Bagi banyak orang Islam, Yerusalem diyakini sebagai tempat naiknya Muhammad ke surga, tempat inspirasi bagi banyak nabi – seniman - penyair dan ilmuwan. Yerusalem adalah salah satu dari kota tersuci bagi mereka, selain Mekkah dan Madinah. Bagi umat Kristiani sendiri, Yesus banyak mengajar, disengsarakan, wafat di salib dan bangkit di kota Yerusalem ini. Nah, kalau begitu, kitapun diajak memasuki Pekan Suci dengan membawa Yerusalem di hati kita masing-masing. Yah, kota damai itu tinggal dan hidup di hati kita. Itu sebabnya, baiklah jika semua umat beriman bertobat dan menerima sakaramen pengakuan dosa. Karena, bukankah “damai” itu sendiri bisa bermakna, “Dengan Allah Maka Akan Indah?”

Untuk inspirasi kedua, baiklah kita mengingat tentang figur “keledai”. Mengapa Yesus memilih keledai, padahal banyak hewan lain yang juga sama baiknya. Sebut saja, gajah: Gagah menjelaJAH. Kuda: Kuat dan tak bernoda. Angsa: ANGgun dan tak berdoSA, atau kelinci: Kecil, LINcah dan suCI, atau bahkan semut: SEtia dan iMUT-imut.

Secara sederhana, “keledai” sebenarnya mengajak kita memiliki tiga sikap dasar memasuki Pekan Suci, antara lain:

1. Ke-rendahan hati.
Seperti kita ketahui, seekor kuda adalah lambang keperkasaan, tapi seekor keledai? Banyak raja, dari Eropa, bahkan sampai raja-raja di Jawa memasuki kota dengan menaiki seekor kuda perkasa. Tidak pernah ada seorang raja memasuki sebuah kota dengan menaiki seekor keledai. Bukankah keledai sendiri kerap menjadi mitos kebodohan: “keledai yang bodoh saja tidak mungkin masuk ke dalam lubang yang sama dua kali.” Keledai juga kerap terkesan diam, dengan sikap yang suka menunduk. Ia mengajak kita belajar menerima dengan rendah hati, apa yang dikehendaki Allah agar terjadi pada hidup kita. Yesus sendiri mengajarkan sikap rendah hati ini secara nyata. Baiklah kita sitir sebuah pernyataan iman dari Jose Maria Escriva, “Kerendahan hati Yesus jelas: di Betlehem, di Nazaret, di Kalvari. Akan tetapi, lebih jelas lagi dalam Ekaristi, dalam Hosti terkudus; Lebih daripada di kandang, lebih daripada di Nazaret, lebih daripada di atas salib. Itulah sebabnya mengapa aku harus begitu mencintai Ekaristi.” (Jose Maria Escriva, Jalan no 533). Baiklah, kita mengingat wasiat Yesus yang ketiga di atas salib, “Ya Bapa, Ke dalam tanganMu, Kuserahkan nyawaKu (Luk 23:46). Yesus dengan segala keredahan hati menyerahkan semuanya bersama Alah dan di dalam Allah.

2.Le-mah lembut.
Keledai itu sosok hewan yang kecil: “Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai” (Lihatlah Zak 9: 9-10). Kita mengingat wasiat Yesus kedua di atas kayu salib, “Sesungguhnya, hari ini juga engkau akan ada bersama Aku di Firdaus.” (Lukas 23:43). Yesus lemah lembut tutur katanya, sikapnya dan hidupnya. Bukankah itulah kalimat penuh rahmat, yang ditujukan buat seorang penjahat yang bertobat di Kavari, yang sama-sama disalibkan di puncak Golgoota? Yah, seorang penjahat kelas kakap bernama Dismas, “saDIS tapi berhati eMAS” ini mengalami kepenuhan hati Yesus yangh sangat lemah lembut. Bukankah jelas bahwa Allah itu adalah cinta, dan cinta itu sabar, cinta itu lembut, tidak iri, tidak sombong, dan tidak berlaku tak-senonoh?

3.Day-a tahan.
Di kota kuno Petra, ada biara di puncak bukit. Untuk mencapainya, pengunjung harus melalui ribuan anak tangga sepanjang tiga kilometer. Jika berjalan kaki butuh waktu tiga jam, berapa lama jika naik ”taksi”? Taksi disana tak lain dan tak bukan adalah seekor keledai. Dan, ternyata dengan keledai kita hanya membutuhkan waktu selama empat puluh lima menit untuk sampai di biara tersebut. Jelaslah, keledai itu kuat untuk menahan beban berat: keledai memang bagus untuk mendaki, sedangkan kuda hanya bagus untuk jalan lurus. Hidup kita tak selamanya lurus, demikian pula arah perjalanan cinta memang tidak pernah selalu mulus bukan? Malah kadang mesti mendaki banyak bukit dan tebing percobaan.

Baik juga, kita ingat wasiat Yesus yang pertama di atas salib, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Yesus berdoaa bagi para musuhNya. Kaum Farisi dan Saduki yang membenci. Pilatus yang cuci tangan. Orang-orang dari partai Herodian yang mencibir. Para imam kepala dan pemuka bangsa Yahudi yang iri hati. Para algojo yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Yudas Iskariot yang mengkhianatinya. Simon Petrus yang menyangkal tiga kali. Yakobus Yohanes dan Petrus yang tertidur di Getsemani, para murid lainnya, yang kabur dan bersembunyi di pintu-pintu rumah yang tertutup rapat. Dan, tentunya masih banyak lagi orang lain yang mengecewakan hatiNya.

Yesus mengajak kita berdaya tahan. Dia tetap menjadi “kado” buat orang lain, bahkan buat orang lain yang membenci dan menyakitinya. Yah, Dia mengajak kita berdaya tahan, menjadi “kado”: KAsihi musuh-musuhMU, dan DOakan orang-orang yang menganiaya kamu.
Bagaimana dengan kita?

VARIASI
Yesus datang ke Yerusalem,
pada pekan Ia akan wafat,
dengan mengendarai seekor keledai,
menungganginya dengan gagah penuh wibawa.

Anak-anak berlarian menyambut-Nya,
dengan daun-daun palma di tangan,
mereka bernyanyi:
“Hosana, Putra Daud,
Hosanna bagi raja kita!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar