Ads 468x60px

ANTOLOGI KATEKESE SEPUTAR MARIA (1)

TTM - TRIBUTE TO MARY

(ANTOLOGI KATEKESE SEPUTAR MARIA)
1."Sukirman" - Sukacita karena iman
Maria (Aram-Yahudi מרים Maryām "pahit"; Bahasa Yunani Septuaginta Μαριαμ, Mariam, Μαρια, Maria; Bahasa Arab: Maryem, مريم) adalah ibu Yesus dan tunangan Yusuf (bdk. Matius 1:18-20, Lukas 1:35) dalam Kekristenan dan Islam. Menurut sumber-sumber non-kanonik, orangtuanya bernama Yoakim dan Hana. Karena Lukas 1:48 ("mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia"), Maria banyak diagungkan di kalangan orang Kristen, khususnya di lingkungan Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks. Umat Muslim pun sangat menghormatinya. Gereja Ortodoks dan Katolik Roma juga mempunyai banyak hari perayaan lainnya untuk menghormati Maria.
Paus (emeritus) Benediktus XVI sendiri, di tahun 2008, pada pertemuan Sabtu malam di Lapangan Santo Petrus sebagai tanda penutupan bulan Maria, merefleksikan 'Magnificat' (kidung sukacita) Maria. "Ini adalah pernyataan penting dari iman," Bapa Paus menjelaskan, "pernyataan yang memberi kepastian pada manusia dan membebaskan setiap mahkluk dari ketakutan, bahkan di tengan badai sejarah."
Dia melanjutkan: "Melampaui permukaan, Maria 'melihat' dengan mata iman, pekerjaan Tuhan dalam sejarah. Untuk alasan ini dia bersukacita, karena dia percaya: Dengan iman, dalam kenyataan, dia menyambut sabda Tuhan dan mengandung Sang Sabda yang Menjelma”. Maria sendiri menjadi “sukirman, sukacita karena iman”, karena ia mau melihat bahwa semua tahta di dunia hanyalah sementara, sedangkan tahta Tuhan merupakan satu-satunya batu yang tidak akan berubah dan tak pernah jatuh.”
Memang, sejak abad XII, dinyatakan ada lima sukacita Maria yaitu: kabar dari malaikat, kelahiran Yesus, kebangkitan Yesus, kenaikan Yesus dan pengangkatan Maria ke surga. Yang pasti, sukacita Maria ini terjadi semata-mata karena iman. Dan “sukirman, sukacita karena iman” sungguh menjadi berkat karena mau dibagikan, seperti kisah kehadiran Maria yang begitu membuat Elizabeth juga ikut bersukacita, sampai-sampai bayi dalam kandungannyapun melonjak kegirangan – padahal Maria belum berkata apa-apa.
Jelas, bahwa Bunda Maria menjadi seorang pewarta sukacita. Tanpa kata-kata apapun, kehadirannya sudah menjadi kabar baik bagi Elizabeth dan bayi Yohanes. Kita bisa bertanya, bagaimana kita bisa bersukacita, kalau kehadiran kita tidak disukai orang lain. Santo Fransiskus Asisi pernah bilang “Preach the Good News, with words if necessary”, pewartaan pertama-tama bukanlah dengan kata-kata, tapi dengan sikap hidup kita masing-masing. Kalau kita menjadi orang yang penuh sukacita Tuhan, kehadiran kita akan membawa sukacita bagi sesama juga bukan?
Seperti pesan Bapa Suci, "Mari kita pulang dengan Magnificat dalam hati kita," saya juga mengajak, mari kita membawa “sukirman, sukacita karena iman” yang sama dengan Maria untuk memuji dan bersyukur pada Tuhan, imannya dan harapannya, kesiap dan kesediaannya berserah dalam perlindungan tangan Sang Ilahi. Dan, ingatlah salah satu pesan Bunda Maria dalam suatu penampakan kepada St. Bernadette Soubirous di Lourdes, yang baik kita ingat, “Aku tidak menjanjikan kamu kegembiraan di dunia ini, tetapi di dunia yang akan datang."

2."Herman" - Hendaklah Engkau Rajin Beriman
11 Februari tahun 1858, di sebuah gua di Massabielle, dekat Lourdes, di Perancis selatan, Bunda Maria menampakkan diri sebanyak 18 kali kepada seorang gadis miskin bernama Bernadette Soubirous. Bunda Maria memperkenalkan diri sebagai “Yang Dikandung Tanpa Dosa”, dan minta agar sebuah kapel dibangun di tempat penampakan. Gadis itu diminta minum dari sebuah sumber air di gua. Tidak ada sumber air sama sekali di sana, tetapi ketika Bernadette menggali di suatu tempat yang ditunjukkan kepadanya, sebuah mata air mulai memancar. Air yang hingga kini masih memancar itu mempunyai daya penyembuhan yang luar biasa, meskipun para ahli ilmu pengetahuan tidak dapat menemukan adanya zat-zat yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit. Lourdes sendiri kini telah menjadi suatu tempat ziarah Bunda Maria yang paling terkenal.
Di balik itu semua, baiklah jika kita juga mengenal Bernadeth. Ia adalah seorang gadis yang hampir sepanjang hidupnya menderita sakit. Namun ia menanggung segala penderitaannya itu dengan tabah dan penuh sukacita. Sekarang ia diangkat menjadi santa pelindung orang-orang sakit. Pada tanggal 7 Januari 1844, dari pasangan Francois Soubirous -seorang pengusaha penggilingan gandum yang jatuh miskin- dan isterinya, Louise Casterot, lahirlah seorang bayi, anak mereka yang sulung. Bayi itu mereka beri nama Marie Bernarde. Karena perawakannya yang kecil mungil, anak itu kemudian biasa dipanggil Bernadette (Bernarde kecil). Sejak bayi kesehatan Bernadette kurang baik. Ia selalu saja menderita sakit, terutama asma. Bukannya mengeluh, tetapi Bernadette mempersembahkan semua penderitaannya kepada Tuhan sebagai silih demi pertobatan orang-orang berdosa. . Bagi Bernadette, sakit juga bukan berarti bebas dari segala tugas dan kewajiban. Ia tetap harus membantu ibunya mengasuh kelima adiknya. Dan ketika Bernadette telah dianggap cukup umur, ia pun harus bekerja sebagai pembantu dan penggembala ternak.
Suatu hari, pada tanggal 11 Februari 1858, suatu peristiwa yang luar biasa terjadi. Ketika ia bersama seorang adik dan seorang temannya sedang mencari kayu bakar di padang, Bunda Maria menampakkan diri kepadanya di sebuah gua yang disebut Massabielle (Batu Besar), di tepi sungai Gave dekat kota Lourdes. Bernadette tidak tahu siapa wanita cantik itu dan apa yang ia inginkan. Bunda Maria menampakkan diri kepadanya sebanyak 18 kali. Pada tanggal 25 Maret 1858, pada penampakannya yang ke-16, Bunda Maria mengungkapkan siapa dirinya, "Akulah yang Dikandung Tanpa Dosa." ('Que Soy Era Immaculada Conceptiou', 'I Am The Immaculate Conception'). Setelah peristiwa penampakan itu, Bernadette semakin banyak menderita, baik karena kecurigaan orang-orang yang tidak mau percaya, oleh perhatian berlebihan dari mereka yang percaya serta ancaman dari penguasa setempat. Semuanya itu ditanggungnya dengan tabah dan sabar.
Pada usia 22 tahun, Bernadette menggabungkan diri dengan Suster-suster Karitas di Nevers, Perancis. Tiga belas tahun lamanya ia tinggal di biara dan sebagian besar dari waktu tersebut dihabiskannya di tempat tidur karena sakit yang dideritanya.
Bernadette wafat pada tanggal 16 April 1879 dalam usia 35 tahun karena penyakit tuberculosis. Tubuhnya masih utuh hingga kini meskipun ia telah meninggal lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1933 Bernadette diangkat sebagai santa oleh Paus Pius XI. Pestanya dirayakan pada tanggal 16 April. Lewat Bernadeth, setiap kita yang dipanggil untuk tugas apa pun, diajak hendaknya untuk semakin rajin beriman.
Baiklah kita juga mengingat kalimat terakhir Bernadeth Soubiroes di tempat tidurnya sebelum dia meninggal di hari Paskah, 1879: Voyes comme’est simple, il suffit d’aimer (lihatlah bagaimana sederhananya semua yang kau lakukan untuk mencintai). Bukankah sebagian besar rutinitas harian kita tersusun dari lapis demi lapis hal-hal yang sederhana? Lewat Bernadeth, kita diajak mengingat ”Herman, Hendaklah engkau rajin beriman!!

3."Wagiman" - Wajah Giat Beriman
Aneka wajah Maria telah digambarkan dalam beberapa film, al: Linda Darnell, The Song of Bernadette, 1943, Angela Clarke, The Miracle of Our Lady of Fatima, 1951, Siobhán McKenna, King of Kings, 1961, Olivia Hussey, Jesus of Nazareth, 1977, Verna Bloom, The Last Temptation of Christ, 1988, Maia Morgenstern, The Passion of the Christ, 2004 dan Keisha Castle-Hughes, The Nativity Story, 2006. Belum lagi sibuknya drama tablo setiap paskah atau malam natal di setiap paroki tentulah menampilkan aneka wajah Maria.
Bicara soal wajah Maria, saya juga mau mengangkat tiga kisah nyata:
Kisah pertama, kantor pusat majalah Playboy harus meminta maaf setelah Playboy edisi Meksiko memajang model telanjang menirukan gaya Bunda Maria dalam sampul edisi Desember 2008. Majalah dengan sampul yang dianggap melecehkan Bunda Maria itu terbit beberapa hari sebelum peringatan Bunda Guadalupe di Mexico City, Jumat (12/12). Bunda Guadalupe adalah gelar bagi Bunda Maria yang paling dihormati oleh semua orang Mexico, bahkan peringatan Bunda Guadalupe setiap tahun dianggap sebagai salah satu ritual keagamaan terbesar di dunia. Sampul Playboy edisi Meksiko itu memampangkan model telanjang. Hanya kain putih menutupi kepala dan dadanya. Model itu berdiri di depan sebuah jendela kaca dengan tulisan, "Kami Mencintaimu, Maria" dalam bahasa Spanyol. Kebetulan nama model itu adalah Maria Florencia Onori. "Playboy Meksiko tidak pernah bermaksud dengan sampul atau foto menyakiti siapa pun, kami sadar itu menyakiti, dan kami serta Playboy Meksiko meminta maaf," bunyi pernyataan Playboy dari kantor pusat mereka di Los Angeles, AS, dilansir Reuters.
Kisah kedua, Agung Kurniawan, seorang seniman muda Katolik memamerkan gambar-gambar bolpen bertajuk Sex, Lies and Drawing di Festival Q. Idiom-idiomnya mengejutkan. Membaurkan erotika dan simbol agama. Judulnya: Pieta after Hair Cut. Dalam gambaran seni ala Agung, kesedihan itu mendapat tafsir lain. Seorang perempuan gundul, dengan lingkaran di atas kepala bak malaikat, ditampilkan memangku seorang perempuan gundul lain yang hanya bercelana dalam. Matanya tak bercahaya, seolah menanggung keperihan. Ada baskom berisi darah. "Saya teringat di Jawa, kalau ada wanita di desa kepergok berzinah, ia ditangkap ramai-ramai lalu digunduli," ucap Agung. Pada karyanya yang lain, ada patung Bunda Maria tergolek miring di ranjang. Seorang lelaki terlihat naik ke badannya, entah seolah memompa agar jantung berdenyut dan bernapas lagi atau apa. Di sampingnya, seorang lelaki berkacamata yang wajahnya seperti Agung Kurniawan membawa selimut, seolah mau menutupi tubuh Maria. Ia memberi judul: Bunda Maria, Pertolongan Pertama pada Kecelakaan.
Kisah ketiga, ketika meluncurkan buku BBM di daerah BSD, saya mendapat 200 buah patung Pieta dari beberapa eks narapidana di Tangerang. Pieta sendiri adalah sebuah kata di dalam bahasa Italia, yang artinya “turut merasakan penderitaan orang lain” (Ing. “compassion, pity”). Kata tersebut dipakai untuk menamai salah satu mahakarya buatan maestro ternama, Michelangelo. Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni sendiri lahir di kota Florence, Italia pada tanggal 6 Maret 1475. Sebagai seorang arsitek, pelukis, pematung, dan penulis puisi, Michelangelo dikenal sebagai salah seorang seniman yang paling berpengaruh dalam kesenian dunia Barat. Karya-karyanya yang monumental dapat kita saksikan di Katedral St. Petrus, Vatican. Karya-karya itu antara lain: lukisan pada langit-langit (fresco) Kapel Sistine (dikerjakan tahun 1508-1512), lukisan penghakiman terakhir di dinding Kapel Sistine (dikerjakan tahun 1536-1541), makam Paus Julius II, dan kubah Basilika.
Karya agung Pieta dibuat Michelangelo pada tahun 1498-1500, ketika dia berusia 22 tahun. Pieta adalah sebuah patung yang dipahat dari sebongkah marmer Carrara. Patung tersebut dibuat atas permintaan Kardinal Jean de Villiers de la Groslaye, duta besar Perancis untuk negara Roma. Bagi saya, lewat patung Pieta inilah, saya melihat wajah Maria adalah “Wagiman: Wajah giat beriman.” Patung Pieta menampilkan wajah iman Maria yang sedang memangku jasad Yesus setelah penyalibanNya. Maria memeluk jenazah anaknya yang terbaring di pangkuannya dengan penuh kelembutan. Ia terlihat begitu sedih dan berduka. Sebab, tiada kepiluan yang lebih menyayat dari seorang ibu, selain menyaksikan darah dagingnya sendiri mati menderita. Tiada nestapa yang lebih dalam, selain dari seorang ibu yang menguburkan anak kandungnya sendiri. Oleh sebab itu, patung itu diberi nama Pieta karena Maria turut merasakan penderitaan anaknya.
Pieta juga adalah potret dari sebuah perjalanan panjang yang bernama ketaatan. Maria memulai perjalanan itu, tatkala ia bertekad di hadapan malaikat sang pembawa berita tentang kehamilannya yang adalah buah pekerjaan Roh Kudus, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38).

4."Tanggungjawab"
Tanggalkan dosa, Agungkan cinta dan Jawablah dalam doa
Kita tentunya seringkali mendengar istilah “tanggungjawab, bukan? Manusia hidup dengan segala tanggung jawab yang berkesinambungan. Bila hari ini kita punya tanggung jawab A besok C, lain hari C dan seterusnya. Ketika kanak-kanak kita bertanggung jawab dengan sekolah, TK, SD, SMA, Kuliah dan setelahnya tanggung jawab untuk mencari kerja. Bekerjapun kita tidak pernah lepas dari tanggung jawab….. Setelah kita punya anak maka kita bertanggung jawab untuk kesinambungan hidup mereka, sekolah, sarana hidup, menjaga kesehatan, menjaga segala kenyamanan hidup mereka….. itulah hidup.
Makna dari istilah “tanggung jawab” (responsibility, respons – ability, ability to respons) sendiri adalah “siap menerima kewajiban atau tugas”. Arti tanggung jawab di atas semestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika kita diminta untuk melakukannya sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi, maka seringkali masih merasa sulit, merasa keberatan, bahkan ada orang yang merasa tidak sanggup jika diberikan kepadanya suatu tanggung jawab. Kebanyakan orang mengelak bertanggung jawab, karena jauh lebih mudah untuk “menghindari” tanggung jawab, daripada “menerima” tanggung jawab.
Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain. Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya. Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain. Padahal, “setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan kamu bertanggung jawab atas kepemimpinan itu”. (Al-Hadits, Shahih Bukhari - Muslim)
Tanggungjawab itu sendiri mesti diwujudkan dalam tingkat-tingkat, mulai dari diri sendiri, seperti kata St Paulus, “baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri!”. Jemaat diharapkan juga “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu”.
Bagi saya, seseorang bisa belajar bertanggungjawab jika ia mempunyai tiga sikap dasar, al:
-Tanggalkan dosa:
Maria adalah seorang gadis belia yang tinggal di sebuah kota di Galilea bernama Nazareth. Ibunya bernama Anna. Maria adalah gadis yang sangat tekun dalam doa dan memasrahkan segalanya pada Allah. Hal ini dapat dibaca pada Lukas 1:26-38. Dalam perikop tersebut jelas terlihat bagaimana Bunda Maria dengan iklas dan penuh kesabaran menanggalkan egonya: menerima tanggung jawab yang menurut ukuran manusia sangat berat dan meresahkan. Kepasrahan sekaligus tanggung jawab Bunda Maria dapat dilihat jelas dalam ayat. 38, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Keteladanan Maria adalah metode belajar yang efektif untuk membawa kita menanggalkan dosa.
Kalau saya ingin merumuskan secara lain pengalaman Maria, saya ingin mengatakan: Maria adalah figur iman sejati. Dalam Kitab Suci, dipilih Allah seringkali berarti sebuah Mahkota Sukacita, sekaligus sebuah Salib Dukacita. Allah tidak memilih seseorang untuk sebuah kesenangan belaka, melainkan untuk suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati. Bunda Maria menunjukkan hal itu ketika Malaikat Gabriel datang membawa kabar kepadanya. Berita dari malaikat bukan semata-mata kabar sukacita, tetapi sekaligus sebuah pesan salib. Dialog Maria dan malaikat dapat menjadi bukti, “Bagaimana mungkin hal itu terjadi, karena aku belum bersuami?” Jawab Malaikat, “Roh Kudus akan menaungi engkau.” Sebuah pernyataan yang mengandung risiko tinggi, membutuhkan tanggung jawab sekaligus kepasrahan diri yang total.
-Agungkan cinta:
Sebenarnya dalam masyarakat Yahudi tradisionil, nyanyian pujian mengagungkan cinta, merupakan bagian penting dalam hidup keagamaan yang disampaikan dari mulut seorang imam - hamba Yahwe. Tetapi pujian yang mengagungkan cinta kali ini keluar dari mulut seorang golongan anawim miskin dan diucapkan justru di rumah Zakaria, seorang imam. Yang menjadikan nyanyian Pujian Maria ini sungguh mengagungkan cinta adalah juga karena isi pujian tersebut yang mengandung tiga inti revolusi iman: Revolusi Moral - Revolusi Sosial - Revolusi Ekonomi.
Pertama, yang disebut Revolusi Moral: “Ia mencerai-beraikan orang yang congkak hatinya.” Kekristenan yang mengagungkan cinta harus mematikan kecongkakan atau kesombongan hati orang. Maka kehadiran Yesus sebenarnya menunjukkan bahwa manusia perlu menghargai kehidupannya.
Kedua, yang disebut Revolusi Sosial: “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dan meninggikan orang-orang yang rendah hati.” Kekristenan yang mengagungkan cinta harus meniadakan perbedaan kelas yang mengarah pada diskriminasi sosial, karena praktek ini akan menempatkan martabat manusia pada titik yang paling rendah.
Ketiga, Revolusi Ekonomi: “Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa.” Kekristenan yang mengagungkan cinta harus menjauhkan diri dari ketamakan, di mana setiap orang dengan cara apa pun berlomba-lomba untuk memperoleh sebanyak-banyaknya demi kepentingan diri.
Nyanyian pujian Maria jelas-tegas keluar dari ketulusan hati dan keyakinan imannya akan penyertaan Tuhan. Revolusi atas komitmen hidup justru bisa terjadi dalam dirinya karena keyakinan dasarnya itu. Kita ingin merayakan Natal dengan berpusat pada Yesus, tetapi kehadiran Yesus juga karena kesediaan Maria: seorang gadis desa yang tulus dan jujur dalam memandang rencana dan kehendak Allah.
-Jawablah dalam doa:
“Anda tidak bisa lari dari tanggung jawab hari esok dengan menghindarinya pada hari ini”, begitulah tukas Abraham Lincoln. Untuk itulah, pesan Bunda Maria kerap berisi pesan pengharapan untuk berani menghadapi tantangan dan dan tidak lari dari tanggung jawab, “Tetapi, berdoalah anak-anakku. Tuhan akan mendengarkan kalian dalam waktu dekat. Putraku membiarkan DiriNya tergerak oleh belas kasihan.”
Ingatlah, dalam kacamata liturgi Gereja, setelah perayaan penuh sukacita selama limapuluh hari, setiap tahun Masa Paskah diakhiri dengan Hari Raya Pentakosta. Hari raya ini biasa disebut sebagai “hari ulang tahun” Gereja, hari di mana “penuhlah mereka dengan Roh Kudus.” (Kis 2:4). Pentakosta dirayakan sepuluh hari setelah Hari Raya Kenaikan Tuhan kita Yesus Kristus. Kisah Para Rasul mengisahkan bahwa pada masa itu “Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus.” (Kis 1:14). Jelasnya, menurut Kisah Para Rasul, sesudah kenaikan Yesus ke surga, kurang-lebih 120 jiwa berkumpul di Kamar Atas pada peristiwa terpilihnya Matias untuk mengisi posisi Rasul yang ditinggalkan Yudas Iskariot, di mana Maria adalah satu-satunya orang yang disebutkan namanya selain ke-12 rasul serta para kandidat (Kis. 1:12-26, khususnya ayat 14, meskipun disebutkan dalam ayat ini bahwa saudara-saudara Yesus juga hadir).
Dkl: Gereja biasa menggambarkan Santa Perawan Maria bersama para rasul dan para murid yang berkumpul bersama pada hari Pentakosta yang pertama. Bunda Maria adalah teladan bertekun dalam doa yang dipersatukan dalam kesatuan akal budi dan hati dengan para anggota pertama Gereja. Bunda Maria ada sejak awal mula Gereja. Ia ada pada saat Kabar Sukacita ketika dalam kesediaannya yang bersahaja, dengan hati yang tulus murni, mengijinkan Putra Allah mengambil daging dalam rahimnya yang perawan. Sekarang, pada hari raya Pentakosta, ketika misi apostolik Gereja dimulai, Bunda Maria ada juga di sana. Ia adalah gambaran sempurna dari Gereja yang berdoa. St. Anselmus, penuh sukacita atas pemikiran ini, berseru, “Oh, sumber kepercayaan yang terberkati! Oh, tempat pengungsian yang aman! Bunda Allah adalah bundaku juga.”

5.Maria - Mau Rendah Hati Ikut Allah.
Maria adalah seorang gadis belia, mungkin usianya masih belasan tahun, ketika ia menjadi Bunda Yesus. Kemungkinan besar Maria dilahirkan di kota Sepphoris, yang terletak di sebelah utara Palestina. Sepphoris adalah sebuah kota besar di mana bangsa Yahudi dan bangsa Romawi hidup berdampingan dengan damai.
Sepphoris merupakan ibu kota Galilea. Kota itu memiliki banyak rumah yang indah dan bahkan sebuah gedung teater yang besar. Sepphoris hancur luluh dilanda gempa bumi besar ketika Maria masih kanak-kanak. Jadi keluarga Maria pindah beberapa mil jauhnya ke Nazareth, sebuah dusun kecil yang berpenduduk hanya 150 hingga 300 orang (“Nazareth” dalam bahasa Ibrani mempunyai dua arti yang berbeda, bisa berarti “lili, bunga bakung” yang merupakan simbol kehidupan, dapat juga berarti “keturunan”).
Sosok Bunda Maria sendiri telah melekat di benak setiap orang katolik. Hatinya yang penuh kasih dan ketaatannya kepada Tuhan membuat ia mendapatkan karunia kudus dengan mengandung Putra Allah. Sikapnya yang peka terhadap orang lain dan situasi di sekitarnya membuatnya menjadi Ibu kebijaksanaan. Peranan Maria dalam mengasuh Yesus di tengah keluarga Nazaret membuat Yesus pun menjadi putra yang bijaksana. Kebijaksanaan Yesus bukan semata-mata karunia dari Bapa-Nya di Surga tetapi memang nyata juga berasal dari didikan Maria sebagai bunda yang tidak gegabah dan bijaksana dalam bertindak. Itulah kehidupan keluarga Maria dua ribu tahun yang lalu, yang sederhana, harmonis dan bahagia. Pada zaman sekarang, apa yang bisa kembali kita petik dari Maria?
Kita sebetulnya bisa lebih belajar menjadi “Maria-Maria jaman sekarang”, ketika kita sungguh bersedia sejenak bijak merenung-menungkan arti nama Maria. Nama Maria itu punya arti, yakni: Mau Rendah Hati Ikut Allah.
-Mau:
Setiap tindakan kasih dimulai dengan “mau” dulu. Maria adalah tanah terbuka, mutlak terbuka “mau” kepada Allah. Maria, seorang perempuan biasa ciptaan kecil dan lemah menjadi luar biasa dan tak terbatas karena “mau”-nya kepada Allah adalah “mau” tanpa batas.
-Rendah hati:
Alkitab sangat menjunjung sikap rendah hati: Kerendahan hati mendahului kehormatan (Amsal 15:33), namun tinggi hati mendahului kehancuran (Amsal 18:12). Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan (Amsal 22:4).
Banyak ayat kitab suci yang mengatakan orang-orang rendah hati akan mewarisi bumi: “Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang (Maz 22:7), dimahkotai dengan keselamatan (Maz 149:4), dan menerima pujian (Amsal 29:23).” Sebab itu umat Tuhan dianjurkan agar mencari dan mengenakan kerendahan hati (Zef 2:3, Kol 3:12). Hendaklah kamu selalu rendah hati (Efesus 4:2, Filipi 2:3). Kerendahan hati sendiri bukanlah suatu sikap yang sekadar menganggap diri penuh kelemahan dan kekurangan dan sebaliknya orang lain penuh kekuatan dan kelebihan. Kerendahan hati adalah suatu sikap yang merendah dan terbuka di hadapan Allah. Kerendahan hati adalah suatu sikap hidup yang menganggap orang lain sama penting dan mulianya dengan diri sendiri dan karena itu dengan ikhlas menghormati dan melayaninya tanpa merasa hina atau rendah.
Lebih dalam, kerendahan hati adalah suatu sikap hidup yang terus-menerus membuka diri untuk dikoreksi dan tak pernah mengklaim kebenaran sebagai monopoli diri sendiri. Pada akhirnya kerendahan hati adalah sikap yang membuka diri kepada pertolongan orang lain dan terutama Allah. Allah memanggil kita bersikap rendah hati sebagaimana diteladankan oleh Maria. Allah tidak pernah menuntut banyak dari kita. Dia hanya menuntut tiga hal, satu diantaranya: hidup rendah hati. (Mikha 6:8). Lantas bagaimana? Rendahkanlah hatimu seperti Maria, dan terimalah berkatNya berlimpah-limpah.
Jelas, Maria sendiri sadar dengan rendah hati bahwa ia hanyalah seorang hamba (Luk 1:38). Ketika Malaikat Agung Gabriel datang untuk memaklumkan kepadanya bahwa dialah yang dipilih Tuhan menjadi Bunda PutraNya, dia dapat saja menolak. Tetapi dia menerimanya bahkan meski dia tahu bahwa penderitaan-penderitaan yang tak disampaikan akan menyertainya, dan bahwa dia akan menjadi Ratu Para Martir. Dia menerimanya dengan rendah hati demi kasih kepada manusia berdosa. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. (Efesus 4:2)
-Ikut Allah:
Ukuran mutu iman Maria bukan pada terkabul atau tidaknya doa-doanya, tapi pada kesungguhannya untuk mengikuti jejak Kristus dalam seluruh pengalaman hidup yang ditawarkan Tuhan: “Bukan kehendakku, tapi kehendakMu yang terjadi”. Maria memahami benar apa kehendak Allah dan ia setia serta taat ikut Allah. Maria tidak diceritakan dalam kisah-kisah Injil mengenai Transfigurasi ataupun masuknya Yesus dengan jaya ke Yerusalem, tetapi ia malahan diceritakan ada di kandang Betlehem yang kotor, di perjalanan yang melelahkan dari Israel ke Mesir, juga di Kalvari yang penuh duka.
Injil Yohanes 19:25 mengatakan, “Dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.”. Atas amanat wasiat Kristus dari atas salib, Bunda Maria dimaklumkan sebagai Bunda seluruh umat manusia.

6."Sitanala" - Siapkan jalan, Taklukkan setan, Naikkan iman, Layani Tuhan.
Adalah Dokter JB Sitanala yang kini namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit khusus bagi penderita kusta yang terletak di Jalan Sitanala, Kota Tangerang. Rumah sakit seluas 22 hektar itu, yang dibangun sejak 1951 oleh pemerintah didirikan untuk mengenang jasa-jasanya sebagai tokoh yang sangat menaruh perhatian pada penyakit satu ini.
Dr. JB. Sitanala sendiri adalah seorang dokter, tokoh di Maluku yang berjasa dalam bidang kemasyarakatan pada umumnya dan bidang pendidikan pada khususnya.Ia juga yang merintis usaha mendampingi dan mengobati para penderita kusta di Indonesia. Kusta sendiri adalah penyakit yang ditakuti oleh setiap orang. Hampir semua orang akan menjauhi para penderita kusta hanya karena takut tertular penyakit tersebut. Sekalipun mereka sudah dinyatakan sembuh dari kusta, namun tidak jarang orang-orang akan mengucilkan mereka. Hal ini juga berlaku bagi keluarga dan anak-anak mereka, walaupun keluarga mereka tidak mengidap penyakit tersebut tetapi masyarakat cenderung menjauhinya.
Saya beberapa kali mengunjungi rumah sakit kusta ini. Natal terakhir 2008 saya diminta juga memberikan renungan disana. Satu hal yang saya angkat adalah ternyata nama Sitanala itu punya empat arti dasar, yakni: Siapkan Jalan, Taklukkan setan, Naikkan iman dan Layani Tuhan.
-Siapkan Jalan:
Natal menjadi ada, ketika setiap orang mau siapkan jalan bukan? Yohanes pembaptis menyiapkan pesan pertobatan. Malaikat menyiapkan kabar gembira. Yosef menyiapkan perasaannya. Tiga Majus, Kaspar Baltasar dan Melkhior menyiapkan hadiahnya. Para gembala menyiapkan kandangnya. Maria juga tak mau kalah, ia menyiapkan rahimnya juga. Setiap orang juga diajak menyiapkan jalan agar setiap orang yang dijumpai bisa melihat Tuhan lewat hidupnya.
-Taklukkan setan:
Que soy era Immaculata. Pernyataan ini adalah ucapan Maria ketika menampakkan diri kepada Bernadette Soubirous di Goa Lourdes: “Aku adalah Yang Terkandung Tanpa Noda”. Dan lewat hidupnya yang tidak bernoda, Gereja menampilkan patung/gambar Bunda Maria menginjak ular sebagai tanda kemenangan Tuhan atas setan. Bagi saya sendiri, ketika Maria menyimpan semuanya dan merenungkannya dalam hatinya (baca: berdoa), itulah salah satu cara Maria untuk setia taklukkan setan (Luk 2:51). Dkl: kita diajak belajar dari Maria supaya berhati-hati dalam setiap kata dan tindakan kita."O Maria, yang dikandung tanpa dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu.”
-Naikkan iman:
Nabi Yesaya pernah menegaskan, “jalanKu bukan jalanmu – pikiranKu
bukan pikiranmu – rencanaKu bukan rencanamu.” Hidup Maria itu juga penuh dengan iman yang harus digelut-gulat-geliati. Maria memulai perjalanan itu, tatkala ia bertekad di hadapan malaikat sang pembawa berita tentang kehamilannya yang adalah buah pekerjaan Roh Kudus, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38). Dan sejak saat itu, Maria pun menapaki perjalanan penuh ujian dan godaan. Ia harus menghadapi cemoohan penduduk Nazareth berkenaan dengan kehamilannya “di luar nikah”. Maria harus melahirkan di kandang yang kotor dan bau. Berjalan kaki dari Nazareth ke Betlehem. Bersama-sama dengan Yusuf dan Sang Bayi, ia harus mengungsi ke Mesir guna menghindari kebengisan para prajurit Herodes. Ditinggal suami tercinta dan, ujian terberatnya adalah menyaksikan anaknya sendiri, dieksekusi mati. Disinilah ia mengajak kita juga mau untuk naikkan iman.
-Layani Tuhan:
Karol Woytilla (alm Paus Yohanes Paulus II) kerap mengajak kita belajar beriman dari Maria bin Hana, seorang ibu rumah tangga sederhana dari desa Nazareth. Dari bibir Maria yang begitu murah hati, Yesus kecil belajar nada-nada indah yang mengalun merdu dalam sepak terjang hidupnya. Pada masa kanak-kanak, sebelum tidur, Yesus kerap mendengarkan Maria berdongeng tentang Yahwe dan pahlawan-pahlawan Israel dan Yudea.
Sebagai seorang ibu, bagi Maria tidak ada tugas yang lebih berharga daripada melayani dan membawa anak semata wayangnya kepada kedewasaan yang integral. Ibu rumah tangga yang sederhana dari desa Nazareth ini adalah ratu tanpa mahkota. Ratu tanpa seuntaipun perhiasan emas-permata. Lencana kehormatannya adalah celemeknya di dapur. Perhiasannya tampak ketika dia sedang asyik mencuci piring, mencuci-menyetrika pakaian sambil tersenyum bahagia. Begitulah, kehidupan Maria hanyalah terdiri dari rentengan pekerjaan pelayanan yang begitu sederhana, seperti yang dilakukan ribuan ibu yang lain.
Bedanya, setiap kali ia membuka mata di pagi hari, nyala api cinta di dalam hatinya hanya tertuju kepada Tuhan. Betapa indah pelajaran yang diberikan Maria: tak ada sesuatu yang terlalu remeh untuk dilakukan bila demi cinta dan pelayanan kepada Tuhan bukan? "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja." (Yohanes 9:4).

7.Yohanes 2:1-11: “Per Mariam ad Jesum”
Visi Gereja Indonesia, khususnya Keuskupan Agung Jakarta sejak 1990 adalah menjadi Gereja yang Mandiri, Misioner, Berdaya Pikat dan Berdaya Tahan. Setiap keluarga dipandang juga sebagai gereja mini (basic eccelesia),maka juga dipanggil menjadi gereja yang Mandiri, Misioner, Berdaya Pikat dan Berdaya Tahan. Mengambil inspirasi dari kisah perkawinan di Kana, di mana lewat Maria, Yesus membuat mukjijat untuk pertama kalinya (Per Mariam ad Jesum), saya angkat satu perangkat nilai yang bisa dibangun oleh sebuah komunitas beriman, dalam filosofi “CaBe LoTiSS”:
Cabe itu pedas.
Maka musti pedas (dalam artian positif), musti terasa kehadiran dan peranannya, jelas kontribusinya. Yesus bersabda ”Untuk apa garam yang kehilangan asinnya, selain dibuang dan diinjak-injak orang?” Setiap anggota (juga perwira) Kita musti punya rasa, bahasa populer-nya Nescafe…tunjukin rasa lo!
Lotis itu aneka buah.
Keragaman yang menyegarkan. Unitas in Diversitas! Setiap pribadi menyumbang rasanya dalam sebuah presidium, kuria atau senatus. Seperti panggilan Samuel, Yeremia, Yesaya, kita dipanggil secara pribadi masuk ke dalam sebuah kelompok, tapi kita dipanggil juga dalam kesatuan, seperti jemaat perdana, kelompok dua belas atau gereja awal. Dalam kebersamaan, setiap keluarga diajak untuk mengembangkan persekutuan, pelayanan, ibadat, pengajaran iman, kesaksian dalam kesehariannya. Inilah kita. Satu tubuh banyak anggota. Masing-masing berkontribusi untuk satu tubuh yang sama.
Mengartikan teks:
Filosofi “Cabe Lotis” sendiri merupakan kependekan dari penggalan 5 kata bijak, yakni: caring, bearing, loving, transforming, dan sharing. Sekarang apa nilai yang dikandung Cabe Lotis?
A. Caring
Pesta perkawinan di Kana kalo sampai kehabisan anggur, kemungkinan besar karena yang hadir mbludak seperti pentas Inul Daratista misalnya. Artinya apa? Artinya banyak orang yang peduli pada kebahagiaan kedua mempelai dan keluarganya. Yesus datang juga bersama Maria dan para murid.
Mereka datang karena peduli. Di tengah-tengah pesta ternyata anggur habis, panitia bingung, malu, cemas, takut. Maria tahu! Dia peduli! Dan dia coba ikut memberi kemungkinan solusi dengan bicara pada Yesus yang nampaknya cuek karena waktunya belum tiba untuk membuat sesuatu yang luar biasa. Tapi lihat, karena kepedulian Maria, kehendak Allah berkaitan dengan waktu bisa diubah. Hati Allah yang maha kasih itu tersentuh. Lalu panitia pesta tidak jadi malu karena habis anggur, tapi malu karena dipuji anggurnya kok enak banget.
Bisa jadi, kalo ada anggota yang lagi cuek, kita diundang untuk peduli. Kalo ada yang lagi sakit, baik juga kalau dibuatin masakan fave-nya. Kalo ada yang lagi sedih karena putus cinta misalnya, ya boleh jadi bahagia kalau disapa oleh yang lainnya. Kepedulian soal hati, itulah caring: menangkap gerak kepri-HATI-nan dan kegembiraan yang lain.
B. Bearing
Ada kisah abad 15 di Jerman, desa kecil.
Sebuah keluarga dengan 18 anak, 2 anak bercita-cita sekolah seni, tapi tahu keuangan keluarga sulit diharapkan. Lalu dibuat konsensus: Undian dengan koin. Yang kalah akan bekerja di tambang terdekat dan hasilnya dipakai studi yang menang. Saat yang menang selesai studi, ganti dia membiayai studi yang kalah terserah dengan cara apa.
Begitulah satu orang, yakni Albert pergi bekerja di tambang, yang satu lagi, yakni Albrecht pergi studi. Empat tahun kemudian studi selesai, Albrecht pulang disambut perjamuan makan meriah. Albrecht memberi sambutan, toast, dan berkata: “Albert, trima kasih.. sekarang giliranmu untuk kuliah mengejar cita-citamu, aku akan membiayaimu.” Albert duduk sambil meneteskan air mata, menggeleng-gelengkan kepala sambil tersedu2 dan berulang berkata” tidak.. tidak…”. Akhirnya dia bangkit, menghapus air matanya dan mengulurkan tangan ke Albrecht: ”Tidak saudaraku, terlambat bagiku untuk pergi belajar. Lihat… apa yang terjadi dengan tanganku selama empat tahun dalam tambang. Tulang-tulang pada setiap jari sudah remuk, aku menderita radang sendi berat hingga bahkan untuk memegang gelas anggur untuk menyambut ucapan selamatmu tak mampu, apalagi untuk membuat garis2 di kanvas… tidak saudaraku….”
Untuk menghormati Albert atas segala pengobanannya, Albrecht Durer dengan seksama menggambar tangan-tangan saudaranya yang menderita dengan telapak tangan menyatu dan jari2 bengkok menunjuk ke angkasa. Lukisannya diberi judul ‘hands”, tapi dunia hingga sekarang menamainya “tangan2 yang berdoa”. Saling menanggung, itulah bearing. Kalo pagi tadi ada yang telat bangun dan lupa menyiapkan sarapan pagi karena kesiangan, tapi ada wajah baru, yakni si ayah atau suami ata bahkan anak-anaknya yang menggantikan, itu bisa karena kesediaan saling menanggung.
C. Loving
Kata Paulus, ada trilogi penting bagi orang Kristiani; Iman, harapan dan kasih, dan yang terbesar adalah Kasih. Kasih Bunda Maria dan kasih Yesus, membuat mukjijat Kana menjadi ada. Kasih mengalirkan kebaikan. Itulah loving! Khalil Gibran dalam Sang Nabi pun berkata: Saat cinta menuntunmu, ikutlah dengannya walau jalan yang harus kau tempuh berliku. Dan saat sayap-sayapnya merangkulmu, serahkanlah seluruh dirimu padanya walaupun pedang2 yang ada dibalik sayap2 akan melukaimu. Sebagaimana cinta memahkotaimu, ia menyalibmu. Menumbuhkan juga memangkasmu. Saat engkau mencintai jangan katakan Tuhan ada dalam hatiku, tapi ucapkan, aku ada di hati Tuhan.
D. Transforming
Inilah inti kisah Kana: perubahan air menjadi anggur. Inilah juga yang diharapkan. Anggur adalah tanda suka cita dan antusiasme pesta perjamuan perkawinan Yahudi. Maka bagaimana membuat setiap anggota keluarga menjadi lebih bermutu, lebih memberi suka cita. Suatu perubahan dari dalam. Itulah transformasi. Kita bisa belajar dari Tiram: Sebutir pasir terbawa arus masuk ke dalam cangkangnya, melukai dagingnya yang halus dan lembut. Ia tak berdaya melepaskannya. Apa yang dilakukannya? Ia mengeluarkan lendir, membungkus pasir itu, dan setelah berbulan bertahun lewat, sebutir pasir itu telah berubah menjadi mutiara. Mulanya dari sesuatu yang remeh, kecil, menyakitkan, sederhana, tapi Tuhan mengubah menjadi mutiara indah yang mahal harganya.
E. Sharing
Perubahan air menjadi anggur tidaklah untuk dinikmati panitia pesta sendiri. Yo.. yo..yo… disimpan, nanti diminum sendiri ..nggak… anggur yang nikmat itu ada untuk dibagikan. Ini soal berbagi sukacita, berbagi rahmat. Ibarat cermin, tugas setiap anggota keluarga, yakni memantulkan cahaya ilahi yang kita terima ke sudut-sudut yang paling gelap sekalipun. Ajak kita semua menikmati kegembiraan itu. Kita mau saling berbagi sinar yang kita terima untuk menerangi juga saat-saat sedih pedih dari pengalaman hidup kita. Aku berbagi, maka aku ada, itulah sharing.

Sebuah panggilan:
Bisa jadi, setiap anggota keluarga dipanggil untuk menjadi seperti pelayan-pelayan yang diminta Yesus menuangkan air ke dalam tempayan besar. Tuhan membutuhkan kita untuk mengubah dunia menjadi lebih baik. To make a Better World. Itulah serving. Seperti idaman Michel Jackson. Heal the world, make a better place, for you and for me and the entire human race. Baiklah sebagai kado Paskah bagi Yesus dan Maria, kita mau mulai belajar menjadi keluarga beriman, yang lebih punya caring, bearing, loving, transforming dan sharing. Semoga!!!

Intermezzo:
Tuhan, Gerejamu Indah Hari Ini
Sepenggal kalimat sederhana di atas itu nongol dari mulut centil seorang gadis manis, ceriwis, kritis - pun romantis. Bening manis-klasik garis-garis wajah manjanya, mata bening cerdasnya seperti burung gelatik zaman Adam Hawa, segar canda tawanya, pecicilan-lincah penuh improve, langsing-nyiur di kaki-betis-tangan-pinggang-leher jenjang, primadona sejak orok, bintang pun aktivis yang tetep feminis, blasteran mandarin plus jawa ningrat.

Dialah sosok katekumen muda belia jenaka-penuh gaya ceria. Larasati Noviana namanya. Atik-panggilannya. Nama yang indah. Ia kini duduk pada kelas terakhir SMP khusus kaum hawa, empunya para suster ursulin Jalan Pos-persis sebelah Katedral Jakarta. Sejak masuk SD Katolik empunya para bruder baik hati di bilangan Jakarta Selatan, ia sebetulnya tertarik untuk dibabtis. Tapi, orangtua dan sanak family-nya selalu bilang: no way!!. Makanya, ia mesti main petak umpet bila mo ke gereja, pun pula kalo ikut pelajaran katekumenat. Tapi, Tomorrow never dies, katanya dalam hati – vokoke pede abis deh.

Pada hari Minggu, Medio Desember-tahun lalu. Atik ‘jutek’ alias ‘bete’ tujuh keliling nyari seribu atu stratak (strategi-taktik) agar bisa ngikutin misa di gereja, karena keluarganya slalu melarang. Harapannya kerap pupus-hangus. Sedih-perih-pedih bercampur-baur. Kerap, ia ‘jealous’ pada teman-temin sebayanya yang bisa leluasa ngikut misa ke gereja: “Ah, aku ingin s’perti mereka, kapan yach aku bisa seperti mereka?? Ungkapnya

Petang, seminggu menjelang natal tahun lalu. Adiknya: Setadewa Novianus - sosok casanova yang suka senyum kuda lirak-lirik tanpa basa-basi dengan senyum item manis legit, minta ditemani ‘ngedinner’ (makan malam) di luar sambil sekalian nyari gitar ‘second hand’ di dekat stasiun Cikini. Berangkatlah mereka berdua by bus.

Saat makan pecel lele lalapan khas Sundanese, plus teh manis agak kentel kelas gopek-an..., mata cerdas Atik tertuju pada para pengamen bernyali muda semuda pohon toge ijo belia yang sedang ‘in action’: “Jinggle bells-jinggle bells, jinggle on the ways......” Ia terkesan!! Diajaknya ngobrol mereka. Mereka berkisah tentang sulitnya mencari sesuap nasi. Grogi rasanya ketika ia diajak nyanyi bersama, tapi toh ia mau juga.

Pun, ketika adiknya sedang asyik me’lego’ harga gitar, Atikpun-dengan gagah gemulai-terkesan zantan cuek bebek duduk-duduk di trotoar sembari ngobrol ngalor-ngidul dengan seorang simbok tua penuh wicaksana, yang berjualan di situ. Si simbok tadi dengan bahasanya yang bersahaja berkisah tentang petir-getir kehidupan. Nyala redup senthir (lampu minyak) menari-nari penuh seni ditiup angin malam yang agak dingin.

Sejenak Atik terkesima (sambil batuk-batuk kecil ala irama Samba-Tango khas Amerikano Latinesenya Ricky Martin), kala sadar apa yang terjadi, spontan ia hening-tunduk pun merenung:“Alamakzan Tuhan, GerejaMu Hari ini Tampak Begitu Indah, Engkau sudi menjumpaiku di luar tembok bangunan gereja……..”

Sepenggal kisah lain: Jessica-seorang gadis belia-ala sub kultur MTV. Ketika baru berumur 14 tahun, ia sudah mesti kehilangan kedua kakinya, tak bisa mendengar lagi dan matanya tak dapat melihat jelas lagi. Padahal, mulanya ia hendak misa kudus di gereja dekat rumahnya. Namun, malang tak dapat ditolak, ia kena bom yang meledak di gereja St.Anna. Kini, ia hidup berteman kaki palsu. Kini, Jessica muda cacat-tak tentu cita. Kini, senyumnya tak pernah terumbar lagi, mungkin agak hambar-tawar. Di Timor Leste, ada si Martinus, jejaka 13 tahun-an, keluarganya tewas naas. Kini, ia yatim piatu dan tak bersekolah lagi. Kini, sepasang kakinya-yang biasanya elegan bermain bola ala Maradona pun mesti diamputasi karena kebrutalan para milisi.

Bicara seputar anak kecil dan remaja (ala Atik, Jessica dan Martinus) kerap tak ada habisnya. Misalnya, ditilik dari bingkai historis: Dahulu, Kaisar Barbarosa (Kaisar Jerman: Friedrich, si janggut merah, 1152-1190) pernah bermaklumat agar setelah lahir, semua anak, langsung dirawat khusus. Instruksinya: Anak-anak itu kudu dijaga agar jangan sampai mendengar suara manusia. Kaisar berharap agar semua anak kecil ntu berbincang dengan bahasa khas taman firdaus, bahasa yang seasli-aslinya: “yang asli….lengket di hati,” mungkin begitu gumamnya dulu. Survey membuktikan:…..anak-anak itu malahan berbicara tak keruan, bahkan ada yang sakit. Dari cerita tersebut, kita meyakini bahwa wajah dan hati anak kecil adalah wajah dan hati tanpa dosa. Bahasanya hadits nabi: “setiap anak lahir dalam keadaan suci (fitrah).” Bahkan Yesus dari Nazaret pernah berujar: “Biarlah anak-anak datang padaKu. Barangsiapa tidak bisa menjadi seperti anak-anak, tidak bisa masuk ke dalam Kerajaan surga.”

Para sobat muda, lalulintas masyarakat dunia kita adalah situasi yang tidak aman pun mapan, tapi tercerai berai. Fenomen ini tampak jelas lewas rentengan narkoba-seks bebas, budaya instant-hedonis, pun lewat potret berdarah dari Aceh, Ambon, Timor, Papua, Kuta Bali sampai Irak. Dunia kita yang dulunya kosmos kini kerap menjadi khaos yang makin merumit. Kerap tampak, korbannya melulu adalah anak-anak kecil. Mereka menjadi terlantar, miskin, cacat, sakit, tak jelas asalnya!! Seperti tulisan harian Anne Frank, seorang gadis Yahudi, korban holocaust Nazi diantara 1.500.000 anak lainnya: “Suatu hari, perang gila ini kan usai, waktunya akan tiba bagi kami tuk menjadi manusia kembali.” (Tempo, Juli 2001). Banyak diantara mereka ada dalam ketidakpastian dan penantian. Mereka terpisah dari afeksi pun harta benda. Terpinggir oleh ganasnya arus zaman modern. Terceraikan dari kerabat dan sahabat. Tersingkirkan dari orangtua. Mereka saling merindukan, saling ingin menghadirkan dan menghibur.

Di sekitar kita, banyak juga anak kecil yang bagaikan jatuh dari langit, karena tak jelas siapakah orang tuanya. Anak itu tidak tahu, bahkan mungkin memang tidak boleh tahu dan jangan sampai tahu. Wajah-wajah mungil itu mesti hidup dalam bayang-bayang suram, padahal mereka adalah anak yang diperkenankan bertingkah polah nakal tanpa harus dihukum. Belum lagi, ditilik dari soal abortus, ‘percaya-‘ngga’ percaya’: hasil riset Allan Guttmacher Institute melaporkan bahwa setiap tahun ada 55 juta bayi digugurkan (1 hari: 150.658 bayi, 1 menit:105 nyawa bayi direnggut).

Ini adalah fakta, ini adalah realitas sosial sejati! Seperti ramalan Celestine, pelbagai kejadian hidup dan fakta sosial di atas bukanlah sekedar kebetulan belaka. Bila pelbagai kejadian itu dipertemukan, dirangkai dan diuntai, maka akan lahirlah makna serta aksi iman yang berdaya pikat. Sayang, benar-benar sayang kalau makna dan aksi iman kita ….nyaris tak terdengar. Perlu diketahui, setiap ada misa kaum muda sedunia di lapangan Basilica Saint Peter, Vatican, Paus kerap berkata: “Wahai orang-orang muda, kamulah harapan gereja, kamulah harapan dunia. Dan kepada kamu, aku menaruh harapku.” Kami butuh gairah hidup orang muda. Gairah orang muda membuat dunia lebih dinamis, dan penuh semangat bergerak menjawab panggilan Tuhan.”

Kini, para misionaris muda ditantang untuk berani dan bersemangat diutus memberikan wajah Tuhan bagi sesama. Marilah kita berjalan bersama: bergandengan tangan, bergandengan pikir, bergandengan hati, menyatukan visi, dan mimpi demi suatu misi ilahi. Ok,!! Selamat membuat Gereja selalu indah oleh karya nyatamu setiap harinya. Selamat berkiprah menjadi sang pembebas dalam dan bersama Allah, better late than never!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar