Ads 468x60px

Minggu 13 Desember 2015


Minggu Adven III: Gaudete
Zef 3:14-18a; Yes 12:2-3,abcs,5-6; Flp 4:4-4-7; Luk 3:10-18

"Yohanes - Allah Mengaruniakan Belas KasihNya - God is gracious."
Inilah nama tokoh iman yang hadir sebagai "SAKSI" (Siap Ajarkan Kabar SUKACITA Ilahi): “Ia bukan terang itu tapi harus memberi kesaksian tentang terang itu.”

Ya, bersama dengan Minggu Gaudete pekan III Advent ini (Lat: "Gaudete": Bersukacitalah! “Gaudete in Domino semper - Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan”): "Saudara-saudara, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang..." (Flp 4:4-5a), kitapun diajak menjadi saksi yang penuh sukacita
Adapun "KPK" supaya kita juga bisa menjadi "saksi yang penuh sukacita", antara lain:

1.Kejujuran:
Di awal kesaksiannya, Yohanes memberikan penjelasan tentang identitas dirinya agar orang tidak salah paham. Dengan jujur, ia mengakui bahwa ia bukan Mesias. Ia bukan Elia (nabi yang diyakini akan datang kembali untuk persiapan akhir zaman/Mal 3:1, 4:5, karna dia terangkat ke surga tanpa meninggal/2 Raj 2:11-12). Yohanes juga menolak anggapan bahwa dialah nabi besar yang mewartakan akhir zaman (Ul 18:18).

2.Pertobatan:
Tobat (Yun: Metanoia) yang ditandakan dengan babtisan Yohanes adalah cara untuk mengasah hati dan budi agar peka terhadap kehadiran dan tuntunan Sang Terang. Dkl: Kita diajak bertobat, "berbalik" dari kegelapan menuju ke sumber terang.

3.Kerendahan hati:
Berhadapan dengan Yesus, Yohanes siap melayaniNya sebagai hamba yang rendah dan hina, yang membuka tali kasutNya dia merasa tidak pantas. Rabbi Joshua bin Levi menulis: “Seorang murid seharusnya melayani guru dengan melakukan semua pekerjaan yang biasanya dilakukan seorang budak terhadap tuannya, kecuali membuka tali kasutnya.” (Traktat Ketubot 96a, Babylonian Talmud). Artinya seorang budak tidak boleh dipaksa untuk membuka tali kasut tuannya bila ia menolak melakukannya.

Disinilah, Yohanes menekankan kerendahan hati di hadapan Yesus. Inilah yang membuatnya mengenal Yesus:“di tengah-tengahmu berdiri Dia yang tidak kamu kenal.". Pastinya, kerendahan hati ala Yohanes ini membuat kita mudah bersyukur (1 Tes 5:17), karna "Allah menentang orang yang congkak tapi mengasihani orang yang rendah hati. Rendahkanlah dirimu dihadapan Tuhan dan Ia akan meninggikan kamu” (Yak 4:6b.10).

"Dari Bekasi ke Kramat Jati-Jadilah saksi yang rendah hati."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0


NB:
SKI – Sekolah Kerahiman Ilahi
Jumat 18 Des 2015, 08.00 – 10.00
@ Sekolah St Laurentius Alam Sutera.






Hari Minggu Adven III C

Zef 3:14-18a; Flp 4:4-7; Luk 3:10-18

Bisa Karena Biasa.
3:10 Orang banyak bertanya kepadanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?" 3:11 Jawabnya: "Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian." 3:12 Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk dibaptis dan mereka bertanya kepadanya: "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" 3:13 Jawabnya: "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." 3:14 Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: "Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?" Jawab Yohanes kepada mereka: "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." 3:15 Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, 3:16 Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. 3:17 Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." 3:18 Dengan banyak nasihat lain Yohanes memberitakan Injil kepada orang banyak.


Renungan
01. Suasana dominan yang digambarkan dalam Bacaan I dan II hari ini adalah ajakan untuk bersukacita, bergembira. Oleh karena itu dalam tradisi liturgi hari Minggu Adven III ini disebut Minggu Gaudete. Kita diajak untuk bersyukur dalam kegembiraan, karena kedatangan Tuhan sudah semakin mendekat. Nabi Zefanya juga mengajak umat Israel bersorak gembira karena saatnya telah datang, saat penyelamatan, saat pembebasan dari penindasan. Saat Allah bertindak. Perayaan Natal sebagai kenangan dan aktualisasi kedatangan Tuhan memang selalu diwarnai dengan suasana kemeriahan dan kegembiraan. Kesemarakan pesta itu sudah mulai terasa di hari-hari persiapan saat ini, .

02. Injil hari ini masih menampilkan sosok Yohanes Pembabtis, seorang nabi yang mewartakan pertobatan dan mengajak semua orang untuk mengungkapkannya dengan menerima pembabtisan. Ada 3 aspek yang diungkapkan Yohanes Pembabtis dalam kotbahnya yakni aspek eskatologis (ay. 7-9), tuntutan etis (ay. 10-14) dan kedatangan Mesias (ay. 15-18). Injil yang diwartakan hari ini hanya membahas tentang tuntutan etis sebagai wujud pertobatan dan warta seputar kedatangan Mesias.

03. Dalam perikop hari ini pertanyaan “apakah yang harus kami perbuat” diulang sampai 3 kali (ay. 10, 12 dan 14). Dalam tulisan Lukas, pertanyaan itu merupakan ungkapan khas dari seseorang yang ingin bertobat (Misalnya, dalam Kis 2:37 diajukan oleh orang banyak setelah mendengarkan kotbah Petrus; dalam Kis 16:30 ditanyakan oleh kepala penjara di Filipi kepada Paulus; dalam Kis 22:10 disampaikan oleh Paulus yang menceritakan kisah pertobatannya). Seperti nabi-nabi Perjanjian Lama, Yohanes Pembabtis ditampilkan sebagai nabi Allah yang dapat memberikan arahan konkret yang harus dilaksanakan agar hidup selaras dengan kehendak Allah.

04. Secara umum Yohanes Pembabtis memberikan pedoman bahwa pertobatan bukan sekedar pikiran saleh atau rasa menyesal, tidak cukup hanya diwujudkan dengan berpuasa atau praktek keagamaan yang saleh seperti mempersembahkan korban penebus salah atau korban penghapus dosa di Bait Allah. Pertobatan itu diwujudkan terutama dengan tindakan konkret, dengan perbuatan kasih, dalam konteks ini kesediaan untuk saling memberikan perhatian dengan berbagi. Karena sesama adalah “yang sama” dengan kita dan menjadi bagian dari hidup kita. Ajaran tentang keadilan dan kasih itu praktis sama dengan pengajaran para nabi sebelumnya (Mi 6:8; Yes 58:6-7; Yeh 18:5-16). Dalam Kotbah di Bukit tuntutan Yesus bahkan lebih radikal, “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu” (Luk 6:29). Namun dalam Kotbah di Bukit pilihan sikap itu bukan sekedar sebagai bentuk pertobatan melainkan ungkapan kedalaman iman.

05. Kepada orang-orang yang datang untuk memohon nasehatnya, Yohanes Pembabtis memberikan petunjuk khusus dan konkret sesuai dengan godaan-godaan yang dihadapi dalam melaksanakan profesi masing-masing. Yang menarik ialah bahwa untuk mencapai kesucian hidup, Yohanes Pembabtis tidak menasehatkan agar orang meninggalkan profesinya dan menjalani hidup seperti dia. Tetapi sebaliknya, kesucian itu diwujudkan dalam menjalankan profesi masing-masing dengan baik, setia, jujur, tekun dan bertanggungjawab. Dalam arah yang sama, Paulus juga menasehatkan, “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat.” (1Kor 7:17).

Dua profesi dengan sengaja dimunculkan secara khusus, yakni pemungut cukai dan prajurit karena kedua profesi ini rawan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang dan mempunyai citra yang negatif dalam masyarakat.

Pada zaman Yesus, Palestina merupakan wilayah jajahan Roma. Untuk mengeruk dana dari wilayah jajahannya, pemerintah Roma menetapkan pajak yang harus dibayar rakyat per kepala. Agar penarikan pajak dapat berjalan lancar, pemerintah Roma memberikan tender kepada orang setempat yang kaya dan “kuat”. Para pemenang tender lebih dahulu memberikan sejumlah uang kepada pemerintah Roma sesuai dengan estimasi nominal yang didapatkan dari penarikan pajak. Agar mendapatkan keuntungan yang besar, para pemungut pajak menarik lebih dari ketentuan yang berlaku. Pajak ini sangat membebani rakyat sehingga banyak yang jatuh miskin dan terus dibelenggu hutang. Profesi ini rawan dengan korupsi, pemerasan dan tindak kekerasan. Pada umumnya para pemungut pajak dibenci oleh rakyat karena dianggap penindas dan menjadi antek penjajah asing. Mereka dipandang sebagai orang-orang berdosa dan karena itu dianggap najis. Maka nasehat yang diberikan kepada mereka adalah, "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (ay. 13). Jangan menjadi serakah.

Profesi kedua yang disoroti adalah prajurit. Yang dimaksud dengan prajurit adalah tentara bayaran atau mereka yang harus menjalani wajib militer dan bertugas sebagai pasukan keamanan untuk Herodes Antipas. Menurut hukum Taurat sebenarnya wajib militer dilarang dan sejak Julius Caesar, orang Yahudi diberi dispensasi untuk tidak menjalani wajib militer. Karena mempunyai wewenang dan senjata, profesi ini rentan dengan kekerasan, pemerasan, penindasan dan “perampokan legal”. Untuk menambah pendapatannya, mereka menakuti rakyat dan memeras dengan meminta “uang keamanan”. Karena itu Yohanes Pembabtis menasehatkan, "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (ay. 14).

06. Ajakan Yohanes Pembabtis untuk memberikan wujud konkret pada pertobatan juga digarisbawahi oleh Yesus, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 7:21) yakni yang menjalankan keadilan, berbagi, mengampuni dan jujur. Kesucian tidak hanya didapatkan dalam hidup membiara tetapi juga melalui profesi yang kita tekuni setiap hari dengan semangat injil. Profesi itu dijalani sebagai bentuk pelayanan kepada sesama, dalam kasih dan kejujuran, dengan sepenuh hati dan kesabaran, dengan keramahan dan senyuman. Sehingga melalui pelaksanaan profesi kita, “mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Mat 5:16).

07. Dengan rendah hati Yohanes Pembabtis mengakui bahwa dirinya bukan Mesias. Dia hanya bertugas untuk menjadi perintis jalan bagi kedatangan Mesias. Bahkan menjadi abdi-Nya, membuka tali kasut-Nya pun tidak pantas. Sebuah kerendahan hati yang mengagumkan. Yohanes Pembabtis memberikan teladan bahwa kerendahan hati adalah titik awal pertobatan. Menerima dengan penuh keikhlasan bahwa kita adalah pendosa di hadapan Sang Penebus merupakan langkah awal yang tepat untuk sebuah pertobatan, untuk pembaharuan dalam hidup. Kesadaran akan keterbatasan ini membuat kita tidak bertahan dalam kesalahan, dosa atau ketidakpantasan. Kita membuka diri terhadap dorongan Roh Kudus yang telah kita terima dalam pembabtisan.

08. Dengan memakai kiasan alat penampi yang sudah ada di tangan Allah, Yohanes Pembabtis menegaskan bahwa pertobatan itu sangat mendesak. Tidak bisa ditunda sampai esok pagi tetapi harus dilakukan hari ini bahkan saat ini juga! Mereka yang bertobat akan diselamatkan, sedangkan yang tidak mau bertobat akan diperlakukan seperti jerami yang dibakar di dalam api yang tak terpadamkan. Meskipun sama-sama menekankan aspek "mendesak", nuansa seruan pertobatan Yohanes Pembabtis berbeda dengan seruan Yesus. Yesus lebih menekankan kehadiran Allah yang menyelamatkan sebagai alasan pertobatan, "Bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat" sedangkan Yohanes lebih menekankan aspek hukuman. Pertobatan yang diwartakan oleh Yesus bernuansa kegembiraan sedangkan pertobatan yang diwartakan Yohanes diwarnai oleh ketakutan.

09. Ketika keluar dari kamar pengakuan dosa, hati ini dikobarkan oleh keinginan untuk menata hidup, ingin bertobat dengan menjalani hidup yang lebih baik, suci dan benar. Namun baru saja mengayunkan beberapa langkah dari kamar pengakuan kita kembali jatuh ke dalam dosa. Bahkan dalam dosa dan kelemahan yang sama. Rasanya hidup hanya berjalan di tempat, tidak ada perubahan atau perkembangan. Untuk berubah menjadi lebih baik memang membutuhkan keberanian dan kesungguhan. Keberanian adalah suatu sikap untuk melakukan hal-hal baru dengan tidak terlalu merisaukan kemungkinan-kemungkinan gagal. Keberanian dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu tujuan hidup, tindakan nyata, dan semangat. Ketiga hal tersebut mampu mengatasi rasa takut, dan memudahkan kita untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Visi atau tujuan hidup yang jelas dan konkret mendorong kita untuk menciptakan kemajuan. Kemajuan itu berjalan secara bertahap, selangkah demi selangkah. Perubahan kecil mendorong kita untuk meraih kemajuan yang lebih besar. Tindakan nyata akan membuka peluang dan meningkatkan harapan sekaligus keberanian memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik. Dan semangat merupakan daya kekuatan untuk berubah. Kalau kita mau maka kita pasti bisa. Yang tidak mudah adalah membuat kata bisa itu menjadi sebuah kebiasaan atau “habitus”, padahal kebiasaan itu mempunyai power! Hasil dari kebiasaan yang terlatih dapat membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pertobatan ke arah kebaikan hanya bisa dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan seperti berpikir positif, antusias, optimis, disiplin, integritas dan tanggung jawab. Melatih, memelihara, dan mengembangkan kebiasaan berpikir positif terus menerus akan membentuk kebiasaan. Dan kita bisa karena biasa.

10. Dalam sebuah pisowanan agung, Raja Salomo yang terkenal kebijaksanaannya menerima kedatangan seorang ibu yang memintakan pengampunan bagi putranya yang dipenjara karena melakukan tindak kejahatan dan terancam hukuman mati. Raja Salomo menyatakan bahwa kejahatan anak itu sudah terlalu besar, dan keadilan yang paling tepat bagi tindak kejahatannya adalah hukuman mati. Sang ibu menjawab, “Yang mulia baginda raja, yang hamba mohon bukan keadilan, namun belas kasihan”. Raja Salomo berkata, “Tapi anakmu tidak layak menerima belas kasihan!” Dan ibu itu kembali memohon sambil menangis, “Mohon ampun Baginda, bukanlah belas kasihan namanya jika ia layak menerimanya”. Raja Salomo tertegun sejenak kemudian berkata, “Benar juga, engkau benar. Baiklah aku mau memberikan belas kasihan kepadanya.” Dan anak itu pun dibebaskan.

Kisah singkat itu memberi gambaran makna belas kasih. Belas kasih bukan hak yang pantas kita terima. Bukan! Belas kasih adalah anugerah yang sebenarnya tidak layak kita terima. Setiap hari kita berlumur dosa, dan hukuman yang sesuai dengan tindakan kita adalah kebinasaan. Tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Allah. Dia sangat mengasihi kita, sehingga menganugerahkan Putra-Nya yang tunggal. Dengan merendahkan Diri menjadi manusia lemah, Dia datang untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan. Maka di awal Perayaan Ekaristi atau Ibadat Sabda dengan jujur dan rendah hati kita mengakui dosa-dosa, kelemahan dan kerapuhan. Kita datang menghadap Allah dengan kesadaran penuh bahwa sebenarnya kita tidak layak menerima pengampunan dan belas kasih-Nya. Namun “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Pet 3:9). Kerahiman Allah, belas kasih-Nya membebaskan dan menyelamatkan kita. Setiap kali kita datang kepada-Nya dengan hati yang remuk redam, kasih Allah yang tidak terbatas selalu siap memberi pengampunan. Itulah yang ingin kita alami dan rasakan di tahun Yubelium Kerahiman Allah ini.

Berkah Dalem. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar