Ads 468x60px

Minggu, 14 Mei 2017


Pesta S. Matias, Rasul
Kis 1:15-17.20-26; Mzm 113:1-2.3-4.5-6.7-8; Yoh 15:9-17
“Non scholae, sed vitae discimus - Kita belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup. “
Adagium yang saya tulis dalam buku Carpe Diem" (RJK, Kanisius) dan berasal dari surat-surat Seneca pada “Epistulae morales ad Lucilium” ini merupakan penyadaran integral bahwa kita diajak untuk terus ber - “sekolah” setiap hari.
Ya, bersama teladan salah satu murid Yesus yakni St Matias (Yun: Matthias, Ibrani: Mattathias: “anugerah atau hadiah Allah”), yang kita pestakan hari ini, kita diajak untuk terue ber-"sekolah" dengan tiga jalan iman, yakni: “SEtia, dan KOkoh, ikut AlLAH.”

1.Setia:
Dalam Kitab Suci, nama Matias hanya tercatat dalam Kis 1:23,26. Menurut kisah itu, Simon Petrus mengusulkan agar ditambahkan seorang ke dalam bilangan kesebelas rasul untuk menggantikan tempat Yudas Iskariot. Syaratnya adalah “seorang dari mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami, yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke surga meninggalkan kami, untuk menjadi saksi dengan kami tentang kebangkitan-Nya” (Kis 1:21-22).
Ya, syarat agar seseorang dapat menjadi rasul adalah memiliki “kesetiaan”, yakni selalu mau mengalami kehidupan bersama dengan Yesus dan para murid-Nya. Matias sendiri adalah salah seorang dari tujuh puluh murid Yesus yang setia (“SElalu Taat dan Ingat Allah”, buku Family Way, RJK, Kanisius) menyertai hidup Yesus dari pembaptisan Yohanes sampai kenaikan Yesus ke surga.
2.Kokoh:
Dalam sejarah Gereja, Eusebius menulis bahwa Matias dipilih untuk menggantikan posisi Yudas Iskariot dan selama kerasulannya ia dikenal sebagai pejuang yang kokoh. Menurut Sinopsis Dorotheus, Matias memberitakan Injil dengan gigih dan kokoh kepada orang-orang kanibal di pedalaman Etiopia.
Yang pasti, peran pengganti tidak selalu jelek, bukan? Matias bagaikan “ban serep” atau “pemain cadangan” yang memainkan perannya secara kokoh dan tangguh, walau kadang awalnya hanya dipandang sebelah mata dan tidak banyak diperHATIkan oleh yang lain.
3.Ikut Allah:
Menurut metode pemilihan kuno, hasil dari pembuangan undi dalam suasana doa diyakini sebagai kehendak Allah yang penuh kasih.
Disinilah, di tengah para rasul, Matias dipilih untuk mengikuti Allah lewat jalan cintakasih. Belajar dari Yesus yang menunjukkan model mengasihi: "Inilah perintah-Ku, supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh 15:12), Matias juga menunjukkan cintakasihnya dengan berani mengikuti “via dolorosa-jalan salib” Allah sendiri. Ia dirajam oleh orang-orang Yahudi dan dipenggal kepalanya di Yerusalem. Relikwinya sendiri dibawa oleh Ratu Helena ke Roma dan disimpan di Basilika Maria Maggiore. Relikwinya juga ada yang tersimpan di kota Trier — Jerman, dimana dia dijadikan santo pelindung untuk kota itu sampai sekarang.
“Mbak Tyas suka makan bakmie - Santo Matias doakanlah kami.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB:
1.
"Discipulorum Domini - Para murid Tuhan."
Pada perjamuan malam terakhir, Yesus bersabda kepada para muridNya, “Kasihilah seorang akan yg lain.” Ia mengajak kita untuk belajar saling mengasihi bukan menyakiti, belajar saling memahami bukan saling menghakimi.
Di tengah budaya orang yang banyak ber-negatif thinking dan mudah men-cap buruk org lain, Yesus mengajak kita menjadi murid yang benar-benar terpilih seperti teladan Matias yang terpilih untuk menggantikan Yudas yang laknat dan berkhianat.
Adapun 3 ciri murid Tuhan yang terpilih untuk saling mengasihi, antara lain:
A."To share":
Ia mengajak kita untuk rela berbagi kehadiran dalam kebersamaan dengan Tuhan dan GerejaNya, yang paling tampak dalam keluarga kita masing-masing, berbagi "smiling + shining", senyum + sinar bagi yang lain.
B."To care":
 Ia selalu datang untuk berpeduli ("care": Lat: cordis: hati). Ia mempunyai hati kepada yang lain, tidak mudah egois tapi mudah ber-empati kepada yang lain sehingga bersolider dan berhati hati dalam perkataan dan tindakan pada yang lain.
C."To bear":
Ia mengajak kita untuk saling menanggung beban yang lain, tidak sibuk dengan urusan sendiri tapi mau belajar menjadi berkat bagi yang lain. Ketika ada yang bermasalah, kita diajak untuk mau ikut menanggung beban dan bukannya malahan menjadi batu sandungan untuk yang lain.
"Cari batu di Colomadu - Mari bersatu dengan hidup yang terpadu."
2.
“Auditui meo dabis gaudium et laetitiam - Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita.”
Inilah yang saya rasakan ketika mempersembahkan misa kudus bersama para tuna rungu di aula LDD Katedral Jakarta.
Inilah juga yang saya rasakan pada bac injil hari ini: “Semuanya ini Kukatakan kepadamu supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu, dan sukacitamu menjadi penuh.”
Inilah "kegirangan dan sukacita" karena iman. Inilah sukacita Yesus sendiri, yang tidak bisa dihapus oleh pengalaman hidup sepahit apa pun.
Sukacita dari Yesus adalah pengalaman dikasihi dengan kasih Ilahi, bersatu dengan Dia dan harapan akan keselamatan kekal.
Yesus sendiri menggunakan ilustrasi kasih persahabatan untuk menunjukkan bagaimana bisa menghasilkan buah yg penuh sukacita dan kegirangan: “Kasih terbesar dari seorang sahabat adalah ketika ia memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Yesus membuktikan diri-Nya penuh dengan kasih. Ia mengasihi Bapa dengan taat kepada perintah-Nya dan Ia mengasihi para murid-Nya dengan rela mati demi keselamatan mereka.
Sekarang Yesus menantang kita untuk membuktikan kasih kepada-Nya, yaitu dengan mentaati perintah untuk saling mengasihi. Hanya dengan tinggal terus di dalam Yesus, kita sanggup untuk saling mengasihi.
Indahnya, pada waktu kita saling mengasihi, kita jd "naik tingkat/next level", bukan lagi hamba (servus) tetapi sahabat (socius).
Lebih lanjut, kepada sahabat-sahabatNya, Ia menyatakan isi hati-Nya, yaitu kerinduan-Nya untuk menyelamatkan isi dunia.
Ia ingin memakai dan mengutus kita agar pergi ke tengah-tengah dunia, untuk menjadi alat anugerah Allah yang bersahabat, yang memperkenalkan Kristus sebagai sumber sukacita dengan hidup saling mengasihi dlm karya-ucapan dan doa.
"Makan babat di Rawasari - Jadilah sahabat yg wajahnya berseri-seri."
3.
Kis 16:22-34;
Mzm 138:1-2a,2bc-3,7c-8;
Yoh 16:5-11.
“Gloria Patri et Filio et Spiritui Sancto- Kemuliaan kepada Bapa+Putra+Roh Kudus.”
Inilah salah satu doa dasar Katolik yg juga pernah menjadi tema pokok ketika sy memberi retret KMK di Univ Pelita Harapan.
Dg doa dasar ini, kita diajak memuliakanNya dg sepenuh hati. Terlebih pd masa menjelang pentakosta, dikenangkan bhw Allah telah mengutus Yesus dan mencurahkan Roh Kudus (Kis 2:33).
Adapun, ketika Roh Kudus datang (Yoh 16:7, Kis 2:4), tugas utama-Nya adalah menginsafkan (Yun: ‘elencho’: menyingkapkan, meyakinkan+membenarkan).
Lbh lanjut, karya Roh Kudus ini menyentuh 3 aspek, al:
a. Kedosaan:
Ia akan menyatakan dosa sehingga membangkitkan kesadaran diri. Setelah diinsafkan, kt harus memilih sehingga menghasilkan “metanoia”, pertobatan yg penuh-utuh+menyeluruh (Kis 2:37-38).
b. Kebenaran:
Ia akan menyatakan bhw Yesus adl Anak Allah yg bangkit-dimuliakan dan menjadi Tuhan atas semua.
Ia menyadarkan-menunjukkan kebenaran+memberi kuasa untuk mengalahkan dunia (Kis 3:12-16; 7:51-60; 17:31; 1Pet 3:18).
c. Keadilan:
Ia akan menyatakan bahwa Iblis yg hina dikalahkan di atas kayu salib yg mulia (Yoh 12:31; 16:11) dengan adanya penghakiman Allah yg adil pd saat ini (Rom 1:18-32) dan saat nanti (Mat 16:27; Kis 17:31; 24:25; Rom 14:10; 1Kor 6:2; 2Kor 5:10; Yud 1:14).
Pastinya:
Karya Roh Kudus akan menyertai hidup semua orang beriman:
- Yesus, ketika dipenuhi dg Roh (Luk 4:1) berkuasa dan mengundang org utk bertobat (Mat 4:17).
- Yoh Pembaptis yg "penuh Roh Kudus" sejak lahir (Luk 1:15) menyingkapkan dosa dan memerintahkan pertobatan
(Mat 11:7; Luk 3:1-20).
- Petrus yg "penuh Roh Kudus" (Kis 2:4) menginsafkan 3000 orang dan mengajak mrk untuk bertobat
(Kis 2:37-41).
"Cari kardus di Sukabumi-
Roh Kudus sertailah kami".
4.
Kis 16:11-15;
Mzm 149:1-2,3-4,5-6a,9b;
Yoh 15:26-16:4a.
“Jubilate omnis terra-
Pujilah Tuhan hai segala bangsa!”
Tuhan yg seharusnya dipuji oleh segala bangsa sll mengurniakan Roh Kebenaran yakni Roh yg membenarkan/meneguhkan hidup kita.
Roh ini akan membenarkan/meneguhkan bahwa Yesus adalah saksi karya penyelamatan.
Maka kita yg percaya kepadaNya juga dipanggil untuk melakukan yang sama, yaitu berani ber-aksi untuk ber-saksi mjd pewarta iman, yg sll membawa kebenaran demi keselamatan sesama+semesta.
Pastinya, pelbagai warta kesaksian kita pasti akan menghadapi aneka “htag”: hambatan tantangan ancaman gangguan.
Namun, hendaknya kita tidak berputus asa/menyerah kalah, krn Roh Kudus akan mendukung+menguatkan kita utk mengatasinya.
Mengacu pd teladan Bunda Maria sbg “saksi” yg “Siap Ajarkan Kabar Sukacita Ilahi", ada tiga poros dasar kesaksian, al:
1.Membawa pesan Tuhan:
Bukankah Maria selalu hadir membawa pesan ilahi?
Ia membawa pesan kedamaian bukan kebencian,
keberanian bukan ketakutan,
ketulusan dan bukan kepalsuan.
Di Guadalupe, ia hadir 4 kali selama bulan Desember.
Di Lourdes, ia hadir selama 19 kali.
Di Fatima, ia hadir 6 kali setiap 13 Mei s/d Oktober.
2.Mencintai org miskin.
Ia sll memilih+mencintai orang kecil.
Di Fatima, ia memilih tiga gembala cilik, Lucia-Francesco-Yasinta.
Di Lourdes, ia memilih anak kecil yg miskin+sakit-sakitan, Bernadeth Soubiroes.
Di Guadalupe, ia memilih Juan Diego, duda+petani miskin dari suku Indian.
3.Menyatu dg Tuhan:
Maria kerap meminta spy dibangun sebuah “gereja” untuk menghormati Puteranya.
Dkl: Kesaksiannya selalu disatukan dalam nama Tuhan dan semata untuk kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa.
"Dari Bekasi ke Dunia Fantasi-
Mari beraksi dan bersaksi."
5.
Kis 20:28-38; Mzm 68:29-30.33-35a.35b-36c; Yoh 17:11b-19
"Ora pro nobis - Doakanlah kami."
Itulah slh satu harapan iman yg terkenang tentang pengalaman didoakan, yang pastinya sangat kita perlukan di tengah aneka perjuangan+gulat geliat hdp ini. Indahnya, Kristus hari ini jg berkenan mendoakan kita. Ia hadir+mengalir bagi kt.
Adapun 3 arti doa ala Yesus yg diucapkanNya hari ini, al:
1. "Dikuduskan Oleh Allah":
Ia mendoakan agar Bapa sll menguduskan kita. Bukankah dg dibaptis kita "dikuduskan" mjd umat pilihanNya, terpisah dari dunia: ada di tengah dunia tp bukan milik dunia, terlibat tp tdk terlipat, menyelam tp tdk tenggelam, ikut dalam karut marut dunia tp tdk larut hanyut dg arus dunia.
2. "Disatukan Oleh Allah":
Ia mendoakan agar kita sll bersatu: "Ut omnes unum sint-spy kt mjd SATU". Ia tdk mau kt tercerai-berai oleh gosipan/fitnahan, intrik/taktik tp sll solid "merapatkan barisan" dlm iman yg bukan basa basi+persaudaraan yg bnr2 sejati.
3. "Digembirakan Oleh Allah":
Ia mendoakan agar kita sll bersukacita dlm Tuhan. Bukankah "bahagia" (Yun: eudaimonia) adl tuj hdp smua mns? Blajarlah dari Magnificat Maria, "Hatiku bergembira krn Allah...." (Luk 1:47). Maria ajak kt sll bergembira krn "Allah", bukan krn "allah" yg lain. Allah adl satu satunya alasan kita u/bergembira, krn Ia dpt membuat kt sll brsyukur tanpa sebab apapun dan bagaimanapun keadaan+pergulatan hati kt.
Yg pasti, menjelang Pentakosta, "ulang tahun gereja" ini, mari kita jg bljr u/ sll saling mendoakan spy kt jg sll "dikuduskan-disatukan+digembirakan" di tgh khidupan+pergulatan harian kt.
"Cari batu di dlm Goa - Mari kita bersatu di dlm doa.
6.
"Ora pro nobis - Doakanlah kami".
Inilah salah satu judul buku yang baru saya tulis dalam dua bulan terakhir ini, terinspirasi dari kalimat jawa, "ora popo". Yang pastinya, semua orang pasti merasa bersyukur jika didoakan oleh yang lain.
Mengacu pada bacaan hari ini, Yesus-pun menengadah ke langit+ dan berdoa bagi yang lain: "Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam namaMu, yaitu nama yang telah Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita."
Seperti Yesus yang bersatu dengan Bapa, kitapun didoakan supaya kita mengalami "via unitiva", persatuan denganNya, dalam setiap suka-duka, tawa-tangis, pahit dan manis hidup harian kita.
Seperti Yesus, kita diingatkan untuk melakukan beberapa hal baik secara nyata pada hari ini, antara lain:
A."Menengadah kepadaNya": Kita diajak untuk selalu mengingatNya, tidak melulu sibuk pada diri sendiri dan pada urusan/rutinitas harian yang pastinya tidak ada habisnya. Dengan kata lain: Kita diajak tidak hanya "sibuk untuk Tuhan" lewat aneka karya, tapi juga "sibuk dengan Tuhan" lewat hidup doa kita, menyerah-pasrahkan smuanya dalam penyelenggaraan ilahi dengan semangat rendah hati.
B."Menyebut namaNya": Kita diajak untuk selalu melaksanakan semua hidup doa dan karya kita dalam namaNya dengan sepenuh hati, sehingga kita diyakinkan bahwa kita tidak pernah berjalan sendirian, "alone but not lonely", kita mungkin sendirian tapi kita tidak akan pernah kesepian, karena semua yang kita buat adalah bersama dan dalam namaNya yang selalu menyertai kita.
C."Membawa banyak orang kepadaNya": Sebagaimana Yesus setia mendoakan agar Bapa memelihara kita, kita juga diajak untuk saling mendoakan dan membawa semakin banyak orang kepadaNya, terlebih yang sakit-miskin-tersingkir/menderita. Jelasnya, dimensi doa itu berpola salib, tidak hanya vertikal ke pengalaman ilahi tapi juga horisontal ke pengalaman insani.
"Dari Kalibata ke Parakan - Mari kita saling mendoakan."
7.
"Animal loquens - Makhluk yang berkomunikasi."
Inilah salah satu definisi dalam filsafat manusia yang terkenang ketika melihat keluarga sebagai “sumber daya" bukan "bahaya", sebagai "berkat" bukan "laknat", sebagai "rumah peradaban" dan bukan "kebiadaban."
Jelasnya, keluarga sebagai "ecclesia domestica- gereja basis" diajak untuk mengkomunikasikan "kasih-kebaikan+kehangatan" kristiani secara real dan kontekstual.
Dalam bahasa Paus Fransiskus:
“Di tengah dunia dimana orang sering memaki, menggunakan bahasa kotor, bergunjing dan menjelekkan orang lain, menabur perselisihan dan meracuni lingkungan dengan gosip, keluarga bisa mengajarkan kita untuk memahami komunikasi sebagai berkah...".
Disinilah, komunikasi mendasar yang diajarkan Yesus bagi setiap keluarga adalah "DOA" dengan tiga tahapan dasar, antara lain:
A. "Menengadah kepadaNya":
Ia datang kepada Bapa dengan rendah hati.
B. "Menyebut namaNya":
Ia berbesar hati dan tidak merass sendirian karena semua gulat geliat doa dan karyanya dibawa bersama Bapa dan dalam kuasa Bapa.
C. "Mewartakan cintaNya":
Yesus mendoakan semua muridNya supaya mereka dikuatkan-dikuduskan dan dibenarkan dalam semangat persatuan ("ut omnnes unum sint- supaya semuanya menjadi satu").
Inilah salah satu bukti komunikasi cinta ilahi: mempersatukan+menguatkan, bukannya saling menyingkirkan+menjatuhkan. Ini bisa dimulai dengan sebuah "inner dialog" komunikasi paling dasar yakni: mendoakan sesama+semesta entah secara pribadi/bersama.
"Dari Uluwatu ke Sriningsih - Mari bersatu dalam nada dasar kasih".
8.
"Adjutorium nostrum in nomine Domini qui fecit coelum et terram - Pertolongan kita dlm nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi."
Inilah sebuah doa khas yang saya daraskan dalam hati menjelang misa. Hari ini, kita juga mengenangkan Yesus yang berdoa untuk kita dengan sebuah harapan "ut omnes unum sint- supaya semua menjadi satu” dengan tiga pilar pokok, antara lain:
A.“PELIHARALAH DALAM NAMAMU”:
Yesus memohon agar Bapa "mengurus dan menjaga" kita untuk terus hidup dan bertumbuh serta dijauhkan dari marabahaya. Ungkapan “dalam namaMu (Bapa)” bisa diartikan bahwa semua tindakan Yesus sendiri terjadi di dalam nama Yang Ilahi. Lewat Yesus, Allah dikenal bukan lagi dengan nama yang tak boleh diucapkan karena teramat keramat tapi dapat diseru sebagai "Abba, Bapa”.
B.“AGAR MEREKA MENJADI SATU”
Yesus mendoakan agar kita bersatu karena seperti para muridNya juga berasal dari kalangan yang tidak seragam/setingkat/seasal. Nah, keragaman itu sungguh adalah sumber kekuatan u/bersatu. Justru karena dirasa ada perbedaan, semakin pula dirasa kebutuhan bersatu. Begitulah doa Yesus memberi ruang agar setiap orang berkembang seleluasa-leluasanya dalam semangat unitas in diversitas-satu dalam keragaman.
C."MENGENALINYA"
Doa ini juga mengungkapkan keprihatinan Yesus karena ada domba yang terlanjur hilang dan binasa. Doa ini menjadi ungkapan pertanggungjawaban sekaligus penyerahan yang terbuka kpd kerahiman Bapa sendiri. Pastinya, Yesus menyerahkan para murid krn mrk adl karya terbesarNya, dan dalam diri merekalah nanti Ia tetap bisa hadir bagi banyak orang.
"Dari Kota membawa ikan - Mari kita saling mendoakan."
9.
Kis 18:9-18; Yoh 16:20-23a
“Deus bonus est - Allah itu baik.”
Inilah semboyan iman Yulia Billiart yang saya tulis dalam buku “HERSTORY” (Kanisius). Dia adalah seorang perempuan yang penuh dengan perjuangan dan gulat geliat iman, walaupun beragam penderitaan dan keterbatasan diri terus mendera hidupnya. Ia juga menjadi salah satu pendiri dan ibu rohani bagi Kongregasi Suster-suster Notre Dame (SND). “Ah, qu’il est bon, le bon Dieu”. Ah, betapa baiknya Allah yang baik! Yah lewat imannya, ia meyakinkan kita semua bahwa Allah sungguh baik. God is Good! Hari ini, Yesus juga menjanjikan berkat dan penyertaan kasihNya jika kita setia padaNya. Ya, dalam proses ziarah kehidupan (Jw: siji sing diarah), kita juga pernah/sedang/akan mengalami masalah, seperti yang dialami Rasul Paulus (bacaan I). Adapun tiga sikap iman yang boleh kita timba pada bacaan hari ini, antara lain:
1. Berkesadaran:
Mulailah dengan kesadaran iman bahwa Tuhan senantiasa menyelenggarakan dan menyertai kita (Kis 18:9-10). Deus bonus est. Allah itu baik. Yah, betapa baiknya Allah yang baik itu.” Hidup iman kita jelasnya mesti berpola GIG” - God is Good. Allah itu baik. Disinilah baik jika kita terbiasa untuk tidak lagi mengatakan: “God I have a big problem”, tapi mulai terbiasa untuk mengatakan, “Problem, I have a big God.” Satu hal yang pasti, “audaces fortuna iuvat - Nasib baik menolong mereka yang berani.”
2. Berpengharapan:
Kita diajak untuk lebih bertolak ke dalam-Duc In Altum, masuk dan menimba suasana iman penuh kerahiman yang timbul dari divine depth - lubuk ilahi. Di sinilah juga, kita diajak untuk belajar hidup prihatin, lewat pengalaman salib, entah salib yang diderita orang lain ataupun kita derita sendiri. Ya, disitulah kita diajak belajar untuk selalu mempunyai harapan dalam setiap dari salib, yang untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan, dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tapi jelas untuk kita semua yang beriman kristiani, salib melulu adalah kekuatan dan hikmat Allah yang mengantar pada kebangkitan (1 Kor 1:23). Dkl: isilah hidup dengan adanya harapan bahwa akan tiba saatnya kita memetik buah perjuangan dengan penuh sukacita, tanpa ada seorang pun yang dapat merampasnya (Yoh 16:22): Ada pelangi setelah hujan, ada suka setelah duka. Dalam bahasa Meriam Belina: Indah rencanaMu, Tuhan.” Tepatlah sebuah pepatah latin yang berkata, “Aegroto dum anima est, spes est - selama seseorang yang sakit masih memiliki semangat, maka masih ada harapan.”
3. Berjuang:
Kita tidak boleh menyerah. Dalam nama Tuhan, kita tetap harus berjuang sampai apa yang menjadi tugas perutusan kita terlaksana dan tercapai. Disinilah, kita diajak berjuang sekaligus berdaya tahan seperti seorang ibu yang terus berjuang sampai anaknya dilahirkan. Ya, belajarlah dari sebuah tiram: ketika sebutir pasir terbawa arus masuk ke dalam cangkangnya, melukai dagingnya yang halus dan lembut. Ia tak berdaya melepaskannya. Apa yang dilakukannya? Ia mengeluarkan lendir, membungkus pasir itu, dan setelah berbulan bertahun lewat, sebutir pasir itu telah berubah menjadi mutiara. Mulanya dari sesuatu yang remeh, kecil, menyakitkan, tapi Tuhan mengubah menjadi mutiara yang indah. Pelan tapi pasti, rahmat Tuhan datang. Bukankah Benjamin Franklin juga pernah mengatakan bahwa “orang yang memiliki kesabaran juga akan memiliki apa yang dikehendakinya –One who has patience will have whatever he wants.”
“Si Johan semangatnya membara - Ikut Tuhan harus berani sengsara.”
10.
Kis 10:25-26.34-35.44-48; 1Yoh 4:7-10; Yoh 15:9-17
Menjadi cermin agungnya kasih Allah...
01.
 Konteks Injil hari ini adalah wejangan Yesus untuk para murid-Nya pada perjamuan malam terakhir. Perikop hari ini melanjutkan dan sekaligus memberi isi atau makna dari wejangan dalam ayat-ayat sebelumnya (Yoh 15:1-8) yaitu ajakan untuk tinggal dalam Dia (ay. 4). Tinggal bersama-Nya berarti tinggal dalam kasih-Nya. Kasih Kristus menjadi sumber dan pola kasih kepada sesama, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (ay. 12). Kasih itulah yang mestinya menjadi ciri utama komunitas para murid. Kasih yang harus diwujudkan oleh para murid berasal dari Bapa melalui Yesus Kristus. Kasih Yesus kepada Bapa-Nya menjadi model kasih Yesus kepada para murid. Para murid dilibatkan dalam rantai kasih dari Bapa dan diminta untuk memperpanjang rantai kasih dengan membagi kasih itu kepada semua orang.
02.
 Perintah saling mengasihi juga dimaksudkan Yesus untuk mempersiapkan para murid yang akan ditinggalkan-Nya. Mengalami kasih Bapa melalui Yesus akan memberi sukacita. Sukacita itu itu baru menjadi utuh dan penuh apabila orang itu tinggal dalam kasih Tuhan. Ungkapan ini dapat kita bandingkan dengan ungkapan, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu." (Yoh 15:4a). Mencintai itu memiliki dan menjadi bagian dari orang yang kita cintai, ada kesatuan hati dan kehendak. Kata "tinggal di dalam" mengandaikan adanya kesatuan di dalam budi dan kehendak antara para murid dengan Yesus. Dengan demikian ungkapan tinggal di dalam kasih Kristus berarti mengalami kasih yang mampu menyatukan budi dan kehendak. Mungkin dapat kita bandingkan dengan relasi yang mesra antara suami dengan isteri. Karena ada cinta di antara keduanya, maka lebih mudah tercapai kesepakatan bahkan kesatuan di dalam pikiran dan kehendak. Inilah kiranya yang dimaksudkan oleh Yesus. Kesatuan hati dan kehendak terwujud dalam kesungguhan untuk melakukan apa yang diharapkan-Nya, dalam kesediaan dan kesetiaan berpegang pada perintah-perintah-Nya, yakni seluruh Firman Yesus yang menyingkapkan rahasia Bapa, termasuk perintah utama untuk hidup dalam kasih. Kasih membutuhkan ketaatan dan sebaliknya ketaatan adalah buah kasih.
03.
 Perintah saling mengasihi ini menggemakan kembali sabda yang telah disampaikan sebelumnya dalam Yoh 13:34-35, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi …..”. Perintah itu disebut “baru” bukan karena sebelumnya orang tidak tahu tentang perintah itu tetapi hendaknya perintah itu dihayati dan dilaksanakan dengan cara yang baru: penuh gairah, kreatif, semangat, segar, tidak kaku, bukan sekedar kewajiban beku dan rutin. Dengan cara hidup saling mengasihi itu para murid menghadirkan kembali (atau tepatnya: mengaktualisasikan kehadiran) Yesus sendiri yang telah lebih dahulu mencintai kita. Dalam hidup mereka menampakkan kasih Tuhan yang dapat dibaca oleh orang di sekitarnya. Hidup mereka merupakan kesaksian.
04.
 Ungkapan dalam ay. 11 “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.” merupakan penegasan Yesus bahwa Diri-Nya merupakan sumber sukacita bagi para murid. Selain menandakan rasa syukur atas anugerah kehidupan, sukacita dalam Perjanjian Lama menjadi ciri utama saat penyelamatan dan zaman eskatologis (Yes 9:2; 35:10; 55:12; 65:18; Zef 3:14 dan Mzm 126:3-5). Dalam Injil Yohanes sukacita itu berasal dari Kristus yang bangkit. Dari Dialah kita menerima hidup baru. Kebahagiaan itu menjadi utuh dan penuh bila kita bersedia menjadi pelaksana kehendak-Nya. Kesetiaan kepada kehendak Allah itu memampukan kita menemukan kebahagiaan di balik kedukaan dan penderitaan. Kebahagiaan yang tidak bisa dirampas oleh siapa pun, “Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia. Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu” (Yoh 16:21-22).
05.
 Dalam konteks budaya Yunani-Romawi saat itu mati demi membela sahabat mempunyai nilai yang amat luhur. Ungkapan “memberikan nyawa untuk sahabat-sahabat-Nya” dipakai sebagai gambaran yang paling mengesan betapa agung dan mulianya kasih Yesus kepada kita. Pola kasih yang utuh dan total itu menjadi pola kasih para murid. Totalitas kasih seperti itulah yang harus dilakukan para murid satu sama lain. Kesejatian dan ketulusan persahabatan membutuhkan keterbukaan, “Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (ay. 15). Keterbukaan berarti tidak berpura-pura atau menyembunyikan sesuatu, tetapi mempersilahkan masuk ke ruang batin, ke kedalaman diri agar semakin saling mengenal dan menyatukan hati. Ibarat kedua belah tangan saling membantu satu sama lain dalam usaha menggapai tujuan, persahabatan itu saling mendukung dan menguatkan untuk mencapai tujuan yang sama. Kesesuaian hati itulah yang menjadikan keinginan dan kehendak hati kita sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah sehingga doa-doa kita pasti akan dikabulkan.
Sebagai sahabat Yesus, kita diberi perwahyuan dari Yesus mengenai apa yang dibuat Allah Bapa dan apa yang menjadi kehendak-Nya. Kita menjadi teman sharing bagi Yesus. Inilah yang terjadi antara Yesus dengan para murid. Yesus mensharingkan keprihatinan-Nya ketika ada kekurangan jumlah penuai panenan, ketika melihat para umat tanpa gembala. Yesus juga menubuatkan akhir hidup-Nya dan kebangkitan-Nya. Ketika para rasul ingin kembali menjadi nelayan, Yesus menghampiri mereka dan bertanya kepada Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (Yoh 21). Yesus memperlakukan para murid sebagai sahabat-sahabat-Nya. Dengan jujur Dia mensharingkan apa yang menjadi rencana keselamatan-Nya dan berbagai kendala yang harus dihadapi-Nya. Ada persahabatan, ada kasih, bahkan bagi Yesus kasih itu diwujudkan-Nya dengan kesediaan untuk berkorban bagi sahabat-Nya. Yesus memberi teladan kasih yang tertinggi.
06.
 Para murid diutus untuk menghasilkan buah kasih, memperpanjang dan memperluas rantai kasih, menjadikan hidup ini sebagai cermin agungnya cinta Yesus. Diharapkan buah itu "tetap" artinya tahan uji, konsisten, kuat berpaut pada ranting dan pada pokoknya, tidak mudah patah. Kesatuan serta kedekatan para murid dengan Yesus menghasilkan buah dan membawa dampak terkabulnya permohonan dalam nama Dia. Namun di lain pihak buah kasih yang kita hasilkan itu merupakan anugerah Bapa. Mencintai itu bukan hanya perasaan tetapi juga mind-set dan a set of action. Mencintai mulai dari pikiran dan perasaan yang positif, mulai dari prasangka baik, mulai dari sebuah senyuman dan sapaan yang tulus. Ya! Kalau kita tidak mencintai saudara kita dalam hati dan pikiran, kita juga tidak akan bisa mencintainya dalam tindakan karena tindakan merupakan buah atau hasil pikiran. Terhadap orang yang membenci, yang merugikan, yang menyakiti, yang memandang rendah (oleh Yesus diistilahkan sebagai “musuh”) mungkin kita bisa menahan diri untuk tidak melakukan balas dendam tetapi sungguh sulit untuk mempunyai pikiran positif terhadap mereka. Inilah tantangan tersulit untuk mengubah musuh menjadi sahabat dan mencintainya. Namun sebenarnya kita bisa “mengendalikan” tindakan atas pikiran: menerima atau menolak, menyetujui atau mengesampingkan, membiarkan atau mengusirnya.
Kalau hanya mendasarkan diri pada kemampuan manusiawi saja, tidak mungkin kita melaksanakan perintah kasih yang begitu mendalam dan sulit. Namun untunglah Yesus berjanji akan menganugerahkan Roh Kudus yakni Roh Cinta antara Bapa dan Putra. Roh itulah yang memampukan kita untuk mencintai, “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rom 5:5).
07.
 Jatuh cinta merupakan pengalaman yang mentakjubkan
bagai musim semi dalam hati.
Segalanya menjadi lain, semua berubah. Segalanya punya warna.
Saat jatuh cinta, segalanya jadi indah dan bercahaya.
Karena jadi setengah buta,
buta untuk kejelekan, buta untuk segi buruk hidup ini.
Dalam hidup yang semakin rumit ini, hidup yang penuh tekanan jiwa,
hidup yang penuh persoalan, ada satu cinta yang sangat kita butuhkan
yakni jatuh cinta pada tugas dan tanggungjawab yang biasa sehari-hari!
Temukanlah kembali bersamaku hal-hal biasa,
keindahan sederhana dalam persahabatan,
sekuntum bunga untuk sahabat yang sakit,
pintu terbuka, sapaan ramah, makan bersama,
dengan sayur lodeh gori, sambel bawang, gereh dan tempe garit.
Senyuman, uluran tangan disertai ucapan renyah, “Berkah Dalem”,
uluran hati, sapaan hangat, “Apa kabarmu hari ini? Sehat kan?”,
ada pujian tulus, “Wah ceria banget, nampak awet muda”.
Hidup menjadi pesta
kalau engkau bisa menikmati dan mensyukuri hal-hal biasa sehari-hari.
Menjalani hidup dengan hati yang ringan, penuh senyuman.
Semua berubah, menjadi indah. Sungguh.
Aku jatuh cinta lagi pada hal-hal bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar